SISTEM PENDIDIKAN DI BELANDA



Anisa Mutiara Priyadi/SP
Sistem pendidikan di Belanda sangat berbeda dengan sistem pendidikan di Asia, Amerika, bahkan di sebagian besar wilayah Eropa. Adapun beberapa negara yang menerapkan pendidikan yang hampir sama dengan Belanda adalah Jerman dan Swedia. Salah satu perbedaan sistem pendidikan di Belanda adalah penjurusan yang sudah dimulai sejak pendidikan di tingkat dasar dengan mempertimbangkan minat dan kemampuan akademis siswa yang bersangkutan.[1]
Akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 di Belanda merupakan masa mengkristalnya pola pengaruh dan kekuasaan menjadi dua, pertama garis politik dan kedua garis agama.Pola inilah yang terefleksi dalam kehidupan sosial masyarakat di Belanda.Kebebasan di bidang pendidikan telah digariskan dalam Konstitusi Belanda dan ini tergambar dalam sistem pendidikan.
Majelis atau dewan pendidikan (school boards) diizinkan atas hak-hak sebagai berikut:
1.      Kebebasan mendirikan, yaitu kebebasan mendirikan sekolah berdasarkan ideologi atau keperluan masyarakat apa saja : ini berkaitan dengan kriteria kuantitatif, bukan kualitatif.
2.      Kebebasan ideologi, yaitu kebebasan bagi pejabat yang kompoten pada sekolah yang diasuh oleh denominasi agama untuk menyelenggarakan pendidikan berdasarkan prinsip penentuan sendiri jenis ideologi yang dianut.
3.      Kebebasan struktur, yaitu kebebasan bagi pejabat yang kompoten untuk menentukan isi dan metode pendidikan. Kebebasan ini dibatasi oleh negara dengan memberikan persyaratan-persyaratan kualitatif. [2]
Kesamaan kesempatan berpendidikan, perbaikan kualitas pendidikan, dan pengembangan tanggung jawab individu dan kewarganegaraan merupakan tujuan umum politik pendidikan Belanda. Secara lebih khusus, sistem pendidikan Belanda berusaha mencapai tujuan pendidikan sebagai berikut :
1.      Melaksanakan keadilan terhadap berbagai ideology yang terdapat dalam masyarakat,
2.      Meningkatkan persamaan kesempatan belajar bagi berbagai kelompok masyarakat yang berbeda-beda,
3.      Meningkatkan pertukaran kultural,
4.      Meningkatkan mobilitas dan integrasi sosial,
5.      Mempertahankan dan mengembangkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat,
6.      Mendidik ahli-ahli dan mengembangkan keahliannya pada level-level yang berbeda,
7.      Meningkatkan demokratisasi dan emansipasi,
8.      Meningkatkan desentralisasi administrasi dan manajemen,
9.      Meningkatkan inovasi budaya.[4]
Secara umum, sistem pendidikan di Belanda  dapat dikategorikan sebagai berikut :
  1. Pendidikan Tingkat Dasar dan lanjutan (Primary and Secondary Education)
  2. Pendidikan Tingkat Menengah Kejuruan (Senior Secondary Vocational Education and Training)
  3. Pendidikan Tingkat Tinggi (Higher Education)
Berikut keterangan dari masing-masing sistem pendidikan tersebut :
  1. Pendidikan Tingkat Dasar dan Lanjutan (Primary and Secondary Education)
·         Wajib sejak berumur 5 tahun
·         Berlangsung selama kurang lebih 8 tahun
·         Di tahun terakhir, para siswa sudah dianjurkan untuk memilih pendidikan lanjutan yang akan mereka jalani.
2.      Pendidikan Tingkat Menengah Kejuruan
·         Dimulai sejak siswa berumur 12 tahun, dan diwajibkan sampai umur 16 tahun.
3.      Pendidikan Tingkat Tinggi
·         VMBO (Program 4 tahun) memberikan pendidikan yang merupakan gabungan dari pendidikan umum dan kejuruan (Senior Secondary Vocational and Training)
·         HAVO (5 tahun) dan VWO (6 tahun) merupakan pendidikan selektif. Dua jenis pendidikan yang memberikan akses langsung ke sistem pendidikan tingkat tinggi (HigherEducation). [1]
Pendidikan dasar diatur dengan undang-undang tahun 1920, dan undang-undang tentang Taman Kanak-kanak ditetapkan tahun 1955. Parlemen menyetujui undang-undang baru tentang Pendidikan Dasar pada tahun 1981, dan berlaku mulai tahun 1985 dan pada saat inilah Taman Kanak-kanak dan sekolah dasar digabungkan menjadi satu sehingga merupakan satu format pendidikan dasar baru bagi anak-anak mulai usia 4 tahun sampai 12 tahun. Pendidikan adalah wajib mulai usia 5 sampai 17 tahun yang ditetapkan dengan Undang-undang Wajib Belajar tahun 1975, dan antara umur ini ternyata 100% anak-anak mengikuti pendidikan. Sekolah dasar berlangsung selama 8 tahun. Sekolah-sekolah di Belanda terbagi dalam beberapa kategori, yaitu : sekolah pemerintah atau negeri (dengan jumlah murid 31% dari keseluruhan murid sekolah dasar), sekolah swasta yang bukan bersifat keagamaan (nondenominational) dengan jumlah murid 5%, sekolah Katolik Roma (32%), dan sekolah Protestan (32%). [4]
Anak-anak yang dijadikan pusat perhatian, bukan lagi bahan pelajaran.Bahan pelajaran tidak lagi ditetapkan untuk satu tahun pelajaran tertentu.Menurut pengaturan ini tidak ada lagi anak-anak yang tinggal kelas, walaupun begitu masih ada sekolah yang menerapkan sistem kenaikan kelas dan tidak naik kelas. Pelajaran diberikan disekitar 4 obyek:
1.      Kecakapan instrumental dan kebudayaan, yang mengutamakan pelajaran bahasa, termasuk bahasa inggris, menulis dan berhitung.
2.      Pengenalan dunia (sejarah, geografi, biologi, fisika, hygiene dan lalu lintas).
3.      Saluran-saluran berekspresi (kerajinan tangan, music, dan menggambar).
4.      Olahraga. [3]
Di Belanda pendidikan khusus tercatat 20 macam, mulai dari sekolah bagi anak-anak yang mengalami ketidakmampuan belajar sampai pada anak-anak dengan cacat ganda. Pendidikan khusus ini melayani anak-anak dari usia 3 tahun yang membutuhkan pertolongan lebih banyak dari anak-anak biasa, baik yang berada di sekolah dasar maupun di sekolah menengah. Pada prinsipnya, sekolah khusus disediakan bagi anak-anak pada kelompok umur yang sama. Usia yang dapat diterima pada sekolah khusus bervariasi tergantung pada jenis sekolah, dan biasanya antara usia 3 dan 6 tahun. Pada sekolah menengah umur 12 tahun ke atas dengan batas maksimum 20 tahun.Pengecualian hanya dilakukan terhadap kasus-kasus luar biasa.
Kira-kira 60% anak-anak  yang tamat dari sekolah khusus melanjutkan sekolahnya ke sekolah menengah, 6% masuk ke sekolah dasar, dan selebihnya tidak meneruskan pendidikannya. Bantuan untuk transisi dari sekolah khusus sampai mereka mendapatkan pekerjaan dikelola pada tingkat lokal.Ada usaha yang sungguh-sungguh untuk mengintegrasikan siswa-siswa cacat ke dalam kelas dan sekolah-sekolah biasa.
Struktur sekolah menengah umum dirombak seluruhnya melalui Undang-undang tentang Pendidikan Menengah (Secondary Education Act) tahun 1968 yang disebut "Mammoth Act". Semenjak itu, sekolah menengah umum terdiri dari empat jenis sekolah, yaitu :
1.      Pendidikan prauniversitas (secondary grammar school)
2.      Sekolah menengah kejuruan tingkat pertama dan tingkat atas
3.      Akademi vokasional
4.      Dan sekolah jenis lain, seperti kursus-kursus sosial bagi pekerja-pekerja muda yang diselenggarakan baik secara paruh waktu atau purna waktu.
Yang terakhir ini sesungguhnya bukanlah pendidikan nonvokasional, dan dimaksudkan bagi anak-anak muda yang pendidikan wajibnya tidak dapat diselesaikan sepenuhnya. Terdapat juga bentuk pendidikan vokasional khusus dengan pola pemagangan (apprenticeships) : siswa-siswa pengikut program menerima pendidikan teori di sekolah atau pusat pendidikan vokasional, dan pendidikan praktek dilaksanakan diperusahaan tempat mereka bekerja. Dengan pola pemagangan ini, pendidikan utama (teori) berlangsung selama dua tahun, sedangkan pendidikan praktek selama satu tahun.
Dalam tahun 1982, pendidikan menengah pada umumnya diatur secara vertikal, dengan asumsi bahwa anak-anak usia 12 tahun dapat diseleksi dan diarahkan untuk berbagai tipe pendidikan atas dasar kecenderungan atau bakat akademiknya (scholastic aptitude). Kelas transisi, tahun pertama pada sekolah menengah, menjembatani kepincangan antara sekolah dasar dan sekolah menengah, dan menentukan arah ke berbagai jenis sekolah menengah.
Pendidikan prauniversitas (VWO) berlangsung selama 6 tahun dan mempersiapkan anak-anak untuk memasuki universitas atau akademi-akademi yang lebih bersifat professional (HBO).Sekolah menengah umum tingkat atas (HAVO) berlangsung selama 5 tahun, dan sekolah menengah umum tingkat pertama (MAVO) 4 tahun.HAVO disusun terutama untuk mempersiapkan murid-murid memasuki pendidikan professional.Setelah menamatkan MAVO siswa dapat memasuki HAVO tahun keempat, dapat juga masuk ke sekolah menengah kejuruan tingkat atas (MBO), masuk ke program pemagangan, atau masuk ke pendidikan nonformal secara paruh waktu.
Pendidikan tinggi terdiri dari tiga jenis : sekolah tinggi professional, universitas, dan universitas terbuka. Sekolah tinggi professional (HBO) memberikan pendidikan teori dan praktek untuk pekerjaan yang menuntut kualifikasi keterampilan yang tinggi.Sekolah ini menerima lulusan dari berbagai sekolah menengah tingkat atas (HAVO, VWO, dan MBO).Dalam tahun-tahun 1960-an, sekolah tinggi professional yang diatur dengan Undang-undang Pendidikan Sekolah Menengah, makin dianggap sebagai bentuk pendidikan tinggi.Statusnya seperti itu diakui pada tahun 1986, dan pada tahun 1992 dengan undang-undang pendidikan.
Pendidikan universitas merupakan pendidikan akademik yang didapat secara independen dan sebagai persiapan untuk tugas-tugas dalam masyarakat yang menuntut gelar atau kualifikasi universitas. Universitas memberikan hamper 100 macam bidang studi yang menawarkan gelar, yang dapat dipilih dan disusun oleh mahasiswa, baik yang mata kuliahnya bersifat wajib atau opsional. Oleh karena terbatasnya tempat, maka keputusan dibuat setiap tahun, apakah jumlah penerimaan mahasiswa baru untuk bidang tertentu perlu dibatasi atau tidak.
Semenjak tahun 1982, pendidikan tinggi terdiri dari sistem dua lapis, lapis pertama berupa "undergraduate" yang dapat diselesaikan sampai 4 tahun, dan lapir kedua tingkat "graduate" atau Pascasarjana (1-4 tahun). Ada 14 universitas di Belanda, 10 universitas negeri, 1 universitas punya kotapraja, dan 3 buah universitas swasta.Yang dapat masuk ke universitas adalah tamatan VWO dan HBO. [4]


DAFTAR PUSTAKA :
[1] http://handinisuwarno.wordpress.com
[2] http://rifnihayati97.blogspot.com
[3] Said, M,1981,Pendidikan Abad ke-20, Jakarta : Penerbit Mutiara
[4] Nur Syah Agustiar,2002,Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara,Bandung : Lubuk  Agung

KEDEKATAN BUDI UTOMO DENGAN TAREKAT MASON DI INDONESIA

MUHAMMAD FIKRI MUZAKI  /  SI 4  /  B

Dari sekian banyaknya tanggal yang berada pada bulan-bulan tertentu dalam satu tahun, khususnya bulan Mei, mempunyai sekelumat sejarah yang amat penting bagi Bangsa Indonesia. ada dua peristiwa bersejarah yang ada pada bulan Mei. Dua peristiwa besar yaitu Hari Kebangkitan Nasional dengan berdirinya Kongsi Dagang Belanda yakni VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Kembali pada Hari Kebangkitan Nasional, Bangsa Indonesia memperingati hari tersebut setiap tanggal 20 Mei. Peringatan ini mengacu pada organisasi Boedi Oetomo (BO) yang didirikan pada 20 Mei 1908.
Di Indonesia juga tedapat banyak organisasi-oerganisasi yang berdiri dari sebelum kemerdekaan dan juga sesudah kemerderkaan Indonesia. Organisasi yang pertama kali berdidi yaitu Budi Utomo atau dalam ejaan Bahasa Indonesia yang lama yakni Boedi Oetomoe.
Budi Utomo (Boedi Oetomo) adalah sebuah organisasi pergerakan nasional yang paling berpengaruh di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh sejumlah mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) seperti Soetomo, Gunawan, Cipto Mangunkusumo, dan R.T Ario Tirtokusumo. Tanggal berdirinya Budi Utomo, 20 Mei, sampai sekarang diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional kerena organisasi ini dianggap sebagai organisasi kebangsaan yang pertama. Organisasi ini bertujuan sebagai berikut:Tujuan yang hendak dicapai dari pendirian organisasi Budi Utomo tersebut antara lain:
a.       Memajukan pengajaran.
b.      Memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan.
c.       Memajukan teknik dan industri.
d.      Menghidupkan kembali kebudayaan.

Sebelum menjadi salah satu organisasi pergerakan yang bersifat nasional, Budi Utomo sebenarnya adalah sebuah perkumpulan kedaerahan Jawa. Ini terlihat sebelum diadakanya kongres.Namun sejak kongres di Batavia tahun 1931, keanggotaan Budi Utomo dibuka untuk semua orang Indonesia. Budi Utomo juga membuktikan diri sebagai sebuah organisasi yang bersifat nasional dengan cara bergabung di PBI (Persatuan Bangsa Indonesia). Penggabungan inilah yang kemudian membentuk sebuah organisasi baru bernama PARINDRA (Partai Indonesia Raya).
Akan tetapi perlu kita sadari bersama, bahwa Budi Utomo mempunyai hubungan dengan organisasi Freemason yang tak pernah diungkap sejarah selama ini. Yang hanya menyampaikan informasi masa lalu bagaimana pembentukan Budi Utomo, tujuan yang dicapai, serta pengaruhnya dalam Nasionalisme bangsa ini.Cita-cita Boedi Oetomo sejatinya tidak berlandaskan pada nasionalisme yang dikehendaki rakyat banyak. Cita-cita Boedi Oetomo yang tertuang dalam kongresnya yang menolak hasil Kongres Pemuda I tahun 1926 adalah: mengembangkan bahasa Jawa, kesenian Jawa, dan agama Jawa, dalam lingkup Jawa Raja.
 Banyak dokumen-dokumen yang mengungkapkan kedekatan antara Freemason yang ada di Indonesia pada masa Kolonial dengan Budi Utomo, salahsatu dari fakta sejarah tersebut ialah buku yang ditulis oleh  Dr. Th Stevens penulis buku Vrijmetselarij en Samenlaving in Nederlands Indie en Indonesie 1764-1962 (Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962) menyebutkan bahwa Freemasonry memperoleh aktualitas yang besar dengan munculnya gerakan nasionalis modern di Jawa.
Kata pengantar buku ini yang ditulis oleh Dr. Th Stevens ini menyebutkan dengan jelas, bahwa Freemason menjalin hubungan dengan satu organisasi politik Indonesia pertama ”Budi Utomo” .[1]
Nama Boedi Oetomo diambil dari bahasa sansakerta, ”Bodhi” atau ”Buddhi” yang berarti keterbukaan jiwa, pikiran, kesadaran, akal, dan daya untuk membentuk dan menjunjung konsepsi ide-ide umum. Sedangkan Oetomo berasal dari kata ”Uttama” yang berarti tingkat kebajikan utama. Jadi, Budo Utomo bisa disebut sebagai organisasi yang mengedepankan keterbukaan akal sebagai tingkat kebajikan utama. Mereka menyebut ”budi” sebagai puncak kegiatan moral manusia dan mengendalikan akal dan watak seseorang.
Boedi Oetomo adalah organisasi yang kental dengan nilai-nilai kebatinan.Para aktivisnya mengaku ingin menyatukan antara kultur dan tradisi Jawa dengan pendidikan Barat. Budi Utomo ingin memadukan antara modernisasi Barat dan mistis Timur.Kedekatan Budi Utomo dengan organisasi Freemason dan Theosofi juga bisa dilihat setahun setelah berdirinya organisasi tersebut. Buku Soembangsih Gedenkboek Boedi Oetomo 1908-1918 yang diterbitkan di Amsterdam, Belanda, untuk mengenang 10 tahun berdirinya Budi Utomo, memuat laporan bahwa pada 16 Januari 1909, di Loge de Ster in het Oosten (Loji Bintang Timur), Batavia, ratusan anggota Budi Utomo berkumpul untuk mendengarkan pidato umum dari Dirk van Hinloopen Labberton, orang Belanda yang disebut oleh aktivis Budi Utomo sebagai ”Bapak Kebatinan” yang kemudian menjadi Ketua Nederlandsche Indische Theosofische Vereeniging (Theosofi Cabang Hindia Belanda). [2]
Dalam pidato berjudul ”Theosofische in Verband met Boedi Oetomo” (Theosofi dalam Kaitannya dengan Boedi Oetomo), Labberton bicara tentang masalah agama, tujuan Theosofi, dan hubungannya dengan hari depan bangsa Jawa.Bukti lain mengenai kedekatan Budi Utomo dengan Freemason bisa dilihat dari kiprah Paku Alam V, yang merupakan anggota Freemason, yang banyak membantu terselenggaranya kongres Boedi Oetomo di Surakarta. Kongres yang pernah diadakan di loge milik Freemason banyak dihadiri oleh para aktivis kebangsaan yang juga anggota Freemason.Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Abdurachman Surjomihadrjo, dalam Kata Pengantar buku ”Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo 1908-1918”, karya peneliti Jepang, Akira Nagazumi, mengatakan, “Paku Alam memberikan pengaruh pada terselenggaranya kongres-kongres Boedi Oetomo, khususnya mereka yang ada hubungannya dengan gerakan Mason (Freemasonry).”[3]
Banyaknya pembesar-pembesar Budi Utomo yang menjadi pengikut dari Freemason. Salahsatu nya adalah Radjiman menjadi ketua Budi Utomo pada periode 1914-1915. Ia masuk menjadi anggota Freemason pada 1913, selain juga aktif dalam perkumpulan Theosofi. Radjiman adalah orang pribumi yang mendapat kehormatan dari Freemason Hindia Belanda dengan dimuatnya artikel karyanya berjudul ”Een Broderketen Volks (Persaudaraan Rakyat)” dalam buku ”Kenang-Kenangan Freemason di Hindia Belanda 1767-1917”.[4]
Adapun ketua-ketua Budi Utomo lainnya juga adalah anggota Freemasonry, seperti R.A. Tirtokoesoemo, ketua Budi Utomo pertama (1908-1911) yang juga pernah menjadi bupati Karang Anyar, Pangeran Ario Notodirodjo (Ketua Budi Utomo kedua tahun 1911-1914), dan R.M.A Soerjosoeparto alias Mangkunegara VII (Ketua Budi Utomo keempat tahun 1915-1916). RM Tirtokoesoemo dan Pengeran Ario Notodirodjo adalah anggota Freemasonry Loge Mataram Yogyakarta.Ketua Budi Utomo selanjutnya, meski tak menjadi anggota Freemason, tetapi menjadi anggota Theosofi, seperti M Ng Dwijo Sewojo (1916), dan R.M.A Woerjaningrat (1916-1921).
Catatan lain memuat ketua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yakni Dr. Radjiman Wediodiningrat tercatat sebagai tokoh pribumi yang gencar mengampanyekan gerakan kemasonan (istilah yang digunakan penduduk lokal dalam menyebut gerakan freemasonry). Radjiman sangat dekat dengan lingkar dalam kekuasaan keraton. Selama 30 tahun dirinya mengabdi sebagai dokter di Keraton Surakarta Hadiningrat. Radjiman adalah anggota Freemason, tercatat tahun masuknya adalah 1913. Setahun kemudian, Radjiman memimpin Budi Utomo. Namanya tercatat dalam dokumen ‘The Freemason in Boedi Oetomo’ ditulis C G van Wering.[5]
Ini sudah jelas menggambarkan bagaimana tindak-tanduk pemimpin-pemimpin Budi Utomo juga aktif didalam keanggotaan Freemason yang pada saat itu. Sejatinya Freemason sendiri sudah memulai pergerakan ini sejak tahun 1760an. Kejelasan ini bisa kita bukti dengan adanya buku Kenang-kenangan Freemason di Hindia Belanda 1767-1917, yang memuat secara lengkap operasional, para tokoh, dokumentasi foto, dan aktivitas loge-loge yang berada langsung di bawah pengawasan Freemason di Belanda. Buku setebal 700 halaman yang ditulis oleh Tim Komite Sejarah Freemason ini adalah bukti tak terbantahkan tentang keberadaan jaringan mereka di seluruh Nusantara.[6]
Ada beberapa catatan yang memperjelas Budi Utomo tidak dekat dengan islam, bahkan melakukan pelecehan. Goenawan Mangoenkoesoemo pun menulis sebuah artikel yang berisi pelecehan terhadap ajaran Islam dalam buku kenang-kenangan Boedi Oetomo 1908-1918. Berikut beberapa kutipannya:
“……..Jika kita berlutut dan bersembahyang, maka bahasa yang boleh dipakai adalah bahasanya bangsa Arab. Gamelan kita nasibnya tidak lebih beruntung. Dia sudah dikutuk dan dibuang. Kita hanya boleh menunjukkan kegembiraan hati dengan musik padang pasir, agaknya hanya terbanglah yang mampu membawakan suara yang membuat hati Allah berkenan. Namun demikian dan bagaimanapun juga, di sinilah Islam sebenarnya menderita kekalahan besar terhadap kita. Sebab, gamelan tetap merupakan musik kesayangan bagi lingkungan tua….......Kemana larinya bakat dasar kita, hadiah Tuhan yang dahulu telah menciptakan dan membangun Borobudur dan banyak candi-candi lainnya? Bukankah candi-candi itu juga dipersembahkan kepada Tuhan? Tidakkah bakat dasar itu masih tetap tinggal dan berkembang di Pulau Bali? Hasil-hasil karya yang banyak ahli seni dan pujangga kagum melihatnya? Begitulah kita saksikan. Bagaimanapun tinggi nilai kebudayaan Islam, ternyata kebudayaan itu tidak mampu menembus hati rakyat. Bapak penghulu boleh saja menuntut supaya kita mengucapkan syahadat: Hanya ada satu Allah dan Muhammad-lah nabi-Nya”, tetapi dia tidak akan dapat berbuat apa-apa, bila cara hidup kita, jalan pikiran kita masih tetap seperti sewaktu kekuasaan Majapahit dihancurkan secara kasar oleh Demak.”
Kritik terhadap dijadikannya Budi Utomo sebagai landasan kebangkitan nasional tak hanya datang dari umat Islam. Peneliti Robert van Niels juga mengatakan, “Tanggal berdirinya Budi utomo sering disebut sebagai Hari Pergerakan Nasional atau Kebangkitan Nasional. Keduanya keliru, karena Budi Utomo hanya memajukan satu kelompok saja. Sedangkan kebangkitan Indonesia sudah dari dulu terjadi…Orang-orang Budi Utomo sangat erat dengan cara berpikir barat.Bagi dunia luar, organisasi Budi Utomo menunjukan wajah barat.” [7]
organisasi ini mati tahun 1935 dan tiba-tiba seolah dihidupkan kembali tahun 1946 lewat keputusan Kabinet Hatta yang menjadikannya sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Ini lah seajrah yang tidak kita ketahui selama ini tentang suatu kebenaran yang tersembunyi rapat.
Notes :
[1] Dr. Th Stevens,1764-1962. Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Hal : 18
[2] Dr. Th Stevens, 1764-1962. Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Hal
[3] Abdurachman Surjomihadrjo, Kata Pengantar buku ”Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo 1908-1918”,
[4] Mansur Surya Negara, 1767-1917. Kenang-kenangan Freemason di Hindia Belanda. Jakarta : hal 7
[5] C G van Wering, 1920. ‘The Freemason in Boedi Oetomo’
[6] Artawijaya, Jaringan Yahudi Internasional di Nusantara” dan “Gerakan Theosofi di Indonesia”, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta
[7] Robert van Niels, Munculnya Elit Modern Indonesia, hal. 82-83

KOMUNIS DALAM SAREKAT ISLAM (SI)


Ridho Arif P / SIV
SI (Syarikat Islam) dahulu bernama Sarekat Dagang Islam didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudin. Pada awal pendiriannya untuk perkumpulan pedagang-pedagang islam yang menentang masuknya pedagang asing untuk menguasai komplar ekonomi rakyat pada masa itu, selanjutnya tahun 1912 berkat keadaan politik dan sosial HOS Tjokroaminoto menggagas SDI untuk mengubah nama menjadi organisasi pergerakan yang sekarang disebut  SYARIKAT ISLAM. Hal ini dilakukan untuk menyumbangkan semangat perjuangan islam dalam semangat juang rakyat terhadap kolonialisme dan Imperialisme . SI yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham sosialisme revolusioner. Paham ini disebarkan oleh H.J.F.M Sneevliet yang mendirikan organisasi ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) pada tahun 1914. Pada mulanya ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya, tetapi karena paham yang mereka anut tidak berakar di dalam masyarakat Indonesia melainkan diimpor dari Eropa oleh orang Belanda, sehingga usahanya kurang berhasil. Sehingga mereka menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal sebagai "Blok di dalam", mereka berhasil menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena dengan tujuan yang sama yaitu membela rakyat kecil dan menentang kapitalisme namun dengan cara yang berbeda. Dengan usaha yang baik, mereka berhasil memengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti Semaonen, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin Prawirodirdjo. Adapun faktor-faktor yang mempermudah infiltrasi ISDV ke dalam tubuh SI antar lain:
  1. Centraal Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat memiliki kekuasaan yang lemah. Hal ini dikarenakan tiap cabang SI bertindak sendiri-sendiri. Pemimpin cabang memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan nasib cabangnya, dalam hal ini Semaoen adalah ketua SI Semarang.
  2. Peraturan partai pada waktu itu memperbolehkan keanggotaan multipartai, mengingat pada mulanya organisasi seperti Boedi Oetomo dan SI merupakan organisasi non-politik. Semaoen juga memimpin ISDV (PKI) dan berhasil meningkatkan anggotanya dari 1700 orang pada tahun 1916 menjadi 20.000 orang pada tahun 1917 di sela-sela kesibukannya sebagai Ketua SI Semarang.
  3. Akibat dari Perang Dunia I, hasil panen padi yang jelek mengakibatkan membumbungnya harga-harga dan menurunnya upah karyawan perkebunan untuk mengimbangi kas pemerintah kolonial mengakibatkan dengan mudahnya rakyat memihak pada ISDV.
  4. Akibat kemiskinan yang semakin diderita rakyat semenjak Politik Pintu Terbuka (sistem liberal) dilaksanakan pemerintah kolonialis sejak tahun 1870 dan wabah pes yang melanda pada tahun 1917 di Semarang[1].
Dan pada saat itu SI pecah menjadi dua kubu yaitu: SI putih dan Si merah. SI putih berhaluan kanan berpusat di kota yogyakarta dengan tokohnya yaitu: H. Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto dan Sekarmadji maridjan Kartosoewirjo. Dan SI merah berhaluan kiri berpusat di kota Semarang dengan tokohnya yaitu: Semaoen, Alimin dan Darsono.
Hal ini dapat terjadi semenjak Semaoen dan Darsono di keluarkan dari SI, dan pada akhirnya nanti SI merah melebur kedalam partai Komunis, sejak perpecahan ini SI tidak pernah lagi meraih kebesarannya, seperti yang diraihnya empat tahun pasca kelahirannya[2].
Selain itu juga karena disebabkan oleh kemenangan lenin di rusia dalam revolusi oktober 1917 dan selogan komunis yang anti penjajah merupakan daya pikat tersendiri bagi sebagian kaum pergerakan untuk bergabung dengan partai komunis Hindia, termasuk beberapa Kyai [3].
Ini membuktikan bahwa anti penjajahan yang dikumandangkan oleh para komunis, seperti angin segar bagi para pelaku pergerakan untuk membebaskan diri dari tangan penjajah, hal ini mungkin menjadi salah satu sebab mengapa komunis bisa masuk kedalam tubuh SI, karena pada dasarnya keduanya mempunyai tujuan yang sama yaitu bebas dari tangan penjajah, walaupun dengan cara yang berbeda. Tetapi perlu diingat bahwa masuknya kominis dalam tubuh SI bukan semata-mata untuk hal yang demikian, tetapi untuk hal yang lebih besar lagi, seperti mengubah indonesia menjadi negara komunis, namun pada saat itu usaha yang dilakukan oleh H.J.F.M Sneevliet melalui ISDV yang dirasa kurang memuaskan dalam usaha penyebaran paham komunis , karena itu ia mencoba menyebarkan dengan suatu organisasi yang sudah di terima dalam masyarakat nusantara, hal yang pertama ia lakukan iyalah menarik hati para pengurus SI disemarang, yang kebetulan sasarannya adalah SI itu sendiri, walaupun demikian SI sangat terbuka terhadap H.J.F.M Sneevliet dan kawan-kawannya, ini terbukti sering diundangnya H.J.F.M Sneevliet kedalam rapat-rapat SI untuk memberi ceramah tentang kebebasan atau keluar dari penjajahan. Dan pada akhirnya H.J.F.M Sneevliet berhasil memecah belah SI menjadi dua blok.
Telah disinggung di depan bahwa pada awalnya SI adalah Serikat Dagang Islam, yang didirikan atas pertimbangan komersil ekonomis. Asas komersil ekonomis itu telah tertukar dengan asas nasionalisme , yang sepenuhnya merupakan haluan politik. Nasionalisme yangb dianut SI adalah nasionalisme lunak karena SI mengambil sikap kooperatif terhadap pemerintah, suasana kehidupan politik setelah tahun1920 berbeda dengan kehidupan politik saan SI mulai berdiri. Pengalaman berpolitik selama sepuluh tahun lebih memberi pandangan luas. Pengaruh gerakan politik dari luar pun telah masuk. Demikianlah , sikap partai SI terhadap kerja sama dengan pemerintah jajahan perlu ditinjau kembali. Meskipun demikian setelah timbulnya perpecahan dalam tubuh SI akibat keluarnya golomngan revolusioner sosialistis yangg dipimpin oleh Semaun dan penggabungan berbagai Si lokal dengan PKI, sebenarnya Partai Serikat Islam menjadi setengah lumpuh.
Tenaga-tenaga revolusioner telah meninggalkan Sarekat Islam. Keuntungannya adalah bahwa asas dan tujuan Sarekat Islam dapat diselamatkan dari penyelewengan golongan Seamaun yang jelas menganut  Paham Komunis Internasional. Bagaimanapun untuk mencapai tujuannya, tidak ada lagi pertentangan dan ketegangan didalamnya. Keretakan dan ketegangan antara para anggota dalam suatu organisasi terbukti menghambat kemajuan menuju realisasi tujuan utama organisasi dan akhitnya perpecahan tidak dapat dihindarkan[4].
Walaupun demikian terpuruknya keadaan SI pasca banyak ditinggal anggotanya yang memilih berhaluan komunis internasional, namun beberapa tokoh SI mulai bangkit untuk mengembalikan keadaan Si seperti semula, seperti yang dilakukan oleh Haji Agus Salim yang melancarkan gerakan Pan-Islamisme, maksudnya adalah mencari hubungan dan menghimpun segala kekuatan islam yang ada di indonesia yang berarti sudah mengacu pada persatuan islam internasional.
Kongres-kongres mulai digelar, hal ini dilakukan untuk mengurangi perselisihan dan bagaimana cara mewujudkan kerja sama yang baik antara kaum muslimin sesuai yang tertera pada kongres pertama yang diadakan di cirebon, dan pada kongres selanjutkan lebih menitik beratkan kepada islam dan perjuangan islam dalam menghadapi kapitalis, walaupun sayap kiri dari SI berhaluan komunis yang bertentangan dengan kapitalis. Karena pada hakikatnya komunis dan kapitalis tidak dapat disatukan , ia ada untuk saling berbenturan. Dan pada akhirnya SI menjalankan sikap kooperatif kepada pemerintah , yang sejak semula ditentukan oleh pimpinan SI , pada kongres kedua tahun 1917.
Bila dilihat ulang perjuangan SI dalam kebangkitan nasional memang cukup berat ini dikarenakan terpecahnya SI menjadi dua kubu berbeda yaitu SI putih dan SI merah, perpecahan ini sedikit mengejutkan karena SI merah justru menggunakan paha komunisme didalamnya, yang memiliki selogan anti penjajahan.walaupun perpecahan di dalam tubuh SI sangat rumit, namun dapat dilihat bahwa ada keunikan yang terjadi, yaitu berjalannya islam dengan kominis dalam jalan yang sama untuk terhindar dari penjajahan, walau pun dengan caranya masing-masing. Tetapi demikian perjuangan kebangkitan yang dilakukan oleh SI adalah salah satu gerakan pertama indonesia untuk menggapai kemerdekaan walaupn sangat lama, namun demikian dala sejarahnya perjuangan SI sangat sulit digantikan dalam sejarah indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
-  id.wikipedia.org/wiki/sarekat_islam
- Maarif, Ahmad Syafii (2009). ISLAM DALAM BINGKAI KEINDONESIAAN DAN KEMANUSIAAN: SEBUAH REFLEKSI SEJARAH. PT Mizan Pustaka.Bandung.
- Muljana, Slamet (2008). KESADARAN NASIONAL.PT LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta. Yogyakarta.

[1] id.wikipedia.org/wiki/sarekat_islam
[2] Maarif, Ahmad Syafii (2009). ISLAM DALAM BINGKAI KEINDONESIAAN DAN KEMANUSIAAN: SEBUAH REFLEKSI SEJARAH. PT Mizan Pustaka.Bandung. Hal : 103
[3] Maarif, Ahmad Syafii (2009). ISLAM DALAM BINGKAI KEINDONESIAAN DAN KEMANUSIAAN: SEBUAH REFLEKSI SEJARAH. PT Mizan Pustaka.Bandung. Hal :104
[4]  Muljana, Slamet (2008). KESADARAN NASIONAL.PT LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta. Yogyakarta. Hal : 130-131