KARAENG PETENGALOAN RAJA GOA KERAJAAN MARITIME Musuh berat Kolonial Belanda


Rizki Aiditya/SI3/B
Pada akhir abad 16 keajaan banjar telah mempunyai pengaruhnya yakni sukadana, lawe, kotawaringin. Ketiga daerah ini telah mengirimkan upeti tetap kepada keraaan Banjarmasin. Ketika kedudukan demak mulai lemah, kerajaan banjar menghentikan upeti kepada kerajaan demak walaupun hubungan dengan jawa tetap ada. Sekali-kali timbul perselisihan dengan kerajaan-kerajaan jawa misalnya pada tahun 1615 banjar berselisih dengan tuban dan Surabaya karena dua kerajaan ini ingin menguasai Banjarmasin.
Sikap tidak bersahabat juga ditunjukkan kepada kerajaan Mataram. Antara tahun 1622 – 1637 hubungan banjar dengan mataram tidak baik. Pada tahun 1637 dibuat perjanjian persahabatan karena ada pihak ketiga yang lebih berbahaya yakni VOC. Banjar telah dikenal belanda pada tahun1596, karena belanda telah menangkap kapal yang berasal dari banjar. Orang-orang portugis juga tela mengenal orang banjarr pada abad ke 16, mereka telah membeli kapur barus, berlian, dan batu  bezoar. Yang mana daerah Kalimantan juga penghasil lada terbesar pada masa itu. Yang menarik perhatian belanda terhadap daerah ini yaitu tak lain hasil lada yang menggiurkan. VOC datang ke Banjarmasin dan meminta kepada raja banjar untuk memonopoli perdagangan lada, namun permintaan itu ditolak yakni pada tahun 1606. Namun percobaan-percobaan berikutnya berhasil membuat raja untuk menandatangani kontrak, namun dalam kenyataannya tidak demikian karena yang menguasai lada ialah para pangeran dan dalam praktiknya menjual lada kepada siapa saja.
Raja tidak dapat mengadakan kontrak terhadap perdagangan di luar ketentuan-ketentuan kontrak dengan  VOC. Meskipun kejadian tersebut membuat pihak VOC marah apalagi ditambah peristiwa pada tahun 1638 terjadi pembunhan terhadap anggota VOC di kantor dagangnya. Tapi VOC tidak dapat berbuat apa-apa karena takut kontrak perdagangannya akan rusak. Orang belanda yang datang ke Banjarmasin pada tahun 1606 ialah gilles michielzoon namun terbunuh dan pada tahun 1610 orang belanda yang datang ke sambas juga terbunuh. Alasan pembunuhan terhadap mereka ialah VOC mengirim empat armada kapal untuk menyerang Banjarmasin dan berniat menghancurkannya. Untuk beberapa waktu yang cukup lama VOC tidak datang ke Banjarmasin dan baru pada tahun 1626 mereka muncul kembali untuk mencari lada. Selain orang belanda ada juga orang inggris yang datang ke Banjarmasin. Serta pedagang dari demak yang ingin berdagang di Banjarmasin.pada tahun 1635 dibuat kontrak baru antara VOC dengan banjar yang ditandatangani oleh syahbandar kerajaan banjar yang bernama retnadi ratya dari gadja babauw, seorang Gujarat. Dengan kontrak ini berlaku pula monopoli perdagangan lada di tangan VOC.
Setelah penandatanganan kontrak dengan banjar VOC tidak hanya membatasi diri pada perdagangan  saja, tapi juga turut campur tangan dalam persoalan dalam negeri kerajaan banjar. Ketika ada pertikaian dalam keluarga kerajaan sehingga menimbulkan perpecahan. Raja yang didukung oleh konpeni akhirnya tidak dapat menguasai keadaan. Martapura telah membuat perjanjian damai dengan kerajaan mataram. Sebagai akibat campur tangan kompeni tentang urusan dalam negeri, semua penghuni kantor dagang VOC di martapura dibunuh, orang-orang belanda yang berada di kotawaringin juga mengalami nasib yang sama.
Ancaman-ancaman VOC terhadap kerajaan banjar karena banyak terjadinya pembunuhan terhadap pegawai-pegawai VOC tidak membuat keadaan berubah. Pada tahun 1660 kesepakatan kontrak dengan martapura dapat ditandatangani namun lagi-lagi kesepakatan itu hanya tertuang di atas kertas saja pada kenyataannya lada juga dapat dijual kepada siapa saja seperti orang-orang makasar yang berdagang ke Banjarmasin. Selain orang-orang Makasar lada juga dijual kepada orang-orang cina yang datang ke Banjarmasin. Akhirnya raja Banjarmasin meminta VOC tidak berdagang lagi di Banjarmasin dan kembali ke batavia. Banjar juga meminta bantuan banten jika VOC memberikan balasan dengan peperangan terhadap Banjarmasin. Demikianlah reaksi-reaksi di daerah Banjarmasin dalam menghadapi VOC. Orang-orang belanda ketika datang ke kepulauan Indonesia pada mulanya tidak menaruh perhatian kepada kerajaan gowa yang terletak di kaki barat daerah Sulawesi selatan. Pada mulanya VOC  menyusuri timur idonesia langsung menuju Maluku. Tentang pentingnya kedudukan gowa baru diketahui oleh VOC setelah mereka merampas kapal portugis di dekat perairan malaka yang ternyata memiliki seorang awak kapal makasar. Dari orang makasar inilah mereka mengetahui bahwa pelabuhan gowa merupakan pelabuhan transito bagi kapal-kapal yang berlayar dari atau ke Maluku. Selain itu ketika mereka bertemu dengan kapal gowa yang memuat orang-orang portugis tidak diserang, untuk memberi kesan baik kepada raja gowa. Dari keterangan-keterangan ini VOC dapat menarik kesimpulan bahwa pelabuhan gowa sebenarnya sangat baik karena terletak antara malaka dan Maluku. Selain untuk itu pelabuhan ini tidak mendapat gangguan dari orang-orang portugis. Kemudian VOC menjajaki hubungan dengan terlebih dahulu mengirim sepucuk surat dari banda kepada sultan gowa. Yang dinyatakan bahwa tujuannya hanyalah berdagang semata. Isi surat demikian untuk memberi kesan baik karena diketahui bahwa orang-orang portugis dan VOC memiliki  senjata.
Raja Gowa mwngundang VOC untuk berkunjung ke pelabuhan Gowa dengan tekanan bahwa mereka hanya diperbolehkan berdagang saja. Ia tidak ingin kerajaannya menjadi tempat adu senjata orang-orang asing yang datang berdagang di sana. Atas undangan raja, VOC mulai mengirim  beberapa utusan ke kerajaan gowa dengan pesan-pesan khusus. Pesan tersebut selain berupa tanda persahabatan juga ajakan agar gowa ikut menyerang banda yang menjadi gudang rempah-rempah, tetapi ajakan VOC ditolak, karena tidak menjawab ajakan tersebut. Kunjungan-kunjungan anggota kompeni mulai sering dilakukan ke kerajaan gowa. Mereka selalu berusaha mengajak raja gowa untuk tidak lagi mejual beras kepada orang-orang portugis. Akan tetapi raja Gowa ini tidak mau dengan begitu saja merugikan dirinya sendiri dengan memutuskan hubungan dagang yang baik dengan orang-orang portugis, raja bahkan mengeluh, bahwa kapal-kapal kompeni telah menyerang ke Maluku. Keadaan antara kerajaan gowa dengan kompeni makin memburuk, karena kedua-duanya memiliki kepentingan yang sama dalam bidang perdagangan. Oleh sebeb itu tidak dapat dielakkan terjadinya bentrokan.
Beberapa sebab yang menimbulkan suasana permusuhan adalah karena kelicikan orang-orang belanda yang hendak menagih hutang dari pembesar-pembesar gowa pembesar-pembesar ini diundang untuk dijamu , akan tetapi setibanya di kapal, mereka dilucuti. Timbulah bentrokan di mana jatuh korban. Peristiwa ini yang membuat orang-orang Makasar tidak senang kepada kompeni, yang dengan segala cara untuk memaksakan kehendaknya kepada raja gowa. Sebagai balas dendam awak sebuah kapal VOC yang tidak tahu menahu mengenai insiden pada tahun 1616 turun di sumba tanpa menaruh curiga, kemudian orang-orang makasar membunuh awak kapal tersebut. Peristiwa ini membuat jan peter coen menaruh dendam terhadap orang-orang Makasar yang mempersulit mereka dimana-mana.
Sikap antara VOC dengan orang makasar tidak ada lagi ampun mengampuni bila salah satu jatuh ketangan lainnya. Hal ini semakin meruncingkan keadaan, kedua belah pihak berlomba-lomba untuk menyebarkan pengaruhnya karena VOC menginginkan bagian terbesar dalam perdagangan rempah di Maluku, sedangkan pada waktu itu perdagangan ini ada di tangan orang-orang makasar, maka sering terjadi konflik.
Sebagai kerajaan maritime Kerajaan Gowa harus dilumpuhkan di laut, oleh karena itu blokir terhadap kerajaan gowa diadakan pada tahun 1634. VOC mengirim suatu armada ke Martapura. Armada ini terdiri dari enam kapal yang dilengkapi dengan persenjataan. Dari Martapuralah VOC menghadang perahu-perahu orang makasar yang berdagang lada. Disitulah mereka menerima perintah untuk tidak membuang-buang waktu dan langsung merusak, merongrong, menghancurkan merebut kapal portugis dan india yang berada di perairan Sombaopu serta tidak ketinggalan perahu-perahu milik orang Makasar.  Di samping merusak dan merongrong musuh mereka, desa-desa dan kota-kota di kerajaan gowa juga harus dimusnahkan. Namun misi tersebut tidak mengenai sasaran, karna Raja Gowa telah mendapat berita dari jepara tentang rencana VOC, sehinnga tiga minggu sebelumnya kapal-kapal portugis telah berangkat menuju Kakao. Perahu dagang kaum pribumi telah berangkat. Armada belanda hanya berasil memblokir suatu armada kecil yang akan menuju Maluku atau memberi bantuan kepada Maluku melawan VOC. Armada kecil itu kemudian lolos karena rampingnya dapat menusuri pantai karan tanpa dapat menghindari kompeni dengan kapal besarnya. Armada Makasar ini dengan lajunya menuju Ambon.
Pada tahun berikutnya VOC diperkuat lagi dalam blokade, tetapi kekuatan ini tidak dapat menghindari lolosnya perau-perahu makasar, orng-orang makasar mellui jalan darat menyeberang ke timur tepatnya di pantai yang berbatasan dengan Bone dan dari sanalah mereka berlayar menuju Maluku untuk berdagang. Untuk beberapa waktu keadaan yang sulit dialami oleh VOC.  Buton juga tidak dapat membantu VOC karena berada dibawah pengaruh kerajaan gowa, di Buton tidak banyak terjadi penyerbuan dan pembunuhan terhadap orang-orang VOC. Karena keadaan ini maka VOC kembali mengambil jalan untuk mendekati kerajaan gowa kembali. Suatu utusan dikirim untuk mengadakan perdamaian, utusan ini disambut dengan baik dan raja menyambut maksud ini akan tetapi pelayaran antara Malaka dan seram untuk kehidupan bangsanya. VOC tidak setuju akan hal ini dan raja kemudian raja menyetujui bilamana orang-orang makasar masuk perairan kekuasaan kompeni dapat dianggap sebagai musuh, jadi dapat diserang tanpa memutuskan kontrak antara gowa dan kompeni. Perjanjian perdamaian berlangsung dari 1637 hingga 1654. Selama perjanjian berlangsung banyak terdapat hal-hal yang membawa kedua belah pihak kejurang peperangan. Sebagai contoh kejadian pada tahun 1638 VOC merampok angkutan kayu cendana yang telah dijual oleh orang-orang makasar kepada orang-orang Portugis. Orang-orang Portugis yang berlayar dengan membawa bendera Kerajaan Gowa memprotes, pembesar-pembesar kerajaan Gowa membela mereka. Ganti kerugian dituntut kepada VOC. Pada awalnya mereka tidak mau mengganti rugi sehingga Karaeng Petengaloan dan Baraung mengancam untuk mengusir VOC dari Sombapou. Atas ancaman tersebut VOC terpaksa membayar apa yang dituntut oleh pembesar-pembesar kerajaan Gowa tersebut. Sebab-sebab lain adalah hak-hak istimewa yang diberikan oleh raja Gowa kepada orang Denmark, Portugis, dan Inggris dalam mengirimkan bantuan pasukan dan senjata kepada Hitu dan Seram.
Perang terbuka pecah pada tahun 1654 hingga 1655 yang terjadi dibeberapa tempat seperti di pelabuhan Sombopou, Buton, Maluku. Bagi VOC perang ini yang hrus dijalankan sekaligus di beberapa tempat yang berjauhan sangat merepotkan, oleh karena itu mereka kembali membuat pendekatan kepada Gowa untuk membuat perjanjian, namun Gowa menolak dengan gigih dan meneruskan perang meskipun menghadapi kekurangan bahan makanan dan senjata.paa bulan maret 1655 Majira menyerbu benteng luku dan seram kecil, namun gagal. Bagi VOC pengeluaran uang untuk perang saat itu sangat tinggi, sehingga VOC meminta bantuan ke Batavia untuk membuat perjanjian. Hal ini terlaksana tanggal 27 februari 1656. Isi perjanjian ini menurut VOC sangat menguntungkan gowa seperti membolehkan gowa menagih hutangnya di ambon, melepaskan tawanan masing-masing, musuh VOC bukan Raja Gowa, VOC tidak boleh ikut campur dengan urusan orang Makasar.
Dengan perjaanjian yang mereka anggap sangat merugikan VOC maka kembali erjadi perang, pada 1660 suatu ekspedisi yang terdiri dari 31 kapal dan 2600 pasukan dikirim ke Sulawesi. Perang mulai berkobar ketika paukan ini tiba di pelabuhan Sombapou dan berhasi merebut benteng penakukang. Atas kekalahan ini raja gowa dipaksa menandatangani suatu perjanjian yang sangat merugikan karena harus melepaskan Buton, Manado dan Maluku. Dan portugis harus meninggalkan kerajaan Gowa.  
Daftar pustaka
1.      Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
2.      Poesponegoro, Marwati Djoened.1993.sejarah nasional Indonesia III.Jakarta.Balai Pustaka

Pemberontakan Ki Tapa (Pahlawan Banten)


Rizki Aiditya/SI3/B
Kapal-kapal yang berlayar dengan menggunakan urat jalannya menggunakan perdagangan yang aktif di Nusantara. Atas bantuan oiak inggris, Denmark, dan cina, maka orang-orang banten berdagang dengan Persia, india, siam, Vietnam cina, pilipina dan jepang. Sultan agung merupakan musuh dari VOCyang kuat. Pihak belanda ingin mendapatkan hak monopoli pedagangan lada di banten yang sangat kaya ini dan merasa cemas akan adanya sebuah Negara yang kaya dan sangat kuat yang letaknya dekat dengan markas besar mareka di Batavia.
Permusuhan Banten dengan VOC yang mengiringi takluknya Batavia pada tahun 1619 telah dibahas dalam beberapa bacaan. Pada tahun 1633 terjadi lagi peperangan lain yang berakhiar dengan dicapainya   suatu persetujuan yangsamar-samar untuk menghentikan permusuhan. Pada tahun 1645 ditandatngani suatu perjanjian yang mengatur hubungan VOC dan Banten. Akan tetapi segera timbul lagi konflik ketika sultan agung naik tahta pada tahun1651. Pada tahun 1656 meletus perang: pihak Banten menyerang daerah-daerah Batavia dan kapal-kapal VOC, sedangkan VOC memblokade pelabuhan. Pada tahun 1659 tercapai suatu penyelesaian damai.
Putra mahkota banten yang kelak bergelar sultan haji 1682-1687 menjalankan kekuasaan yang sangat besar di banten dan dijuluki oleh VOC sebagai sultan muda sementara ayahnya dijuluki sultan tua. Ambisi ayah dan anak telah menimbulkan konflik dan hubungan dengan VOC tentu saja terbawa-bawa ke dalam pertikaian-pertikaian mereka. Istana terpecah menjadi dua kelompok. Pihak putra mahkota berupaya untuk meminta bentuan kepada belanda. Dan pihak dari sultan agung sendiri menentang VOC yang semakin hari semakin semena-mena dan muali melanggar perjanjian yang telah disepakati. Pihak sultan agung juga didukung oleh golongan elite islam.
Pada bulan maret 1682 sebuah pasukan VOC yang dipimpin oleh francois tack dan Isaac de saint-martin berlayar menuju banten. Pada saat ini putra mahkota sudah terkepung di dalam istananya. Para pendudkung sultan agung telah berhasil kembali merebut kota tersebut dan membakarnya. Pangeran secara sempurna tunduk kepada VOC, dan VOC pun mengakuinya sebagai sultan Banten. Belanda kini berperang di pihaknya. Orang-orang eropa yang selain VOC melakukan perdagangan di banten diusir, orang-orang inggris mengundurkan diri ke Bengkulu, sumatera selatan yang merupakan pos permanen mereka yang masih aktif di Indonesia.
Artileri pihak belanda memaksa keluar sultan agung dari kediamannya, dan setelah dikejar sampai daerah pegunungan, maka pada bulan maret 1683 dia menyerah. Untuk beberapa waktu lamanya dia ditahan di Banten, dan dipindahkan ke Batavia kemudian beliau meninggal tahun 1695. Dan banten di kuasai total oleh VOC sejak itu. 
Ketidakstabilan kerajaan-kerajaan sebagai system politik terwujud setiap kali ada pergantian tahta, bahkan pada masa pemerintahan seorang raja masalah pergantian sudah menjadi sumber pertentangan yang memuncak sebagai krisis politik. Apa yang terjadi di Banten sekitar tahun1750 dapat dipandng sebagai suatu coup de, etat di lingkungan istana atau semacam revolusi istana. Yang menjadi tokoh pusat dalam hal ini ialah permaisuri putri mahkota ratu Syarifah Fatimah, seorang putri dari ulama arab. Sebagai putra Sultan Zainal Abidin, Ranamanggala baru diangkat menjadi putra mahkota setelah kakanya Muhammad soleh , mati terbunuh. Pada tahun 1733 dia menggantikan ayahnya dan berelar Sultan Abdulfatah Muhammad Syafii Zainal  Arifin. Segera ratu Syarifa Fatimah memakai sebutan ratu sultan serta mulai memperluas kekuasaannya.
Dengan intriknya sultan dan putra mahkota diadu domba sehingga yang terakhir bersama pengikutny mengungsi ke Batavia. Kemudian sebagai penggantinya diusulkan seorang kemenakannya yang telah menikah dengan seorang putra sultan yang lahir dari istri lain. Ialah syarif Abdullah Muhammad syafei. Kekuasaan ratu syarifah semakin bertambah luas setelah sultan zainal arifin menderita penyakit jiwa. Banyak kelaliman dan kesewenang-wenangan terjadi singga para pembesar merasa tidak aman berada di lingkungan keraton.  Berdasarkan saran dari ratu syarifah diangkat sebagai wali seperti yang ditetapkan dalam akte 28 november 1748. Peralihan kekuasaan berjalan sangat licin dengan dukungan VOC yang sudah barang tentu menuntut balas jasa yaitu penyerahan hasil lada.
Usurpasi ratu syarifa Fatimah tidak hanya berhasil menyingkirkan dinasti lama serta menggantikannya dengan keluarganya sendiri, akan tetapi kekasaanya merajalela dalam arti sebenarnya dan menjadi suatu despotism.  Semua selir sultan diusir dari keratin dan para pembesar dicemoohkan akan sifat pengecutnya dalam menghadapi kumpeni. Kesemuanya  itu dijalankan di dalam pengawasan kumpeni yang bersikap masa bodoh terhadap hal ini dan membiarkan ratu syarifah bertindak demikian selama dia menjamin kelanaran penyerahan lada kepada kumpeni. Memang sejak semula hubungan antara banten dengan  VOC  berkisar sekitar perdagangan lada dan mengusir semua penyaing dari sana.
Revolusi istana tersebut dapat diduga membawa pengaruh besar di kalangan rakyat yang masih sangat loyal kepada kesultanan dengan dinastinya. Kegelisahan menjurus kesuatu pergolakan besar dan kecenderungan structural sudah membuat rakyat yakin untuk bergerak. Tidak mengherankan apabila Ki Tapa sebagai seorang keramat yang penuh kewiabawaan, dalam waktu singkat dapat memoblisasi si pengikut yang banyak dan jauh sampai daerah bogor. Kepemimpinan gerakan diperkuat dengan tergabungnya ratu siti seorang istri sultan yang terasingkan dan ratu bagus buang. Pura dari Panembahan pangeran putra yang mengungsi ke Batavia pada masa pemerintahan sultan zainal arifin. Rakyat percaya bahwa dia belum meninggal dan memimpin pemberontakan, maka segera pergolakan menjadi luas sekali
Pada awal November  arisan di bawah gerakan Ki Tapa mulai mengepung ibu kota.  Dalem sultan, benteng speelwijk, dan pos karangatu terancam semua . ada lagi bangsawan yang mengabungkan diri dengan pemberontak, antara lain Raden Derma, saudara sultan dan pengaeran Madura, seorang kemenakannya. Barulah kompeni menyadari benar bahwa keresahan dan ketidakpuasan rakyat disebabkan oleh pergeseran dinasti banten banten. Segera kompeni mengambil keputusan untuk mengasingkan ratu syarifah dan putra mahkota ke pulau edam
Dengan tindakan itu keadaan belum mereda bahkan ada kekhawatiran pada kompeni kalau-kalua pergolakan akan meluas ke Lampung dan dengan demikian akan membahayakan produksi lada di sana. Lagipula ditakutkan  bahwa pihak inggris dari Bengkulu akan dapat memberi bantuan kepada pemberontak. Sementara waktu kompeni tidak berdaya oleh karena perang perebutan tahta di Jawa Tengah memerlukan konsentrasi pasukannya di sana. Dengan diserbunya pos di daerah tersebut, tamatlah kekuasaan kompeni itu.
Ratu bagus buang diangkat sebagai sultan denga gelar abinadir mohamad jusuf ahmad adil aralikfidin dan menikah dengan ratu siti dengan maksud untuk memperkuat legimitasnya di tahta banten. Ki Tapa mengorbankan semangat rakyat denan mendengungkan cita-cita perjuangannya, ialah mengusir belanda dari Jawa, jalan antara Banten dan Jasinga diduduki, desa-desa di tepi cidani di bakar, antara lain kadipaten jampang dan curipan. Ofensifnya ditujukan ke daerah antara cidani dan ciliduk, dimana banyak penggilingan gula dihancurkan. Pertahanan kompeni di tepi sungai angke di muara cidani, tangerang dan ciampea. Barisan Ki Tapa diserang dari dua sisi, sehingga terpaksa mundur. Pertahanan mereka satu persatu jatuh ketangan kumpeni pada 13 juli 1751.
Dalam ekspedisi selanjutnya rakyat di daerah pontang, tanara, dan aringin dapat ditundukkan oleh pasukan Kompeni. Namun perlawanan barisan Ki Tapa masih meneruskan perjuangannya dengan konsentrasi kekuatan di sekitar gunung karang dengan bantuan pangeran wali dan pangeran Mustafa jayamanggala seorang kemenakan sultan yang dibuang ke Ambon, eksoedisi terus dijalankan. Dalam pertempuran cibdas pada tanggal 17 agustus 1751 barisan pemberontak mengalami kekalahan besar. Ki Tapa menyelamatkan diri ke selatan. Dengan bantuan Mustafa  van ossenberg dan couvert memperoleh kemenangan yang sangat menentukan itu.
Pada awal bulan desember 1751 sisa-sisa barisan pemberontak di bawah pangeran Madura dan aria suba beroperasi di daerah bogor, khususny di lereng gunung salak. Karena tidak dapat berjalan , ratu bagus buang terpaksa menyerah kepada kumpeni.
Kebijaksanaan VOC untuk memanggil kembali putra mahkota yang sah, pangeran gusti dari sailan menimbulkan ketegangan di kalanga istana. Pangeran wali merasa terancam kedudukannya dan mengadakan kontak dengan golongan pemberontak. VOC menghadapi suatu dilemma, oleh karena pangeran wali dianggap kurang akap untuk memangku jabatan pimpinan. Dalam gerakannya itu dia dibantu oleh pangeran hamid dan raja sulaiman. Keduanya kemudian diamankan ke Batavia.
Keributan sekitar masalah pergantian tahta membangkitkan semangat pemberontak lagi. Barisan Ki Tapa bergerak ke Pulosari, sedang barisan ratu bagus ke caringin, kedua pasukan dikonsentrasikan dekat ibu kota. Pertahanan diserang oleh pimpinan patih Aria Kusumadiningrat dan pangeran rajasantika. Akhirnya kumpeni dapat menyelesaikan masalah tahta banten . berdasarkan prinsip bahwa banten telah ditakhlukkannya lewat perang sehingga berada di bawah suzeeinitas VOC dan diperintahnya untuk menjamin ketentraman dan ketertiban.
Karena ada rasa hormat terhadap sultan haji abunasir abdulkahar, maka pemerintah banten sebagai leegoed/ feodum diserahkan kepada pangeran wali yang diangkat sebagai sultan dengan gelar paduka sri sultan abdulmaali mhammad wakiul halimin. Sekaligus pangeran gusti diangkat resmi sebagai putra mahkota. Sudah barang tentu pengangkatan itu dibubuhi persyaratan lain, seperti hak monopoli lada dan penutupan banten bagi pedagang asing.
Pengangkatan pangeran gusti sebagai putra mahkota menimbulkan keresahan baik di kalangan keraton maupun diantara pemberontak. Berkali-kali hidupnya terancam dan menurut dugaan karena persekongkolann di bawah pimpinan istri sultan (pangeran wali).  Sebaiknya  pangeran gusti sangat ambisius dan berusaha keras agar segera dapat naik tahta. Sebagai cucu sultan haji dari kedua pihak orang tuanya merasa punya hak penuh atas tahta. Dia mendesak kepada VOC  agar pangeran wali menyerahkan tahta kepadanya. Baik pihak pangeran wali maupun VOC menyetujuinya dengan kondisi bahwa pangeran wali tetap menerima penghasilannya seumur hidup. Putra mahkota bergelar  pangeran ratu abdulmufakir Muhammad aria zainul abidin. Penobatan diselenggarakan pada tanggal 17 april 1752.
Pada kesempatan itu para pemberontak diberi amnesti, kecuali Ki Tapa dan sekelompok pemimpin yang benar menolak perdamaian dengan VOC. Oleh karena itu pergolakan belum reda. Di daerah sekitar karang, kanari, karkasana, jasinga, dan lancer masih diduduki    oleh barisan pemberontak. Pontang dibumihanguskan. Barisan Ki Tapa terus bergerak semula disinyalir di hulu cidurian, kemudian pada akhir juni di caringin. Dalam pertempuran melawan pasukan pangeran rajanegara, barisan pemberontak mengalami kekalahan besar dan pecah pangeran Madura beserta ratu siti mengungsi ke pegunungan di anten selatan sedangkan Ki Tapa dan ratu bagus berhijrah ke Jawa tengah untuk menggabungkan diri dengan pemberontak di sana.
DAFTAR PUSTAKA
Ricklefs, M. C, 1991, Sejarah Indonesia Modern,  Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
 Kartodrdjo, Sartono, 1999, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 dari Emporium sampai Imporium, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

PERJUANGAN ANDI MAPPANYUKKI/ LA MAPPANYUKKI



KEVIN REZA – SI3 / A

La Mappanyukki Datu Lolo ri Suppa yang juga dikernal dengan nama Datu Silaja atau sekarang dengan nama Andi Mappanyukki. Pada masa Perang Gowa tahun 1906 M, ketika I Makkulawu Karaeng Lembang Parang KaraengE ri Gowa berperang dengan Kompeni Belanda. Setahun setelah tertangkapnya La Pawawoi dan diasingkan ke Bandung, Kompeni Belanda mengalihkan perangnya dari Bone ke Gowa. Padahal antara La Pawawoi Karaeng Sigeri dengan SombaE ri Gowa adalah bersepupu satu kali. Ketika itu La Mappanyukki menjadi Datu Lolo ri Suppa, dia bersaudara dengan La Panguriseng Datu Alitta. Karena ayahnya adalah Karaeng ri Gowa, sehingga Suppa dengan Alitta melibatkan diri pada Perang Gowa untuk membantu ayahnya.
Adapun sebabnya Gowa diperangi oleh Kompeni Belanda, karena Belanda menyangka kalau Dulung Awang Tangka Arung Labuaja salah seorang Panglima Perang Bone pada masa pemerintahan La Pawawoi Karaeng Sigeri bersembunyi di Gowa. Selain itu Belanda berkeyakinan apabila kedua Bocco (Bone dan Gowa) telah ditaklukkan, maka daerah-daerah lain di Celebes Selatan akan mudah ditaklukkan. Makanya ketika pusat pemerintahan Gowa berhasil diduduki, SombaE ri Gowa mengungsi ke Ajattappareng bersama pengikutnya. Dia menetap di Suppa dan Alitta karena tempat itu merupakan akkarungeng kedua anaknya yaitu La Panguriseng di Alitta dan La Mappanyukki di Suppa.
Perang Gowa berakhir dengan gugurnya KaraengE ri Gowa dan putranya yang bernama La Panguriseng Datu Alitta. Oleh karena itu KaraengE ri Gowa dinamakan Tu Mammenanga ri Bundu'na. Sementara La Mappanyukki ditawan oleh tentara Belanda dan diasingkan ke Selayar. Itulah sebabnya La Mappanyukki dinamakan pula sebagai Datu Silaja.
La Mappanyukki diangkat menjadi Mangkau' di Bone menggantikan pamannya yaitu sepupu satu kali ayahnya, karena jelas bahwa dia adalah cucu dari MappajungE. Dia sengngempali dari turunan La Tenri Tappu MatinroE ri Rompegading. Dengan demikian Hadat Tujuh Bone dianggap tidak salah pilih dalam menentukan pengganti La Pawawoi Karaeng Sigeri sebagai Mangkau' di Bone.
Ibu dari La Mappanyukki bernama We Cella atau We Bunga Singkeru' atau We Tenri Paddanreng Arung Alitta anak La Parenrengi MatinroE ri Ajang Benteng dengan isterinya We Tenriawaru Pancai'tana Besse Kajuara. Sedangkan ayahnya bernama I Makkulawu Karaeng Lembang Parang Somba di Gowa Tu Mammenanga ri Bundu'na, anak dari We Pada Arung Berru, anak We Baego Arung Macege dengan suaminya Sumange' Rukka To Patarai Arung Berru. We Baego adalah anak dari La Mappasessu To Appatunru Arumpone MatinroE ri Laleng Bata.
Pada hari Kemis tanggal 12 April 1931 M. Dan 13 Syawal 1349 H. La Mappanukki dilantik menjadi Mangkau' di Bone dan dalam khutbah Jumat namanya disebut sebagai Sultan Ibrahim. Pada waktu itu Pembesar Kompeni Belanda di Celebes Selatan bernama Tuan L.J.J. Karon serta Raja Belanda di Nederland pada waktu itu bernama A.C.A de Graff.
Setelah dilantik menjadi Mangkau' di Bone La Mappanyukki meminta kepada Pembesar Kompeni Belanda untuk diberikan kembali rumah (salassa) milik La Pawawoi Karaeng Sigeri yang diambil oleh Belanda pada saat diasingkannya La Pawawoi ke Bandung. Permintaan tersebut dipenuhi oleh Pembesar Kompeni Belanda. Rumah itulah yang ditempati Arumpone La Mappanyukki bersama seluruh anggota Hadat Tujuh Bone sebagai tempat untuk melaksanakan pemerintahannya.
Pada masa pemerintahan La Mappanyukki, La Pabbenteng Arung Macege anak dari Baso Pagilingi Abdul Hamid dengan isterinya We Cenra Arung Cinnong, membunuh sepupu satu kalinya yang bernama Daeng Patobo saudara dari La Sambaloge Daeng Manabba Sulewatang Palakka. Oleh karena itu dia dikeluarkan dan diberhentikan sebagai Arung Macege. Kemudian Arumpone La Mappanyukki memanggil anaknya yang bernama La Pangerang yang pada waktu itu menjadi Bestuur Assistent atau Lanshap di Gowa untuk menggantikan La Pabbenteng sebagai Arung Macege.
Anaknya yang bernama La Pangerang itulah yang sering menggantikan ayahnya kalau bepergian jauh atau pada saat ayahnya tidak berkesempatan.
Pada masa pemerintahan La Mappanyukki di Bone, Perang Dunia II pecah dan melibatkan seluruh negara-negara besar di Eropa. Negeri Belanda diserbu oleh Jerman, Ratu Belanda Wilhelmina melarikan diri bersama seluruh keluarganya ke Inggeris untuk minta perlindungan.
La Mappanyukki yang dikenal patuh dalam melaksanakan syariat Islam, sehingga pada tahun 1941 M. ia mendirikan Mesjid Raya Watampone. La Mappanyukki mengundang Pembesar Kompeni Belanda yang bernama Tuan Resident Boslaar untuk meresmikan pemakaian mesjid tersebut.
Pada tanggal 8 Desember 1941 M. dampak Perang Dunia II juga terjadi di Celebes Selatan dengan datangnya Bangsa Jepang bersekutu dengan Jerman dan Italia untuk melawan Belanda dan Amerika. Pada tahun 1942 M. Belanda bertekuk lutut kepada Jepang dan Gubernur Jenderal Belanda di Jakarta menyerah.
Pada masa pemerintahan Jepang, nama Mangkau diganti dengan Bahasa Jepang menjadi Sutyoo dan Hadat menjadi Sutyoo Dairi. Sedangkan Arung Lili disebut Guntyoo dan Kepala Kampung disebut Sontyoo. Kedudukan Controleur Petoro Belanda diganti dengan Bunken Kanrikan, sedangkan kedudukan Assistent Resident diganti dengan Ken Kanrikan.
Jepang memerintah selama tiga setengah tahun yang membuat penderitaan dan kesengsaran bagi penduduk negeri. Hampir seluruh penduduk mengalami kekurangan makanan dan pakaian. Terjadilah kelaparan dimana-mana, perampokan juga tidak bisa ditanggulangi.
Karena Jepang merasa semakin terdesak dan tidak mampu lagi untuk memperkuat perlengkapan perangnya, Jepang membujuk penduduk pribumi untuk ikut memperkuat tentaranya dengan membentuk Heiho yang dikenal di Jawa sebagai Pembela Tanah Air (PETA).
Dalam tahun 1944 M. Jepang menjanjikan kemerdekan kepada Bangsa Indonesia. Datanglah Ir. Soekarno dari Jawa ke Celebes Selatan ( Ujungpandang) untuk menjelaskan kepada penduduk tentang maksud dan tujuan kemerdekaan itu. Setelah Ir. Soekarno kembali ke Jawa, Jepang juga mulai menarik diri dari kegiatan pemerintahan. Diangkatlah La Pangerang Arung Macege untuk menempati kedudukan Jepang yang disebut Ken Kanrikan.
Pada awal Kemerdekan Indonesia banyak orang yang ragu dan sulit untuk menentukan pendirian, dengan alasan sangat berbahaya dari tekanan Tentara Australia yangt bernama NICA ( Nederloand Indiche Cipil Administration). Namun bagi Arumpone La Mappanyukki dengan tegas menyatakan tetap berdiri dibelakang Republik Indonesia yang di peroklamirkan oleh Soekarno dan Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 M.
Adapun anaknya yang bernama La Pangerang yang pernah menjadi Arung Macege, pada masa pemerintahan Jepang diangkat sebagai Ken Kanrikan sama dengan Petoro Besar atau Assistent Residen di zaman Belanda. Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, ditunjuk bersama DR Ratulangi pergi ke Jakarta sebagai utusan Indonesia bahagian timur dalam mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia. Tetapi setelah kembali dari Jawa, ia ditangkap oleh tentara NICA dan diasingkan ke Tanah Toraja bersama ayahnya La Mappanyukki.
Setelah proklamasi kemerdekan 17 Agustus 1945 dikumandangkan oleh Soekarno dan Hatta,La Pangerang dikembalikan ke Bone untuk menjadi Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bone lama yang meliputi TellumpoccoE, kemudian diangkat menjadi Residen bersama Karaeng Pangkajenne yang bernama Burhanuddin, ketika Lanto Daeng Pasewang menjadi Gubernur Sulawesi. Setelah masa jabatan Lanto Daeng Pasewang berakhir, maka Pangerang yang nama lengkapnya Pangerang Daeng Rani menggantikannya menjadi Gubernur Sulawesi.
La Pangerang Daeng Rani kawin dengan sepupu satu kalinya yang bernama Petta Lebba, anak La Panguriseng saudara La Mappanyukki dengan isterinya I Puji. Dari perkawinannya itu, lahirlah ; pertama bernama Abdullah Petta Nyonri, kedua bernama We Cina atau Mariayama, ketiga bernama We Ralle, keempat bernama We Tongeng. Kelima bernama I Kennang. Kemudian La Pangerang Daeng Rani kawin lagi dengan I Suruga Daeng Karaeng, anak Karaeng Parigi
Sedangkan anak La Mappanyukki yang bernama Abdullah Bau Massepe, inilah yang menjadi Datu Suppa. Akan tetapi dimasa perang kemerdekan, dia dibunuh oleh serdadu Belanda yang bernama Westerling dalam peristiwa Korban 40.000 jiwa di Sulawesi Selatan. Abdullah Bau Massepe kawin dengan We Soji Petta Kanjenne.
Anak La Mappanyukki dengan isterinya yang bernama Besse Bulo adalah I Rakiyah Bau Baco Karaeng Balla Tinggi. Inilah yang menjadi Addatuang Sawitto. Kawin dengan La Makkulawu anak dari We Mappasessu Datu WaliE, dengan suaminya yang bernama La Mappabeta. Selanjutnya anak La Mappanyukki dari isterinya yang bernama We Mannenne Karaeng Balangsari, adalah ; We Tenri Paddanreng. Inilah yang kawin di Luwu dengan La Jemma atau La Patiware Pajung ri Luwu.
Ketika La Pangerang Daeng Rani menjadi Gubernur Sulawesi, pemerintah pusat membagi Sulawesi menjadi dua Provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Utara. Kemudian kewedanan juga dirubah menjadi kabupaten. Oleh karena itu Kabupaten Bone lama dipecah menjadi tiga kabupaten, yaitu ;
    Kabupaten Bone dengan ibu kotanya Watampone.
    Kabupaten Wajo dengan ibu kotanya Sengkang.
    Kabupaten Soppeng dengan ibu kotanya Watassoppeng.
Hal yang demikian, merupakan realisasi dari UU No.4 Tahun 1957 sebagai pembubaran Daerah Bone lama meliputi Daerah Bone baru, ialah Zelfbestuur atau Swapraja Bone, ialah Kabupaten Bone baru dengan ibu kotanya Watampone.
Pada waktu itu, La Mappanyukki dikembalikan ke Bone untuk menjadi Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bone. Setelah sampai masa jabatan dan pensiun, maka kembalilah La Mappanyukki ke Jongaya. Pada tanggal 18 Februari 1967 M. ia meninggal dunia dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Panaikang.
Berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 89/TK/2004 tanggal 5 november 2004, La Mappanyukki dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Mirnawati (2012). Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap. Jakarta: CIF.
Portalbugis.wordpress.com

PERJUANGAN ABDUL KADIR



ANNASRUL – SI3 / A

Abdul Kadir Raden Temenggung Setia Pahlawan adalah pahlawan nasional dari Kalimantan Barat. Pada tahun 1845, dia diangkat sebagai kepala pemerintahan Melawi yang merupakan bagian dari kerajaan Sintang, dan bergelar Raden Temenggung.
Abdul Kadir dilahirkan di Sintang,Kalimantan Barat pada tahun 1771. Merupakan anak dari pasangan ayahnya bernama Oerip dan ibunya bernama siti safriyah. Dahulu kala, ayah raden tumenggung adalah seorang pemimpin pasukan di kerajaan sintang.
Setelah ayahnya meninggal,ia menjadi kepala pemerintahan Melawi pada tahun 1845,menggantikan kedudukan ayahnya,dan mendapatkan gelar Raden Tumenggung dari Raja Sintang. Ia berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat Melawi.
Perjuangan pertamanya ialah menyatukan dan mendamaikan dua suku yang bertikai selama hampir tujuh tahun:Suku Dayak dan Suku Melayu. Tujuannya adalah untuk menghimpun kekuatan untuk melawan penjajah. Hal itu dilakukannya secara diam-diam.
Dalam kedudukannya sebagai Kepala Pemerintahan Melawi dan Hulubalang Kerajaan Sintang, ditemukan bukti-bukti hubungan Raden Tumenggung Setia Pahlawan dengan para pimpinan perlawanan rakyat di Sintang.
Untuk menghadapi Belanda, Abdul Kadir memainkan peran ganda. Sebagai pejabat pemerintah, ia memperlihatkan setia kepada Penembahan (raja) Sintang yang berarti pula setia kepada pemerintahan Belanda. Namun deimikian, secara diam-diam ia berusaha menghimpun kekuatan rakyat untuk melawan Belanda. Akhirnya, melalui usahanya, di Melawi dan daerah sekitarnya terbentuk kesatuan-kesatuan bersenjata anti-Belanda
Kegiatan yang dilakukannya tersebut mulai diketahui Belanda. Ketaatan dan penghormatan rakyat Melawi yang besar terhadap Abdul Kadir Gelar Raden Tumenggung Setia sangat mengkhawatirkan Pemerintah Belanda karena dianggap membahayakan posisi Belanda dalam upaya menanamkan kekuasaannya di Melawi. Belanda pun tak tinggal diam,lalu mencari cara untuk membendungnya. Hingga akhirnya pada tahun 1866,Belanda menemukan jalan keluarnya.
Belanda kemudian menemui Abdul Kadir, Pada tanggal 27 Maret 1866 Gubernur Jenderal Hindia Belanda, memberikan gelar Setia Pahlawan dan sejumlah uang. Namun ternyata penghargaan tersebut tidak berhasil merubah sikap anti Belanda pada dirinya. Perlawanan rakyat masih terus berlangsung.
Kecintaannya pada Tanah Air tak lantas merubah pendirian dan berkhianat karena iming-iming gelar dan materi. Ia tetap berjuang melakukan perlawanan terhadap Belanda meskipun aksinya dilakukan secara terselubung.
Pada tahun 1866 Panembahan Sintang mengukuhkan gelar kepada Abdul Kadir menjadi Raden Tumenggung Setia Pahlawan dengan Melawi sebagai wilayah pemerintahan dan Nanga Pinoh sebagai ibukotanya. Pada tahun 1868 pihak Raden Tumenggung melibatkan diri dalam persiapan perang.
Pada tahun 1869, Raden Tumenggung Setia Pahlawan menyelenggarakan pertemuan di Kerueng dengan para pimpinan perlawanan Kawasan Melawi dan keputusan yang dihasilkan dari pertemuan itu antara lain :
a. Perlawanan berkelanjutan akan dilaksanakan dengan kegiatan pertempuran yang berkesinambungan pada setiap ada peluang di setiap waktu pada setiap tempat.
b. Merekrut rakyat untuk dilatih dan diikutsertakan dalam perlawanan.
c. Membangun sistim perlawanan yang dapat digerakan sesuai dengan situasi.
Pada tahun 1871 Laskar perlawanan menyerang konsentrasi pasukan Belanda di Selik (Wilayah Batu Butong) tempat persediaan persenjataan, amunisi dan perbekalan pasukan Belanda dihancurkan, serta sejumlah serdadu dibinasakan.
Pada tahun 1871 sampai 1873, untuk mencairkan suasana yang agak membeku dari kegiatan konfrontasi, agar perang tetap marak, maka Laskar Perlawanan melancarkan serangan melalui aksi-aksi terbatas di sekitar / di luar benteng-benteng Belanda, sambil melaksanakan sabotase, penghadangan atau serangan hit and run terus menerus di berbagai tempat dan kesempatan.
Hal itu membuat Belanda semakin meradang. Mereka pun mulai melancarkan operasi militer di daerah Melawi. Abdul Kadir terus melakukan perlawanan meskipun tak secara langsung. Namun, dialah sang aktor di balik layar yang bertugas mengatur strategi perlawanan. Ia pula yang berperan menghimpun kekuatan rakyat untuk menghadapi Belanda.
Posisinya yang terbilang strategis, yakni sebagai kepala pemerintahan Melawi membuatnya dapat dengan mudah mendapatkan informasi seputar rencana-rencana Belanda. Informasi tersebut kemudian disampaikan ke pemimpin serangan sehingga mereka dapat melakukan persiapan untuk mengantisipasi serangan yang akan dilancarkan pemerintah Belanda.
Strateginya pun tak sia-sia, Belanda kesulitan menumpas kelompok perlawanan. Kurang lebih selama 7 tahun terhitung sejak tahun 1868 sampai 1875, peran gandanya berjalan aman tanpa hambatan.
Selama tujuh tahun (1868-1875) Abdul Kadir berhasil menerapkan strategi peran ganda, namun akhirnya pemerintah Belanda mengetahuinya. Pada tahun 1875 ia ditangkap dan dipenjarakan di benteng Suka Dua milik Belanda di Nanga Pinoh. Tiga minggu kemudian ia meninggal dunia dalam usia 104 tahun,pada tanggal 12 Sya'ban tahun 1296 Hijriyah. Jenasahnya dimakamkan di Natali Mangguk Liang daerah Melawi.
Satu-satunya pahlawan yang meninggal dunia pada usia di atas 100 tahun ini dikenang atas seruan pengobar semangatnya pada rakyat Melawi, demikian bunyinya: "Selama masih berada di bawah telapak kaki penjajah, tidak akan pernah bahagia dan hidup makmur." Atas jasa-jasanya kepada negara, Abdul Kadir Raden Temenggung Setia Pahlawan diberi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No 114/TK/Tahun 1999 pada tanggal 13 Oktober 1999.
DAFTAR PUSTAKA