KERAJAAN KERITANG PADA MASA PEMERINTAHAN RAJA KECIK MAMBANG (RAJA MERLANG I) TAHUN 1298-1337

Ayuandira 

 

            Keritang adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, Indonesia. Pada abad ke XIII Keritang pernah menjadi pusat Kerajaan yang akhirnya diganti menjadi Kerajaan Indragiri. Mengenai Keritang tidak banyak diketahui  awal berdirinya, namun diperkirakan semasa dengan Kandis dan Kuantan. Tempat Kerajaan Keritang ini berpusat pada sekitar desa desa Keritang yaitu di tepi Sungai Gangsal di Kecamatan Reteh, Kabupaten Indragiri Hilir. [1]

Kerajaan Keritang merupakan kerajaan yang menjadi pondasi dasar asal mula berdirinya kerajaan Indragiri. Nama Keritang berasal dari kata “akar itang” yaitu sejenis tumbuh-tumbuhan yang banyak terdapat dipinggiran anak sungai batang Gangsal. Akar-akar ini sangat banyak didaerah sungai ini menyulitkan bagi kapal-kapal yang melewati yang lewat di daerah tersebut. Sehingga akhirnya terkenal dengan nama sungai Keritang. Dari kata akar dan itang inilah terbentuk kata akaritang yang

RUSIA BARU MENUJU DEMOKRASI


PUTRI AMELIA / PIS

Revolusi di akhir dekade abad XX membawa kehancuran Uni Soviet yang dibangun lebih kurang tujuh dasawarsa. Uni Soviet resmi berakhir tanggal 25 Desember 1991 ketika Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev mengumumkan pengunduran diri menyusul kemelut politik sebagai lanjutan kudeta yang gagal pada pertengahan bulan Agustus 1991.
Runtuhnya Uni Soviet yang sebagian besar dianggap sebagai kegagalan kebijakan Glasnot dan Perestroika  akibat semangat keterbukaan dan demokratisasi yang menjadi inti dari kebijakan tersebut,  kini memperlihatkan Arah Rusia yang secara jelas meninggalkan Soviet yang komunis  menuju Rusia yang demokrasi liberal. Gagalnya Glasnot dan Perestroika dapat dikatakan sebagai jalan awal Rusia menuju pemerintahan yang demokratis, meskipun dalam kebijakan Soviet tersebut terdapat nilai-nilai demokrasi yang dijalankan.
Jika merujuk pada esensi dasar dari ide demokrasi, sebenarnya Soviet telah menjalakan demokrasi, keberhasilan Lenin dalam mencetuskan revolusi soviet yang menumbangkan rezim Tsar pada 1917, sehingga mampu mendirikan negara demokrasi komunis pertama didasarkan pada doktrin-doktrin leninisme dan Marxisme.
Konsep demokrasi Marx, adalah negara demokrasi berdasarkan kelas (Class Democracy), sementara Lenin membentuk negara Vanguard. Letak perbedaan keduanya adalah demokrasi berdasarkan kelas menempatkan kelas proletariat yang merupakan mayoritas penduduk negara sebagai sebagai penguasa tunggal, menjadi aktor nyata pelaksanaan kekuasaan negara pada fase transformasi sosial dari sistem kapitalisme ke sistem sosialisme. Sedangkan konsep negara Vanguard merujuk pada sistem pemerintahan oleh segelintir elite penguasa yang tergabung dalam partai. Elit ini dalam istilah komunis dinamakan politbiro. Politbiro inilah yang sebenarnya merupakan penguasa dominan dalam demokrasi komunis.
Kehancuran Uni Soviet mengembalikan Rusia pada pertanyaan abadi menyangkut eksistensi bangsa. Masa transisi yang dihadapi sekarang, diyakini sebagai proses menuju kelahiran kembali Rusia sebagaimana kejayaan masa Imperium Rusia. Sebagian lagi pesimis dengan masa depan Rusia dan menilai bahwa Rusia sedang menuju jurang kehancuran. Hancurnya Uni Soviet adalah titik awal dari kehancuran yang tak terhindarkan. Hancurnya Uni Soviet adalah titik awal dari kehancuran total Rusia yang hingga saat ini masih digerogoti gejala-gejala disintegrasi.
Bubarnya fakta Warsawa pada tahun 1991, bertepatan dengan kebijakan Michael Gorbachev untuk merombak Uni Soviet secara keseluruhan. Rusia pada awalnya merupakan negara komunis, sedangakan Gorbachev ingin merubahnya menjadi negara demokratis. Pada  awal misi tersebut, seluruh dunia seakan yakin bahwa Uni Soviet dapat berubah menjadi negara yang terbuka serta demokratis. Namun pada pelaksanaannya, Misi tersebut tidak berjalan mulus. Niat awal Gorbachev untuk membentuk Uni soviet dalam sistem yang berbeda, justru menjadi bumerang baginya. Akibatnya cukup fatal. Uni Soviet yang merupakan negara terbesar di Dunia saat itu, pecah menjadi negara negara yang lebih kecil. Wilayah wilayah yang dulu tuduk pada kekuasaan Uni Soviet di pusat mulai memberanikan diri melawan dan akhirnya melepaskan diri. Kejadian tersebut tidak diperkirakan oleh Gorbachev dan sudah tentu sangat sulit untuk menyatukannya kembali. Sehingga yang tersisa hanyalah Federasi Rusia.
Kegagalan Gorbachev dalam membangun demokrasi Soviet, tidak terlepas dari cara beliau memainkan perannya. Rusia merupakan negara yang berbeda dari negara negara lain di Dunia. Rusia telah terbiasa selama puluhan tahun dalam belenggu komunisme dan keotoritarian. Sehingga rakyat Rusia pun tidak terlalu bergairah dengan perubahan. Kalaupun ada perubahan, yang diinginkan adalah lepas dari Uni Soviet dan membentuk negara sendiri. Cara yang dilakukan gorbachev terlalu gegabah dan frontal. Merubah seseorang menjadi pribadi yang berbeda saja membutuhkan cara yang halus dan mungkin dalam waktu yang lama. Apalagi untuk taraf negara yang terdiri dari banyak pihak dengan keinginan dan pemikiran berbeda – beda. Perlu diingat bahwa Soviet-Rusia dalam sejarahnya tidak pernah mengenal sistem demokrasi dan kebebasan.
Setelah Gorbachev lengser, pucuk kepemimpinan Rusia jatuh ke tangan Yeltsin. Pada awalnya Gorbachev terlihat sangat percaya dengan Yeltsin yang notabene akan meneruskan perjuangan – perjuangannya. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, Yeltsin mulai membangkang dan memimpin Rusia berdasar kemauannya sendiri. Yeltsin menerapkan suprapresidensial yang dibalut kata 'Republik Presidensial'. Dalam sistem tersebut, kekuasaan presiden sangat absolut. Sesungguhnya didalam sistem tersebut ada Duma atau parlemen negara, akan tetapi kekuasaannya sangat terbatas karena besarnya kekuasaan dan pengaruh presiden atas parlemen. Pada awalnya, Yeltsin berkeyakinan bahwa kekuasaan eksekutif yang terpusat dan otonom akan mewujudkan reformasi ekonomi dan politik radikal dengan lebih bijaksana dari pada sistem parlementer. Tetapi keyakinan itu sama sekali tidak terwujud, karena ekonomi Rusia justru semakin hancur. Pada masa jabatan Yeltsin terlihat sekali bahwa demokrasi yang diimpikan di Rusia masih hanya sekedar bayangan.
Yeltsin mengundurkan diri pada tahun 1999, dan digantikan oleh Putin. Putin menang dalam pemilu karena partainya memiliki kekuasaan yang cukup besar dalam negara. Sesungguhnya banyak terdapat partai – partai lain, akan tetapi tidak cukup kokoh untuk menandingi partai besar. Partai politik di Rusia sangat lemah. Hal tersebut dikarenakan rakyat Rusia sangat asing dengan sistem partai, serta susahnya mentransformasi baik politik maupun ekonomi negara secara bersamaan. Seperti yang telah disebutkan, rakyat Rusia tidak pernah mengenal demokrasi. Selain itu, kekuasaan presiden terlalu besar, serta munculnya 2 kekuatan politik yang dominan akan tetapi landasan partainya sangat bertentangan. Model kepemimpinan Putin tidak berbeda dengan Yeltsin. Ditangan Putin demokrasi masih saja hanya mimpi dan bahkan mungkin hanya harapan. Oleh Putin, Rusia seperti dikembalikan ke jaman abad 18 dan 19. Terkadang dapat disimpulkan bahwa Putin hanyalah Yeltsin dalam wujud lain dan bahkan lebih kejam.
Putin meneruskan misi terselubung Yeltsin, yang tentu tidak diketahui oleh Gorbachev, untuk mengutamakan kepentingan Rusia. Bagi mereka, Rusia harus kembali ke masa kejayaannya. Putin percaya bahwa Rusia memang ditakdirkan untuk menjadi kekuatan yang besar, tidak peduli dengan sistem pemerintahan apa ia dijalankan. Putin lebih percaya pada keyakinannya untuk menjalankan Rusia sesuai caranya, dari pada terus mendengar rongrongan dunia Internasional untuk membentuk negara yang demokrasi. Dia merasa bahwa dirinya lebih tahu tentang Rusia dari pada orang lain. Itulah kenapa, ditangan Putin, Rusia mulai terlihat percaya diri dan tidak mau seenaknya saja tunduk pada Amerika Serikat.
Kebangkitan kembali Rusia dicapai dengan 3 alternatif. Pertama, dengan kembalinya Rusia pada  sistem pra-Bolshevik dengan mengadopsi elemen-elemen imperium  ini Rusia. Dengan cara ini diharapkan Rusia dapat meraih kembali kehormatan dan kejayaan Rusia pada masa lampau. Kedua, sistem sosialisme Soviet yang diyakini bisa mengangkat kembali Rusia keposisinya sebagai negara adikuasa ( Derzhava ) yang disegani. Ketiga, jalan demokratisasi dengan mengadopsi nilai-nilai demokrasi Barat.
Ketiga pandangan ini merupakan alternatif jawaban Rusia dalam pencaharian jalan menuju masa depannya. Hal ini terlihat dari berbagai aktivitas social politik yang terjadi setelah runtuhnya system sosialisme Uni Soviet.
Alternatif kedua dan ketiga menemukan bentuknya dalam berbagai pergulatan politik yang tajam hingga berakhirnya pemerintahan presiden pertama Boris Yeltsin. Pada masa ini terjadi berbagai upaya golongan sosialis untuk kembali membawa negara ke system yang menjadi inti perjuangan.
Aspirasi politik yang biasanya hanya boleh disalurkan lewat partai komunis, kini boleh disuarakan oleh kekuatan politik lain. Sejak tahun 1989 hingga 1993 muncul 36 partai politik dan organisasi masa, yang siap menjadi corong aspirasi Rusia.
Langkah reformasi dan liberalisasi pasar yang dikedepankan oleh presiden Yeltsin memperlihatkan pergulatan versi ketiga arah perkembangan bangsa. Demokratisasi yang merupakan pilar perestropika, dan dilanjutkan pada masa pasca-komunis.
Komunisme yang selama 7 dasawarsa mempengaruhi masyarakat Rusia, kini kehilangan makna eksistensinya. Dalam dua kali pemilihan presiden, pemimpin Partai Komunis Federasi Rusia ( KPRF ) Gennady Zyuganov, selalu kalah oleh Boris Yeltsin.
Di era kepemimpinan Vladimir Putin partai komunis selalu ditinggalkan. Pemilu parlemen terakhir ( 2003 ), Partai Komunis hanya memperoleh suara 12,7 persen. Suara mayoritas di Duma dikuasai partai-partai pro-Kremlin seperti: Yedinaya Rossia (Rusia Bersatu), Rodina (Tanah Air) dan LDPR (Partai Liberal Demokrat)
Rusia telah memilih satu jalan baru, menyusul disintegrasi Uni Soviet. Berbagai langkah telah politik baik nasional maupun internasional telah dilakukan untuk menegaskan sosok " Rusia Baru " vang telah menggantikan Rusia Soviet yang bercirikan komunisme dan  system ekonomi sosialis yang terpusat ( ekonomi komando ).
Berbagai atribut Soviet diganti dengan atribut baru, yang sebagian besar, merupakan revitalisasi atribut- atribut lama pra-bolshevik.
Secara resmi kemerdekaan Rusia diproklamasikan tanggal 12 Juni 1990 dalam sidang I Majelis Perwakilan Rakyat Soviet Rusia, disaat masih berdirinya Uni Soviet. Lembaga Legislatif kemudian diubah nama menjadi Duma Negara.
Daftar Pustaka :
Fahrurodji,A.2005.Rusia Baru Menuju Demokrasi.Jakarta:Yayasan Obor Indonesia
http://kampekique.wordpress.com/2011/11/18/demokrasi-rusia/

MAKASSAR DIBAWAH VOC


MUHAMMAD FIKRI MUZAKI  /  SI  3  /  B

Kedudukan politik dan ekonomi Kerajaan Makassar yang kuat menjadi ancaman besarbagi VOC, yang menjalankan kebijakan monopoli. Pertentangan dan permusuhan yang terjadi diantara mereka, yang berlangsung sejak 1615, menjadi puncaknya dalam bentuk Perang Makassar pada Desember 1666sampai 18 November 1667. VOC unggul dan berhasil memaksa Makassar untuk menandatangani Perjanjanjain Bungaya atau Bongoya ( Het Bongaais Verdrag ). Perjanjian perdamaian ini sangat menguntungkan VOC. Kerajaan Makassar diwajibkan membayar kerugian perang ( pasal 13 ), melepaskan seluruh tawanan pegawai VOC ( pasal 2 ) ,meyerahkan barang VOC yang disita (pasal 3), melepaskan koloni-koloninya (pasal 14 dan 16 hingga 21), membongkar benteng-benteng pertahananya (pasal 10) mengusirsemua bangsa Eropayangberdagang di Makassar (pasal 6), melarang orang Makassar berlayar ke Maluku (pasal 9) hanya membolehkan VOC yang berdagang di Makassar tanpa macam-macam kewajiban (pasal 8), dan menyerahkan Bentang Ujung Pandang berikut perkampungan dan lingkunganya kepada VOC (pasal 11).
Perjanjian tersebut tidak menjadikan sikap Kerajaan Makassar untuk tetap menjalankan perdagangan bebas pudar. Sikap ini terwujud dalam bentuk perlawanan pada 1668, namun Makassar dapat dipaksa kembali untuk mengakui sepenuhnya Perjanjian Bungaya dan menandatangani ulang pada 28 Juli 1669 di Binanga ( dekat Benteng Panakkukang).
Sehubungan dengan perlawanan itu, Gubernur Jenderal Spellman, berusaha untuk mematikan perdagangan Kerajaan Makassar. Dia menghapus kan peran kerjaan sebagai pengawas Bandar niaga-sebagai-mana dinyatakan dalam perjanjian dan memperkecil wilayah kerajaan hingga tidak memiliki batas perairan yang dimanfaatkan sebagai pelabuhan. Spellman tampil dengan program untuk menjadikan wilayah Benteng Ujung Pandang dan daerah sekitarnya sebagai kota baru, yang terdiri dari benteng pertahanan, kota dagang,dan kampung. Nama benteng Ujung Pandang diganti menjadi "Fort Rotterdam"atau benteng roterrdamdan menjadikan markas tentara dan kantor perwakilan. Wilayah di sebelah utara benteng dijadikan kota dagang, yang dikenal dengan nama Vlaardingen.sementara di sekitar Vlaardingen terdapat perkampungan yang ditata menurut kelompok pendatang. Salah seorang dari masing-masing kelompok diangkat menjadi pemimpin seperti Kampung Melayu diutara Vlaardingen. Heather Sutherland menggambarkan keadaan kota yang dibangun Spellman itu sebagai berikut:
"Setiap wilyah ditentukan dengan jelas; bentengn memiliki tembok batu yang besar, kubu-kubu, dan pintu gerbang, sementara Vlaardingen dikelilingi oleh sebuah stockade yang lebih sederhana. Di Vlaardingen dan kampung, di mana tinggal banyak penduduk, terdapat pagar halaman tertutup yang terdiri dari beberapa rumah".
Perubahan wajah dan kedudukan Makassar berkaitan erat dengan usaha VOC untuk menguasai kota tersebut untuk menjamin monopoli di Maluku. Tak mengherankan bila Makassarlantas dijadikan pos pengawasan bagi pelayaran ke timur. Para pegawai yang ditempatkan di kota ini diberi tugas utama mengawasi pwlayaran ke Maluku.masa keemasan Makassar pun sirna.
Kegiatan niaga yang masih ada adalah perdagangan beras di pesisir. Beras terutama berasal dari daerah sebelah utara,Maros dan Pangkaje, yang disebut provinsi bagian utara ( Noorder Provincie), dan daerah bagian selatan dan timur, meliputi Takalar hingga Banteang dan Bulukumba, yang disebut dengan propinsi bagian selatan ( Zuider Provincie). Sebelum ditaklukan oleh VOC, daerah-daerah ini merupakan lumbung padi Kerajaan Makassar karena memiliki areal pertanian yang luas disertai system irigasi.
Beras dari daerah-daerah tersebut diperoleh VOC melalui pajak penghasilan (pajak perpuluhan tanaman padi), penyerahan wajib kerjaan ditaklukan, dan transaksi niaga dengan pedagang Melayu dan Bumiputra lainya, yang dikelola oleh perwakilan VOC di Makassar. Hasil transaksi ini selanjutnya diekspor ke Maluku dengan menggunakan kapal VOC, yang melakukan pelayaran niaga dari Batavia ke Maluku melalui Makassar.
Selain beras diperdagangkan pula hasil penyerahan wajib dari Kepulauan Selayar berupa kain selayar, katun dan ayam. Sementara dari Sanrabone berupa budak serta barang dagangan lainya yang didatangkan dari Batavia, khususnya tekstil serta produk pertanian dan kerajinan dari wilayah VOC. Menurut laporan Petrus Theodorus Chasse, sebelum 1795 diekspor ke Maluku sekitar 3.000-4.000 last beras (sekitar 6.000-8.000 ton) setiap tahun. Harga satu last  (kira-kira dua ton) beras limabelas ringgit atau f37,50.
VOC tampak benar-benar mengabaikan kepentingan penduduk  diwilayah Sulawesi Selatan,yang mencari nafkah dengan sebagai pedagang dan pelaut. Selain itu VOC tidak berusaha untuk memperbaiki dan menjalin hubungan politik dengan kerajaan yang berdaulat. Bahkan dalam konteks ini, raja Bone Arung Palakka (1627-1696), dibiarkan memperluas kekuasaanya.
Kebijakan VOC tersebut mengakibatkan pedagang dan pelaut dari wilayah yang diduduki mengalihkan kegiatan kepusat –pusat perdagangan lain, seperti di Sulu, Kutai, Banjarmasin, Riau dan Semenanjung Malaka. Mereka bahkan melanggar aturan VOC untuk tidak memasuki Maluku. Menurut James Francis Warren, sebelum 1760, tercatat sekitar empatbelas hingga limabelas perahu-perahu dagang bugis mengunjungi Sulu setiap tahunya. Perahu-perahu dagang ini datang dari Maluku dengan membawa rempah-rempah, sarang burung, gula, beras, kain tenun untuk pakaian , dan lontar. Barang dagangan yang utama adalah mesiu.
Banyak pedagang Bugis yang pindah dan menetap di Kutai (Bandar niaga pesisir timur Kalimantan) sejak 1668; sebagaian besar dari Wojo, Bone, dan Soppeng. Atas persetujuan Sultan Kutai mereka mendirikan kota dagang Samarinda pada akhir abad ke-17. Di kota Pasir, yang terletak di tepi Sungai Kendilo, sekitar 45 mil dari pantai, terdapat pula permukiman orang Bugis. Thomas Forrest, yang mengunjungi kota ini pada 1772, mengatakan, Kota Pasir merupakan tempat perdagangan besar dengan sekitar 300 rumah; kebanyakn didiami oleh pedagang Bugis dan penduduk Kesultanan Melayu. Pedagang Bugis biasanya melakukan Hubungan Dagang dengan orang Berau dan Bulungan, bahkan ada yang pindah kawin dengan penduduk setempat. Banyak pula diantara mereka yang migrasi ke wilayah Semenanjung Malaka, Sumatera, dan Jawa.


DAFTAR PUSTAKA
Arsip Pemerintah
Asip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Jakarta
Arsip Daerah, Makassar
Kamaruddin , H.D Mangemba, P. Parawangsa, dan M. Mappaseleng, pengkajian (Transiletelasi dan Terjemahan) Lontarak bilang Raja Gowa dan Tallo (Ujung Pandang: Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 1986).
Koloniaal Verslag ( 1848-1905 )

Peranan Pers dalam Pergerakan Nasional



Khairin Nisa/pis

Dalam sejarah perkembangannya pers Indonesia tidak bisa dilepaskan dari situasi masyarakat kolonial pada waktu itu. Munculnya pers di Indonesia bermula dari perkembangan sejarah pers Belanda sampai akhir abad ke-19 di Hindia Belanda. Kemudian menginjak awal abad ke-20 adalah sebuah awal pencerahan bagi perkembangan pergerakan di Indonesia yang ditandai dengan munculnya koran.
            Ada beberapa tahapan dalam perkembangan sejarah pers di Indonesia. Pertama, di sebut "Babak Putih" yakni dari tahun 1744 sampai tahun 1854 dimana surat kabar mutlak dimiliki orang-orang Nederland yang dibuat menggunakan bahasa Belanda dan dibaca oleh pembaca berbahasa Belanda. Kemudian babak kedua berlangsung antara tahun 1854 sampai masa kebangkitan nasional. Pada tahun 1854 ini dikenla sebagai kemenangan kaum liberal(politik etis) di Nederland yang memberikan kelonggaran pada kegiatan pers di Hindia Belanda
            Dalam masa pergerakan ini pula, kita kenal istilah Bacaan Liar sebagai alternatif dari bacaan yang disediakan pemerintah jajahan Hindia Belanda yang jelas-jelas menolak segala bacaan yang dapat menggoyahkan sendi-sendi kekuasaan kolonial. Karena itulah Pemerintah Jajahan Hindia Belanda berusaha mengontrol bacaan rakyat dengan menyediakan bacaan yang tidak memusuhi kebijakan kolonial.
           Adapun perkembangan pers Nasional dapat dikategorikan menjadi beberapa peiode sebagai berikut :

1. Tahun 1945 – 1950-an
Pada masa ini, pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pers Indonesia menjadi salah satu alat perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Beberapa hari setelah teks proklamasi dibacakan Bung Karno, terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, termasuk pers. Hal yang diperebutkan terutama adalah peralatan percetakan.
Pada bulan September-Desember 1945, kondisi pers RI semakin kuat, yang ditandai oleh mulai beredarnya koran Soeara Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta), Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia.

2. Tahun 1950 – 1960-an
Masa ini merupakan masa pemerintahan parlementer atau masa demokrasi liberal. Pada masa demokrasi liberal, banyak didirikan partai politik dalam rangka memperkuat sistem pemerintah parlementer. Pers, pada masa itu merupakan alat propaganda dari Par-Pol. Beberapa partai politik memiliki media/koran sebagai corong partainya. Pada masa itu, pers dikenal sebagai pers partisipan.

3. Tahun 1970-an
Orde baru mulai berkuasa pada awal tahun 1970-an. Pada masa itu, pers mengalami depolitisasi dan komersialisasi pers. Pada tahun 1973, Pemerintah Orde Baru mengeluarkan peraturan yang memaksa penggabungan partai-partai politik menjadi tiga partai, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Peraturan tersebut menghentikan hubungan partai-partai politik dan organisasi massa terhadap pers sehingga pers tidak lagi mendapat dana dari partai politik.

4. Tahun 1980-an
Pada tahun 1982, Departemen Penerangan mengeluarkan Peraturan Menteri Penerangan No. 1 Tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Dengan adanya SIUPP, sebuah penerbitan pers yang izin penerbitannya dicabut oleh Departemen Penerangan akan langsung ditutup oleh pemerintah. Oleh karena itu, pers sangat mudah ditutup dan dibekukan kegiatannya. Pers yang mengkritik pembangunan dianggap sebagai pers yang berani melawan pemerintah. Pers seperti ini dapat ditutup dengan cara dicabut SIUPP-nya.

5. Tahun 1990-an
Pada tahun 1990-an, pers di Indonesia mulai melakukan repolitisasi lagi. Maksudnya, pada tahun 1990-an sebelum gerakan reformasi dan jatuhnya Soeharto, pers di Indonesia mulai menentang pemerinah dengan memuat artikel-artikel yang kritis terhadap tokoh dan kebijakan Orde Baru. Pada tahun 1994, ada tiga majalah mingguan yang ditutup, yaitu Tempo, DeTIK, dan Editor.

6. Masa Reformasi (1998/1999) – sekarang
Pada masa reformasi, pers Indonesia menikmati kebebasan pers. Pada masa ini terbentuk UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Era reformasi ditandai dengan terbukanya keran kebebasan informasi. Di dunia pers, kebebasan itu ditunjukkan dengan dipermudahnya pengurusan SIUPP. Sebelum tahun 1998, proses untuk memperoleh SIUPP melibatkan 16 tahap, tetapi dengan instalasi Kabinet BJ. Habibie proses tersebut melibatkan 3 tahap saja.
Berdasarkan perkembangan pers tersebut, dapat diketahui bahwa pers di Indonesia senantiasa berkembang dan berubah sejalan dengan tuntutan perkembangan zaman.
Pers di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan identitas. Adapun perubahan-perubahan tersebut adalah sbb :
· Tahun 1945-an, pers di Indonesia dimulai sebagai pers perjuangan.
· Tahun 1950-an dan tahun 1960-an menjadi pers partisan yang mempunyai tujuan sama dengan partai-partai politik yang mendanainya.
· Tahun 1970-an dan tahun 1980-an menjadi periode pers komersial, dengan pencarian dana masyarakat serta jumlah pembaca yang tinggi.
· Awal tahun 1990-an, pers memulai proses repolitisasi.
· Awal reformasi 1999, lahir pers bebas di bawah kebijakan pemerintahan BJ. Habibie, yang kemudian diteruskan pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri, hingga sekarang ini.

Fungsi dan Peranan Pers dalam Masyarakat Demokratis Indonesia
Pers atau media amat dibutuhkan baik oleh pemerintah maupun rakyat dalam kehidupan bernegara. Pemerintah mengharapkan dukungan dan ketaatan masyarakat untuk menjalankan program dan kebijakan negara. Sedangkan masyarakat juga ingin mengetahui program dan kebijakan pemerintah yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 33 disebutkan mengenai fungsi pers, dalam hal ini pers nasional. Adapun fungsi pers nasional adalah sbb :
1. Sebagai wahana komunikasi massa.
Pers nasional sebagai sarana berkomunikasi antarwarga negara, warga negara dengan pemerintah, dan antarberbagai pihak.
2. Sebagai penyebar informasi.
Pers nasional dapat menyebarkan informasi baik dari pemerintah atau negara kepada warga negara (dari atas ke bawah) maupun dari warga negara ke negara (dari bawah ke atas).
3. Sebagai pembentuk opini.
Berita, tulisan, dan pendapat yang dituangkan melalui pers dapat menciptakan opini kepada masyarakat luas. Opini terbentuk melalui berita yang disebarkan lewat pers.
4. Sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol serta sebagai lembaga ekonomi.
UU No. 40 Tahun 1999 Pasal 2 menyebutkan : "Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum."
Dapat disimpulkan bahwa fungsi dan peranan pers di Indonesia antara lain sbb :
1. media untuk menyatakan pendapat dan gagasan-gagasannya.
2. media perantara bagi pemerintah dan masyarakat.
3. penyampai informasi kepada masyarakat luas.
4. penyaluran opini publik.

Peraturan Perundang-undangan tentang Kebebasan Pers di Indonesia
Hak masyarakat atau warga negara Indonesia untuk mengeluarkan pikiran secara lisan, atau tulisan mendapat jaminan dalam UUD 1945 Pasal 28, yang berbunyi ;
"Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang."
Selain itu, kebebasan pers di Indonesia memiliki landasan hukum yang termuat didalam ketentuan-ketentuan sbb :
1. Pasal 28 F, yang menyatakan setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
2. Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, yang antara lain menyatakan bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi.
3.   Pasal 19 Piagam PBB tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas wilayah."

Pergerakan nasional merupakan hal yang baru dalam sistem perjuangan bangsa dalam menghadapi penjajah. Hal yang baru tersebut tidak akan bisa berkembang dan dimengerti oleh masyarakat luas tanpa adanya informasi yang disebarluaskan di kalangan masyarakat umum. Pers merupakan sarana yang sangat penting dalam menyebarluaskan informasi. Media pers yang berupa surat kabar dan majalah memiliki andil yang besar di dalam menyebarluaskan suara nasionalisme (kebangsaan) Indonesia. Pers yang ada pada waktu itu antara lain:
a. Darmo Kondo, dikelola oleh Budi Utomo.
b. Oetoesan Hindia, dikelola oleh Sarekat Islam.
c. Het Tijdschriftdan De Expres, yang diterbitkan Indische Partij. De Expresdipimpin oleh Dauwes Dekker (Dr. Danudirja Setyabudi), yaitu keturunan Indo Belanda yang memiliki jiwa nasionalis Indonesia.
d. Surat kabar Mataram. Surat kabar Mataram banyak menulis tentang pendidikan, seni, dan budaya penderitaan rakyat dan penindasan, serta perkembangan pergerakan nasional. Toko yang banyak menulis pada surat kabar Mataram yaitu Suwardi Suryaningrat.
e. Majalah Hindia Putra. Majalah ini diterbitkan pada tahun 1916 oleh Indesche Vereeniging, yakni organisasi mahasiswa Indonesia di negara Belanda. Pada tahun 1924 Majalah Hindia Putra diubah namanya menjadi Indonesia Merdeka.
f. Majalah Indonesia merdeka
Majalah ini memiliki peran penting yaitu:
1) Menyebarkan cita-cita mencapai kemerdekaan.
2) Memperkuat cita-cita kesatuan dan persatuan Bangsa In-donesia.
Majalah ini beredar di berbagai negara seperti Belanda, Jerman, Prancis, Mesir, Malaya, dan Indonesia. Pada tahun 1930 pemerintah Hindia Belanda melarang peredaran majalah In-donesia Merdeka di wilayah Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Sri Sudarmi, Waluyo Galeri pengetahuan sosial terpadu2: SMP/MTs Kelas VIII, Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
http://yopiariscagursejarah.blogspot.com/2011/02/makalah-peranan-pers-dalam-pergerakan.html
http://armada-masadepan.blogspot.com/2009/01/peranan-pers-dalam-masyarakat.html