BUDAYA INDIA DI INDONESIA

RAHMAT ARIFAN/PIS

Orang India menyebarkan kebudayaannya melalui hasil karya sastra, yang berbahasa Sansekerta dan Tamil yang berkembang di wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada abad 1-5 M di Indonesia muncul pusat-pusat perdagangan terutama pada daerah yang dekat dengan jalur perdagangan tersebut. Awalnya hanya sebagai tempat persinggahan tetapi akhirnya orang Indonesia ikut dalam kegiatan perdagangan sehingga Indonesia menjadi pusat pertemuan antar para pedagang, termasuk pedagang India.Hal ini menyebabkan masuknya pengaruh budaya India pada berbagai sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Terlihat dengan masyarakat Indonesia yang akhirnya memeluk agama Hindu-Budha serta berdirinya kerajaan-kerajaan di Indonesia yang mendapat pengaruh India seperti Kutai, Tarumanegara, dsb. Transfer kebudayaan India merupakan tahapan terakhir dari masa budaya pra sejarah setelah tahun 500 SM. Penyebarannya melalui proses perdagangan, yaitu jalur maritim melalui kawasan Malaka. Jalur perdagangan antar bangsa tersebut kemudian lebih dikenal dengan jalur Sutera. Bukti arkeologisnya ditemukan manik-manik berbahan kaca dan serpihan-serpihan kaca yang bertuliskan huruf Brahmi.
Kebudayan Indonesia pada zaman kuno mempunyai fungsi strategis dalam jalur perdagangan antara dua pusat perdagangan kuno, yaitu India dan Cina. Hubungan perdagangan Indonesia-India jauh lebih awal jika dibandingkan dengan hubungan Indonesia-Cina. Dimana hubungan perdagangan Indonesia India telah terjalin sejak awal abad 1 M. Hubungan dagang tersebut kemudian berkembang menjadi proses penyebaran kebudayaan. Penyebaran budaya India tersebut menyebabkan:
  • Tersebarnya agama Hindu-Budha di kalangan masyarakat Indonesia
  • Dikenalnya sistem pemerintahan kerajaan
  • Dikenalnya bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa yang menandai masuknya zaman sejarah bagi masyarakat kepulauan Indonesia
  • Budaya India tersebut meninggalkan pengaruhnya pada kehidupan masyarakat prasejarah Indonesia terutama pada seni ukir, pahat, dan tulisan.
Kebudayaan India yang memegang peranan penting dalam perkembangan masyarakat prasejarah menjadi masyarakat sejarah. Pengaruh Indonesia yang sampai India : Perahu bercadik milik bangsa Indonesia mempengaruhi penggunaan perahu bercadik di India Selatan (Menurut Hornell). Kelapa asli dari Indonesia yang dijadikan barang perdagangan hingga samapai di India. Pengaruh India di Indonesia dapat dilihat dengan adanyaArca Buddha dari Perunggu di Sempaga, Sulawesi Selatan, yang memperlihatkan langgam seni Amarawati (India Selatan pada Abad 2-5 SM). Selain itu ditemukan arca sejenis di daerah Jember, Jawa Timur, dan daerah Bukit Siguntang, Sumatera Selatan. Ditemukan arca Budha di Kutai, yang berlanggam seni arca Gunahasa, di India Utara. Pengaruh Budaya India yang masuk ke Indonesia antara lain terlihat dalam bidang:
Budaya
Pengaruh budaya India di Indonesia sangat besar bahkan begitu mudah diterima di Indonesia hal ini dikarenakan unsur-unsur budaya tersebut telah ada dalam kebudayaan asli bangsa Indonesia, sehingga hal-hal baru yang mereka bawa mudah diserap dan dijadikan pelengkap.
Pengaruh kebudayaan India dalam kebudayaan Indonesia tampak pada
Seni bangunan
Akulturasi dalam seni bangunan tampak pada bentuk bangunan candi. Di India, candi merupakan kuil untuk memuja para dewa dengan bentuk stupa. Di Indonesia, candi selain sebagai tempat pemujaan, juga berfungsi sebagai makam raja atau untuk tempat menyimpan abu jenazah sang raja yang telah meninggal. Candi sebagai tanda penghormatan masyarakat kerajaan tersebut terhadap sang raja.
Contohnya:
  • Candi Kidal (di Malang), merupakan tempat Anusapati di perabukan.
  • Candi Jago (di Malang), merupakan tempat Wisnuwardhana di perabukan
  • Candi Singosari (di Malang) merupakan tempat Kertanegara diperabukan.
Di atas makam sang raja biasanya didirikan patung raja yang mirip (merupakan perwujudan) dengan dewa yang dipujanya. Hal ini sebagai perpaduaan antara fungsi candi di India dan tradisi pemakaman dan pemujaan roh nenek moyang di Indonesia. Sehingga, bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya adalah punden berundak, yaitu bangunan tempat pemujaan roh nenek moyang. Contoh ini dapat dilihat pada bangunan candi Borobudur.
Seni rupa dan seni ukir
Akulturasi dalam bidang seni rupa, dan seni ukir terlihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dinding candi. Sebagai contoh: relief yang dipahatkan pada Candi Borobudur bukan hanya menggambarkan riwayat sang budha tetapi juga terdapat relief yang menggambarkan lingkungan alam Indonesia. Terdapat pula relief yang menggambarkan bentuk perahu bercadik yang menggambarkan kegiatan nenek moyang bangsa Indonesia pada masa itu.
Seni hias
Unsur-unsur India tampak pada hiasan-hiasan yang ada di Indonesia meskipun dapat dikatakan secara keseluruhan hiasan tersebut merupakan hiasan khas Indonesia. Contoh hiasan : gelang, cincin, manik-manik.
tulisan
Berdasarkan bukti-bukti tertulis yang terdapat pada prasasti-prasasti(abad 5 M) tampak bahwa bangsa Indonesia telah mengenal huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Huruf Pallawa yang telah di-Indonesiakan dikenal dengan nama huruf Kawi. Sejak prasasti Dinoyo (760 M) maka huruf Kawi ini menjadi huruf yang dipakai di Indonesia dan bahasa Sansekerta tidak dipakai lagi dalam prasasti tetapi yang dipakai bahasa Kawi.Prasasti Dinoyo berhubungan erat dengan Candi Badut yang ada di Malang.
Kesusastraan
Setelah kebudayaan tulis, seni sastrapun mulai berkembang dengan pesat. Seni sastra berbentuk prosa dan tembang (puisi). Tembang jawa kuno umumnya disebut kakawin. Irama kakawin didasarkan pada irama dari India.Berdasarkan isinya, kesusastraan tersebut terdiri atas kitab keagamaan (tutur/pitutur), kitab hukum, kitab wiracarita (kepahlawanan) serta kitab cerita lainnya yang bertutur mengenai masalah keagamaan atau kesusilaan serta uraian sejarah, seperti Negarakertagama. Bentuk wiracarita ternyata sangat terkenal di Indonesia, terutama kisah Ramayana dan Mahabarata. Kisah India itu kemudian digubah oleh para pujangga Indonesia, seperti Baratayudha yang digubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Berkembangnya karya sastra, terutama yang bersumber dari kisah Mahabarata dan Ramayana, telah melahirkan seni pertunjukan wayang kulit(wayang purwa).Pertunjukkan wayang banyak mengandung nilai yang bersifat mendidik. Cerita dalam pertunjukkan wayang berasal dari India, tetapi wayangnya sendiri asli Indonesia. Bahkan muncul pula tokoh-tokoh pewayangan yang khas Indonesia seperti tokoh punakawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Tokoh-tokoh ini tidak ditemukan di India.
Pemerintahan
Sebelum kedatangan bangsa India, bangsa Indonesia telah mengenal sistem pemerintahan tetapi masih secara sederhana yaitu semacam pemerintahan di suatu desa atau daerah tertentu dimana rakyat mengangkat seorang pemimpin atau kepala suku. Orang yang dipilih sebagai pemimpin biasanya adalah orang yang senior, arif, berwibawa, dapat membimbing serta memiliki kelebihan tertentu , termasuk dalam bidang ekonomi maupun dalam hal kekuatan gaib atau kesaktian. Masuknya pengaruh India menyebabkan muncul sistem pemerintahan yang berbentuk kerajaan, yang diperintah oleh seorang raja secara turun-temurun. Peran raja di Indonesia berbeda dengan di India dimana raja memerintah dengan kekuasaan mutlak untuk menentukan segalanya. Di Indonesia, raja memerintah atas nama desa-desa dan daerah-daerah. Raja bertindak ke luar sebagai wakil rakyat yang mendapat wewenang penuh. Sedangkan ke dalam, raja sebagai lambang nenek moyang yang didewakan.
Sosial
Kehidupan sosial masyarakat di Indonesia mengikuti perkembangan zaman yang ada. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia menerima dengan terbuka unsur-unsur yang datang dari luar, tetapi perkembangannya selalu disesuaikan dengan tradisi bangsa Indonesia sendiri.Masuknya pengaruh India di Indonesia menyebabkan mulai adanya penerapan hukuman terhadap para pelanggar peraturan atau undang-undang juga diberlakukan. Hukum dan Peraturan menunjukkan bahwa suatu masyarakat itu sudah teratur dan rapi. Kehidupan sosial masyarakat Indonesia juga tampak pada sistem gotong-royong. Dalam perkembangannya kehidupan sosial masyarakat Indonesia distratifikasikan berdasarkan kasta dan kedudukan dalam masyarakat (mulai mengenal sistem kasta)
Kepercayaan
Sebelum pengaruh India berkembang di Indonesia, masyarakat telah mengenal dan memiliki kepercayaan, yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang dan benda-benda besar (animisme dan dinamisme). Ketika agama dan kebudayaan Hindu-Budha tumbuh dan berkembang, bangsa Indonesia mulai menganut agama Hindu-Budha meskipun unsur kepercayaan asli tetap hidup sehingga kepercayaan agama Hindu-Budha bercampur dengan unsur penyembahan roh nenek moyang. Hal ini tampak pada fungsi candi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
WARDAYA.2009.CAKRAWALA SEJARAH PROGRAM IPS KELAS XI.JAKARTA.PENERBIT PUSAT PERBUKUAAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL.
Wayan,I Badrika.2006.sejarah untuk SMA jilid 2 kelas XI program ips.jakarta.penerbit erlangga

PENDEKATAN BUDAYA DALAM PENULISAN SEJARAH


RINALDI AFRIADI SIREGAR / PIS

MENULIS sejarah dengan pendekatan politik (kekuasaan) sudah lazim dipakai di kalangan sejarawan. Rangkaian peristiwa sejarah di masa lampau selalu dilihat berdasarkan perspektif kekuasaan (sejarah kekuasaan).
Padahal,sejarah merupakan hasil dialog jiwa dan pikiran manusia dengan realitas kehidupannya secara dinamis dan kreatif. Penulisan sejarah berdasarkan perspektif kekuasaan hanya mempersempit sudut pandang dalam mengungkap fakta-fakta historis dan kerap mengaburkan fakta historis yang cenderung dimaknai secara politis.
Penulisan Sejarah
Secara sederhana, sejarah merupakan pengetahuan tentang masa lampau.Menurut sejarawan Baverley Southgate (1996), pengertian sejarah dapat didefinisikan sebagai "studi tentang peristiwa di masa lampau."Dengan demikian,sejarah merupakan peristiwa faktual di masa lampau,bukan kisah fiktif apalagi rekayasa. Definisi menurut Baverley Southgate merupakan pemahaman paling sederhana. Pengertian sejarah menurut Baverley menghendaki pemahaman obyektif terhadap fakta-fakta historis. Metode penulisannya menggunakan narasi historis dan tidak dibenarkan secara analitis (analisis sejarah).
Alasan penulisan secara naratif karena faktafakta historis adalah kebenaran obyektif yang tidak boleh dimasuki unsurunsur opini oleh penulisanya (subyektif). Sejarah yang ditulis secara subyektif jelas dianggap menyesatkan. Sebab antara fakta dan opini sudah bercampur-aduk menjadi satu sehingga obyektifitasnya diragukan. Tetapi,menurut Edward Said, sejarah naratif juga tidak steril dari kepentingan. Tak ada pengetahuan tanpa kekuasaan.
Atau sebaliknya, tak ada kekuasaan yang tidak menghegemoni— meminjam istilah Antonio Gramschi. Di sini,Edward Said mengritik "struktur ideologi"yang bersembunyi di balik penampilan akademis berupa catatan kaki dan sikap purapura di balik fakta-fakta historis (Shella Walia,2003: 22). Pemikiran Edward Said sejalan Jurgen Habermas. Bagi filosof Mazhab Frankfrut ini, instrumental knowledge bertujuan untuk mengontrol, memprediksi, mengeksploitasi, bahkan memanipulasi obyek-obyek ilmu pengetahuan.Dengan demikian, wacana obyektifitas dalam ilmu pengetahuan menjadi semakin jauh panggang dari api.
Pendekatan Budaya
Secara filosofis, sejarah tidak cukup didefinisikan secara sederhana seperti teori Baverley.Penulisan sejarah bukan sekadar mengungkap peristiwa-peristiwa di masa lampau, tetapi merupakan sebuah proses memahami secara utuh pola interaksi manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya dalam ruang dan waktu tertentu. Menurut Benedetto Croce (1951) sejarah merupakan rekaman kreasi jiwa manusia di semua bidang baik teoritikal maupun praktikal. Kreasi spiritual ini senantiasa lahir dalam hati dan pikiran manusia jenius,budayawan, pemikir yang mengutamakan tindakan dan pembaru agama.
Dengan mendefinisikan sejarah, perspektif filosofis semakin membuka cakrawala pemahaman bahwa rangkaian peristiwa di masa lampau tidak cukup dipahami lewat pendekatan politik. Sebab, peristiwa sejarah merupakan proses dialog yang melibatkan jiwa dan pikiran manusia dalam ruang dan waktu tertentu, menempatkan manusia sebagai aktor (subyek) sejarah. Menurut filosof Plato (427-347 SM), manusia adalah "hewan berpikir"(animal rational).
Manusia yang berpikir tidak bisa terlepas secara independen dari realitas tempat ia menetap dan bertahan hidup. Proses dialog interaktif yang melibatkan segenap potensi manusia di dunia ini tidak dalam ruang steril, melainkan menempati ruang kebudayaan tertentu. Dalam konteks penulisan sejarah pendekatan budaya, penulis menengarai lima unsur yang masingmasing saling terkait. Pertama, dimensi ruang dan waktu. Dalam konteks penulisan sejarah perspektif budaya, maka di mana dan kapan suatu peristiwa tersebut terjadi harus jelas dan tegas. Pengandaian atau penyebutan secara samar jelas bakal mengaburkan fakta sejarah. Kedua, konsep manusia sebagai animal rational dan latarbelakang sejarahnya.
Menempatkan manusia sebagai aktor sejarah yang memiliki kemampuan berpikir merupakan cikal-bakal munculnya ide-ide kreatif. Ide-ide kreatif muncul dalam proses dialog interaktif manusia dengan realitas yang ia hadapi. Dari sinilah akar kebudayaan manusia. Ketiga, setiap bangsa mendiami kawasan tertentu dan memiliki pola pikir, sistem sosial serta budaya yang mereka warisi dari para pendahulu. Bangsa Persia yang mendiami kawasan Barat Daya Iran merupakan bangsa pendatang.
Mereka berasal dari keturunan suku-suku Arab yang menetap di kawasan tepi Laut Tengah. Sebagian dari mereka juga merupakan keturunan para imigran dari pulau Kreta pada tahun 1200 SM (Ahmad Syalabi, 2006: 3). Dengan demikian,mereka ini terdiridariberbagailatarbelakang etnis yang telah bersatu dalam sistem sosial dan kebudayaan yang boleh dikata amat longgar.Keempat,pola hubungan antara budaya dan kekuasaan. Setiap kebudayaan yang dimiliki oleh suatu bangsa jika tanpa ditopang oleh kekuasaan politik tertentu tidak akan bertahan lama.
Sistem politik yang berlaku punmemilikikaitaneratdenganbudaya yang dimiliki oleh bangsa tersebut. Kelima, bentuk kebudayaan dan unsur-unsur yang mempengaruhinya. Setiap kebudayaan yang dimiliki oleh suatu bangsa memiliki pertalian erat dengan kebudayaan lain yang mempengaruhinya. Seperti tradisi paganisme di Timur Tengah pada Abad Kelima Masehi merupakan bentuk pengaruh kebudayaan Persia dan Romawi (Byzantium).Pada abad tersebut,Persia dan Romawi merupakan kekuatan politik adidaya yang mewarnai dunia. Kelima unsur tersebut di atas merupakan perangkat pokok dalam mengkaji sejarah pendekatan budaya.
Penulisan sejarah pendekatan budaya dengan metode analitis lebih humanis ketimbang pendekatan politik dengan metode naratif. Kita bisa menikmati beberapa karya ilmuwan kontemporer yang berusaha menjelajahi dunia dalam dimensi masa lampau lewat pendekatan ini. Misalnya Marshall GS. Hodgson dalam karyanya,Venture of Islam.Kemudian Albert Hourani dalam karyanya, Sejarah Bangsabangsa Muslim.

DAFTAR PUSTAKA :
Budaya visual Indonesia: membaca makna perkembangan gaya visual karya desain di Indonesia abad ke-20, Erlangga, 2007.
Perspektif baru penulisan sejarah Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, 2008.

GERAKAN RIAU MERDEKA, MENGGUGAT SENTRALISME YANG BERLEBIHAN

EGGI MAKHASUCI / SI5

Riau pada masa lalu memiliki sejarah yang gilang gemilang.daerah ini merupakan bagian dari kejayaan sebuah imperium melayu yang membentang dari semenanjung melayu (sekarang malaysia) hingga pesisir timur sumatera. Namun sejarah panjang bangsa melayu yang selalu di pecah-pecah oleh kekuatan eksternal, dalam hal ini kolonialisme dan imprelialisme, membuat nama riau secara perlahan-lahan mengabur diitengah persaingan zaman.
Terusirnya penjajah dari tanah air, setelah proklamasi kemerdekaan, mendatangkan harapan akan bangkitnya kembali nama riau. Harapan itu sepertinya tidak pernah terwujud, malahan dibawah pemerintahaan segelintir pemerintahan yang congak, marwah riau semakin diketepikan. Berbagai kebijakan sepihak dan aroga tidak hentinya diterapkan pemerintah pusat ke daerah, khusus nya di riau. Sumberdaya alam yang melimpah tidak sedikitpun bisa dinikmati oleh masyarakat riau. Semuanya dikuras habis untuk kepentingan segelintir penguasa di pusat semenjak merdeka hingga runtuhnya rezim orde baru.
Riau bisa dikatakan hanya dujadikan "ladang perburuan " oleh sekelompok elit yang mengatasnamakan Negara. Sebagai daerah modal yang menyumbangkan lebih dari 60% pendapatan Negara dari sektor migas, kondisi riau sangatlah ironi. Perampasan hak-hak masyarakat, tidak hanya dibidang ekonomi, tetapi juga dibidang politik yang dilakukan secara sistematis. Perampasan hak-hak yang dilakukan membuat masyarakat tempatan ( masyarakat melayu asli ) semakin terpinggirkan.
Akumulasi dari persoalan selama inilah, disaat momentum perubahan (reformasi) pada tahun 1998 berdengung, muncul gerakan menuntut riau merdeka yang di pelopori oleh para intelektual muda yang kritis di riau dengan basis pendukung  utamanya adalah mahasiswa. Menguatnya perlawanan itu, juga disebabkan oleh lambannya pemerintah pussat merespon tuntutan masyarakat riau terhadap penjualan bagi hasil minyak bumi. Kondisi dimana pada saat yang bersamaan terjadi krisis politik nasional sehingga Negara dalam keadaan lemah.
Gerakan ini  berawal dari respon atas tuntutan bagi hasil penjualan minyak bumi dari masyarakat riau terhadap pemerintah pusat dibawah pemerintahan Habibie. Ketika itu, Habibie di anggap ingkar janji dengan mengulur-ngulur waktu dalam memutuskan diterima atau tidak nya tuntutan masyarakat riau tersebut. Dalam konteks itu, gerakan selalu berasosiasi dengan tindakan yang dilakukan untuk member respon atau reaksi  atas kondisi tertentu ( realitas social ) di masyarakat.
Sekali lagi, munculnya gerakan menuntut riau merdeka adalah akumulasi persoalan selama ini, terutama pembagian rezeki yang sangat tidak adil sebagai akibat politik sentralisasi. Kekecewaan tersebut termanifestasi dalam bentuk perlawanan daerah. Perlawan ini karena daerah merasa kekayaan sumberdaya alamnya dirampas oleh pusat tanpatanpa mendapatkan hak yang layak bagi daerah (deprivasi relativ). Seperti halnya gerakan berbasis kedaerahan pada masa orde lama, muncunya gerakan riau merdeka dipicu oleh krisis politik nasional sebagai akibat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Meluasnya tuntutan yang dimotori oleh gerakan mahasiswa untuk melakukan perubahan di segala bidang berakhir dengan runtuhnya rezim orde baru. Momentum dimana Negara dalam keadaan lemah ini dimanfaatkan oleh actor-aktor gerakan riau untuk menuntut bagi hasil minyak antara pusat dan daerah.
Tuntutan bagi hasil minyak tersebut mendapat respon yang positif dari presiden Bj Habibie dan berjanji akan dikabulkan dalam masa dua bulan. Sampai dengan tenggat waktu yang dijanjikan tuntutan tersebut tidak juga dikabulkan, sehingga membuat aktor-aktor gerakan yang mengatasnamakan gerakan pers kampus dan beberapa intelektual mencetuskan ide-ide kemerdekaan riau. Militer sebagai representasi Negara cenderung berhati-hati dalam menangani masalahisu disintegrasi ini, karena posisinya yang kurang menguntungkan. Untuk kongres riau, kol ( inf ) Muhammad Gadillah, orang riau pertama yang menjadi danrem, sehingga memiliki ikatan emosional yang sangat dalam, karena ia tahu keadaan riau yang sebenarnya justru selama ia bertugas di riau. Ia selalu memberikan dukungan secara pasif ( sekutu ) sehingga gerakan ini menjadi luas.
Gerakan menuntut riau merdeka bukan lah sesuatu yang muncul begitu saja, tanpa ada faktor penyebab yang paling signifikan. Tidak berbeda jauh dengan periode 1950-1960, menguatnya perlawanan daerah setelah reformasi juga dilingkupi oleh krisis politik nasional pasca tumbangnya orde baru. Pada tahap ini, dipahami ada sesuatu yang salah dari hubungan pemerintah pusat dan daerah yang hanya memarjinalkan peran masyarakt local, baik secara ekonomi maupun secara politik. Pada saat bersamaan, melemah nya Negara secara resiprokal memperkuat civil society. Variable lain dari mun culnya gerakan riau merdeka sebagai akibat menguatnya civil society adalah peran dari aktor-aktor  sebagai crafter dalam memanfaatkan momentum ketika struktur penopang Negara, yakni golkar, militer, dan birokrasi mengendur.
Gerakan riau merdeka memang agak unik. Sejak awal, oleh para penggagasnya sudah ditegaskan bahwa gerakan ini adalah sebuah gerakan damai (peaceful freedom). Pada sisi lain, gerakan ini sudah pada tahap membuat semacam teks proklamasi yang diberi judul teks " Deklarasi Riau Berdaulat ". Dari pemahaman tersebut, gerakan menuntut riau merdeka secara substansi leebih tepat dikategorikan gerakan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
·         Suwardi.2004.sejarah perjuangan rakyat Riau 1959-2002.Pekanbaru,Riau,Indonesia: Percetakan Unri Press.
·         http://www.google sejarahriaumerdeka.com

AGRESI MILITER BELANDA II


Khairin Nisa/Pis
Agresi Militer Belanda II 19 Desember 1948 adalah peristiwa penyerbuan ke wilayah Republik Indonesia oleh tentara Belanda. Pemerintahan Belanda di wilayah bekas Hindia Belanda bersikeras menyebut peristiwa penyerbuan tersebut sebagai "Aksi Polisionil". Dengan istilah "Aksi Polisionil", pihak Belanda ingin menegaskan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan peristiwa militer.
            Belanda mengingkari hasil perundingan Renville yang telah disepakati bersama, yakni ditandai dengan agresi militer belanda II pada tanggal 19 Desember 1948. Pada saat itu, Angkatan Udara Belanda menyerbu dan menduduki lapangan udara Maguwo di Yogyakarta dan dilanjutkan dengan menyerbu kota-kota diseluruh wilayah Republik Indonesia.
            Tujuan agresi militer Belanda kedua antara lain untuk menghancurkan republik Indonesia dan mengakhiri hidupnya sebagai Negara atau membentuk pemerintah federal tanpa mengikutsertakan Republik Indonesia. Agresi Miiter Belanda kedua mengakibatkan hal-hak sebagai berikut.
a. Jatuhnya Ibukota Republik indonesia (Yogyakarta) karena diduduki Jepang
b. Ditangkapnya presiden, wakil presiden, dan beberapa menteri kemudian ditawan di luar Pulau  Jawa
c. Jatuhnya kota-kota di wilayah Republik Indonesia yang lain akibat dikuasai oleh Belanda
            Sebelum ditawan dan diasingkan oleh Belanda, presiden Soekarno dan wakil presiden Mohammad Hatta masih sempat mengirim Syarifuddin Prawiranegara, S.H untuk membentuk Pemerintah darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat.

Serangan ke Maguwo
Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio antara dari Jakarta menyebutkan, bahwa besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan mengucapkan pidato yang penting. Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi Kraai" .
Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir memperoleh parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikuti oleh Jenderal Spoor 15 menit kemudian. Dia melakukan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20 pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul 4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur menuju Maguwo diambil melalui Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.
Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini sebagai "Aksi Polisional".
Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.
Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600 orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.
Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak tanggal 18 Desember malam hari.
Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai serangannya, Panglima Besar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.
Ibu kota Yogyakarta jatuh dengan mudah. Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan beberapa menteri ditawan dan diasingkan Belanda. Sebelum tertangkap, Presiden dan Wakil Presiden mengirimkan kawat kepada Mr. Syarifuddin Prawiranegara yang sedang berada di Sumatera. Kawat tersebut berisi perintah untuk membentuk sebuah pemerintahan darurat apabila Presiden dan Wakil Presiden tertawan musuh.  Panglima Besar Jenderal Soedirman mengeluarkan Perintah Kilat yang segera disebarkan kepada seluruh personel TNI untuk melakukan gerilya. Karena adanya Perintah Kilat ini, maka setiap tanggal 19 Desember diperingati sebagai Hari Infanteri atau Hari Juang Kartika TNI AD
            Pada masa agresi militer Belanda I dan II, telah muncul perjuangan di kalangan pemuda dan bentuk mobilasi tenaga pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam kesatuan-kesatuan perjuangan seperti Mobpel (mobilasi pelajar), TRIP (tentara Republik Indonesia Pelajar), TP (Tentara Pelajar), dan TGP (tentara Genie Pelajar) yang kemudian seluruhnya tergabung dalam Brigade 17.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Abdi Guru, Drs. Hasan Budi Sulistyo dan Bambang Suprobo, M.pd, IPs TERPADU untuk kelas IX Jilid 3A, 2006, Penerbit Erlangga
http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur
http://www.belajarsepanjangjalan.com/2011/12/agresi-militer-belanda-ii-19-desember.html