PERJUANGAN PEMBENTUKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

DHEVA EKA PUTRA / PIS
A.      KILAS  BALIK  PERJALANAN  PANJANG
Pembentukan provinsi Kepulauan Riau berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tanggal 24 September 2002 ini disetujui dan ditindak lanjuti Pemerintah Pusat dengan  dikeluarkannya Keputusan Pemerintah     (Kepres) tanggal 1 Juli 2004, sebagai provinsi baru yang ke-32. Pada tanggal 1 Juli 2004 itu pula, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno atas nama Presiden Republik Indonesia Ibu Megawati Soekarnoputri melantik Drs. H. Ismeth Abdullah sebagai pelaksana tugas ( caretaker ) Gubenur Kepulauan Riau.
Pada awalnya, Kepulauan Riau ( Kepri ) adalah salah satu kabupaten dari provinsi induk, Provinsi Riau, yang sudah terbentuk pada tahun 1958 berdasarkan UU Nomor 61 tahun 1958. Waktu itu, Provinsi Riau yang semula masuk dalam Provinsi Sumatera Tengah dan beribukota di Bukittinggi, terdiri dari Daerah Tingkat Dua Kepulauan Riau, Bengkalis, Kampar, Indragiri dan Kotapraja Pekanbaru.
Ibu kota Provinsi Riau waktu itu adalah Tanjungpinang. Kemudian dipindahkan ke Pekanbaru pada tahun 1959. Pindahnya ibukota Provinsi Riau dari Tajungpinang ke Pekanbaru mendasari suatu perubahan penting dalam sejarah perkembangan sosial, ekonomi dan politik di Kepri. Tanjungpinang yang awalnya adalah pusat perdagangan, budaya dan sejarah selama berabad-abad, berubah menjadi kawasan pinggiran dari Provinsi Riau, menyebabkan Kepri tidak lagi menjadi penting dan bermakna dalam kejayaan di jalur pelayaran dagang di Selat Melaka yang telah berlangsung sejak 1722.
Pada tahun 1961, ketika terjadi konflik antara Indonesia dan Malaysia, terjadi perang dan bahkan putusnya hubungan diplomatik, Kepri yang berada pada perbatasan Semenajung Malaya dan Singapura, mengalami berbagai perubahan kebijakan yang mengakibatkan penderitaan bagi rakyat di kawasan ini. Hubungan emosional dan kekeluargaan dengan penduduk di Semenanjung itu, yang terbina oleh kesamaan asal usul dalam rentang sejarah yang panjang, menjadi terputus.
            Konfrontasi meyebabkan pemerintah Indonesia mengambil beberapa kebijakan politik maupun ekonomi. Di antaranya melarang kapal-kapal dari Singapura dan Semenanjung Malaya beroperasi di Indonesia, diikuti dengan larangan pengunaan mata uang dollar Singapura dan uang Malaysia sebagai alat pembayaran di Kepri. Bersama itu, pemerintah pusat memberlakukan mata uang KRRP ( Rupiah Kepulauan Riau ) pada 15 Oktober 1963, serta memungut bea dan cukai di Kepri.
            Berbagai langkah pemerintah pusat setelah masa konfrontasi berakhir, dilakukan untuk memulihkan kehidupan ekonomi didaerah ini. Kedekatan dengan Malaysia dan Singapura dalam membangkitkan perekonomiannya, terutama dalam mengelola pelabuhan internasionalnya, mulai mempengaruhi kebijakan pusat. Pemerintah pusat mulai mengalihkan perhatiannya ke Kepulauan Riau, terutama Batam, guna ikut memanfaatkan jalur perdagangan dunia yang paling ramai dan penting di belahan timur. Untuk merealisasikannya, pemerintah pusat mengembangkan Pulau Batam menjadi daerah industri khusus, guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.  Batam dibangun  sebagai kawasan industri pada tahun 1971 dengan membentuk Badan Otorita Batam.
            Langkah ini ingin memaju pertumbuhan seraya bersepakat dengan Singapura, Johor ( Malyasia) dan Riau ( Indonesia ). Bertujuan untuk memadukan kekuatan ekonomi secara kompetitif pada tiga kawasan itu menjadi suatu kawasan pertumbuhan ekonomi yang menarik bagi investor Internasional .
            Ketertinggalan dan rasa ketidakadilan yang terus berkembang, terutama pada masa-masa setelah kemerdekaan, menyebabkan rakyat Kepri ingin berjuang untuk mendapatkan kembali suatu wilayah yang berstatus otonom (provinsi), sebagaimana yang pernah terjadi sebelumnya.
            Dalam kata lain, rakyat Kepulauan Riau ingin memisahkan diri secara administratife  Provinsi Riau untuk membentuk provinsi tersendiri. Rasa ketidakadilan serta didesak oleh berbagai faktor lain, selain faktor sejarah adalah: letak geografis, ekonomis, sosial budaya, dan politis, semakin memperkuat alasan mengapa rakyat Kepri bersatu memperjuangkan terbentuknya Provinsi Kepri.
            Seiringi dengan angin reformasi yang berhembus kencang sampai ke daerah-daerah, banyak daerah yang ingin memekarkan daerahnya. Kondisi ini disambut baik oleh pemerintah pusat dan DPR-RI. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Riau pun kemudian mempersiakan daerah pemekaran dengan membentuk Tim pemekaran yang diketuai oleh Sekertaris Daerah Kabupaten Kepulauan Riau.
Secara hampir bersamaan terbentuk pula Komite Pemekaran Kepulauan Riau (KPKR) sebagai lembaga mempersiapkan pemekaran wilayah Kabupaten Kepulauan Riau. Kabupaten itu akan dimekarkan menjadi 6 daerah tingkat dua (kabupaten / kota) yaitu Kota Batam, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, Kabupaten Natuna (Pulau Tujuh) dan Kabupaten Bintan.
Kemudian dilaksanakanlah Musyawarah Besar Rakyat Kepulauan Riau pada tanggal 15 Mei 1999 di Hotel Royal Palace, di Batu – 10, Kota Tanjungpinang. Pada hotel yang sekarang bernama Hotel Comfort itu, hadir sekitar seribu orang wakil- wakil tokoh masyarakat, tokoh adat, pemuda dan mahasiswa.
Mubes Rakyat Kepulauan Riau ini mengasilkan Tiga Tuntutan Rakyat Kepulauan Riau yang di tandatangani oleh tim perumus yang terdiri dari Prof Moch Saad (Ketua), Drs Azirwan (sekretaris), dengan beberapa anggota yaitu: Drs Abdul Malik, M.pd, Ir H Moh Gempur Adnan, H Raja Hamzah Yunus, H Rusli Silin, Drs M Saleh Wahab, H Bakri Syukur dan HM Arief Rasahan.
TRITURA KEPULAUAN RIAU
1.      Mempercepat kemakmuran masyarakat secara adil dan merata melalui pembetukan Provinsi Kepulauan Riau. untuk mengujudkan hal tersebut di atas secara nyata dilaksana dengan kemekaran daerah otonomi Kepulauan Riau.
2.      Pemekaran daearah  otonomi Kepulauan Riau terdiri atas :
·                Kota Tajungpinang,
·                Kabupaten Bintan,
·                Kabupaten Karimun,
·                Kabupaten Kepulauan lingga
·                Kabupaten Pulau Tujuh.
3.      Mendesak  pemerintah  agar  Kota Madya Batam menjadi otonomi.
Mubes yang merupakan langkah awal dan cikal-bakal awal perjuangan rakyat Kepulauan Riau, juga menghasilkan sebuah Deklarasi Rakyat Kepulauan Riau, sebagai berikut:
C.      Deklarasi  Rakyat  Kepulauan  Riau
            Sudah 54 tahun Indonesia merdeka sejak diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.  Kemerdekaan adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa, yang diperjuangkan oleh seluruh bangsa Indonesia tanpa membeda-bedakan suku, ras, serta agama. Dimana tujuan kemerdekaan itu adalah untuk menciptakan bangsa yang merdeka lahir dan batin tanpa dijajah atau ditekan oleh siapapun, sesuai tuntutan fitra manusia untuk menuju suatu masyarakat adil dan makmur. 
            Kemudian sampai saat ini sudah 40 tahun pula Ibu Kota Provinsi Riau dipindahkan dari Tajungpinang ke Pekanbaru, selama itu pulalah masyarakat Kepulauan Riau berada dalam keadaan ketinggalan dalam segala segi kehidupan. Padahal sebelumnya masyarakat Kepulauan Riau sempat mengalami kemajuan yang berarti.
            Diakuai beberapa daerah seperti Batam, Bintan dan Karimun ada perkembangan dan kemajuan. Akan tetapi perkembangan di daerah tersebut karena adanya proyek-proyek  besar yang sektoral dari pusat, dan bukan dari Pemerintah  Daerah Riau.
            Setelah kami mencermati permasalahan itu semua, maka wilayah Kepulauan Riau yang begitu luas, untuk megadakan pembinaan masyarakat tidaklah mungkin dapat diatasi dengan status pemerintahan daerah yang hanya setingkat Kabupaten. Apalagi sejalan dengan derasnya arus globalisasi dan perdangangan bebas pada tahun 2003 mendatang, apabila tidak dipersiapkan dengan cermat, maka kehidupan masyarakat Kepulauan Riau akan semakin terpinggirkan.
Mecermati permasalahan itulah, setelah melalui musyawarah Rakyat Kepulauan Riau maka Rakyat Kepulauan Riau dengan ini: Mendeklarasikan
·         Menolak Negara Riau Merdeka.
·         Pada hari ini, dinyatakan sudah terbentuk Provinsi Kepulauan Riau.
·         Segala sesuatu keperluan tentang pengesahan dan pengembangan Provinsi Kepulauan Riau agar dapat diselesaikan bersama-sama, serta dilaksanakan dalam waktu sesingkat-singkatnya.
·         Untuk menjaga ketentraman Rakyat Kepulauan Riau, kami mendesak Presiden Republik Indonesia untuk mengesahkan Provinsi Kepulauan Riau dengan sebuah Undang-Undang
Tanjungpinang, Sabtu 15 Mei 1999
Atas Nama Rakyat Kepulauan Riau
            Guna menindaklanjuti hasil Musyawarah Rakyat Kepulauan Riau tanggal 15 Mei 1999 ini, panitia membentuk suatu tim yang terdiri dari sembilan peserta musyawara. Tim itu bertugas menghimpun data, menyusun laporan hasil musyawara dan segala sesuatu yang berkenaan dengan tuntutan pada deklarasi  Musyawara Rakyat Kepulauan Riau tersebut.
            Tim sembilan terdiri dari Prof Dr H Moch Saad (ketua), H Dun Usul, Drs M Daud Kadir, Hendry Juliardin SE, H Abdul Razak, H Arief Rasahan, H Husrin Hood, Drs M Saleh Wahab dan Ir Idris Zaini.
            Setelah musyawarah berlangsung, pada Nopember 1999,KPKR menyerahkan mandat pembentukan Provinsi Kepulauan Riau kepada Ketua DPRD Kepri yang baru terpilih: Husrin Hood. Mandat yang diserakan di Hotel Century Atlit Jakarta itu bertujuan mempercepat proses mewujutkan Deklarasi Rakyat Kepulauaun Riau. Setelah itu, KPKR membentuk lagi Badan pekerja Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (BP 3 KR). Husrin yang terpilih sebagai ketua DPRD Kepri hasil pemilu 1999 juga mendapat   mandat menjadi Ketua BP3KR..
            Gagasan pembentukan Provinsi Kepulauan Riau ini langsung mendapatkan penolakan dari Gubernur Riau waktu itu dengan alasan belum siap Kepri menjadi provinsi. BP3KR lalu lebih banyak melakukan lobi-lobi langsung ke pemerintah pusat di Jakarta..
            Untuk mengawal dan mengamati proses pengesahan RUU ini, BP3KR melakukan koordinasi dengan masyarakat, mahasiswa, pemuda dan berbagai lembaga swadaya masyarakat. Sehari sebelumnya, 23 Januari 2002, di Jakarta, BP3KR melakukan unjukrasa di depan Istana  Negara dan Departemen Dalam Negeri. Sedangkan di Tanjungpinang, ribuan rakyat dari berbagai lapisan melakukan apel siaga dan sebagian besar di antaranya berangkat ke Jakarta bergabung dengan pejuang di ibukota Negara.
            Pengesahan akhirnya batal karena beberapa hal. Rencana sidang pansus DPR-RI untuk mengesahkan RUU Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau diundurkan. Gubernur Riau dan DPRD Riau yang diundang, tidak hadir pada sidang paripurna DPR-RI tersebut.
            Pengesahan RUU Pembentukan Provinsi Kepri ini kembali akan dilaksanakan pada Agustus 2002. Akan tetapi karena belum ada kesepakatan antara pemprov Riau dengan DPR- RI dan pemerintah pusat, maka pengesahan di tunda kembali. Setelah itu direncanakan lagi untuk disyahkan pada sidang paripurna tanggal 24 September 2002.
            Pada sidang paripurna 24 September 2002 ini, keinginan rakyat Kepri untuk membentuk  Provinsi Kepri, akhirnya benar-benar terwujutkan dengan disyahkannya RUU Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau menjadi Undang-Undang No.25 Tahun 2002, ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri ( waktu itu Hari Sabarno).
Undang-undang menetapkan bahwa Provinsi Kepri beribukota di Tajungpinang. Untuk sementara, ibukota Provinsi Kepri ditempatkan di Kota Batam, sampai pelantikan Gubenur Kepri definitif.
Semula Provinsi Kepri memiliki lima kabupaten dan dua kota yaitu: Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga dan Kabupaten Natuna, serta Kota Batam dan Kota Tajungpinang. Luas provinsi ini sekitar 252.810.71 km2-yang 96 persen merupakan perairan, dan 4 persen berupa daratan dari 2.408 pulau. Sekitar 40 persen pulau-pulau itu tidak berpenghuni. " Persmian Kepulauan Riau sebagai provinsi baru yang ke-32, dilaksanakan tanggal 19 Agustus 2004 oleh Menteri Dalam Negeri ."
Secara administratif, provinsi ini  meliputi 59 kecamatan dan 351 desa/ keluraha. Dalam perkembangannya hingga Juni 2009, memasuki tahun keempat, Provinsi Kepri menambah satu lagi kabupaten yakni Kabupaten Anambas sebagai pemekaran dari Kabupaten Natuna.
Dalam perkembangan selajutnya, Presiden (waktu itu) Megawati Soekarnoputri menujuk Ismeth Abdullah-Ketua Otorita Batam-sebagai caretaker  Gubenur Kepri.
Pada hari Kamis tanggal 1 Juli 2004, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno atasnama Presiden Republik Indonesia megawati Soekarnoputri melantik Drs.H Ismeth Abdullah sebagai caretaker Gubenur Kepulauan Riau serta meresmikan berdirinya Provinsi kepri sebagai provinsi ke-32 di Indonesia.
SUMBER
NN, 2009 "Provinsi Kepulauan Riau membangun Hari Depan". Tanjungpinang : Badan Pembangunan Daerah Kepulauan Riau.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepulauan_riau

PERTEMPURAN SURABAYA (10 NOVEMBER 1945)


SHALEHATUL MAWADDAH/PIS
Pertempuran di Surabaya melawan pasukan sekutu tidak lepas kaitannya dengan pristiwa yang mendahuluinya,yaitu usaha perebutan kekuasaan dan senjata dari tangan jepang yang dimulai sejak tanggal 2 September 1945.perebutan kekuasaan dan senjata yang dilakukan oleh para pemuda berubah menjadi situasi revolusi yang konfrontatif antara pihak indonesia dengan sekutu.
Para pemuda sebelumnya sudah berhasil memiliki senjata dengan cara merampas dari tentara jepang yang telah dinyatakan kalah perang.pemerintah mendukung tindakan-tindakan yang dilakukan para pemuda,dengan maksud mempersenjatai diri dan mempertahankan kemerdekaan dari ancaman bangsa asing.Namun,pada tanggal 25 oktober 1945,Brigade 49 dibawah pimpinan Brigadir Jendral A.W.S. Mallaby mendarat di Surabaya dengan tujuan melucuti serdadu Jepang dan menyelamatkan para interniran sekutu.pemimpin pasukan sekutu menemui Gubernur Jawa Timur R.M.Soerjo untuk membicarakan maksud kedatangan mereka.setelah diadakan pertempuran antara wakil-wakil pemerintahan RI dengan Brigade Jendral A.W.S. Mallaby berhasil mencapai suatu kesepakatan yaitu:
a.Inggris berjanji bahwa diantara mereka tidak terdapat angkatan perang Belanda
b.Disetujuinya kerja sama antara kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketentraman
c.akan segera dibentuk kontak biro sehingga kerja sama dapat terlaksanadengan sebaik-baiknya.
d.Inggris hanya akan melucuti senjata jepang saja.
Pihak RI akhirnya memperkenalkan tentara Inggris memasuki kota dengan suatu syarat bahwa Hanya obyek-obyek yang sesuai dengan tugasnya saja yang dapat diduduki,seperti kamp-kamp tawanan perang..namun dalam perkembangan selanjutnya,pihak Inggris mengingkari janjinya.pada tanggal 26 oktober 1945 malam harinya satu peleton pasukan Field security section dibawah pimpinan Kapten Shawmelakukan penyerangan ke penjara Kalisosok untuk membebaskan Kolonel Huiyer bersama kawan-kawannya.tindakan Inggris dilanjutkan dengan melakukan pendudukan terhadap Pangkalan Udara Tanjung Perak,Kantor Pos Besar,Gedung Internatio dan obyek-obyek vital lainnya.
Pada tanggal 27 Oktober1945 pukul 11.00 pesawat terbang Inggris menyebarkan Pamflet-Pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya pada khususnya  dan Jawa Timur pada umumnya untuk menyerahkan senjata yang dirampas dari tangan Jepang.
Pada tanggal 27 Oktober 1945,terjadi kontak senjata yang pertama antara Indonesia dengan pasukan Inggris.kontak senjata itu meluas,sehingga terjadi pertempuaran pada tanggal 28,29 dan 30 Oktober 1945.dalam pertempuran itu,pasukan sekutu dapat dipukul mundur dan bahkan hampir dapat dihancurkan oleh pasukan Indonesia.Pemimpin pasukan sekutu Brigadir Jendral A.W.S. Mallaby berhasil ditawan oleh para pemuda Indonesia.
Pada tanggal 30 oktober 1945,Bung Karno,Bung Hatta dan Amir Syarifuddin datang ke Surabaya untuk mendamaikan perselisihan itu.Perdamaian berhasil dicapai dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.tetapi setelah Bung Karno,Bung Hatta dan Amir Syariffudin beserta Hawthorn kembali ke Jakarta,Pertempuran tidak dapat dielakan lagi dan menyebabkan terbunuhnya Brigadir Jendral A.W.S.Mallaby.
Tanggal 9 November 1945,Inggris mengeluarkan ultimatum yang berisi ancaman bahwa pihak Inggris akan menggempur kota Surabaya dari darat,laut,dan udara,apabila orang-orang Indonesia tidak mentaati Ultimatum itu.Inggris juga mengeluarkan instruksi yang isinya''....semua pemimpin bangsa Indonesia dari semua pihak di Kota Surabaya harus datang selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945 pukul 06.00 pagi,pada tempat yang telah ditentukan dan membawa bendera Merah Putih dengan diletakkan di atas tanah pada jarak seratus meter dari tempat berdiri,lalu mengangkat tangan tanda menyerah.''
Ultimatumitu ternyata tidak ditaati.Pada tanggal 10 November 1945 terjadi Pertempuran yang sangat Dahsyat. Pertempuran Surabaya atau lebih dikenal dengan pertempuran 10 November 1945 dilatarbelakangi dengan adanya perbedaan persepsi tentang kepemilikan senjata. Tentara Keamanan Rakyat dan rakyat Indonesia yang baru saja mendapatkan senjata rampasan dari tentara Jepang yang menyerah diperintahkan oleh Inggris (yang waktu itu dalam misi untuk melucuti tentara Jepang yang kalah perang dan mengatur pemulangan tentara Jepang ke Jepang) untuk menyerahkan senjata. Perintah itu dipandang oleh Tentara Keamanan Rakyat dan rakyat Indonesia sebagai intervensi terhadap kedaulatan kemerdekaan karena berarti Indonesia tidak diperkenankan untuk melindungi diri sendiri. Apalagi ada gelagat Belanda ingin menggunakan perintah penyerahan senjata itu sebagai cara melemahkan pertahanan Indonesia demi keinginannya untuk kembali menjajah Indonesia (waktu itu Belanda membonceng Inggris untuk masuk kembali ke Indonesia dalam misi bernama NICA = Netherlands Indies Civil Administration)

Sejak perintah penyerahan senjata itu muncul kondisi di Surabaya sudah mulai kurang kondusif. Tentara Keamanan Rakyat dan rakyat yang semula mendukung dan membantu tentara Inggris dalam melucuti tentara Jepang, mulai mengambil jarak dan mulai melakukan perlawanan terhadap Inggris demi mempertahankan senjata dan kedaulatan nya untuk mempertahankan diri. Serangan terhadap tentara Inggris dan Belanda mulai terjadi sampai saat itu Bung Karno dan Bung Hatta terpaksa diterbangkan ke Surabaya oleh Inggris demi menenangkan keadaan. Gencata senjata sementara sempat terjadi, sampai suatu peristiwa memicu pertempuran besar terjadi, yaitu meninggalnya Jenderal Mallaby ditangan para gerilyawan Indonesia.

Mobil Jenderal Mallaby yang terbakar
Sampai saat ini belum jelas betul kenapa Jenderal Mallaby akhirnya meninggal dalam peristiwa itu. Ada yang bilang ditembak oleh gerilyawan, ada yang bilang karena salah pengawalnya sendiri yang waktu itu panik melihat mobil Mallaby dikepung oleh gerilyawan dan akhir nya melemparkan granat yang menyebabkan bagian belakang mobil Mallaby terbakar. Namun peristiwa meninggalnya Jenderal Mallaby itu sungguh membuat tentara Inggris murka dan mengultimatum Tentara Keamanan Rakyat serta rakyat khusus nya di Surabaya, untuk menyerahkan senjata nya paling lambat 10 November 1945 atau akan diserbu Oleh Tentara Inggris
 
Mendengar ultimatum tersebut Tentara Keamanan Rakyat dan rakyat Surabaya bukannya takut, melainkan menjadi lebih gigih dan berkobar semangatnya. Terlebih lagi saat itu beberapa organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Masyumi sempat juga mengeluarkan pernyataan bahwa perang mempertahankan kedaulatan adalah bentuk jihad. Ditambah sosok Bung Tomo yang dengan pidato-pidatonya terus memompa semangat perjuangan.

Bung Tomo berorasi
Sejarah mencatat bahwa ultimatum penyerahan senjata itu tidak ditanggapi oleh Tentara Keamanan Rakyat dan rakyat di Surabaya, sehingga 10 November 1945 terjadilah pertempuran besar di Surabaya. Dalam waktu 3 hari, tentara Inggris memang berhasil menguasai kota Surabaya, tetapi serangan-serangan dari Tentara Keamanan Rakyat dan rakyat di Surabaya berlangsung selama sekitar 3 minggu. Tentara Inggris sangat kewalahan menghadapi pertempuran itu sampai harus mendatangkan bala bantuan dan memborbardir kota Surabaya dengan pesawat terbang dan kapal perang nya.
 
Walaupun akhirnya tentara Inggris berhasil menguasai kota Surabaya, namun pertempuran itu menjadi sebuah bukti bahwa Indonesia sudah menjadi suatu negara yang berdaulat dan rakyat Indonesia sepenuhnya mendukung kemerdekaan itu sampai rela berjuang mati-matian demi mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan itu. Pertempuran itu juga menjadi semacam pembangkit semangat seluruh rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan kemerdekaan yang diproklamirkan 17 Agustus 1945, sama seperti pertempuran Alamo di Texas yang membangkitkan semangat rakyat Amerika untuk mempertahankan diri terhadap serangan tentara Mexico. Pemerintah Indonesia akhirnya menetapkan tanggal 10 November 1945 sebagai Hari Pahlawan demi menghormati semangat juang arek-arek Suroboyo (sebutan untuk rakyat di Surabaya) yang berjuang mempertahankan kedaulatan sampai gugur dimedan perang.
Sumber:
Wayan,I Badrika.2006.Sejarah Untuk  SMA Kelas xll.Jakarta.Penerbit Erlangga
Http://www.Pertempuran Surabaya 10 November 1945