Fase-fase Pahlawan sebelum kebangkitan nasional


ABDURRAHMAN SI III / A

1.      Kapiten Pattimura
Lahir                : Saparua, Maluku, 8 Juni 1783
Wafat              : Ambon, 16 Desember 1817
Makam            : Ambon
                        Bernama asli Thomas Mattulessi, Pattimura pernah mengikuti pendidikan militer saat Inggris berkuasa di Maluku dan memperoleh pangkat sersan mayor. Namun, belanda kembali berkuasa di Maluku karena terikat pada Konvesi London (13 Agustus 1814), yaitu perjanjian yang mewajibka Inggris untk mengembalikan wilayah Nusantara kepada Belanda termasuk Maluku.
                        Pada tanggal 14 Mei 1817, seluruh rakyat Separua bersumpah setia mengangkat Thomas Mattulessi sebagai Kapiten Pattimurs untuk mrlakukan pemberontakan terhadap Belanda. Pada tanggal 16 Mei 1817, Pattimura berhasil merebut Benteng Duurstede dan menewaskan Residen Van den Berg. Perjuangan Kapiten Pattimura dibantu oleh Paulus Tiahahu dari Nusa Laut, Anthony Reebook wakilnya di Saparua, dan Kapiten Philip Latumahina.
                        Akibatnya pengkhianatan Raja Booi dan politik devide et empera, akhirnya pada tanggal 11 November 1817 Pattimura berhasil ditangkap oleh Belanda. Pattimura ditangkap bersama pemimpin-pemimpin lainnya dan dijatuhi hukuman mati.
                        Pada tanggal 16 Desember 1817, Kapiten Pattimura, Anthony Reebook, Philip Latumahina dan Said Parintah dihukum mati dengan cara digantung di depan benteng Nieuw Victoria di Ambon. Sementara itu Paulus Tiahahu dihukum tembak mati di depan rakyatnya di Nusa Laut.
                        Untuk menghormati jasa-jasa Kapiten Pattimura, berdasarkan surat keputusan Presiden RI. NO. 087 / TK /b1973, pemerintah menganugrahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya.
2.      Pangeran Antasari
Lahir                : Banjarmasin, 1797
Wafat              : Bayan Begak, 11 Oktober 1862
Makam            : Banjarmasin
Perlawanan rakyar Banjarmasin terhadap Belanda dimulai saat Belanda
mengangkat Tamjidillah sebagai sultan Banjar menggantikan Sultan Adam yang wafat. Rakyat Banjat dan Kesultanan Banjar termasuk pangeran Antasari menuntut agar Pangeran Hidayatullah sebagai pewaris sah tahta Kesultanan Banjar, harus menjadi Sultan Banjar. Sejak saat itulah rakyat Banjar dengan dipimpin oleh Pangeran Hidayatullah, Pangeran Antasari dan Demang Leman mengangkat senjata melawan Belanda.
            Pangeran Antasari berhasil menyerang dan menguasai kedudukan Belanda di Gunung Jabuk. Pangeran Antasari juga menyerang tambang batubara Belanda di Pengaron. Pejuang-pejuang Banjar juga berhasil menggelamkan kapal Onrust beserta pemimpinnya, seperti Letnan Van der Velde dan Letnan Bangert. Peristiwa yang memalukan Belanda ini terjadi atas siasat Pangeran Antasari dan Tumenggung Suropati.
            Pada tahun 1861, Pangeran Hidayatullah berhasil ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Pangeran Antasari kemudian mengambil alih pimpinan utama. Ia diangkat oleh rakya sebagai Penembahan Amiruddin Khalifatul Mu'min sehingga kualitas peperangan menjadi semakin meningkat karena ada unsure agama. Sayang, Pangeran Antasari akhirnya wafat pada tanggal 11 oktobe 1862 karena penyakit cacar saat itu sedang mewabah di Kalimantan Selatan. Padahal, saat itu ia sedang menyiapkann serangan besar-besaran terhadap Belanda.
            Untuk menghormati jasa-jasa Pangeran Antasari berdasarkan keputusaan Presiden RI. NO. 06 / TK/ 1968, Pemerintah menganugrahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional kepadanya.
3.      Pangeran Diponegoro
Lahir                : Yohyakarta, 11 November 1785
Wafat              : Makassar, 8 Januari 1885
Makam            : Makassar                                                                      
Nama asli Pangeran Diponegoro adalah Raden Mas Ontowiryo. Ia juga bergelar "Sultan Abdul Hamid Herucokro Amirulmukmin". Pangeran Diponegoro adalah anak dari Pangeran Adipati Anom (Hamengkubuwono III) dari garwa ampeyan (selir). Perlawanan Pangeran Diponegoro dimulai ketika dia dengan berani mencabut tiang-tiang pencang pembangunan jalan oleh Belanda yang melewati rumah, masjid, dan makam leluhur Pangeran Diponegoro. Pembanguna jalan ini dilakukan atas inisiatif Patih Danurejo IV yang menjadi antek Belanda. Belanda yang dibantu Patih Danurejo IV kemudian menyerang kediaman Pangeran Diponegoro di Tagalrejo. Sejak saat itu, berkobarlah perang besar yang disebut Perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830).
            Belanda sulit mengalahkan Pangeran Diponegoro yang menggunakan taktik gerilya. Dengan dibantu oleh Kyai Mojo (Surakarta), sentot Alibasya Prawirodirjo, Pangeran Suryo Mataram, Pangeran Pak-pak (Serang), Pangeran Diponegoro berhasil memberikan perlawanan yang hebat kjepada Belanda.
            Belanda telah menggunakan berbagai cara untuk menangkap Pangeran Diponegoro namun gagal. Sampai pada akhirnya digunakanlah siasat licik dengan berpura-pura mengajak berunding dan berjanji aka menjaga keselamatannya. Namun ternyata Belanda ingkar janji dan menangkap Pangeran Diponegoro pada tanggal 28 Maret 1830 saat terjadi perundingan di Magelang. Tanpa rasa malu Jenderal Hendrik de Kock menangkap Pangeran Diponegoro agar perang besar di pulau Jawa tersebut dapat segera diakhiri. Pangeran Diponegoro kemudian dibuang ke Manado dan ditempatkan di Benteng Amsterdam. Namun, empat tahun kemudian ia dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar hingga wafatnya dan dimakamkan di Kampung Melayu, Makassar.
            Untuk menghormati jasa-jasa Pangeran Diponegoro, berdasarkan surat keputusan Presiden RI. NO. 087/TK/1973, pemerintah menganugrahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya.
4.      Sisingamangaraja XII
Lahir                : Bakkara, Tapanuli, 1849
Wafat              : Simsim, 17 Juni 1907
Makam            : Pulau Samosir
            Nama aslinya adalah Patuan Besar Ompu Pulo Batu. Nama Sisingamangaraja baru dipakai pada tahun 1867, setelah ia diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya yang mangkat. Sang ayah meninggal akibat serangan penyakit kolera.
            Februari 1878, Sisingamangaraja mulai melakukan perlawanan terhadap kekuasaan colonial Belanda. Ini dilakukannya untuk mempertahankann daerah kekuasaannya di Tapanuli yang dicaplok Belanda. Dimulai dari penyerangan pos-pos Belanda di Bakal Batu, Tarutung. Sejak itu penyerangan terhadap pos-pos Belanda lainnya terus berlangsung diantaranya sebagai berikut :
-          Mei 1883, pos Belanda di Ulun dan Balige diserang oleh pasukan Sisingamangaraja.
-          Tahun 1884, pos Belanda di Tangga Batu juga dihancurkan oleh pasukan Sisingamangaraja.
Tahun 1907, Belanda berhasil memperkuat pasukan dan persenjataan. Kondisi ini membuat pasukan Raja Batak ini semakin terdesak dan terkepung.pada pertempuran yang berlangsung di Pak-pak inilah Sisingamangaraja XII gugur tepatnya pada tanggal 17 juni 1907. Bersama-sama dengan putrinya (Lopian) dan dua prang putranya (Patuan Nagari dan Patuan Anggi).
      Sisingamangaraja kemudian dimakamkan di Balige dan selanjutnya kembali dipindahkan ke Pulau Samosir. Sisingamangaraja XII dianugrahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI NO.590/1961.
5.      Sultan Mahmud Badaruddin II
Lahir                : Palembang 1767
Wafat              : Ternate, 26 November 1852
Makam            : Ternate, Maluku Utara
            Semenjak ditunjuk sebagai Sultan Kerajaan Palembang menggantikan ayahnya Sultan Muhammad Baha'uddin, Mahmud Badaruddin melakukan perlawanan terhadap Inggris dan Belanda. Ketika Batavia berhasil disusuki Inggris pada tahun 1811, Sultan Mahmud justru berhasil membebaskan Palembang dari cengkraman Belanda pada tanggal 14 Mei 1811.
            Tahun 1812, peprangan dengan Inggris dimulai karena Sultan tidak mau mengakui kekuasaan Inggris di Palembang. Maret 1812, Inggris berhasil menguasai Palembang dan mengangkat Najamuddin menggantikan Sultan Mahmud Badaruddin II yang menyingkir ke Muara Rawas.
            Berdasarkan Konvesi London tahun 1814, kekuasaan Belanda di Indonesia harus dipulihkan, tahun 1818 Inggri mengembalikan kekuasaan Palembang kepada Belanda. Selanjutnya Inggris juga kembali mengangkat Sultan Mahmud Badaruddin II sebagai Raja Palembang.
            Namun sejak tahun itu pula perang antara Sultan Mahmud Badaruddin II dengan Belanda kembali berkobar. Tanggal 1 Juli 1821, kesultanan Palembang berhasil diduduki Belanda dan Sultan berhasil ditawan.Sultan Mahmud Badaruddin II kemudian dibuang ke Ternate, Maluku Utara hingga wafatnya. Sultan Mahmud Badaruddi II tercatat sebagai salah satu Pejuang Nasional yang melakukan perlawanan terhadap dua penjajah sekaligus yaitu Inggris dan Belanda.
            SK Presiden RI.NO063/TK/1984 menganugrahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya.
DAFTAR PUSTAKA
Arya Ajisaka,2004. Mengenal Pahlawan Indonesia.Depok:Kawan Pustaka
Kuncoro hadi dan Sustianingsih,2013. Pahlawan Nasional.Yogyakarta:Familia

Thomas Stamford Raffles

Abdurrahman/SI   III/ A

1.     Gubernur yang pertama berjiwa Libelarisme.
Setelah kekalahan Belanda dan Prancis, semua daerah kekuasaan Belanda di Nusantara pindah ketangan pemerintah Inggris pada tahun 1811 sampai 1816. Kekuasaan itu mencakup Jawa, Pelembang, Banjarmasin, Makassar,Madura, dan sunda kecil,dan pusat pemerintahannya berkedudukan di Madras India, dengan Lord Minto sebagai gubernur jendral. Pemerintahan di bekas daerah belanda itu di pimpin oleh seorang letnan gubernur Thomas Stamford raffles.
            Selama empat setengah tahun pemerintahannya, Raffles berusahan melaksanakan pembaruhaan yang bersifat liberal di Nusantara. Secara teoritis pembaruan itu mirip dengan usul-usul yang perrnah dikemukakan oleh Dirk van Hogendorp. Intinya, kebebasan berusaha bagi setiap orang, dan pemerintah yang berhak menarik pajak tanah dari penggarap. Pemerintahan dijalankan untuk mencapai kesejahteraan umum. Motifnya, kesadaran baru bahwa baik serikat dagang, terlebih lagi kekuasaan negara, tak mungkin bertahan hidup dengan memeras masyarakat.
            Dalam praktik, sedikit sekali cita-cita pembaruan itu dapat diwujudkan. Mengapa demikian? Pertanyaan ini dapat menjadi pokok bahasan yang menarik dan penting hingga jauh ke masa depan. Yang sudah pasti, hampir tak ada unsure dalam suasana kemasyarakatan di Nusantara waktu itu yang memudahkan terlaksananya rencana Raffles dalam waktu sedemikian singkat. Bahkan, pengetahuan yang cukup memadai tentang suasana itupun tidak dimiliki oleh Raffles.
            Tidaklah mengherankan bahwa seluruh rencana Raffles hanya dapat mengandalkan keahlian segelintir pejaba Belanda, terutama Herman Warner Muntinghe. Dia ini bekas Sekretaris Jendral dan Ketua Dewan Hindia dibawah Daendels. Namun demikian, ide yang terkandung dalam rencana itu diakui sangat berjasa dalam meletakkan ukuran pemerintahan demi kesejahteraan rakyat masa-masa selanjutnya.
            Cita-cita pembangunan itu diumumkan oleh Lord Minto sendiri dalam proklamasinya di tengah pertempuran, 11 September 1811. Ia menegaskan bahwa system monopoli Belanda yang merusak itu (vexatious system of monopoly) harus segera diganti dengan politik pemerintahan yang lebih menyejahterakan. Kepala Desa akan diberi kuasa mengatur penarikan pajak yang serendah mungkin dari penggarap.
            Selain itu dihapus pula hak pemerintah atas sebagian hasil bumi penduduk (contingenten) dan atas kerja rodi (herendiensten). Hal serupa dikenakan pula atas penguasa local (pantjendiensten). Kekuasaan local dibatasi hanya di bidang kepolisian. Penanaman kopi tidak lago dipaksakan, tetapi didorong, dan pemerintah akan membeli dari petani kelebihan hasil dengan harga tertinggi menurut pasar. Kebebasan berusaha dan berdagang dijamin. Hanya dalam penyediaan dan distribusi garam pemerintah bertanggung jawab. Itu pun akan dilakukan demi melindungi rakyat dari permainan harga yang sering tak terkendali.
            Pada 15 Oktober 1813. Dari istananya di Buitenzorg keluar pula proklamasi Raffles mengenai kaidah-kaidah perubahan itu (Proclamation, declaring the principles of the intended change of system). Dirinci dalam tujuh butir, secara umum kaidah-kaidah itu lebih mempertajam lagi proklamaso Lord Minto. Disebutkan, pemerintahan Raffles bertujuan "memperbaiki keadaan hidup penduduk dengan member perlindungan bagi kegiatan individu, yang akan menjamin pemanfaatan hasil keringat dengan tenang dan adil bagi setia kelompok dalam masyarakat.
          Yangpaling terkenal dalam pembaruan Raffles berdasarkan kaidah-kaidah itu adalah pelaksanaan pajak tanah (land-rent). Hal ini terkenal sebagian karena sama sekali berbeda dengan pola Belanda yang sebelumnya, yakni penyerahan hasil bumi secara paksa (contingenten) dari petani, sebagian lagi karena penguasa local, bahkan pejabat yang orang Eropa tak boleh ikut campur dalam pemungutan pajak tanah.
2.     Tangan Liberal yang Mendahului Zaman Land-rent
Namun demikian, sebelum kaidah-kaidah itu mulai dilaksanakan, Raffles harus mengikisi wibawa kekuasaan para pembesar Bumiputra tak ubahnya seperti yang dikerjakan oleh Daendles. Pengikisan wibawa itu menimpa Palembang, Cirebon, Jawa Tengah dan Makassar. Macam-macam dalih yang digunakan oleh Raffles untuk melemahkan raja-raja tersebut, tetapi alasan utamanya adalah mereka cenderung menonjolkan kedaulatan dan kemandirian. Setelah kekuasaan likal dikikis, Raffles membagi daerahnya menjadi 16 keresidenan, termasuk empat daerah kekuasaan Jawa Tengah.penguasaan daerah itu disebut resident menggantikan prefek, istilah ciptaan Daendles.
            Lalu tibalah saatnya, Oktober 1813, Raffles coba memperkenalkan sumber pendapatan pemerintahnya dari pajak tanah (land-rent). Pajak ini diharapkan dibayar dalam bentuk uang kontan. Hanya dalam keadaan terpaksa, rakyat boleh menggantikannya dengan hasil bumi, khususnya padi. Sehubung dengan itu dibedakan dua jenis mutu tanah dengan tingkat pajak yang berbeda pula, yaitu sawah dan tegalan. Hasil sawah kelas satu dibebani 50 persen pajak, kelas dua 40 persen, dan kelas tiga 33 persen. Hasil tagelan kelas satu kena pajak 40 persen, kelas dua 33 persen dan kelas tiga 25 persen.
            Kendati demikian, tak bisa disangkal unggulnya ideal pemerintahan yang diinginkan oleh Raffles dibanding pola Belanda. Penyerahan paksa hasil bumi membutuhkan kekuasaan perantara yang rumit. Kekuasaan perantaraan itu tidak hanya terdiri dari pejabar Belanda dan pembesar Bumiputra, tetapi juga orang-orang cina yang memborong tugas-tugas pemungutan (tax farming). Mereka tidak hanya mengambil lebih banyak untuk diri sendiri dari pada yang diterima oleh pemerintah, tetapi juga melemahkan masyarakat dengan pemerasan hasil dan tenaga rodi. Ideal pemerintahan Raffles mensyaratkan, tak ada pemerintahan yang bisa bertahan jika aparatnya rusak oleh korupsi dan masyarakat yang tak berdaya oleh beban yang terlalu menindih.
            Mudah membayangkan betapa kuat daya tarik system pajak tanah ini bagi Raffles. Masalahnya adalah cocok tidaknya pola itu dengan susunan masyarakat Nusantar, khususnya Jawa. Dalam hal ini, tampaknya Raffles berpendapat bahwa pola itu sesuai sekali. Dari apa yang didengarnya, sejak dahulu tanah di Nusantarra dianggap merupakan milik pengusaha yang berdaulat. Dalam hal ini, Raffles keliru, sebagaimana ternyata setelah penelitian pemerintah Hindia-Belanda selama 1867-1912.
            Kendati demikian, Raffles menganggap bahwa pola pemilikan tanah oleh penguasa, seperti yang didengarnya itu, patut juga berlaku dibawah kekuasaan Inggris. Perbedaannya, Raffles menganggap bahwa antara pemerinttah dan masyarakat penggarap tanah tak boleh ada kekuasaan lain yang turut campur untuk mengambil keuntungan buat diri sendiri. Bahkan pemerintahnya pun hanya berhak menerima pajak dari para penggarap.
            Agar penerimaan pajak tidak kembali menjadi sumber penyelewengan para pejabat, Raffles menegaskan terpisahnya fungsi pendapatan (revenue) dan fungsi peradilan (judicial) dalam wewenang pemerintahan. Ia tentu berharap bahwa dengan demikian aparatnya sendiri akan terhindar dari penyelewengan kekuasaan, sepeti mengambil secara paksa dari penduduk, baik hasil bumi (contingenten) maupun kerja rodi (herendiensten).
            Pada mulanya Raffles melaksanakan rencana fiskalnya dengan kepala desa sebagai wakil penggarap sesuai dengan dua proklamasi tersebut diatas. Setahun kemudian, 1814, ia berpendapat lain. Aparat pemungut pajak menurutnya harus langsung berhubungan dengan setiap orang yang menggarap tanah, bukan kepala desa. Dalam penjelasannya kepada Lord Minto, ia mengatakan telah memutuskan memilih apa yang dikenal denga India sebagai ryotwari(individu), bukan zamindari (kepala desa).
            Dalam pelaksanaan pola fiscal Raffles tersebut tidak sebagus rencananya.dengan hanya 12 orang tenaga inti, sekedar pengawasan pun sudah jelas susah dilaksanakan, apalagi pekerjaan yang begitu luas, rumit dan rinci. Pejabat yang orang eropa, termasuk residen, kebingungan karena tidak mengenal lapangan. Karena pengumpulan pajak tak mungkin ditunda sampai petugas mahir lapangan, pelaksanaan berlangsung seenaknya saja. Akibatnya, pencatatan kacau dan pola Belanda pun sering terpaksa dilakukan.
            Petugas Bumiputra sendiri tak bisa berbuat banyak. Hamper setiap kepala desa buta huruf, jangankan mencatat data dalam formulir, menghitungpun mereka susah. Masuk akal jika kepala desa lebih sering mengarang data, menggampangkan tugas dengan menggabungkan beberapa desa sekaligus, bahkan menyelewengkan kekuasaannya.
                        Hasil penelitian komisi jendral pada 1816, ketika kekuasaan Belanda dipulihkan, menunjukkan tiadanya pola yang jelas dalam pemungutan pajak. Di Cirebon misalnya, mula-mula taksiran pajak berjumlah 156.000 rupiah. Oleh pejabat yang baru dating taksiran naik menjadi 399.000 rupiah. Pajak yang nyata terkumpul cuma 89.000 rupiah. Di Surabaya, taksiran pajak bisa mengambil 80 persen hasil. Penduduk sering menolak membayar sehingga pejabat harus main paksa. Betapa tidak, penaksiran memang sering tidak tahu mutu tanah dari peri kehidupan penggarapan.
Daftar Pustaka
Aziz, Maliha dan Asril .2006.sejarah indonesia III.pekanbaru :Cendikia Insani Pekanbaru
 Simbolon Parakitri. 2007. Menjadi Indonesia. Jakarta: Penerbit Kompas

PERANG MAKASAR


Ayu aryanti/A/S3

TujuanVOC untuk memonopoli perdagangan langsng bertentangan dengan prinsip sistem terbuka yang di anut oleh kerajaan Goa yang di mana sistem keterbukaan ini memberi kesempatan pada pedagang-pedangan portugis, prancis, denmark dan belanda untuk datang ke makassar yang di mana kedudukan makassar sebagai pusat perdagangan  dengan hegemoni politik sebagai dukungannya. Konflik semakin memuncak sejak tahun 1660 dengan adanya inisden-insiden dan faktor-faktor sebagai berikut :
1.        Pendudukan benteng Pa"Nakkukang oleh VOC dirasakan sebagai ancaman terus menerus terhadap Makassar
2.       Peristiwa De Walvis pada tahun 1662 , waktu meriam – meriam nya dan barang – barang muatannya disita oleh pasukan Karaeng Tallo , sedang tuntutan VOC untuk mengambalikannya di tolak.
3.        Peristiwa kapal Leeuwin (1664) yang terkandas di pulau Don Duango dimana anak kapal dibunuh dan sejumlah uang disita.
Untuk menghadapi kemungkinan pecahnya perang dengan Belanda , Sultan Hasanudin pada akhir Oktober 1660 mengumpulkan semua bangsawan yang diminta bersumpah setia kepadanya. Meskipun sultan hasanuddin dan kelompok besar bangsawan leberpolitik damai lebih suka jalan damai namun ada partai perang di bawah pimpinan Karaeng Popo. Pertahanan di bagi atas beberapa sektor:
1.       Pasukan sebesar 3000 orang di bawah pimpinan Daeng Tololo saudara laki-laki sultah sendiri, mempertahankan benteng.
2.       Sultan Hasanuddin dan Kareang Tallo menjaga istana Sombaopu
3.       Pertahanan daera Portugis di serahkan kepada Kareang Lengkese
4.       Kareang Karunrung sebagai komandan benteng Ujung Pandang yang di mana wanita dan anak-anak diusingka ke pedalaman sedangkan orang laki-laki di kerahkan untuk mengangkat senjata dan mempertahankan kerajaan. Di kabarkan bahwa pasukan Makassar yang di tempatkan di tepi Sungai Kalak Ongkong ada sekitar 1500 orang,  dan di bantaeng ada 5 sampai 6000 orang.
Kekuatan VOC sangat ditentukan oleh aliansinya dengan Toangke juga dari Soppeng dan Bone yang dengan demikian kekuatan pasukan bisa mencapai jumlah 10 – 18.000 orang.      Sedangkan Goa dan Tallo tergantung pada aliansi dengan kerajaan tetangga di Sulawesi Selatan di tambah dengan vasal-vasalnya di seberang lautan. Akhirnya bangsa melayu yang menjadi kekuatan  yang  andalkan oleh makassar karena jalannya perang menentukan mati-hidupnya mereka.
Jalannya perang di tentukan oleh juga oleh faktor iklim, suatu faktor yang sejal awal di perhitungkan oleh VOC yang di mana apabila musim hujan terjadi di kwatirkan pelabuhan makassar kurang aman bagi kapal-kapal yang akan berperang. Antara tahun 1666-1669 terjadi musim hujan yang di mana tidak banyak di lakukan operasi perang. Konlik bersenjata yang di kobarkan anatara munculnya angkatan perang VOC di pelabuhan Makassar dan jatuhnya Somboapu di tangannya merupakan konflik bedar kedua yang di alami VOC dalam menjalankan penetrasinya di Nusantara. Dari perang makassar ini di perolah bantuan untuk membantu VOC yang memungkinkan kemenangan dengan aliansi dengan Arung Palakan besert Toangkeknya. Berkali-kali VOC akan dapat memanfaatkan konflik atau perpecahan di antara pribumi dengan VOC membentuk aliansi dengan salah satu pihak. Konflik intern yang terdapat pada masyarakat pribumi itu memberi keleluasaan bagi kekuasaan kolonial menjalankan politik DEVIDE ET IMPERA nya.Hal ini membuat VOC tidak hanya berhasil merebut monopoli perdagangan tetapi juga menempatkan kekuasaan politiknya.
Jalannya Perang (Desember 1666 - Juni 1669 )
Angkatan perang VOC yang berangkat pada tanggal 24 November 1666. Berdasarkan instruktur Dewan VOC di Batavia segera di kirim oleh utusan untuk menyampaikan surat kepada Kareang Goa berisi tuntutan agar di berikan penggantian dan di penuhi tuntutan Voc secara memuaskan. Tuntutan itu di sertai ancaman bahwa sikap dendam akan di hadapi dengan kekerasan. Tuntutan itu di tolak oleh Sultan Hasanuddin, yang hanya bersedia memberi ganti rugi apa yang di derita oleh VOC. Karena kegagalan itu, speelman kemudian memerintahkan untuk melakukan pemboman terhadap Makassar untuk melakukan intimidasi.
Meskipun Arung Palaka mendesak untuk segera melakukan serangan, Speelman memutuskan untuk menunda operasi itu. Ekspedisi bergerak menuju ke arah Butung, perjalanan itu melampaui Bathaeng, di mana terdapat persediaan beras dan di serang tempat itu sampai hancur lebur. Di Buntung terdapat pasukan Makassar di bawah pimpinan Karaeng Bottomarannu, Sultan Bima, dan Opu Cening Luwu yang di perkirakan jumlahnya lima belas ribu orang. Angkatan laut belanda berlayar ke maluku sedangkan Arung Palaka denan pasukannya beroperasi di Butung. Berita tentang peristiwa di butung  menggelisahkan rakyat makassar maka dari itu persiapan pertahanan di tingkatkan. Di Bone peristiwa itu di sambut dengan antusiasme, semangat rakyat bangkit kembali, lebih-lebih setelah Arung Bela dam Arung Kaju tiba dengan pasukan dari Butung. Persiapan dilakukan untuk mengadakan ofensif terhadap Goa.
Sementara itu kunjungan Speelman ke maluku berhasil mengajak Sultan Ternate ikut serta dalam perang. Agar mobilitas pasukan Bugis dapat di perlancar serta semangat rakyat dapat di kobarkan untuk mendukung perjuangan melawan Goa, maka Arung Palaka berkunjung ke Bone yang di mana pemuka Bone dan Soppeng di adakan sumpah setia berdasarkan perjanjian Attapang. Tujuan ofensif pasukan VOC-Bugis terarah kepada Gelesong, suatu kunci strategis sebagai pertahanan terakhir dari Makassar.
Serangan pasukan VOC-Bugis disertai pertempuran sengit untuk merebut benteng di Galesong akhirnya dapat memukul mundur pasukan Makassar dan pada akhir Agustus 1667 Galesong di kosongkan dan mereka mundur ke Makassar. Setelah Galesong jatuh, suatu deretan benteng-benteng pertahanan antara Besombong da Tallo perlu di hancurkan. Di sana pasukan VOC-Bugis menghadapi perlawanan yang gigih. Tetaoi semanngat itu menurun ketika mendengan berita invasi pasukan Mkassar ke Bone dan juga bantuan dari Batavia todak banyak karena adanya perang antara negeri belanda dan inggris. Bantuan itu datang dari pasukan Soppeng setelah beberapa bangsawan Soppeng bergabung dengan Arung Palaka. Pada saat itu sudah banyak raja-raja serta para  bangsawan yang menyesuaikan diri dan menyatakan loyalitasnya kepada Arung Palaka.
Sewaktu pasukan VOC-Bugis mengadakan pengepungan Makassar, timbullah perbedaan pendapat antara Arung Palaka dan Speelman dari satu pihak serta dewan di Batavia di lain pihak. Pihak yang pertama bertekad untuk meneruskan penyerangan, sedangkan pihak kedua ingin berdiplomasi mencari perdamaian. Suatu pertempuran besar terjadi  pada tanggal 26 oktober 1667 di mana pasukan makassar mengalami kekalahan. Suatu gencatan senjata selama tiga hari terjadi dan pada akhirnya Karaeng lengkese dan karaeng bontosungu dengan kekuasaan dari Sultan Hasanuddin datang berunding. Perundingan itu di mulai tanggal 13 november 1667 di desa bongaya dekat besombong. Tujuan peridungan itu untuk menimbulkan keseimbangan dan hidup berdampinan secara serasi dalam suasana persaudaraan.
DAFTAR PUSTAKA
Kartodirdjo, Sartono, 1987, pengantar sejarah indonesia baru 1500-1900, Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama

Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II


 rafi zain yusuf /A/SI3

Sulatn mahmud badaruddin ll adalah pemimpin kesultanan palembang darussalam selama dua periodel (1803-1813)-(1818-1821). Beliau memerintah setelah ayahnya sultan mahmud badaruddin 1 (1776-1803) mangkat.
Nama asli sultan mahmud badaruddin adalah raden hasan pangeran ratu, beliau lahir di palembang,1767, dan meninggal di pengasingannya di tarnate pada 26 september 1852.

Pada saat sultan mahmud badaruddin l memerintah belanda dan inggris sudah menjalin kerja sama dengan kesultanan palembang hal ini bertujuan agar belanda maupun inggris bisa menguasai sumber daya dan pelabuhan di palembang. Kemudia setelah diperbolehkan berdagang oleh sultan mahmud badaruddin l belanda mendirikan kantor dagang di sungai aur ( 10 ulu).
 
 Saat sultan mahmud badaruddin ll naik tahta menggantikan ayahnya sultan mahmud badaruddi l, inggris mulai mendekati palembang yang pada saat itu sultan mahmud badaruddin ll bertahta ia mengizinkan inggris berdagang di palembang dan mendirikan kantor dagang disana. pada awalnya adalah untuk berdagang dan menjalin hubungan kerja sama,.
            Karena timbul persaingan antara belanda dan inggris, maka inggris melalui raffles berusaha membujuk sultan mahmud badaruddin ll agar mengusir belanda dari palembang, namun sultan mahmud menolak permintaan raffles karena tidak ingin terlibat dalam pertikaian inggris dan belanda
Hingga pada tanggal 14 september 1811 terjadi pembantaian di loji sungai alur yang menyalahkan pihak belanda, namun belanda beranggapan inggris sengaja melakukannya agar kesultanan palembang mengusir belanda dari tanah palembang. Karena merasa terpojok inggris dibawah pimpinan raffles mengadakan perundingan dengan sultan mahmud badaruddin dan berharap mendapatkan jatah pulau bangka yang saaat itu masuk wilayah kesultanan palembang dan merupakan penghasil timah yang diperebutkan antara belanda dan inggris, namun permintaan inggris jelas ditolak oleh sultan mahmud badaruddin sehingga inggris mengirim expedisi militer pada 12 maret 1812 dibawah pimpinan gillespie ke palembang dan memerangi palembang dengan alasan menghukum sultan mahmud badaruddin atas penolakannya menyerahkan wilayah pulau bangka.
            Dalam sebuah pertempuran singkat palembang berhasil diduduki oleh inggris dan sultan mahmud badaruddin menyingkir ke muara rawas di hulu sungai musi.

Pada 1811 inggirs mengalahkan belanda  dan memaksa belanda menandatangani perjanjian tuntang dengan inggris yang isinya:
 1. pemerintah belanda menyerahkan indonesia kepada inggris di kalkuta (india)
 2. semua tentara belanda menjadi tawanan perang inggris
 3. orang belanda dapat dipekerjakan dalam pemerintahan inggris

            Dengan demikian palembang pun jatuh ketangan inggris. Setelah menguasai palembang inggris mengangkat pangeran adipati yang tak lain adalah adik kandung sultan mahmud badaruddin ll sebagai sultan palembang setelah menandatangani perjanjian dengan syarat-syarat yang menguntungkan inggris. Inggris pun mengambil alih pulau bangka dan mengganti namanya menjadi duke of york's island, dan menempatkan meares sebagai residennya.
            Sementara itu sultan mahmud badaruddin yang melarikan diri ke muara rawas mulai menghimpun kekuatan dan mendirikan kubu di muara rawas untuk menghadapi serangan dari meares yang ingin menangkap sultan mahmud badaruddin. Maka pada 28 agustus 1812 terjadi pertempuran di  buay langu yang menyebabkan meares tertembak dan tewas setelah dibawa ke mentok. Kedudukan residen kemudian diambil alih oleh mayor robinson.
            Dalam upaya menangkap sulatan mahmud badaruddin,  mayor robinson mengadakan perundingan damai dengan sultan mahmud badaruddin, melalui serangkaian perundingan sultan mahmud badaruddin kembali ke palembang dan naik tahta pada  juli 1813 sebelum kembali dilengserkan pada agustus 1813 sementara itu, mayor robinson ditahan dan dipecat oleh raffles karena mandat yang diberikan tidak sesuai dengan yang diberikan
            Sementara perlawanan sultan mahmud badaruddi bersama rakyat yang menggunakan stategi perang bergerilya dengan ketangkasan dan kecerdasannya serta pemahaman terhadap medan perang akhirnya mampu memaksa inggris untuk mundur dan kalah. Inggris pun mengakui kedaulatan palembang sebagai kesultanan.

Konflik sultan mahmud badaruddin ll dengan belanda dimulai sejak ditandatangani perjanjian london antara belanda dan inggris yang membuat inggris menyerahkan daerah koloni di nusantara kepada belanda termasuk palembang, serah terima dilakukan 2 tahun kemudia tepatnya pada tanggal 19 agustus 1816 oleh jhon fendall sebagai pengganti raffles.
            Setelah serah terima kekuasaan belanda mengangkat Herman Warner Muntinghe sebagai komisaris di Palembang. Tindakan pertama yang dilakukannya adalah mendamaikan kedua sultan, Sultan mahmud badaruddinm II dan Husin Diauddin. Tindakannya berhasil, Sultan Mahmud Badaruddim II berhasil naik takhta kembali pada 7 Juni 1818. Sementara itu, Husin Diauddin yang pernah bersekutu dengan Britania berhasil dibujuk oleh Muntinghe ke
batavia sebelum akhirnya dibuang ke cianjur.
            Mutinghe melakukan penjajahan ke pedalaman wilayah kesultanan palembnag dengan alsan untuk inventarisasi wilayah, karena pada dasarnya hanya untuk menguji kesetiaan sultan mahmud badaruddin ll dan karena ketidak percayaan mutinghe kepada sultan mahmud badaruddin ll. akan tetapi didaerah muara rawas mutinghe dan pasukannya diserang oleh pengikut sultan mahmud badaruddin ll. Setelah kembali mutinghe bermaksud memaksa kesultanan palembang agar menyerahkan putra mahkota dengan maksud sebagai jaminan agar kesultanan palembang selalu setia terhadap  pemerintah belanda, namun sampai habis batas penyerahannya kesultanan palembang tidak menyerahkan putra mahkota dan sultan mahmud badaruddin menyerang belanda yang didasari oleh sikap belanda yang terlalu mencampuri urusan kesultanan dan mengekang kesultanan agar tunduk kepada belanda, sikap ini lah yang menyebabkan sultan mahmud badaruddin dan kesultanan palembang beserat rakyat menyatakan perang terhadap belanda.
            Pertempuran dengan belanda melawan kesultanan palembang pecah pada tanggal 12 juni 1819. Yang dikenal dengan pertempuran mmenteng yang merupakan pertempuran terdasyat karena banyak korban berjatuhjan dari pihak belanda. Pertempuran terus berlanjut akan tetapi karena kuatnya pertahanan palembang yang sulit ditembus dan banyaknya korban dipihak belanda maka belanda memutuska kembali ke batavia dengan membawa kekalahan.

            Sekembalinya ke batavia dan memberitahuka keadaaan peperangan ke pemerintah di batavia , gubernur jendral belanda saat itu yaitu gubernur jendral G.A.G.ph van der capellen mengadakan perundingan dengan laksamana constantijn johan wolterbeek dan mayjen hendrik markus de kock yang membahas tentang kesultanan palembang yang sangat sulit ditakhlukan oleh belanda. Akhirnya diputuskan untuk kembali menyerang palembang. Maka belanda mengirimkan ekspedisi ke palembang dengan kekuatan penuh, tujuannya adalah menggulingkan sultan mahmud badaruddin ll dan menguasai palembang secara penuh, dan mengganti sultan mahmud badaruddin dengan pangeran jayadiningrat yang didukung oleh belanda, kerena belanda beranggapan selama sultan mahmud badaruddin masih berkuasa maka palembang tidak akan pernah bisa dikuasai seluruhnya dan itu berarti belanda tidak bisa menjangkau jalur perdagangan di pulau bangka yang menjadi wilayah dari kesultanan palembang.
            Kabar bahwa belanda mengirimkan pasukan ekspedisi ke palembang telah didiengar oleh sultan mahmud badaruddin ll, ia telah mengira akan ada serangan balik, maka ia mempersiapkan pertahanan yang tangguh di beberapa tempat disungai musi sebelum masuk ke palembang dengan dibuat benteng-benteng pertahanan yang dikomandani oleh keluarga sultan.
            Pada tanggal 21 oktober 1819 pecah pertempuran di sungai musi antara belanda yang dipimpin oleh wolterbeek dengan kesultanan palembang yang dipimpin sendiri oleh sultan mahmud badaruddin. Terjadi tembak menembak meriam dikedua belah pihak. Hingga wolterbeek menghentikan pertempuran dan memutuskan kembali ke batavia.
            Setelah pertempuran pertama pada tanggal 21 oktober 1819 sultan mahmud badaruddin ll mengangkat anaknya pangeran ratu menjadi sultan di kesultanan palembang dengan gelar ahmad najamuddin lll, hal ini dilakukan karena sultan mahmud badaruddin ll hanya ingin terfokus untuk melawan belanda dan mengusirnya dari tanah palembang dan tidak diganggu oleh urusan kesultanan palembang.
            Namun persiapan benteng dan pertahanan sultan mahmud badaruddin ll di sungai musi sudah diketahui oleh belanda melalui mata-matanya yang ternyata adalah dari kalangan bangsawan dan orang arab di palembang. Hal ini menyebabkan belanda mempersiapkan pasukan yang besar dalam rangka menghadapi kesultanan palembang. Maka padsa 16 mei 1821 belanda dibawah pimpinan de kock memasuki sungai musi, dan pertempuran baru terjadi pada tanggal 11-20 juni 1821. Disaaat ini belanda kembali mengalami kekalahan, akan tetapi hal ini tidak menyurutkan semangat belanda, kembali belanda menyusul strategi dalam menghadapi kesultanan palembang. Hingga akhirnya pada tanggal 24 juni yang pada saat itu bertepatan pada bulan ramadhan belanda menyerang palembang pada dini hari. Terjadilah pertempuran hebat antara pemerintah belanda dengan rakyat palembang. Akibat serangan pada fajar tersebut palembang dapat dilimpuhkan namun belum dapat dikuasain sepenuhnya, baru pada tanggal 25 juni palembang jatuh ketangan belanda maka resmilah kolonialisme belanda di palembang.
            Setelah melakukan perlawanan dan menderita kekalahan akibat serangan tiba-tiba dari belanda maka palembang dapat dikuasai oleh belanda, dan sultan mahmud badaruddin ll dan keluarganya menjadi tawanan belanda. Pada tanggal 13 juli 1821 sultan mahmud badaruddin dan keluarganya dikirim ke batavia sebelum dipindahkan ke tarnate pada tanggal 26 september 1821 sampai sultan mahmud badaruddin ll meninggal di tarnate pada 26 september 1852. Sebagian keluarga sultan yang tidak tertangkap mengasingkan diri ke marga sembilan sambil melanjutkan perlawanan atas belanda waluapun tidak sehebat sultan mahmud badaruddin ll. Karena banyaknya perlawanan kesultanan palembang kepada belanda. Maka belanda membekukan kesultanan palembang.

Daftar pustaka.

1.      Tim Penulis."Pahlawan Indonesia". Media Pusindo
2.      Elizabeth T. Gurning, Amurwani Dwi Lestari (2000). Bumi Sriwijaya . Departemen Pendidikan nasional. Jakarta.
3.      Moeerwoto. Autobiografi Selaku Perintis Kemerdekaan. Jakarta: Dapartemen Sosial, 1984.
4.      Balai Pustaka.Sedjarah Perjuangan Pemuda Indonesia. Djakarta: Balai Pustaka,1963