Fase-fase Pahlawan sebelum kebangkitan nasional


ABDURRAHMAN SI III / A

1.      Kapiten Pattimura
Lahir                : Saparua, Maluku, 8 Juni 1783
Wafat              : Ambon, 16 Desember 1817
Makam            : Ambon
                        Bernama asli Thomas Mattulessi, Pattimura pernah mengikuti pendidikan militer saat Inggris berkuasa di Maluku dan memperoleh pangkat sersan mayor. Namun, belanda kembali berkuasa di Maluku karena terikat pada Konvesi London (13 Agustus 1814), yaitu perjanjian yang mewajibka Inggris untk mengembalikan wilayah Nusantara kepada Belanda termasuk Maluku.
                        Pada tanggal 14 Mei 1817, seluruh rakyat Separua bersumpah setia mengangkat Thomas Mattulessi sebagai Kapiten Pattimurs untuk mrlakukan pemberontakan terhadap Belanda. Pada tanggal 16 Mei 1817, Pattimura berhasil merebut Benteng Duurstede dan menewaskan Residen Van den Berg. Perjuangan Kapiten Pattimura dibantu oleh Paulus Tiahahu dari Nusa Laut, Anthony Reebook wakilnya di Saparua, dan Kapiten Philip Latumahina.
                        Akibatnya pengkhianatan Raja Booi dan politik devide et empera, akhirnya pada tanggal 11 November 1817 Pattimura berhasil ditangkap oleh Belanda. Pattimura ditangkap bersama pemimpin-pemimpin lainnya dan dijatuhi hukuman mati.
                        Pada tanggal 16 Desember 1817, Kapiten Pattimura, Anthony Reebook, Philip Latumahina dan Said Parintah dihukum mati dengan cara digantung di depan benteng Nieuw Victoria di Ambon. Sementara itu Paulus Tiahahu dihukum tembak mati di depan rakyatnya di Nusa Laut.
                        Untuk menghormati jasa-jasa Kapiten Pattimura, berdasarkan surat keputusan Presiden RI. NO. 087 / TK /b1973, pemerintah menganugrahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya.
2.      Pangeran Antasari
Lahir                : Banjarmasin, 1797
Wafat              : Bayan Begak, 11 Oktober 1862
Makam            : Banjarmasin
Perlawanan rakyar Banjarmasin terhadap Belanda dimulai saat Belanda
mengangkat Tamjidillah sebagai sultan Banjar menggantikan Sultan Adam yang wafat. Rakyat Banjat dan Kesultanan Banjar termasuk pangeran Antasari menuntut agar Pangeran Hidayatullah sebagai pewaris sah tahta Kesultanan Banjar, harus menjadi Sultan Banjar. Sejak saat itulah rakyat Banjar dengan dipimpin oleh Pangeran Hidayatullah, Pangeran Antasari dan Demang Leman mengangkat senjata melawan Belanda.
            Pangeran Antasari berhasil menyerang dan menguasai kedudukan Belanda di Gunung Jabuk. Pangeran Antasari juga menyerang tambang batubara Belanda di Pengaron. Pejuang-pejuang Banjar juga berhasil menggelamkan kapal Onrust beserta pemimpinnya, seperti Letnan Van der Velde dan Letnan Bangert. Peristiwa yang memalukan Belanda ini terjadi atas siasat Pangeran Antasari dan Tumenggung Suropati.
            Pada tahun 1861, Pangeran Hidayatullah berhasil ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Pangeran Antasari kemudian mengambil alih pimpinan utama. Ia diangkat oleh rakya sebagai Penembahan Amiruddin Khalifatul Mu'min sehingga kualitas peperangan menjadi semakin meningkat karena ada unsure agama. Sayang, Pangeran Antasari akhirnya wafat pada tanggal 11 oktobe 1862 karena penyakit cacar saat itu sedang mewabah di Kalimantan Selatan. Padahal, saat itu ia sedang menyiapkann serangan besar-besaran terhadap Belanda.
            Untuk menghormati jasa-jasa Pangeran Antasari berdasarkan keputusaan Presiden RI. NO. 06 / TK/ 1968, Pemerintah menganugrahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional kepadanya.
3.      Pangeran Diponegoro
Lahir                : Yohyakarta, 11 November 1785
Wafat              : Makassar, 8 Januari 1885
Makam            : Makassar                                                                      
Nama asli Pangeran Diponegoro adalah Raden Mas Ontowiryo. Ia juga bergelar "Sultan Abdul Hamid Herucokro Amirulmukmin". Pangeran Diponegoro adalah anak dari Pangeran Adipati Anom (Hamengkubuwono III) dari garwa ampeyan (selir). Perlawanan Pangeran Diponegoro dimulai ketika dia dengan berani mencabut tiang-tiang pencang pembangunan jalan oleh Belanda yang melewati rumah, masjid, dan makam leluhur Pangeran Diponegoro. Pembanguna jalan ini dilakukan atas inisiatif Patih Danurejo IV yang menjadi antek Belanda. Belanda yang dibantu Patih Danurejo IV kemudian menyerang kediaman Pangeran Diponegoro di Tagalrejo. Sejak saat itu, berkobarlah perang besar yang disebut Perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830).
            Belanda sulit mengalahkan Pangeran Diponegoro yang menggunakan taktik gerilya. Dengan dibantu oleh Kyai Mojo (Surakarta), sentot Alibasya Prawirodirjo, Pangeran Suryo Mataram, Pangeran Pak-pak (Serang), Pangeran Diponegoro berhasil memberikan perlawanan yang hebat kjepada Belanda.
            Belanda telah menggunakan berbagai cara untuk menangkap Pangeran Diponegoro namun gagal. Sampai pada akhirnya digunakanlah siasat licik dengan berpura-pura mengajak berunding dan berjanji aka menjaga keselamatannya. Namun ternyata Belanda ingkar janji dan menangkap Pangeran Diponegoro pada tanggal 28 Maret 1830 saat terjadi perundingan di Magelang. Tanpa rasa malu Jenderal Hendrik de Kock menangkap Pangeran Diponegoro agar perang besar di pulau Jawa tersebut dapat segera diakhiri. Pangeran Diponegoro kemudian dibuang ke Manado dan ditempatkan di Benteng Amsterdam. Namun, empat tahun kemudian ia dipindahkan ke benteng Rotterdam di Makassar hingga wafatnya dan dimakamkan di Kampung Melayu, Makassar.
            Untuk menghormati jasa-jasa Pangeran Diponegoro, berdasarkan surat keputusan Presiden RI. NO. 087/TK/1973, pemerintah menganugrahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya.
4.      Sisingamangaraja XII
Lahir                : Bakkara, Tapanuli, 1849
Wafat              : Simsim, 17 Juni 1907
Makam            : Pulau Samosir
            Nama aslinya adalah Patuan Besar Ompu Pulo Batu. Nama Sisingamangaraja baru dipakai pada tahun 1867, setelah ia diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya yang mangkat. Sang ayah meninggal akibat serangan penyakit kolera.
            Februari 1878, Sisingamangaraja mulai melakukan perlawanan terhadap kekuasaan colonial Belanda. Ini dilakukannya untuk mempertahankann daerah kekuasaannya di Tapanuli yang dicaplok Belanda. Dimulai dari penyerangan pos-pos Belanda di Bakal Batu, Tarutung. Sejak itu penyerangan terhadap pos-pos Belanda lainnya terus berlangsung diantaranya sebagai berikut :
-          Mei 1883, pos Belanda di Ulun dan Balige diserang oleh pasukan Sisingamangaraja.
-          Tahun 1884, pos Belanda di Tangga Batu juga dihancurkan oleh pasukan Sisingamangaraja.
Tahun 1907, Belanda berhasil memperkuat pasukan dan persenjataan. Kondisi ini membuat pasukan Raja Batak ini semakin terdesak dan terkepung.pada pertempuran yang berlangsung di Pak-pak inilah Sisingamangaraja XII gugur tepatnya pada tanggal 17 juni 1907. Bersama-sama dengan putrinya (Lopian) dan dua prang putranya (Patuan Nagari dan Patuan Anggi).
      Sisingamangaraja kemudian dimakamkan di Balige dan selanjutnya kembali dipindahkan ke Pulau Samosir. Sisingamangaraja XII dianugrahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI NO.590/1961.
5.      Sultan Mahmud Badaruddin II
Lahir                : Palembang 1767
Wafat              : Ternate, 26 November 1852
Makam            : Ternate, Maluku Utara
            Semenjak ditunjuk sebagai Sultan Kerajaan Palembang menggantikan ayahnya Sultan Muhammad Baha'uddin, Mahmud Badaruddin melakukan perlawanan terhadap Inggris dan Belanda. Ketika Batavia berhasil disusuki Inggris pada tahun 1811, Sultan Mahmud justru berhasil membebaskan Palembang dari cengkraman Belanda pada tanggal 14 Mei 1811.
            Tahun 1812, peprangan dengan Inggris dimulai karena Sultan tidak mau mengakui kekuasaan Inggris di Palembang. Maret 1812, Inggris berhasil menguasai Palembang dan mengangkat Najamuddin menggantikan Sultan Mahmud Badaruddin II yang menyingkir ke Muara Rawas.
            Berdasarkan Konvesi London tahun 1814, kekuasaan Belanda di Indonesia harus dipulihkan, tahun 1818 Inggri mengembalikan kekuasaan Palembang kepada Belanda. Selanjutnya Inggris juga kembali mengangkat Sultan Mahmud Badaruddin II sebagai Raja Palembang.
            Namun sejak tahun itu pula perang antara Sultan Mahmud Badaruddin II dengan Belanda kembali berkobar. Tanggal 1 Juli 1821, kesultanan Palembang berhasil diduduki Belanda dan Sultan berhasil ditawan.Sultan Mahmud Badaruddin II kemudian dibuang ke Ternate, Maluku Utara hingga wafatnya. Sultan Mahmud Badaruddi II tercatat sebagai salah satu Pejuang Nasional yang melakukan perlawanan terhadap dua penjajah sekaligus yaitu Inggris dan Belanda.
            SK Presiden RI.NO063/TK/1984 menganugrahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya.
DAFTAR PUSTAKA
Arya Ajisaka,2004. Mengenal Pahlawan Indonesia.Depok:Kawan Pustaka
Kuncoro hadi dan Sustianingsih,2013. Pahlawan Nasional.Yogyakarta:Familia

Thomas Stamford Raffles

Abdurrahman/SI   III/ A

1.     Gubernur yang pertama berjiwa Libelarisme.
Setelah kekalahan Belanda dan Prancis, semua daerah kekuasaan Belanda di Nusantara pindah ketangan pemerintah Inggris pada tahun 1811 sampai 1816. Kekuasaan itu mencakup Jawa, Pelembang, Banjarmasin, Makassar,Madura, dan sunda kecil,dan pusat pemerintahannya berkedudukan di Madras India, dengan Lord Minto sebagai gubernur jendral. Pemerintahan di bekas daerah belanda itu di pimpin oleh seorang letnan gubernur Thomas Stamford raffles.
            Selama empat setengah tahun pemerintahannya, Raffles berusahan melaksanakan pembaruhaan yang bersifat liberal di Nusantara. Secara teoritis pembaruan itu mirip dengan usul-usul yang perrnah dikemukakan oleh Dirk van Hogendorp. Intinya, kebebasan berusaha bagi setiap orang, dan pemerintah yang berhak menarik pajak tanah dari penggarap. Pemerintahan dijalankan untuk mencapai kesejahteraan umum. Motifnya, kesadaran baru bahwa baik serikat dagang, terlebih lagi kekuasaan negara, tak mungkin bertahan hidup dengan memeras masyarakat.
            Dalam praktik, sedikit sekali cita-cita pembaruan itu dapat diwujudkan. Mengapa demikian? Pertanyaan ini dapat menjadi pokok bahasan yang menarik dan penting hingga jauh ke masa depan. Yang sudah pasti, hampir tak ada unsure dalam suasana kemasyarakatan di Nusantara waktu itu yang memudahkan terlaksananya rencana Raffles dalam waktu sedemikian singkat. Bahkan, pengetahuan yang cukup memadai tentang suasana itupun tidak dimiliki oleh Raffles.
            Tidaklah mengherankan bahwa seluruh rencana Raffles hanya dapat mengandalkan keahlian segelintir pejaba Belanda, terutama Herman Warner Muntinghe. Dia ini bekas Sekretaris Jendral dan Ketua Dewan Hindia dibawah Daendels. Namun demikian, ide yang terkandung dalam rencana itu diakui sangat berjasa dalam meletakkan ukuran pemerintahan demi kesejahteraan rakyat masa-masa selanjutnya.
            Cita-cita pembangunan itu diumumkan oleh Lord Minto sendiri dalam proklamasinya di tengah pertempuran, 11 September 1811. Ia menegaskan bahwa system monopoli Belanda yang merusak itu (vexatious system of monopoly) harus segera diganti dengan politik pemerintahan yang lebih menyejahterakan. Kepala Desa akan diberi kuasa mengatur penarikan pajak yang serendah mungkin dari penggarap.
            Selain itu dihapus pula hak pemerintah atas sebagian hasil bumi penduduk (contingenten) dan atas kerja rodi (herendiensten). Hal serupa dikenakan pula atas penguasa local (pantjendiensten). Kekuasaan local dibatasi hanya di bidang kepolisian. Penanaman kopi tidak lago dipaksakan, tetapi didorong, dan pemerintah akan membeli dari petani kelebihan hasil dengan harga tertinggi menurut pasar. Kebebasan berusaha dan berdagang dijamin. Hanya dalam penyediaan dan distribusi garam pemerintah bertanggung jawab. Itu pun akan dilakukan demi melindungi rakyat dari permainan harga yang sering tak terkendali.
            Pada 15 Oktober 1813. Dari istananya di Buitenzorg keluar pula proklamasi Raffles mengenai kaidah-kaidah perubahan itu (Proclamation, declaring the principles of the intended change of system). Dirinci dalam tujuh butir, secara umum kaidah-kaidah itu lebih mempertajam lagi proklamaso Lord Minto. Disebutkan, pemerintahan Raffles bertujuan "memperbaiki keadaan hidup penduduk dengan member perlindungan bagi kegiatan individu, yang akan menjamin pemanfaatan hasil keringat dengan tenang dan adil bagi setia kelompok dalam masyarakat.
          Yangpaling terkenal dalam pembaruan Raffles berdasarkan kaidah-kaidah itu adalah pelaksanaan pajak tanah (land-rent). Hal ini terkenal sebagian karena sama sekali berbeda dengan pola Belanda yang sebelumnya, yakni penyerahan hasil bumi secara paksa (contingenten) dari petani, sebagian lagi karena penguasa local, bahkan pejabat yang orang Eropa tak boleh ikut campur dalam pemungutan pajak tanah.
2.     Tangan Liberal yang Mendahului Zaman Land-rent
Namun demikian, sebelum kaidah-kaidah itu mulai dilaksanakan, Raffles harus mengikisi wibawa kekuasaan para pembesar Bumiputra tak ubahnya seperti yang dikerjakan oleh Daendles. Pengikisan wibawa itu menimpa Palembang, Cirebon, Jawa Tengah dan Makassar. Macam-macam dalih yang digunakan oleh Raffles untuk melemahkan raja-raja tersebut, tetapi alasan utamanya adalah mereka cenderung menonjolkan kedaulatan dan kemandirian. Setelah kekuasaan likal dikikis, Raffles membagi daerahnya menjadi 16 keresidenan, termasuk empat daerah kekuasaan Jawa Tengah.penguasaan daerah itu disebut resident menggantikan prefek, istilah ciptaan Daendles.
            Lalu tibalah saatnya, Oktober 1813, Raffles coba memperkenalkan sumber pendapatan pemerintahnya dari pajak tanah (land-rent). Pajak ini diharapkan dibayar dalam bentuk uang kontan. Hanya dalam keadaan terpaksa, rakyat boleh menggantikannya dengan hasil bumi, khususnya padi. Sehubung dengan itu dibedakan dua jenis mutu tanah dengan tingkat pajak yang berbeda pula, yaitu sawah dan tegalan. Hasil sawah kelas satu dibebani 50 persen pajak, kelas dua 40 persen, dan kelas tiga 33 persen. Hasil tagelan kelas satu kena pajak 40 persen, kelas dua 33 persen dan kelas tiga 25 persen.
            Kendati demikian, tak bisa disangkal unggulnya ideal pemerintahan yang diinginkan oleh Raffles dibanding pola Belanda. Penyerahan paksa hasil bumi membutuhkan kekuasaan perantara yang rumit. Kekuasaan perantaraan itu tidak hanya terdiri dari pejabar Belanda dan pembesar Bumiputra, tetapi juga orang-orang cina yang memborong tugas-tugas pemungutan (tax farming). Mereka tidak hanya mengambil lebih banyak untuk diri sendiri dari pada yang diterima oleh pemerintah, tetapi juga melemahkan masyarakat dengan pemerasan hasil dan tenaga rodi. Ideal pemerintahan Raffles mensyaratkan, tak ada pemerintahan yang bisa bertahan jika aparatnya rusak oleh korupsi dan masyarakat yang tak berdaya oleh beban yang terlalu menindih.
            Mudah membayangkan betapa kuat daya tarik system pajak tanah ini bagi Raffles. Masalahnya adalah cocok tidaknya pola itu dengan susunan masyarakat Nusantar, khususnya Jawa. Dalam hal ini, tampaknya Raffles berpendapat bahwa pola itu sesuai sekali. Dari apa yang didengarnya, sejak dahulu tanah di Nusantarra dianggap merupakan milik pengusaha yang berdaulat. Dalam hal ini, Raffles keliru, sebagaimana ternyata setelah penelitian pemerintah Hindia-Belanda selama 1867-1912.
            Kendati demikian, Raffles menganggap bahwa pola pemilikan tanah oleh penguasa, seperti yang didengarnya itu, patut juga berlaku dibawah kekuasaan Inggris. Perbedaannya, Raffles menganggap bahwa antara pemerinttah dan masyarakat penggarap tanah tak boleh ada kekuasaan lain yang turut campur untuk mengambil keuntungan buat diri sendiri. Bahkan pemerintahnya pun hanya berhak menerima pajak dari para penggarap.
            Agar penerimaan pajak tidak kembali menjadi sumber penyelewengan para pejabat, Raffles menegaskan terpisahnya fungsi pendapatan (revenue) dan fungsi peradilan (judicial) dalam wewenang pemerintahan. Ia tentu berharap bahwa dengan demikian aparatnya sendiri akan terhindar dari penyelewengan kekuasaan, sepeti mengambil secara paksa dari penduduk, baik hasil bumi (contingenten) maupun kerja rodi (herendiensten).
            Pada mulanya Raffles melaksanakan rencana fiskalnya dengan kepala desa sebagai wakil penggarap sesuai dengan dua proklamasi tersebut diatas. Setahun kemudian, 1814, ia berpendapat lain. Aparat pemungut pajak menurutnya harus langsung berhubungan dengan setiap orang yang menggarap tanah, bukan kepala desa. Dalam penjelasannya kepada Lord Minto, ia mengatakan telah memutuskan memilih apa yang dikenal denga India sebagai ryotwari(individu), bukan zamindari (kepala desa).
            Dalam pelaksanaan pola fiscal Raffles tersebut tidak sebagus rencananya.dengan hanya 12 orang tenaga inti, sekedar pengawasan pun sudah jelas susah dilaksanakan, apalagi pekerjaan yang begitu luas, rumit dan rinci. Pejabat yang orang eropa, termasuk residen, kebingungan karena tidak mengenal lapangan. Karena pengumpulan pajak tak mungkin ditunda sampai petugas mahir lapangan, pelaksanaan berlangsung seenaknya saja. Akibatnya, pencatatan kacau dan pola Belanda pun sering terpaksa dilakukan.
            Petugas Bumiputra sendiri tak bisa berbuat banyak. Hamper setiap kepala desa buta huruf, jangankan mencatat data dalam formulir, menghitungpun mereka susah. Masuk akal jika kepala desa lebih sering mengarang data, menggampangkan tugas dengan menggabungkan beberapa desa sekaligus, bahkan menyelewengkan kekuasaannya.
                        Hasil penelitian komisi jendral pada 1816, ketika kekuasaan Belanda dipulihkan, menunjukkan tiadanya pola yang jelas dalam pemungutan pajak. Di Cirebon misalnya, mula-mula taksiran pajak berjumlah 156.000 rupiah. Oleh pejabat yang baru dating taksiran naik menjadi 399.000 rupiah. Pajak yang nyata terkumpul cuma 89.000 rupiah. Di Surabaya, taksiran pajak bisa mengambil 80 persen hasil. Penduduk sering menolak membayar sehingga pejabat harus main paksa. Betapa tidak, penaksiran memang sering tidak tahu mutu tanah dari peri kehidupan penggarapan.
Daftar Pustaka
Aziz, Maliha dan Asril .2006.sejarah indonesia III.pekanbaru :Cendikia Insani Pekanbaru
 Simbolon Parakitri. 2007. Menjadi Indonesia. Jakarta: Penerbit Kompas

PERANG MAKASAR


Ayu aryanti/A/S3

TujuanVOC untuk memonopoli perdagangan langsng bertentangan dengan prinsip sistem terbuka yang di anut oleh kerajaan Goa yang di mana sistem keterbukaan ini memberi kesempatan pada pedagang-pedangan portugis, prancis, denmark dan belanda untuk datang ke makassar yang di mana kedudukan makassar sebagai pusat perdagangan  dengan hegemoni politik sebagai dukungannya. Konflik semakin memuncak sejak tahun 1660 dengan adanya inisden-insiden dan faktor-faktor sebagai berikut :
1.        Pendudukan benteng Pa"Nakkukang oleh VOC dirasakan sebagai ancaman terus menerus terhadap Makassar
2.       Peristiwa De Walvis pada tahun 1662 , waktu meriam – meriam nya dan barang – barang muatannya disita oleh pasukan Karaeng Tallo , sedang tuntutan VOC untuk mengambalikannya di tolak.
3.        Peristiwa kapal Leeuwin (1664) yang terkandas di pulau Don Duango dimana anak kapal dibunuh dan sejumlah uang disita.
Untuk menghadapi kemungkinan pecahnya perang dengan Belanda , Sultan Hasanudin pada akhir Oktober 1660 mengumpulkan semua bangsawan yang diminta bersumpah setia kepadanya. Meskipun sultan hasanuddin dan kelompok besar bangsawan leberpolitik damai lebih suka jalan damai namun ada partai perang di bawah pimpinan Karaeng Popo. Pertahanan di bagi atas beberapa sektor:
1.       Pasukan sebesar 3000 orang di bawah pimpinan Daeng Tololo saudara laki-laki sultah sendiri, mempertahankan benteng.
2.       Sultan Hasanuddin dan Kareang Tallo menjaga istana Sombaopu
3.       Pertahanan daera Portugis di serahkan kepada Kareang Lengkese
4.       Kareang Karunrung sebagai komandan benteng Ujung Pandang yang di mana wanita dan anak-anak diusingka ke pedalaman sedangkan orang laki-laki di kerahkan untuk mengangkat senjata dan mempertahankan kerajaan. Di kabarkan bahwa pasukan Makassar yang di tempatkan di tepi Sungai Kalak Ongkong ada sekitar 1500 orang,  dan di bantaeng ada 5 sampai 6000 orang.
Kekuatan VOC sangat ditentukan oleh aliansinya dengan Toangke juga dari Soppeng dan Bone yang dengan demikian kekuatan pasukan bisa mencapai jumlah 10 – 18.000 orang.      Sedangkan Goa dan Tallo tergantung pada aliansi dengan kerajaan tetangga di Sulawesi Selatan di tambah dengan vasal-vasalnya di seberang lautan. Akhirnya bangsa melayu yang menjadi kekuatan  yang  andalkan oleh makassar karena jalannya perang menentukan mati-hidupnya mereka.
Jalannya perang di tentukan oleh juga oleh faktor iklim, suatu faktor yang sejal awal di perhitungkan oleh VOC yang di mana apabila musim hujan terjadi di kwatirkan pelabuhan makassar kurang aman bagi kapal-kapal yang akan berperang. Antara tahun 1666-1669 terjadi musim hujan yang di mana tidak banyak di lakukan operasi perang. Konlik bersenjata yang di kobarkan anatara munculnya angkatan perang VOC di pelabuhan Makassar dan jatuhnya Somboapu di tangannya merupakan konflik bedar kedua yang di alami VOC dalam menjalankan penetrasinya di Nusantara. Dari perang makassar ini di perolah bantuan untuk membantu VOC yang memungkinkan kemenangan dengan aliansi dengan Arung Palakan besert Toangkeknya. Berkali-kali VOC akan dapat memanfaatkan konflik atau perpecahan di antara pribumi dengan VOC membentuk aliansi dengan salah satu pihak. Konflik intern yang terdapat pada masyarakat pribumi itu memberi keleluasaan bagi kekuasaan kolonial menjalankan politik DEVIDE ET IMPERA nya.Hal ini membuat VOC tidak hanya berhasil merebut monopoli perdagangan tetapi juga menempatkan kekuasaan politiknya.
Jalannya Perang (Desember 1666 - Juni 1669 )
Angkatan perang VOC yang berangkat pada tanggal 24 November 1666. Berdasarkan instruktur Dewan VOC di Batavia segera di kirim oleh utusan untuk menyampaikan surat kepada Kareang Goa berisi tuntutan agar di berikan penggantian dan di penuhi tuntutan Voc secara memuaskan. Tuntutan itu di sertai ancaman bahwa sikap dendam akan di hadapi dengan kekerasan. Tuntutan itu di tolak oleh Sultan Hasanuddin, yang hanya bersedia memberi ganti rugi apa yang di derita oleh VOC. Karena kegagalan itu, speelman kemudian memerintahkan untuk melakukan pemboman terhadap Makassar untuk melakukan intimidasi.
Meskipun Arung Palaka mendesak untuk segera melakukan serangan, Speelman memutuskan untuk menunda operasi itu. Ekspedisi bergerak menuju ke arah Butung, perjalanan itu melampaui Bathaeng, di mana terdapat persediaan beras dan di serang tempat itu sampai hancur lebur. Di Buntung terdapat pasukan Makassar di bawah pimpinan Karaeng Bottomarannu, Sultan Bima, dan Opu Cening Luwu yang di perkirakan jumlahnya lima belas ribu orang. Angkatan laut belanda berlayar ke maluku sedangkan Arung Palaka denan pasukannya beroperasi di Butung. Berita tentang peristiwa di butung  menggelisahkan rakyat makassar maka dari itu persiapan pertahanan di tingkatkan. Di Bone peristiwa itu di sambut dengan antusiasme, semangat rakyat bangkit kembali, lebih-lebih setelah Arung Bela dam Arung Kaju tiba dengan pasukan dari Butung. Persiapan dilakukan untuk mengadakan ofensif terhadap Goa.
Sementara itu kunjungan Speelman ke maluku berhasil mengajak Sultan Ternate ikut serta dalam perang. Agar mobilitas pasukan Bugis dapat di perlancar serta semangat rakyat dapat di kobarkan untuk mendukung perjuangan melawan Goa, maka Arung Palaka berkunjung ke Bone yang di mana pemuka Bone dan Soppeng di adakan sumpah setia berdasarkan perjanjian Attapang. Tujuan ofensif pasukan VOC-Bugis terarah kepada Gelesong, suatu kunci strategis sebagai pertahanan terakhir dari Makassar.
Serangan pasukan VOC-Bugis disertai pertempuran sengit untuk merebut benteng di Galesong akhirnya dapat memukul mundur pasukan Makassar dan pada akhir Agustus 1667 Galesong di kosongkan dan mereka mundur ke Makassar. Setelah Galesong jatuh, suatu deretan benteng-benteng pertahanan antara Besombong da Tallo perlu di hancurkan. Di sana pasukan VOC-Bugis menghadapi perlawanan yang gigih. Tetaoi semanngat itu menurun ketika mendengan berita invasi pasukan Mkassar ke Bone dan juga bantuan dari Batavia todak banyak karena adanya perang antara negeri belanda dan inggris. Bantuan itu datang dari pasukan Soppeng setelah beberapa bangsawan Soppeng bergabung dengan Arung Palaka. Pada saat itu sudah banyak raja-raja serta para  bangsawan yang menyesuaikan diri dan menyatakan loyalitasnya kepada Arung Palaka.
Sewaktu pasukan VOC-Bugis mengadakan pengepungan Makassar, timbullah perbedaan pendapat antara Arung Palaka dan Speelman dari satu pihak serta dewan di Batavia di lain pihak. Pihak yang pertama bertekad untuk meneruskan penyerangan, sedangkan pihak kedua ingin berdiplomasi mencari perdamaian. Suatu pertempuran besar terjadi  pada tanggal 26 oktober 1667 di mana pasukan makassar mengalami kekalahan. Suatu gencatan senjata selama tiga hari terjadi dan pada akhirnya Karaeng lengkese dan karaeng bontosungu dengan kekuasaan dari Sultan Hasanuddin datang berunding. Perundingan itu di mulai tanggal 13 november 1667 di desa bongaya dekat besombong. Tujuan peridungan itu untuk menimbulkan keseimbangan dan hidup berdampinan secara serasi dalam suasana persaudaraan.
DAFTAR PUSTAKA
Kartodirdjo, Sartono, 1987, pengantar sejarah indonesia baru 1500-1900, Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama

Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II


 rafi zain yusuf /A/SI3

Sulatn mahmud badaruddin ll adalah pemimpin kesultanan palembang darussalam selama dua periodel (1803-1813)-(1818-1821). Beliau memerintah setelah ayahnya sultan mahmud badaruddin 1 (1776-1803) mangkat.
Nama asli sultan mahmud badaruddin adalah raden hasan pangeran ratu, beliau lahir di palembang,1767, dan meninggal di pengasingannya di tarnate pada 26 september 1852.

Pada saat sultan mahmud badaruddin l memerintah belanda dan inggris sudah menjalin kerja sama dengan kesultanan palembang hal ini bertujuan agar belanda maupun inggris bisa menguasai sumber daya dan pelabuhan di palembang. Kemudia setelah diperbolehkan berdagang oleh sultan mahmud badaruddin l belanda mendirikan kantor dagang di sungai aur ( 10 ulu).
 
 Saat sultan mahmud badaruddin ll naik tahta menggantikan ayahnya sultan mahmud badaruddi l, inggris mulai mendekati palembang yang pada saat itu sultan mahmud badaruddin ll bertahta ia mengizinkan inggris berdagang di palembang dan mendirikan kantor dagang disana. pada awalnya adalah untuk berdagang dan menjalin hubungan kerja sama,.
            Karena timbul persaingan antara belanda dan inggris, maka inggris melalui raffles berusaha membujuk sultan mahmud badaruddin ll agar mengusir belanda dari palembang, namun sultan mahmud menolak permintaan raffles karena tidak ingin terlibat dalam pertikaian inggris dan belanda
Hingga pada tanggal 14 september 1811 terjadi pembantaian di loji sungai alur yang menyalahkan pihak belanda, namun belanda beranggapan inggris sengaja melakukannya agar kesultanan palembang mengusir belanda dari tanah palembang. Karena merasa terpojok inggris dibawah pimpinan raffles mengadakan perundingan dengan sultan mahmud badaruddin dan berharap mendapatkan jatah pulau bangka yang saaat itu masuk wilayah kesultanan palembang dan merupakan penghasil timah yang diperebutkan antara belanda dan inggris, namun permintaan inggris jelas ditolak oleh sultan mahmud badaruddin sehingga inggris mengirim expedisi militer pada 12 maret 1812 dibawah pimpinan gillespie ke palembang dan memerangi palembang dengan alasan menghukum sultan mahmud badaruddin atas penolakannya menyerahkan wilayah pulau bangka.
            Dalam sebuah pertempuran singkat palembang berhasil diduduki oleh inggris dan sultan mahmud badaruddin menyingkir ke muara rawas di hulu sungai musi.

Pada 1811 inggirs mengalahkan belanda  dan memaksa belanda menandatangani perjanjian tuntang dengan inggris yang isinya:
 1. pemerintah belanda menyerahkan indonesia kepada inggris di kalkuta (india)
 2. semua tentara belanda menjadi tawanan perang inggris
 3. orang belanda dapat dipekerjakan dalam pemerintahan inggris

            Dengan demikian palembang pun jatuh ketangan inggris. Setelah menguasai palembang inggris mengangkat pangeran adipati yang tak lain adalah adik kandung sultan mahmud badaruddin ll sebagai sultan palembang setelah menandatangani perjanjian dengan syarat-syarat yang menguntungkan inggris. Inggris pun mengambil alih pulau bangka dan mengganti namanya menjadi duke of york's island, dan menempatkan meares sebagai residennya.
            Sementara itu sultan mahmud badaruddin yang melarikan diri ke muara rawas mulai menghimpun kekuatan dan mendirikan kubu di muara rawas untuk menghadapi serangan dari meares yang ingin menangkap sultan mahmud badaruddin. Maka pada 28 agustus 1812 terjadi pertempuran di  buay langu yang menyebabkan meares tertembak dan tewas setelah dibawa ke mentok. Kedudukan residen kemudian diambil alih oleh mayor robinson.
            Dalam upaya menangkap sulatan mahmud badaruddin,  mayor robinson mengadakan perundingan damai dengan sultan mahmud badaruddin, melalui serangkaian perundingan sultan mahmud badaruddin kembali ke palembang dan naik tahta pada  juli 1813 sebelum kembali dilengserkan pada agustus 1813 sementara itu, mayor robinson ditahan dan dipecat oleh raffles karena mandat yang diberikan tidak sesuai dengan yang diberikan
            Sementara perlawanan sultan mahmud badaruddi bersama rakyat yang menggunakan stategi perang bergerilya dengan ketangkasan dan kecerdasannya serta pemahaman terhadap medan perang akhirnya mampu memaksa inggris untuk mundur dan kalah. Inggris pun mengakui kedaulatan palembang sebagai kesultanan.

Konflik sultan mahmud badaruddin ll dengan belanda dimulai sejak ditandatangani perjanjian london antara belanda dan inggris yang membuat inggris menyerahkan daerah koloni di nusantara kepada belanda termasuk palembang, serah terima dilakukan 2 tahun kemudia tepatnya pada tanggal 19 agustus 1816 oleh jhon fendall sebagai pengganti raffles.
            Setelah serah terima kekuasaan belanda mengangkat Herman Warner Muntinghe sebagai komisaris di Palembang. Tindakan pertama yang dilakukannya adalah mendamaikan kedua sultan, Sultan mahmud badaruddinm II dan Husin Diauddin. Tindakannya berhasil, Sultan Mahmud Badaruddim II berhasil naik takhta kembali pada 7 Juni 1818. Sementara itu, Husin Diauddin yang pernah bersekutu dengan Britania berhasil dibujuk oleh Muntinghe ke
batavia sebelum akhirnya dibuang ke cianjur.
            Mutinghe melakukan penjajahan ke pedalaman wilayah kesultanan palembnag dengan alsan untuk inventarisasi wilayah, karena pada dasarnya hanya untuk menguji kesetiaan sultan mahmud badaruddin ll dan karena ketidak percayaan mutinghe kepada sultan mahmud badaruddin ll. akan tetapi didaerah muara rawas mutinghe dan pasukannya diserang oleh pengikut sultan mahmud badaruddin ll. Setelah kembali mutinghe bermaksud memaksa kesultanan palembang agar menyerahkan putra mahkota dengan maksud sebagai jaminan agar kesultanan palembang selalu setia terhadap  pemerintah belanda, namun sampai habis batas penyerahannya kesultanan palembang tidak menyerahkan putra mahkota dan sultan mahmud badaruddin menyerang belanda yang didasari oleh sikap belanda yang terlalu mencampuri urusan kesultanan dan mengekang kesultanan agar tunduk kepada belanda, sikap ini lah yang menyebabkan sultan mahmud badaruddin dan kesultanan palembang beserat rakyat menyatakan perang terhadap belanda.
            Pertempuran dengan belanda melawan kesultanan palembang pecah pada tanggal 12 juni 1819. Yang dikenal dengan pertempuran mmenteng yang merupakan pertempuran terdasyat karena banyak korban berjatuhjan dari pihak belanda. Pertempuran terus berlanjut akan tetapi karena kuatnya pertahanan palembang yang sulit ditembus dan banyaknya korban dipihak belanda maka belanda memutuska kembali ke batavia dengan membawa kekalahan.

            Sekembalinya ke batavia dan memberitahuka keadaaan peperangan ke pemerintah di batavia , gubernur jendral belanda saat itu yaitu gubernur jendral G.A.G.ph van der capellen mengadakan perundingan dengan laksamana constantijn johan wolterbeek dan mayjen hendrik markus de kock yang membahas tentang kesultanan palembang yang sangat sulit ditakhlukan oleh belanda. Akhirnya diputuskan untuk kembali menyerang palembang. Maka belanda mengirimkan ekspedisi ke palembang dengan kekuatan penuh, tujuannya adalah menggulingkan sultan mahmud badaruddin ll dan menguasai palembang secara penuh, dan mengganti sultan mahmud badaruddin dengan pangeran jayadiningrat yang didukung oleh belanda, kerena belanda beranggapan selama sultan mahmud badaruddin masih berkuasa maka palembang tidak akan pernah bisa dikuasai seluruhnya dan itu berarti belanda tidak bisa menjangkau jalur perdagangan di pulau bangka yang menjadi wilayah dari kesultanan palembang.
            Kabar bahwa belanda mengirimkan pasukan ekspedisi ke palembang telah didiengar oleh sultan mahmud badaruddin ll, ia telah mengira akan ada serangan balik, maka ia mempersiapkan pertahanan yang tangguh di beberapa tempat disungai musi sebelum masuk ke palembang dengan dibuat benteng-benteng pertahanan yang dikomandani oleh keluarga sultan.
            Pada tanggal 21 oktober 1819 pecah pertempuran di sungai musi antara belanda yang dipimpin oleh wolterbeek dengan kesultanan palembang yang dipimpin sendiri oleh sultan mahmud badaruddin. Terjadi tembak menembak meriam dikedua belah pihak. Hingga wolterbeek menghentikan pertempuran dan memutuskan kembali ke batavia.
            Setelah pertempuran pertama pada tanggal 21 oktober 1819 sultan mahmud badaruddin ll mengangkat anaknya pangeran ratu menjadi sultan di kesultanan palembang dengan gelar ahmad najamuddin lll, hal ini dilakukan karena sultan mahmud badaruddin ll hanya ingin terfokus untuk melawan belanda dan mengusirnya dari tanah palembang dan tidak diganggu oleh urusan kesultanan palembang.
            Namun persiapan benteng dan pertahanan sultan mahmud badaruddin ll di sungai musi sudah diketahui oleh belanda melalui mata-matanya yang ternyata adalah dari kalangan bangsawan dan orang arab di palembang. Hal ini menyebabkan belanda mempersiapkan pasukan yang besar dalam rangka menghadapi kesultanan palembang. Maka padsa 16 mei 1821 belanda dibawah pimpinan de kock memasuki sungai musi, dan pertempuran baru terjadi pada tanggal 11-20 juni 1821. Disaaat ini belanda kembali mengalami kekalahan, akan tetapi hal ini tidak menyurutkan semangat belanda, kembali belanda menyusul strategi dalam menghadapi kesultanan palembang. Hingga akhirnya pada tanggal 24 juni yang pada saat itu bertepatan pada bulan ramadhan belanda menyerang palembang pada dini hari. Terjadilah pertempuran hebat antara pemerintah belanda dengan rakyat palembang. Akibat serangan pada fajar tersebut palembang dapat dilimpuhkan namun belum dapat dikuasain sepenuhnya, baru pada tanggal 25 juni palembang jatuh ketangan belanda maka resmilah kolonialisme belanda di palembang.
            Setelah melakukan perlawanan dan menderita kekalahan akibat serangan tiba-tiba dari belanda maka palembang dapat dikuasai oleh belanda, dan sultan mahmud badaruddin ll dan keluarganya menjadi tawanan belanda. Pada tanggal 13 juli 1821 sultan mahmud badaruddin dan keluarganya dikirim ke batavia sebelum dipindahkan ke tarnate pada tanggal 26 september 1821 sampai sultan mahmud badaruddin ll meninggal di tarnate pada 26 september 1852. Sebagian keluarga sultan yang tidak tertangkap mengasingkan diri ke marga sembilan sambil melanjutkan perlawanan atas belanda waluapun tidak sehebat sultan mahmud badaruddin ll. Karena banyaknya perlawanan kesultanan palembang kepada belanda. Maka belanda membekukan kesultanan palembang.

Daftar pustaka.

1.      Tim Penulis."Pahlawan Indonesia". Media Pusindo
2.      Elizabeth T. Gurning, Amurwani Dwi Lestari (2000). Bumi Sriwijaya . Departemen Pendidikan nasional. Jakarta.
3.      Moeerwoto. Autobiografi Selaku Perintis Kemerdekaan. Jakarta: Dapartemen Sosial, 1984.
4.      Balai Pustaka.Sedjarah Perjuangan Pemuda Indonesia. Djakarta: Balai Pustaka,1963

Pangeran Antasari dan Perjuangannya

Giri Handito Mahatera SI3/A

Pangeran Antasari lahir di Kayu Tangi, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 1797 dengan nama aslinya Gusti Inu Kartapati. Dia dibesarkan dilingkungan kesultanan Banjar, Ayahnya bernama Pangeran Masohut (Mas'ud) sedang ibunya adalah Gusti Hadijah. Pangeran Antasari memiliki adik perempuan yang bernama Ratu Antasari (Ratu Sultan).
A. Pemunculan Pangeran Antasari dalam Sejarah Banjar dan Pemberontakan Muning
Daerah Muning terdapat di sepanjang Sungai Muning di daerah Benua Empat. Induk sungainya bermuara di Sungai Negara atau Bahan. Pada waktu itu Sungai Muning masih dalam dan mengalir sampai dengan lewat desa Lawahan. Benua Empat sesudah Benua Lima, merupakan gudang padi Kerajaan Banjar. Gerakan baru yang muncul di Benua Empat di sepanjang Sungai Muning Ternyata lebih berbahaya dibanding gerakan di Benua Lima. Kalau di Benua Lima senata ditujukan terhadap sultan, gerakan Muning selain menyatukan gerakan-gerakan rakyat di Benua Lima, Barito,Margasari,Martapura dan Tanah Laut, pukulan pertama langsung ditujukan terhadap tambang-tambang batu arang Belanda di Pengaron dan Banyu Irang, suatu pembunuhan terhadapa misionaris Kristen Belanda, dan pendudukan atas kota Kerajaan Martapura.
Semua ini adalah hasil pekerjaan seorang tokoh baru yang belum pernah dikenal sejarah sebelumnya, yaitu Pangeran Antasari. Kediaman beliau adalah di Antasan Senor Martapura, terhadap Pangeran Hidayat kedudukannya adalah sebagai paman. Dari pihak ibu ia bersepupu dengan Sultan Muda Abdurahman, ayah Pangeran Hidayat. Ia hanya memiliki sedikit tanah lungguh mulai dari Muara Mangkauk sampai daerah dekat Rantau, tanah ini menghasilkan f 400 (Gulden) dalam setahun, sebuah penghasilan yang kecil untuk ukuran keluarga bangsawan sepertinya, sehingga membuat ia tidak dikenal oleh rakyatnya.
Gerakan Muning di Benua Empat berpusat di kampung Kumbajau dekat Lawahan sekarang ini. Disitu tinggal seseorang yang buta bernama Aling dan puterinya yang bernama Saranti. Menurut berita Aling adalah orang yang telah selesai berlampah dan menjadi orang yang memiliki pengetahuan batin yang dalam. Aling mengawinkan puterinya dengan Dulasya, yang dianggap penitisan Pangeran Surianata, lalu Saranti menyebut dirinya Pyteri Junjung Buih, serta memberi gelar Panembahan pada Aling, Nuriman dengan gelar Ratu Keramat, suami Nuriman diberi gelar Khalifah Rasul, saudara tuanya Sambang diberi gelar Sultan Kuning, serta Usang dengan gelar Kindu Mui. Setelah kejadian itu seorang juru tulis di Martapura melapor ke residen bahwa telah datang seseorang bernama Lurah Titing kepada Pangeran Antasari, ia mengatakan bahwa di Muning telah dinobatkan seorang raja baru bergelar Sultan Kuning. Residen memerintahkan kepada Mangkubumi untuk memeriksa kebenaran berita ini, dan dipilihlah 3 orang utusan langsung ke Muning yaitu Pangeran Antasari, Pangeran Jantera Kesuma, dan Pangeran Syarif Umar.
Menurut Pangeran Jantera Kesuma, ketika mereka tiba di Muning telah terjadi pembicaraan rahasia antara Pangeran Antasari dengan Aling. Pembicaraannya yaitu Aling mengawinkan anaknya Puteri Junjung Buih dengan anak Antasari yang bernama Pangeran Mohamad Said tanpa hadirnya pengantin laki-laki. Dengan kawinnya puteri Aling dengan anak Pangeran Antasari maka resmilah dia masuk kedalam keluarga raja-raja Banjar dan tak seorangpun berani menangkapnya. Kebenaran tentang perkawinan inipun disaksikan oleh Kiai Gangga Suta, menurut dia, setelah perkawinan selesai Pangeran Antasari pulang ke Mangkauk untuk menunggu kedatangan 1000 orang pasukan Muning. Tujuan pertama adalah untuk memusnahkan tambang arang Pengaron dan kemudian ke Martapura untuk menangkap Sultan Tamjid.
Dengan adanya berita tersebut maka residen mengirim utusan kembali ke Muning untuk mengecek kebenaran berita itu, Pangeran Suriawinata sebagai Jaksa Kepala Banjarmasin yang mewakili residen sebagai utusan menuturkan memang telah ada sebelas kampung yang mengakui kekuasaan Aling dan Sultan Kuning yaitu Gadung, Alas, Rantau, Padang, Batang Hulu, Kandangan, Jambu Amandit, Bamban dan Pangambau. Ia juga melaporkan bahwa perbuatan di Muning atas dasar kepercayaan tradisional ini di dalangi oleh Sultan sendiri bukan Mangkubumi.
Pada 6 April 1859 Mangkubumi Mendapat surat dari sultan Tamjid yang isinya perintah langsung untuk Kiai Bangga dan Kiai Dipati untuk membuat lebih banyak kekacauan di Muning. Semua kekacauan ini nantinya harus dilimpahkan ke Mangkubumi, maka jelaslah sekarang siapa dalang atas semua kekacauan yang terjadi di Benua Empat. Sultan akhirnya mulai panik dari boomerang hasil pekerjaannya sendiri lalu residen menasihatinya untuk pulang ke Kraton Bumi Selamat di Martapura. Sebelum kembali ia sempat meminta bantuan kepada residen/Belanda sesuai pasal perjanjian bantuan, namun pihak residen tidak memberikannya karena dianggap belum perlu. Setibanya di kraton, Sultan Tamjid memanggil Pangeran Antasari untuk memberikan pertanggung jawaban, bila ingkar maka pangeran akan dihukum dengan berat. Ancaman ini diberikan dimuka umum, penaikannya menghadapi situasi ini ditunjukan lagi dengan cara memperkuat kraton dengan 500 orang pengawal bersenjata dan dimuka istana dipasang sebuah Meriam (eenponder). Sultan berusaha agar Mangkubumi berangkat ke Muning dan menenangkan suasana, namun ternyata Mangkubumi memberitahukan kepada residen bahwa ia tidak bisa ke Muning karena alasan bila berpuasa tak boleh bekerja. Dengan demikian maka semakin menjadi-jadilah rencana perlawanan rakyat dengan Pangeran Antasari sebagai motor pengerak dan penentu siasat. Ketegangan politik ditingkatkan dengan mengobarkan semangat anti sultan, dan gerakan rakyat disatukan dengan menggunakan nama dan kekuasaan Mangkubumi serta rasa anti Belanda ditumbuhkan dan diluapkan dengan ide dan perang sabil Islam memerangi orang kafir.
Lalu 4 april 1859 sultan meminta bantuan kembali kepada Belanda untuk yang kedua kalinya karena ia mendengar bahwa Pangeran Antasari akan menyerbu tambang batu arang Orangye Nassaudi Pengaron dengan pasukan 3000 orang prajurit, namun Belanda masih saja menolak dan menasehati sultan untuk kembali ke Banjarmasin bila ia merasa tidak aman di Martapura. Akhirnya Sultan pun meminta nasehat dari Mangkubumi, dan Mangkubumi menjawab pada 6 April 1859 bahwa pemberontakan rakyat bias diatasi jika :
a)      Mangkubumi diperintah dari residen untuk menyelidiki sebab kekacauan.
b)      Mangkubumi dapat member jaminan kepada rakyat kerajaan, bahwa segala keluhan dan keberatan-keberatan mereka akan didengarkan serta keinginan-keinginan mereka akan dipertimbangkan dengan adil dan bijaksana.
c)      Dari sultan ia mendapat pernyataan yang tuntas bahwa hanya Mangkubumi semata yang bertanggung jawab atas kekuasaan eksekutif, diperkuat dengan persetujuan tanda tangan residen.
Setelah memberikan nasehat tersebut, Mangkubumi pulang ke Martapura tanpa memperdulikan segala janji-janji dan nasehatnya tadi. Lalu dengan sepengetahuan Pangeran Hidayat persiapan rakyat untuk memberontak tambah matang dibawah pimpinan Antasari. Berita-berita bohongpun disebarkan diantaranya kekusaan Sultan kuning melemah, kekuatannya menurun menjadi 300-400 orang saja lalu ada berita juga mengatakan bahwa orang-orang muning di Mangkuak telah bubar, semua berita itu disebar untuk mengulur waktu agar kondisi persiapan semakin matang. Keadaan ini dibuat agar Sultan dan residen terlena dan mengira keadaan semakin membaik. Pangeran Aminollah yang bekerja sama dengan Antasari juga ikut menyebarkan berita di intern kerajaan bahwa akan pecah pemberontakan rakyat secara terang-terangan dan taktik inipun ternyata bermaksud mengumpan Belanda. Antasari lalu pergi ke Benua Lima bersama Kiai Adipati Anom Dinding Raja (Jalil) orang yang berpengaruh di Benua Lima. Disana banyak orang yang akhirnya mengikuti dia dan pasukannya pun bertambah kuat dengan jumlah kurang lebih 6000 pasukan. Hal itu membuat Sultan semakin gelisah lalu memberikan pengumuman kepada rakyat untuk bersiaga dengan persenjataan.
Pangeran Aminollah dimintai oleh belanda untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di Martapura, oleh Kommies Velden ia diminta untuk menangkap Kiai Adipati Anom Dinding Raja, sebaliknya Pangeran Aminollah berkata kepada Van Velden sebagai berikut :
1)      Bahwa seluruh lapisan rakyat kecil benci kepada Sultan Tamjid yang peminum dan pemadat itu,
2)      Bahwa Pangeran Hidayat ingin menaiki tahta karena kenyataanya Pangeran Antasari tidak mau,
3)      Ia menginginkan dikirimnya utusan ke Muning untuk menghalangi Panembahan Aling memperbesar pengikutnya,
4)      Ia sama sekali tidak menyetujui dikirimnya jaksa sebagai pegawai Belanda ke sana, karena ini berarti campur tangan belanda dalam urusan kerajaan,
5)      Kemudian residen menasehatkan agar residen meminta bantuan ke Jawa, sebab dalam bulan April atau Mei berikutnya akan terjadi pemberontakan yang bertujuan menjatuhkan Sultan Tamjid dari tahtanya, serta mengangkat Pangeran Hidayat atau penggantinya.
Pada 20 April 1859 Pangeran Aminollah kembali ke Martapura menunaikan tugas barunya, tetapi bukan tugas dari residen melainkan tugas penyelesaian rencana terakhir pemberontakan dan pemusnahan tambang batu arang Kalangan. Kemudian pada tanggal 28 April 1859 Pangeran Antasari beserta orang Muningnya berkumpul dan siap disekitar Pamaton untuk menyerang tambang batu arang Oranye Nassau, maka dengan demikian pecahlah Perang Banjar.
B. Pangeran Antasari dalam Perang Banjar
Pangeran Antasari beserta rakyatnya terus melakukan perlawanan terhadap Belanda dan pada tahun 1859 bulan Mei, Martapura dapat dikuasai seluruhnya. Menurut Haji Isya jaya Laksana, daerah-daerah Mesjid, Keraton, dan rumah residen diduduki oleh pasukan-pasukan sejumlah 500 orang, 3000 dan 250 orang. Mangkubumi Pangeran Hidayat sendiri tinggal di Karang Intan, tidak di Martapura.
Pangeran Antasari begitu besar pengaruhnya saat itu, ditunjukan dengan apabila Belanda ingin berunding dengan Mangkubumi harus melalui persetujuan Pangeran Antasari terlebih dahulu. Pada 13 Juni 1859 Martapura berhasil diduduki oleh belanda lagi karena Antasari memerintahkan pasukannya segera mengundurkan diri. Pasukan-pasukan ini terdiri dari orang-orang Muning, orang Benua Lima, dan orang Tanah Laut.
Dalam bulan Juni, dengan kekuatan 1000 orang prajurit, Antasari menyerang Martapura namun gagal dan dia mundur ke Amuntai di Benua Lima. Dia memerintahkan kepada tangan kanannya Gusti Napis untuk membangun benteng-benteng dan rintangan-rintangan untuk menutupi jalan-jalan ke Benua Lima. Namun di Benua Lima timbul pertikaian sikap antara Pangeran Hidayat dan Pangeran Antasari yang menyebabkan Pangeran Antasari memindahkan pusat kekuatannya ke daerah Dusun Atas, dimana kondisi alamnya sukar dimasuki dan tempat yang cocok untuk bergerilya.
Dalam bulan Oktober 1860 pangeran Antasari berpindah ke Muara Teweh, dimana tinggal pengikutnya yang paling berpengaruh yaitu Tumenggong Surapati. Antasari mengajak Kutai agar ikut mengadakan perlawanan terhadap Belanda, tetapi ditolak. Untuk mengatasi perlawanan Antasari di daerah Dayak ini, Belanda mengirim utusannya yang terdiri atas kapten Van de Velde dan Letnan Bangert dengan menumpang kapal Onrust, sebuah kapal uap kelas empat, dan tibalah kapal tersebut di Lontotuor pada 27 Desember 1860. Mereka dating untuk membujuk Temenggong Surapati untuk berkhianat namun mereka tidak mengetahui bahwa Pandu kapal tersebut masih ada jalinan saudara dengan Surapati. Mereka tidak tahu kalau Pandu kapal mereka akan membawa kapal itu ke mulut singa. Setelah selesai perundingan dengan Surapati mereka bersiap untuk kembali, namun perahu-perahu pantai orang Dayak berluncuran kearah kapal Onrust dengan muatan 600 orang prajurit, memanfaatkan kelengahan Belanda kemudian menyerang dan menjarah kapal. Opsir-opsir Belanda tersebut pun tewas semua kecuali Haji Mohamad Taib seorang Pandu kapal yang merupakan saudara Surapati dan seorang lagi pelayan Belanda. Setelah semua barang yang dianggap penting telah diambil semua termasuk meriam, lalu kapal tersebut di tenggelamkan.
Dengan sepucuk meriam tersebut didirikanlah benteng di Lontotour yang berguna merusak iring-iringan kapal Belanda yang menuju daerah tersebut. Akibat besarnya kekalahan Belanda oleh tindakan-tindakan Antasari maka, atas kepalanya hidup atau mati yang semula berharga 5000 gulden naik menjadi 10.000 gulden. Ketika 22 Februari 1860 benteng di Lalay jatuh ketangan belanda maka Antasari dan Surapati menyingkir ke pedalaman, lalu bulan Juli Pangeran Antasari turun melalui Sungai Ayu dan tiba diantara Karau, lalu membuat benteng di Ringkan Kattan. Namun benteng ini tidak bertahan lama karena pada 19 Agustus Belanda dapat menguasainya dan Antasari kembali menyingkir ke daerah Tabalong. Pasukan Antasari mengalami masa sulit dengan kekurangan uang, pangan, dan peluru serta mesiu. Namun antasari tetap berjuang terbukti dengan surat Tumenggong Surapati kepada pembesar Kutai tertanggal 10 Oktober 1860.
Sepanjang tahun 1861 Antasari tinggal di daerah Dusun Atas, di Gunung Tongka pada sungai Montallat dibangunnya sebuah benteng besar, bantuan dating dari Kerajaan Pasir berupa senjata dan mesiu. Dengan adanya markas ini Belanda merasa terancam, disamping benteng itu memudahkan Antasari untuk mendapat bantuan dari Kalimantan Timur. Belandapun melakukan penyerbuan yang pertama namun gagal, lalu mereka mencoba lagi pada tanggal 8 November 1861. Benteng ini dipimpin oleh Pangeran Antasari, Tumenggong Surapati, Gusti Umar, dan lain-lain. Persenjataan amat sederhana, di samping senjata tajam tradisional, terdapatkira-kira 100 pucuk senapan, 15 buah lila dan pemuras, dengan bendera pertempurannya berwarna kuning sebagai warna keramat para raja. Didalam benteng terdapat 1000 orang sedang belanda membawa 260 orang tentara dipimpin kapten Van Vloten, lalu dibantu Raja Bugis Pegatan dengan 360 orang, temenggung Suta Ono dari daerah Paju Epat, Kiai Ronggo , orang-orang Sihang Patai 320 Orang, dibantu dengan sebuah howitzer dan sebuah mortar.
Penyerangan hari pertama Belanda dipukul mundur dan kapten Van Vloten tewas tertembak, namun karena takut terkepung dan kekurangan makanan, bentengpun ditinggalkan oleh Antasari. Dari Tongka antasari kembali ke Teweh sambil memperluas kekuasaannya ke daerah Kapuas Atas. Kepala Kota Tumbang Muroi Temenggung Tundan menjadi pengikutnya. Untuk memperkuat kedudukannya seorang cina pengikutnya bernama Liem A Sing, mendirikan benteng di teluk Timpa sehingga jalan ke Tumbang Muroi dapat dikuasai. Oleh Belanda benteng diteluk Timpa ini berhasil dikuasai pada bulan September tahun 1862. Temenggong Tundan tetap bertahan dibukit Batang Sulil. Dengan ditangkap dan diasingkannya Pangeran Hidayat perlawanan rakyat agak kendur, tetapi Pangeran Antasari tetap mengobarkan semangat perlawanan. Belanda mengirim Temenggung Suta Ono untuk menghasut rakyat namun gagal, lalu mereka mendirikan benteng di Montallat yang dijaga oleh pasukan Bakumpai.
Antasari menjawab tantangan belanda tersebut dengan mendirikan 7 buah benteng secara serentak di Teweh, selain itu semua kepala dusun yang berpengaruh dari Kapuas dan Kahayan Atas dikumpulkan, terlebih lagi pangeran Nata dari Kutai memihak kepadanya pula.
Kepada Gezaghebber Belanda di Muara Bahan (Bakumpai) ia mengirim surat yang isinya antara lain :
a)      Bahwa ia menolak pengampunan yang diajukan Belanda kepadanya, karena ia menyadari terlalu banyak berbuat untuk meminta pengampunan.
b)      Bahwa ia tidak percaya kepada janji-janji yang diberikan orang-orang Belanda gajian yang ada di Banjarmasin dan menganggap itu hanya tipu muslihat belaka.
c)      Hanya ada satu jaminan untuk damai, yaitu diserahkannya Kerajaan Banjarmasin atau terus berperang.
d)     Bahwa ia sama sekali tak percaya akan Belanda, mengingat akan peristiwa Pangeran Hidayat yang walau sekalipun sudah terjamin kedudukannya dengan kontrak-kontrak, masih ditipu Belanda
Maksud dari surat menyurat ini hanyalah mengulur waktu untuk mempersiapkan penyerbuan ke benteng Belanda di Montallat, di Junjung Ulu dengan empat bentengnya. Dari Kutai Pangeran Antasari menerima lagi bantuan-bantuan peluru dan mesiu. Saying rencana ini tertunda karena pasukan ini terkena wabah cacar. Ia sendiri meninggal dunia pada 11 Oktober 1862 di Bayan Begak. Pangeran Antasari sampai akhir hayatnya tetap memerintahkan keturunannya meneruskan perlawanan terhadap Pemerintah Belanda, dengan semboyannya "Haram masyarah, waja sampai kaputing".

DAFTAR PUSTAKA
Mirnawati.2012.Kumpulan pahlawan Indonesia Terlengkap.Jakarta:Penebar Swadaya Group.
Idwar, M. saleh.1993.Pangeran Antasari.Jakarta : Proyek Inventaris dan Dokumentasi Sejarah Nasional.