lahirnya negara singapura


Siska Maulana Putri / SAT

1.      Lahirnya Nama Singapura
Singapura nama resminya adalah Republik Singapura, merupakan sebuah negara pulau di lepas ujung selatan Semenanjung Malaya, 137 kilometer (85 mil) di utara khatulistiwa di Asia Tenggara. Negara ini terpisah dari Malaysia oleh Selat Johor di utara, dan dari Kepulauan Riau, Indonesia oleh Selat Singapura di selatan. Singapura adalah pusat keuangan terdepan keempat di dunia dan sebuah kota dunia kosmopolitan yang memainkan peran penting dalam perdagangan dan keuangan internasional. Pelabuhan Singapura adalah satu dari lima pelabuhan tersibuk di dunia.[1]
Dengan kemajuan yang di alami oleh Singapura sekarang ini. Singapura ternyata juga mengalami masa-masa yang kelam. Singapura dulunya perna menjadi  bagian dari kerajaan Sriwijaya, yang merupakan salah satu kerajaan yang paling berjaya di Nusantara. Singapura sendiri pada awalnya bernama "Temasek" alias Kota Laut karena kondisi            geografisnya. Terletak di titik pertemuan jalur perjalanan laut di ujung Semenanjung Malaya, Singapura telah lama dikunjungi berbagai kapal, mulai dari kapal China, kapal dagang India, dan Arab, kapal-kapal perang Portugis sampai kapal layar Bugis.
Pada abad ke-14, Temasek mendapatkan julukan baru. Menurut legenda, Sang Nila Utama yang merupakan Pangeran dari kerajaan Sriwijaya, sedang berburu dan ia melihat seekor hewan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ia menganggap ini sebagai sebuah pertanda baik, ia kemudian mendirikan sebuah kota di mana hewan itu di temukan, dan menamainya "Singapura" atau "Kota Singa" yang berasal dari bahasa Sansekerta "Simha" (singa) dan "Pura" (kota). Dalam perkembangan selanjutnya Inggris memiliki peran dan pengaruh besar terhadap Kota Singapura.[2]
2.      Masuknya Bangsa Eropa ke Singapura
Pada abad ke-17 Belanda telah menguasai kebanyakan pelabuhan utama di Kepulauan Melayu. Dan telah memonopoli semua perdagangan rempah-rempah yang pada saat itu merupakan bahan perdagangan yang penting bagi dunia Internasional dan Nusantara. Penjajah Eropa yang lain seperti Protugis, Spanyol dan Inggris, cuma mempunyai hak perdagangan yang kecil.
Dengan begitu kecilnya hak perdagangan yang di miliki oleh Inggris, membuat mereka ingin mendirikan pelabuhan sendiri di Selat Malaka. Pelabuhan Inggris yang sudah ada seperti Pulau Pinang terlalu jauh dari Selat Melaka sedangkan Bengkulu menghadap Selat Sunda. Hal ini membuat Inggris tidak puas, pada tahun 1818 Sir Stamford Raffles yang telah dilantik menjadi gubernur di salah satu pelabuhan Inggris yaitu di Bengkulu, Sumatera. Memulai penjelajahan untuk menemukan daratan yang akan di jadikan sebagai pelabuhan Inggris selanjutnya.
Pada 29 Januari 1819 Raffles berhasil mendarat di Singapura. Dia menjumpai sebuah perkampungan Melayu kecil di muara Sungai Singapura yang diketuai oleh seorang Temenggung Johor. Pulau itu dikelola oleh Kesultanan Johor tetapi keadaan politiknya tidak stabil. Pewaris Sultan Johor, Tengku Abdul Rahman dikuasai oleh Belanda dan Bugis. Raffles kemudian mengetahui bahwa Tengku Abdul Rahman menjadi sultan hanya karena kakandanya, Tengku Hussein tidak ada semasa ayahnya meninggal dunia. Menurut adat Melayu, calon sultan perlu berada di sisi sultan sekiranya ingin dilantik menjadi sultan.[3]
Hal ini di manfaatkan oleh Inggris untuk mendekati Tengku Husein. Lalu Tengku Husein serta Raffles pada tanggal 6 febuari 1819 mengadakan perjanjian yang isinya adalah apabila Inggris diperbolehkan mendirikan pelabuhan terbuka di Singapura, maka Tengku Husein akan di bantu menjadi Sultan namun dengan syarat membayar iuran tahunan kepada Tengku Husein. [3]
. Terletak di ujung Semenanjung Melayu, Singapura merupakan titik pertemuan alami rute pelayaran, pulau ini juga berfungsi sebagai pusat perdagangan berbagai kapal laut yang berkembang pesat
Perjanjian ini di buat oleh Inggris dikarenakan posisi strategis yang di miliki oleh Singapura. Singapura terletak di ujung Semenanjung Melayu, dan merupakan titik pertemuan alami rute pelayaran. Dengan kondisi geografis ini lha maka Inggris ingin menjadikan Singapura sebagai pelabuhan bebas dan membuat Singapura menjadi pusat perdagangan.
Namun hal ini tidak lama di nikmati oleh Inggris, karena mereka mendapat masalah dengan Belanda. Belanda merasa bahwa Inggris telah mengambil wilayahnya. Sehingga terjadi konflik antara Inggris dan Belanda. Pada awalnya Inggris merasa bersalah tapi kemudian dengan kondisi geografis yang dimiliki Singapur dan kemajuan yang dimilikinya. Memubuat Inggris berubah fikiran dan tidak mengacuhkan apa yang menjadi tuntutan Belanda terhapat Singapura.
Status Singapura sebagai hak milik Inggris dikukuhkan dengan ditandatanginya Perjanjian Inggris-Belanda 1824 yang mana Kepulauan Melayu terbagi atas pengaruh dua kuasa. Kawasan utara termasuk Pulau Pinang, Melaka dan Singapura sebagai kawasan pengaruh Inggris sedangkan kawasan di sebelah selatan di bawah pengaruh Belanda. Pada tahun 1826, Singapura bersama-sama dengan Pulau Pinang dan Melaka tergolong pada satu pemerintahan yaitu negara-negara Selat.[3]
Singapur tidak hanya menjadi incaran Inggris tetapi juga Jepang pada saat Perang Dunia II. Di karenakan disana terdapat pangkalan militer utama milik pihak sekutu namun yang paling utama adalah faktor ekonomi yang di miliki oleh Singapura.
Jepang pertama kali tiba di Kelantan tepatnya di Kota Bharu pada tanggal 8 Desember 1941. Baru saja pendaratan di lakukan oleh Jepang, Jepang telah menenggelamkan dua kapal perang pihak Inggris yakni kapal perang HMS Repulse dan kapal perang HMS Prince of Wales.. Yang biasanya di gunakan oleh Inggris untuk melindungi daerah sekitarnya. [3]
Tentara Jepang terus bergerak untuk mengusai Tanah Melayu. Membuat Inggris mundur sampai ke selatan Singapura.  Pada tanggal 31 Januari 1942 Jepang telah berhasil menguasai Tanah Melayu. Dan bersiap untuk menyerang Singapura, selepas beberapa pertempuran, Letnan-Jenderal Arthur Ernest Percival dan laskar-laskar Inggris menyerah kalah kepada Jendral Yamashita Tomoyuki pada Tahun Baru Imlek yaitu 15 Februari 1942. Lebih kurang 130.000 laskar India, Australia dan Inggris menjadi tahanan perang. Jatuhnya Singapura merupakan penyerahan kalah terbesar British dalam        sejarah.
Namun ketika Jepang kalah dalam perang Dunia II pada tahun 1945, dengan di bom atomnya Nagasaki dan Hirosima oleh sekutu membuat Jepang mengalami kekalahan dan menyerah kepada sekutu. Dengan kalahnya Jepang dalam Perang Dunia II, maka semua negara jajahannya di tinggalkan oleh Jepang termasuk Singapura. Inggris yang mengetahui Singapura telah di tinggalkan oleh pasukan Jepang, maka Inggris kembali mengambil alih negeri Singapura dan menjadikannya negara Kolonial Kerajaan Inggris.
3.      Proses Singapura menjadi Negara Merdeka
Dengan kedudukan Inggris di Singapura, namun Inggris tetap di memberikan kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan sendiri walaupun Singapura belum mencapai kemerdekaan. Namun mereka telah melakukan pemilihan untuk pertama kali pada tahun 1955, yang di menangkan oleh partai buruh David Marshall sebagai Ketua Menteri. Dalam pemerintahan David Marshall banyak terjadi konflik yang membuat pemerintahan pada saat itu tidak stabil.[4]
Pada tahun 1956, David Marshall berangkat ke London untuk membicarakan kemerdekaan Singapura. Namun hal itu tidak berhasil melihat begitu besarnya pengaruh komunis yang ada di Singapura. Tetapi Marshall tidak memperdulikan hal tersebut dan terus mendesak Inggris agar memberikan Kemerdekaan pada Singapura. Bahkan dengan mengancam apabila Inggris tidak memberikan ke merdekaan pada Singapura, maka ia akan meletakan jabatannya sebagai Ketua Menteri Singapura. Tetapi Inggris tidak memperdulikan ancaman dari Marshall, akhirnya Marshall terpaksa melepaskan jabatannya. Jabatan Marshall di gantikan oleh Lim Yew Hock.[4]
Pada masa kepemimpinannya, Lim terkenal sangat tegas kepada ketua-ketua kesatuan sekerja dan anggota-anggota Pro-Komunis. Namu Inggris mulai tambah tidak memperdulikan Singapura. Hal ini membuat Singapura mulai merapatkan diri kepada negara tetangga. Dan pada tanggal 31 Agustus 1963, singapura resmi bergabung dengan Federasi Malaysia bersama dengan Sabah dan Sarawak.
Dengan masuknya Singapura dalam Federasi Malaysia ini, maka sebagia masyarakat melayu di kirim ke Singapura untuk mengimbangi dengan masyarakat Tionghoa, masyarakat Bumiputera yang di kirim ke Singapura pun lebih di utamakan di bandingkan dengan masyarakat Tionghoa. Sehingga terjadi diskriminasi etnis, yang di lakukan pada etnis Tionghoa. Sehingga konflik-konflik antar etnis pun tidak dapat dihindarkan, kondisi demikian membuat keadaan Singapura semakin kacau.
Dengan kekacauan yang terjadi di Singapura membuat Federasi Malaysia mengeluarkannya dari Federasi tersebut pada tanggal 7 Agustus 1965. Namun siapa sangka dengan di keluarkannya Singapura dari Federasi Malaysia, membuat mereka dapat medeklarasikan kemerdekaan mereka pada tanggal 9 Agustus 1965. Dan Malaysia negara pertama yang mengakui singapura sebagai negara merdeka.[5]
Singapura mulai membangun dengan pesat dan menjadi sebuh negara yang sukses dari segi ekonomi. Ia mempunyai perhubungan dagang yang kuat dengan negara-negara di dunia Internasional, sebuah pelabuhan yang sibuk, dan di tambah lagi dengan PDB per kapita yang setara dengan negara-negara Eropa Barat yang telah lebih dulu maju.
Daftar Pustaka:
1.      http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Singapura
2.      http://www.anneahira.com/sejarah-negara-singapura.htm
3.      http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Singapura
4.      http://chaerulvacation.blogspot.com/2010/03/sejarah-berdirinya-repulik-singapura.html
5.      http://www.yoursingapore.com/content/traveller/id/browse/aboutsingapore/a-brief-history.html
6.      bastin. John. 2011. Singapura Tempo Doeloe. Kumunitas Bambu.

SELUK BELUK NEGARA LAOS


NORLIZA AVERA/SAT
Republik Demokratik Rakyat Laos adalah negara yang terkurung daratan diAsia Tenggara, berbatasan dengan Myanmar dan Republik Rakyat Tiongkok di sebelah barat laut, Vietnam di timur, Kamboja di selatan, dan Thailand di sebelah barat. Dari abad ke-14 hingga abad ke-18, negara ini disebut Lan Xang atau " Negeri Seribu Gajah". Motto Negara laos memiliki moto yaitu "perdamaian,kemerdekaan,demokrasi,persatuan,dan kemakmuran".. Mata uangnya Kip (LAK). Lagu kebangsaan laos yaitu pheng xat lao,bahasa resmi nya yaitu laos, sistem pemerintahan di Negara Laos yaitu negara Komunis yang dipimpin oleh Presiden dan Perdana mentri.
Sejarah Laos
Sejarah Laos pada awalnya didominasi oleh Kerajaan Nanzhao, yang diteruskan pada abad ke-14 oleh kerajaan lokal Lan Xang yang berlangsung hingga abad ke-18, setelah Thailand menguasai kerajaan tersebut. Kemudian Perancis menguasai wilayah ini pada abad ke-19 dan menggabungkannya ke dalam Indochina Perancis pada 1893. Setelah penjajahan Jepang selama Perang Dunia II, negara ini memerdekakan diri pada 1949 dengan nama Kerajaan Laos di bawah pemerintahan Raja Sisavang Vong.
Keguncangan politik di negara tetangganya Vietnam membuat Laos menghadapi Perang Indochina Kedua yang lebih besar (disebut juga Perang Rahasia) yang menjadi faktor ketidakstabilan yang memicu lahirnya perang saudara dan beberapa kali kudeta. Pada 1975 kaum komunis Pathet Lao yang didukung Uni Soviet dan komunis Vietnam menendang pemerintahan Raja Savang Vatthana dukungan Amerika Serikat dan Perancis. Setelah mengambil alih negara ini, mereka mengganti namanya menjadi Republik Demokratik Rakyat Laos yang masih berdiri hingga saat ini. Laos mempererat hubungannya dengan Vietnam dan mengendurkan larangan ekonominya pada akhir dekade 1980an dan dimasukkan ke dalam ASEAN pada 1997.
Sejarah awal   
Penghuni asli Laos adalah orang-orang Austroasiatik, yang hidup dari berburu dan meramu sebelum datangnya masa pertanian. Para pedagang Laos, yang cekatan dalam mengarungi sungai menggunakan kano, menggunakan jalur yang menembus pegunungan terutama sungai-sungai. Rute sungai yang paling penting adalah Mekong karena banyak anak sungainya memungkinkan para pedagang menembus jauh ke pedalaman, tempat mereka membeli hasil bumi seperti kapulaga, kapur barus, sticklac dan banyak makanan lainnya.
Kerajaan Lan Xang
Kerajaan Lan Xang (berarti: sejuta gajah) berdiri pada tahun 1353. Di bawah pemerintahan raja Fa Ngum kerajaan ini menguasai tidak hanya Laos modern, tetapi juga sebagian wilayah Thailand. Para penerusnya, terutama raja Setthatirat, pada abad ke-16 turut membantu mengukuhkan agama Buddha sebagai agama utama di negeri tersebut.
Pada abad ke-17, kerajaan ini memasuki masa kemerosotan, yang ditandai dengan perselisihan dinasti dan konflik dengan negara-negara tetangga[1]
Zaman Prasejarah Laos
       Lembah Sungai Mekong dan Dataran Tinggi Korat, yang mencakup bagian substansial Laos, Kamboja dan Thailand, yang dihuni selama 10.000 tahun yang lalu. Walaupun data ini terbatas budaya prasejarah, bukti-bukti menunjukkan bahwa produksi dan berlapis keramik perunggu dimulai di sini lebih awal daripada di tempat lain di dunia. Lembah Sungai Mekong dan Dataran Tinggi Korat, yang mencakup bagian substansial Laos, Kamboja dan Thailand, yang dihuni selama 10.000 tahun yang lalu.Walaupun data ini terbatas budaya prasejarah, bukti-bukti menunjukkan bahwa produksi dan berlapis keramik perunggu dimulai di sini lebih awal daripada di tempat lain di dunia. 
Banyak kelompok etnis di daerah-daerah, baik adat dan imigran milik Thailand linguistik keluarga-Austro. Di Laos, sebagian besar sub kelompok diidentifikasi dengan Thai-Kadai dan Hmong-Mien (Miao-Yao) keluarga linguistik. secara historis terdiri atas budaya Diaspora paling signifikan dari Cina Selatan dan Timur Tibet untuk Asia Tenggara. 
Pendahulu dari Laos saat ini datang ke selatan selama migrasi berkala sepanjang garis geo-grafis beberapa. Peta linguistik di Cina selatan, barat India Utara dan Asia Tenggara menunjukkan dengan jelas bahwa jalur akses utama dari sub kelompok Thailand (biasanya disebut sebagai 'Tai' oleh para sarjana) ke dalam apa yang sekarang Laos dan Thailand, adalah lembah-lembah sungai: dari Sungai Merah (Yuan Jiang) di Cina Selatan dan Vietnam ke sungai Brahmaputra di Assam dan Timur Laut India. Daerah dataran antara poin zona migrational menengah dan jauh lebih sedikit penduduknya. 
Salah satu zona antara tersebut adalah The lembah Sungai Mekong membagi Thailand dan Laos. Lainnya adalah Nam Ou, Nam Seriang dan lembah-lembah sungai lainnya di Laos modern. Antropologi Bukti linguistik menunjukkan bahwa bangsa Austro-Thai di Cina selatan dan Vietnam Utara mulai bermigrasi ke selatan dan ke barat di abad ke-8 Masehi. Kelompok-kelompok ini dibentuk pemerintah daerah sesuai dengan sistem tradisional mereka. Meuangs adalah kabupaten diperintah oleh seorang Meuang Jao, posisi turun temurun. Orang-orang Tai yang disukai mendasarkan meuangs mereka di lembah-lembah sungai, kadang-kadang mengelompokkan menjadi aliansi longgar. Sekitar mereka, dalam lingkaran konsentris sekitar, yang dikembangkan negara-negara bawahan kecil yang dikenal sebagai monthon, dari Mandela Sansekerta. Salah satu yang terbesar dari aliansi awal monthons dikembangkan di wilayah Dien Bien Phu di Vietnam. Sikhotabong, terletak di sisi Lao dari Mekong dekat Tha kaek hari ini, adalah salah satu monthons pertama yang diketahui[2]
Zaman Pengaruh India di Laos (Kerajaan Laos 1519 – 1836)
Semetara Kerajaan yang didirikan oleh keberanian pasukan Bayinnaung berada dalam perpecahan dan puteranya Nanda Bayin secara dalam terlibat dalam perang dengan Naresuen dari Ayut'ia, Kerajaan Laos, jauh dihulu sungai Mekong, telah mendapatkan kembali kemerdekaannya di bawah Nokeo Koumane. Ia diprokamirkan sebagai raja di Vientiane tahun 1591, dalam tahun berikut pasukannya mengalahkan perlawanan Luang Prabang dan menyatukan kembali keajaan itu. Juga Negara Tran Ninh, dengan ibu kotanya Chieng Kouang dekat Plain des Jars, mengakui kebangkitan kembali kekuatan kerajaan Laos dengan mengirim simbul tradisional ke istananya sebagai tanda kesetiaannya. Kebertulan, letaknya terapit di antara dua Negara yang lebih berkuasa dari padanya, Laos dan Annam, upeti dibayar untuk keduanya. Mungkin penting bahwa pengakuan kedaulatannya dar Vientiane disetujui setiap 3 tahun, Annam menerimanya setiap tahun. 
Nakeo Koumane memerintah hanya 5 tahun. Penggantinya adalah pernah sepupunya karena perkawinannya, Vongsa, yang memakai gelar T'ammikarat dan memerintah sampai tahun 1622. Pemerintahannya tidak berakhir dengan menyenangkan. Puteranya, Oupagnouvarat menjadi sangat populer dan mulai mendapatkan banyak kekuasaan atas pemerintahan hingga ayahnya yang iri hati itu mendorongnya ke dalam pemberontakan. Angkatan Perang membantu Pangeran mudah itu dan mengalahkan ayahnya dan membunuhnya. Setahun kemudian beliau sendiri lenyap dan negeri jatuh ke dalam serangkaian peperangan dinasti yang berlangsung sampai tahun 1637. Selama kurun waktu ini 5 orang memerintah, tetapi sejarah dinasti itu demikian kaburnya hingga sedikit saja diketahui tentang mereka. 
Persaingan perebutan tahta itu memuncak dalam tahun 1637, ketika Soulinga-Vongsa, salah seorang daripada penuntut dalam peang itu, mengalahkan saingannya dan merebut kekuasaan. Beliau membuktikan dirinya sebagai orang kuat yang diperlukan negeri yang terpecah-pecah itu. Selama pemerintahannya yang 55 tahun lamanya itu, bukan saja keamanan dalam negeri telah dipulihkan tetapi juga hubungan baik telah ditananamkan dengan semua Negara-negara tetangganya. Pemerintahannya yang kuat dan memberikan kerajaannya kehormatan karena kekuatannya cukup untuk melemahkan setiap yang akan menjadi agressor menanggung resiko bila menyerangnya. Dengan demikian beliau mampu merundingkan serangkaian pesetujuan dengan tetangganya mengenai penetapan pasti batas kerajaannya.
Sebuah catatan yang jelas tentang suatu kunjungan ke Vientiane selama pemerintahannya telah sampai pada kita dari pena seorang Belanda, van Vuysthof yang pergi ke sana tahun 1641 dari kantor dagang Belanda di Phnom Penh dengan dua orang pembantu. Gubernur Jenderal van Diemen di Batavia sangat ingin menguras sumber-sumber "negeri gulmac dan kemenyang" itu. Kesulitan dan bahaya perjalanan ke Mekong terjadi dari tanggal 20 Juli sampai 3 Nopember. Saudagar-saudagar diterima baik oleh raja di Pagoda That Luong dan diadakan pertunjukan tari-tarian yang ramai, pertarungan memakai tombak sambil menunggang kuda dan balapan perahu untuk menggebirakan mereka. Pengiriman sejumlah besa "gulmac" dan kemenyang telah dijanjikan. Van Vuysthof terkesan, berangkat tanggal 24 Desember, meninggalkan kedua pembantunya untuk kemudian menyusul dengan seorang utusan Laos dan hadiah-hadiah untuk van Diemen. Melihat singkatnya waktu berada di situ sulit untuk mengetahui berapa besar nilainya dikaitkan dengan pernyataannya tentang masalah Laos itu, khususnya karena catatannya tentang kenaikan Soulinga Yongsa penuh dengan variasi keterangan yang diberikan dalam catatan pribumi. Mengenai pemerintahan negeri itu, ia menyebut tiga orang menteri besar yang memegang kekuasaan tertinggi dengan raja. Pertama kepala Staf Angkatan Bersenjata dan Komandan Ibu Kota Vientiene. Van Vuysthof menyebutnya "Tevinia-Assean", yang rupanya menunjukkan Tian T'ala, puteri tiri raja, yang menjadi perdana menteri. Yang kedua Gubernur dari Nakhone, yang menjadi wakil raja di bagian selatan kerajaan yang meluas sampai keperbatasan Kamboja. Yang ketiga, menteri Istana, yang mengurusi utusan-utusan asing. Ada juga Mahkamah Tinggi, yang terdiri dari 5 orang anggota keluarga kerajaan, yang mengurusi masalah-masalah civil dan kriminil.
 Van Vuysthof adalah orang Eropa pertama yang telah mengunjungi Vientiene. Pengetahuannya tentang geography kerajaan itu tidak cermat dan tidak mengetahui tentang Buddha secara mendalam, tetapi laporan hariannya itu rupanya melukiskan gambaran yang dapat dipercaya mengenai kemakmuran kerajaan itu seperti juga jumlah dan indahnya pagoda-pagoda dan bangunan –bangunan keagamaan lainnya. Seperti bangunan lorong Buddha yang menarik peziarah-peziarah dari jauh dan luas.
 Seorang Eropa lain, Piedmontese Jesuit Father Giovanni-Maria Leria, tiba di Vientiene sesudah tahun kunjungan van Vuysthof. Ia mencoba, tetapi tanpa hasil, minta ijin membuka misi Kristen di negeri itu. Pendeta-pendeta Buddha menentang keras ketika ia merencanakan tinggal di situ selama 5 tahun. Memoirnya dipakai oleh Jesuit lain, Father Merini, sebagai dasar bagi bukunya, Relation nouvelle et curieuse des royaume de Tonquin et de Laos, yang diterbitkan di Paris tahun 1666. Tak ada sesuatu yang terjadi dari selingan yang tiba-tiba ini oleh orang Eropa ke dalam daerah yang tak dikenal di hulu Mekong itu. Sungai itu sendiri, dengan riam-riamnya, bagian-bagian yang sempit di mana-mana, merupakan halangan yang cukup untuk menegakkan perdagangan orang Eropa, dan Buddhisme bagi pemasukan missi Kristen. Jelasnya sebelum sampai tahun 1861, seorang pedagang penyelidik Henri Mouhot, telah menginjakkan kaki di kerajaan yang terpencil itu, dan ia pergi ke Luang Prabang dengan gerobag yang ditarik oleh sapi jantan yang telah dikebiri.
Hanya satu peperangan yang mengganggu kedamaian yang dalam yang dipelihara oleh tangan kuat Soulinga-Vongsa. Tahun 1651 Raja dari Tran Ninh menolak permintaannya untuk menyerahkan puterinya Nang Ken Chan, untuk dikawin. Setelah permintaan diajukan bekali-kali dengan hasil yang sama Soulinga-Vongsa mengirim satu detasmen pasukan, tetapi dapat dipukul mundur. Kemudian sebuah expedisi yang lebih kuat dikirim yang merebut ibu kota. Chieng Khouang, dan memaksa raja menyerah. Peristiwa yang tak menyenangkan ini menyebabkan pertentangan yang lama dan mencelakakan antara kedua Negara itu yang berlangsung sampai abad XIX. Lepas daripada ini pemeintahan raja-raja Laos terbesar terutama dibedakan oleh hasil penting yang dicapai kebudayaan tradisional negeri itu. Musik, arsitektur, patung, lukisan, kerajinan emas dan perak, kerajianan menganyam keranjang dan pertenunan, semuanya berkembang[3]
            Bahkan, tetapi seorang raja seperti Soulinga-Vongsa, tak dapat menjamin kelanjutan stabilitas itu setelah mengkatnya. Satu-satunya puteranya, putera mahkota, menodai isteri Kepala Persatuan Pelayan Istana, tindakan kriminil itu dihukum dengan hukuman mati. Ketika Mahkamah Kerajaan menjatuhkan hukuman mati pada pemuda itu, ayahnya menolak mencampuri jalannya persidangan. Hasilnya adalah bahwa ketika raja mangkat tahun 1694, pewaris langsungnya, cucu-cucunya Raja Kitsarat dan Int'asom, terlalu muda untuk memerintah, dan perdana menteri yang sudah tua, Tian T'ala merebut tahta.
[3]Ips, kelas VIII, Nana supriatina, Grafindo,2006.hal26.