EGI SEPTIA WINDARI / PIS
Sejak masa pemerintahan Van Der Capellen, pemerintah Belanda sudah berusaha untuk memperbaiki keuangan di Hindia Belanda. Usaha tersebut semakin mendapat hambatan akibat persaingan perdagangan dengan Inggris. Dalam perdagangan samudra, Inggris telah mengungguli perdagangan Belanda. Di kawasan Selat Malaka, pedagang-pedagang Inggris sudah menggantikan pedagang-pedagang Belanda.
Berdirinya Singapura pada tahun 1819, menyebabkan peranan Batavia semakin
merosot sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara Kepulauan. Perjanjian Inggris-Belanda tahun 1824 (Konvensi London) memyebabkan Inggris masuk ke kawasan itu untuk seterusnya. Barang-barang buatan Inggris menyaingi barang-barang Belanda, Termasuk yang dikonsumsi di Jawa.
Di kepulauan Nusantara sendiri, Belanda juga sudah kehilangan banyak perdagangan pulau karena diambil pedagang-pedagang Bugis dan Cina. Kekuasaan Belanda terhadap perdagangan di luar Pulau Jawa telah diungguli oleh kekuatan ekonomi Cina. Kegiatan kegiatan perkapalan dan perdagangan Belanda di Asia Tenggara dan di tempat-tempat lain juga sudah merosot sekali. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan jatuhnya harga kopi yang hebat dalam tahun-tahuan 1820- an disebabkan oleh masa meleset di Eropa. Karena kopi merupakan andalan pendapatan utama bagi Belanda, maka jatuhnya harga kopi tersebut memberi pukulan bagi pemerintah Hindia Belanda.
Program-program yang dipraktekkan antara tahun 1819 hingga tahun 1824 guna meningkatkan pendapatan dari Jawa, semuanya mengalami kegagalan. Setelah beberapa lama sistem liberal dari Raffles diterapkan oleh Belanda, juga tidak memperbaiki kondisi Indonesia. Petani-petani Indonesia tidak mampu menggunakan kebebasan bertanam itu untuk menyelesaikan krisis keuangan di Indonesia.
Di Eropa keadaan Negeri Belanda tidak jauh berbeda dengan keadaan Negaranegara yang dikuasai Perancis. Belanda sudah kehilangan peranannya sebagai distributor hasil-hasil Eropa dan Asia Tenggara. Setelah era Napoleon, Perancis mampu mengembangkan perusahaannya sendiri sehingga tidak mengalami ketergantungan lagi. Di negeri itu semakin ada kecenderungan tidak mau menggunakan Belanda sebagai pedagang perantara. Pada tahun 1830 negeri Belanda pecah karena perlawanan orang-orang Belgia. Perang saudara yang meletus itu berlangsung beberapa tahun lamanya dan menyebabkan keruntuhan keuangan Belanda dan berakhir dengan kemerdekaan Belgia. Dengan adanya peristiwa-peristiwa ini, maka dilaksanakanlah Culturstelsel (Sistem Tanam Paksa) sebagaimana yang telah direncanakan oleh van den Bosch, yang dianggap sebagai satu-satunya jalan untuk mengatasi keuangan Belanda itu.
Dalam sepuluh tahun pertama, Culturstelsel ternyata berhasil baik. Dalam tahun 1831 saja, van den Bosch sudah dapat menyehatkan anggaran belanja. Kondisi tersebut menyebabkan kekurangan dana dapat diatasi, bahkan setelah itu mulai terjadi kelebihan anggaran. Keadaan itu mungkin berjalan terus dan taraf hidup rakyat Indonesia tentu akan bertambah baik jika sekiranya tidak terjadi pemberontakan Belgia. Pemberontakan tersebut sekali lagi menyebabkan terjadinya krisis keuangan lagi. Hal ini menyebabkan penghasilan Culturstelsel harus bertambah besar guna mengatasi krisis tersebut. Andaikata tidak terjadi pemberontakan Belgia, pemerintah Belanda tentu sudah mendapatkan keuntungan besar.
Rencana untuk memeras ekonomi Indonesia dilakukan dengan kedok agama dan adat-istiadat rakyat, dan hubungannya dengan pejabat-pejabat tradisional seperti raja, bupati, wedana maupun lurah. Kedudukan para pejabat tradisional itu digunakan oleh Belanda untuk memaksa rakyatnya bekerja sesuai dengan kehendak Belanda. Sebagai imbalannya, para pejabat tradisional itu diberi sebagian dari hasil yang diserahkan, makin besar yang diserahkan makin besar pula preminya. Untuk mengatur hubungan kerja tersebut, maka dibuat perjanjian tentang pengaturan tenaga dan tanaman yang dikehendaki oleh Belanda. Setiap pejabat tradisional akan mendapat persen dari perjanjian tersebut. Rakyat patuh pada mereka, sebab mereka punya kharisma karena agama dan adat-istiadat. Jika diperintah oleh para pejabat tradisional maka tidak mungkin memberontak kepada Belanda. Mula-mula pelaksanaan sistem tersebut dimulai dari penanaman tebu, nila , dan kopi. Karena hasil tanaman tersebut sangat memuaskan, maka macam tanamannya diperluas dengan lada hitam, tembakau, teh, kina, kayu manis, murbai, kapas dan kemudian padi juga. Tanaman di Jawa diawasi sendiri oleh tenaga-tenaga Belanda. Sedang tanaman di luar Pulau Jawa dipercayakan kepada pejabat-pejabat setempat. Mengenai Culturstelsel ini, Hall menyatakan bahwa dalam beberapa hal, sistem itu merupakan sistem lama tentang penyerahan paksa dan pengangkutan dalam bentuk yang baru.
Pendapat-pendapat yang lebih liberal mengatakan bahwa sistem itu pada awalnya sangat menjanjikan. Namun setelah Culturstelsel dijalankan tidak sesuai dengan pokok-pokok sistem Tanam Paksa itu, sehingga sangat merugikan bangsa Indonesia. Sebaliknya Belanda mendapat keuntungan yang sangat besar. Jika diamati lebih lanjut, ternyata pada pelaksanannya semua unsur yang ada dalam rencana Culturstelsel, terutama yang dianggap menghambat pengasilan Belanda,
sejak awal sudah disingkirkan. Yang penting, Indonesia harus bisa menyelamatkan keuangan Belanda.
Dengan praktek pelaksanaan seperti itu, maka uang dari Indonesia mengalir ke Negeri Belanda untuk menolong negeri itu dari kehancuran ekonomi. Di samping itu, uang tersebut juga digunakan untuk membina sarana dan prasarana di Negeri Belanda, seperti perbaikan jalan kereta api. Walaupun uang berlimpah-limpah namun Indonesia tetap miskin dan rakyatnya sengsara. Culturstelsel itu semakin ditingkatkan untuk membangun negeri Belanda.
Paksaan semakin ditingkatkan pula sehingga rakyat Indonesia semakin tertekan. Hampir semua kelebihan dari keuntungan para penanamnya (batig saldo) dikirim ke Negeri Belanda, sehingga Culturstelsel juga disebut politik batig saldo. Dalam tahun 1832 peraturan ekspor diperketat, penjualan hasil kepada Belanda ditekan serendah mungkin atau harus ditentukan oleh Belanda. Sebaliknya, rakyat tidak boleh menjual hasil buminya kepada pedagang lain.
Pada tahun 1834 van den Bosch pulang ke Negeri Belanda, namun penggantinya yang konon berpaham liberal, ternyata tetap melanjutkan pemerasan di Indonesia. Ternyata Culturstelsel menyebabkan rakyat Indonesia menjadi semakin miskin, sehingga di beberapa daerah yang kurang subur mulai diserang bahaya kelaparan. Satusatunya daerah yang tidak menderita hanyalah di Pasuruan, sebab hasilnya berlimpah sehingga para penanam mampu membayar buruh sawah yang mengerjakan tanahnya.
Di sisi lain, keuangan Hindia Belanda berlimpah, bahkan mampu menyelesaikan krisis keuangan Negeri Belanda. antara tahun 1830-1877. Lebih dari 900 juta golden mengalir dari Indonesia ke Belanda. Dengan uang itu Belanda mampu membayar hutangnya kepada Inggris, mengganti uang yang dihabiskan dalam perang dengan Belgia.
SUMBER:
Djaja. Wahjudi,2010. Sejarah program ilmu pengetahuan sosial untuk SMA/MA, Klaten : Intan Pariwara
Matroji, 2006. Sejarah SMP jilid 2 untuk kelas VII, Jakarta: Penerbit Erlangga