TRAGEDI REFORMASI DI INDONESIA

EGGI MAKHASUCI / SI5


A.    BERAKHIRNYA PEMERINTAHAN ORDE BARU
Keberhasilan Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus diakui sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa Indonesia. Di tambah dengan meningkatnya sarana dan prasarana fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.Namun, keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan pembangunan mental ( character building ) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat keamanan maupun pelaku ekonomi (pengusaha / konglomerat). Kalimaksnya, pada pertengahan tahun 1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya (bagi penguasa, aparat dan penguasa)
1.      Munculnya Reformasi
Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.
2.      Krisi Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa "Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR". Pada dasarnya secara de jore (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya :
•   UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum
•   UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR
•   UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
•   UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum
•   UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi, tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi dan situasi Politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan Presiden.
Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda. Menjelang akhir kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan korban jiwa. Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak. Golkar yang meraih kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 – 2003. Sedangkan di kalangan masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat untuk menolak kembali pencalonan Soeharto sebagai Presiden. Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada kepemimpinan Presiden Soeharto yang dating dari para mahasiswa dan kalangan intelektual.
3.      Krisi Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.
4.      Krisi Ekonomi
Krisi moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja. Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional.Memasuki tahun anggaran 1998 / 1999, krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi yang lainnya. Kondisi perekonomian semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat. Untuk mengatasi kesulitan moneter, pemerintah meminta bantuan IMF. Namun, kucuran dana dari IMF yang sangat di harapkan oleh pemerintah belum terelisasi, walaupun pada 15 januari 1998 Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF.
Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri. Utang Luar Negeri Indonesia Utang luar negeri Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika Serikat. Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet. Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
            Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni di Jakarta.Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris, karena pemberitaan yang berasala dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan berita-barita yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang, halaman, walaupun yang memberitakan itu pers daerah.
5.      Krisi Kepercayaan
Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi para mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula damai itu berubah menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan.Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei 1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden.Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana Negara.
B.     PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI PADA MASA REFORMASI
1.      Munculnya Gerakan Reformasi
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi, pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan, terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan hukum. Buah perjuangan dari reformasi itu tidak dapat dipetik dalam waktu yang singkat, namun membutuhkan proses dan waktu. Masalah yang sangat mendesak, adalah upaya untuk mengatasi kesulitan masyarakat banyak tentang masalah kebutuhan pokok (sembako) dengan harga yang terjangkau oleh rakyat.
Sementara itu, melihat situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin tidak terkendali, rakyat menjadi semakin kritis menyatakan pemerintah Orde Baru tidak berhasil menciptakan kehidupan masyarakat yang makmur, adil, dan sejahtera. Oleh karena itu, munculnya gerakan reformasi bertujuan untuk memperbaharui tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Beberapa agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa anatara lain sebagai berikut :
•   Adili Soeharto dan kroni-kroninya.
•   Amandemen UUD 1945
•   Penghapusan Dwi Fungsi ABRI
•   Otonomi daerah yang seluas-luasnya
•    Supremasi hokum
•    Pemerintahan yang berisi dari KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).
2.      Kronologi Reformasi
Pada awal bulan Maret 1998 melalui Sidang Umum MPR, Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden Republik Indonesia, serta melaksanakan pelantikan Kabinet Pembangunan VII. Namun pada saat itu semakin tidak kunjung membaik. Perekonomian mengalami kemerosotan dan masalah sosial semakin menumpuk. Kondisi dan siutasi seperti ini mengundang keprihatinan rakyat.Mamasuki bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demostrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut turunya Soeharto dari kursi kepresidenannya.Pada tanggal 12 Mei 1998 dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti, terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan tertembaknya empat mahasiswa hingga tewas.
Pada tanggal 19 Mei 1998 puluhan ribu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki Gedung DPR/MPR. Pada tanggal itu pula di Yogyakarta terjadi peristiwa bersejarah. Kurang lebih sejuta umat manusia berkumpul di alun-alun utara kraton Yogyakarta untuk mndengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Bowono X dan Sri Paku Alam VII. Inti isi dari maklumat itu adalah menganjurkan kepada seluruh masyarakat untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa. Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk dimintai pertimbangannya membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto, namun mengalami kegagalan.
Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharti meletakkan jabatannya sebagai presiden di hadapan ketua dan beberapa anggota dari Mahkamah Agung. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk menggantikannya menjadi presiden, serta pelantikannya dilakukan didepan Ketua Mahkamah Agung dan para anggotanya. Maka sejak saat itu, Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J. Habibie sebagai presiden yang ke-3.
C.    PERKEMBANGAN POLITIK SETELAH 21 MEI 1998
1)      Pengangkatan Habibie Menjadi Presiden Republik Indonesia
Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Tugas Habibie menjadi Presiden menggantikan Presiden Soeharto sangatlah berat yaitu berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
Habibie yang manjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan politik. Untuk menjalankan pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri dari kabinetnya. Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.
Dalam bidang ekonomi, pemerintahan Habibie berusaha keras untuk melakukan perbaikan. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk meperbaiki perekonomian Indonesia antaranya :
•    Merekapitulasi perbankan
•    Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
•    Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
•    Manaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp.10.000,-
•    Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mangupayakan pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan pelaksanaan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan pemilihan umum yang telah bersifat demokratis. Habibie juga membebaskan beberapa narapidana politik yang ditahan pada zaman pemerintahan Soeharto. Kemudian, Presiden Habibie juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independent.
2)      Kebebasan Menyampaikan Pendapat
Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Namun khusus demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demontrasi tersebut. Hal ini dilakukan karena pihak kepolisian mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Namun, ketika menghadapi para pengunjuk rasa, pihak kepolisian sering menggunakan pasal yang berbeda-beda. Pelaku unjuk rasa yang di tindak dengan pasal yang berbeda-beda dapat dimaklumi karena untuk menangani penunjuk rasa belum ada aturan hukum jelas.Untuk menjamin kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama (DPR) berhasil merampungkan perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk rasa atau demonstrasi. adalah UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Adanya undang – undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memulai pelaksanaan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Namun sayangnya, undang-undang itu belum memasyarakat atau belum disosialisasikan dalam kehidupan masarakat. Penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa suatu tuntutan, dan koreksi tentang suatu hal.
3)      Reformasi Bidang Hukum
Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang ditambakan oleh masyarakat. Ketika dilakukan pembongkaran terhadapat berbagai produksi hukum atau undang-undang yang dibuat pada masa Orde Baru, maka tampak dengan jelas adanya karakter hukum yang mengebiri hak-hak. Selama pemerintahan Orde Baru, karakter hukum cenderung bersifat konservatif, ortodoks maupun elitis. Sedangkan hukum ortodoks lebih tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu didalam masyarakat. Pada hukum yang berkarakter tersebut, maka porsi rakyat sangatlah kecil, bahkan bias dikatakan tidak ada sama sekali. Oleh karena itu, produk hukum dari masa pemerintahan Orde Baru sangat tidak mungkin untuk dapat menjamin atau memberikan perlindungan terhadap Hak-hak Asasi Manusia (HAM), berkembangnya demokrasi serta munculnya kreativitas masyarakat.
D.    KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT SEJAK REFORMASI
1.      Kondisi Sosial Masyarakat Sejak Reformasi
Sejak krisis moneter yang melan da pada pertengahan tahgun 1997, perusahaan perusahaan swasta mengalami kerugaian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya. Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi perusahaan mengalami kerugaian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan terjadilah PHK. Para pekerja yang deberhentikan itu menambah jumlah pengangguran, sehingga jumlah pengangguran diperkirakan mencapai 40 juta orang. Pengangguran dalam jumlah yang sangat besar ini akan menimbulkan terjadinya masalah masalah social dalam kehidupan masyarakat. Dampak susulan dari pengangguran adalah makin maraknya tindakan tindakan criminal yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu hendaknya pemerintah dengan serius menangani masalah pengangguran dengan membuka lapangan kerja yang dapat menampung para penganggur tersebut. Langkah berikutnya, pemerintah hendaknya dapat menarik kembali para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga dapat membuka lapangan kerja baru untuk menampung para penganggur tersebut. Masalah pengangguran merupakan masalah social dalam kehidupan masyarakat dan sangat peka terhadap segala bentuk pengaruh.
2.      Kondisi Ekonomi Masyarakat Indonesia
Sejak berlangsungnya krisis moneter pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia mulai mengalami keterpurukan. Keadaan perekonomian makin memburuk dan kesejahteraan rakyat makin menurun. Pengangguran juga semakin luas. Sebagai akibatnya, petumbuhan ekonomi menjadi sangat terbatas dan pendapatan perkapita cenderung memburuk sejak krisis tahun 1997.
Disamping penanganan masalah pengangguran,dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat, pemerintah hendaknya juga memperhatikan harga harga produk pertanian Indonesia, karena selama masa pemerintahan Orde Baru maupun sejak krisis 1997 tidak pernah berpihak kepada petani. Apabila pendapatan petani meningkat, maka permintaan petani terhadap barang barang non pertanian juga meningkat. Dengan ditetapkannya harga produk pertanian yang tidak merugikan petani, maka para petani yang mampu membeli produk industri non pertanian akan memberi semangat bangkitnya para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan perusahaannya.
            Pihak pemerintah telah berusaha untuk membawa Indonesia keluar dari krisis. Tetapi tidak mungkin dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, pemerintah membuat skala prioritas yang artinya hal mana yang hendaknya dilakukan agar Indonesia keluar dari krisis.Terpilihnya presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarno Putri yang naik menggantikan Gus Dur bertugas untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat dengan meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat. Namun dengan kondisi perekonomian Negara yang ditinggalkan oleh pemerintahan Soeharto, tidak mungkin dapat diatasi oleh seorang Presiden dalam waktu singkat. Oleh sebab itu untuk mengatasi krisis, presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia, memerlukan penyelesaian secara bertahap berdasarkan skala prioritas.


DAFTAR PUSTAKA
·         Brata Trisnu Nugroho.2006. Prahara Reformasi Mei 1998.semarang:UPT UNNES Press,2006.
·         Kerusuhan Mei 1998; Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas: Tragedi Trisakti; Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

BATAVIA DAN KEADAAN ABAD KE 18

MUHAMMAD FIKRI MUZAKI  / SI  3  /  B

Ini adalah tahun-tahun termakmur kota tersebut, walaupun banyak orang mendapatkan untung dari pengeluaran VOC sepanjang abad ke-18. Kondisi Bataviasendiri-temspat rawa-rawa malarianya, bagian-bagian kotanya uang padat populasi, gaya hiduo tak sehat para imigran belanda-ditambah lagi dengan wabah kolera dan gondok mengurangi populasi penduduk dalam kota. Bahaya kematian tersebut membuat para warga kota Batavia, dengan kekayaanya, membangun vila-vila yang luas dan udaranya yang lebih segar diluar daerah pemukiman yang lama. Pada pertengahan abad, kota tersebut sudah melebar ke selatan sejauh Bogor. Meteka membangun bukan semata-mata untuk alas an kesehatan. Perkebunan luas memebrikan warga Batavia kaya cara yang baik untuk memamerkan kekayaan. Juga untuk memberikan wacana yang segar dalam memadukan budaya Eurasia.
Perpindahan dari kota lama sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Petronella Speelman-Wonderaer pada 1680 menggambarkan dirinyahidup di " perkebunan bernama Wonderwel, di luar kota Batavia." Tiga puluh tahun sebelumnya Tavernier telah berbicara tentang para pejabat yang " memiliki tamanya sendiri " di sepanjang sungai di mana mereka bepergian dengan perahu. De Graaff juga mencatat kecenderungan orang-orang untuk mencari tempat tinggal didesa bagian selatan  Batavia. " diluar kota," tulisnya, " orang dapat menemukan peternakan, sungai-sungai, ladang beras, dan tebu dan perkebunan yang indah. Kesemuanya memiliki pohon-pohon buah, dan beberapa memiliki rumah-rumah bagus dan taman-taman yang indah.
Awalnya, perkebunan di desa hanya digunakan untuk rekreasi beberapa jam. Pemiliknya akan kembali kembali ke balik-balik dinding-dinding Batavia pada malam hari. Kepergian orang-orang yang berpengaruh di kota biasanya akan ditulis di surat kabar Daily Register, seperti tulisan 27 september 1648:" Siang ini Gubernur jenderal ( van der Lijn ) bersama isteri dan anaknya, juga para anggota dewan Belanda beserta isteri, berlayar dengan dua perahu besar ke perkebunan Tuan Caron yang baru saja di bangun,. Mereka di undang oleh Tuan Caron, berpesta dan terhibur. Mereka kembali berlayar disungai yang dingin dan seluruh rombongan tiba kembali kekastil pada pukul delapan malam.
Hanya pada abad ke-18 masyarakat kelas atas menghabiskan beberapa minggu sekali di pedesaan dan pensiunan pegawai bertempat tinggal secara permanen divila-vila pedesaan. Perubahan kebiasaan hidup ini sebagian disebabkan oleh dua kondisi. Pertama adalah perjanjian yang ditandatangani dengan Bantam pada 1684 yang menjamin Batavia dari serangan dunia luar. Yang kedua adalah perubahan lingkungan Batavia menjadi lahan perkebunan. Semakin banyaknyatumbuhan besar di sekiatr Batavia memeperkecil ancaman terhadap kehidupan dan property dari binatang liar dan budak yang kabur. Karena itulah, masyarakat colonial, yang pada abad ke-17 tinggal di pinggiran pilau Jawa dan biasanya hanya memandang kearah laut, kearah tanah kelahiran mereka di Eropa, kini mulai melihat kepedalaman daratan. Mereka memperluas kekuasaan mereka dari dinding-dinding kota menuju tanah luas berhektar-hektar.
 Sekitar 1700an, pelukis Belanda Cornelis de Bruijn memulai perjalananya keliling dunia dan sampai di Batavia pada 1706. Ia membawa surat pengenalan dan langsung diperkenalkan kepada gubernur jenderal saat itu, Joan van Hoorn. Ia juga diperkenalkan kepada pejabat tinggi dan mantan Gubernur Jenderal Willem van Outhoorn, yang hidup dalam masa pensiunanya disebuah villa yang teletak dekat dengan kota. Salahsatu interaksi social Bruijn adalah sebuah makan malam bersama anggota dewan Abraham van Riebeeck di pesta ulangtahun isterinya di perkebunan yang teletak, pada waktu perjalan masa itu. Satu setengah jam kearah selatan. Seluruh sisi pedesaan pada saat itu ditanami padi, tulis de Bruijn," saya juga melihat bermacam-macam pohon-pohon yang buahan diperkebunannya, walaupun buah-buahan itu belum matang. Tanah itu dirawat setiap hari. Meskpun rumah itu sudah selesai dibuat,kandang kuda dan dapurnya masih dalam pembangunan.
De Bruijn juga pernah menjadi tamu Cornelis Chastelein di tanah miliknuya di Depok. Chalestein ( 1657-1714 ) pindah ke Batavia dengan pangkat akuntan, ditemani adik-adik perempuanya. Ia bekerja pada VOC jingga ia meninggal dengan pangkat anggota dewan penuh. Ia memulai karirnya di Indonesia sebagi anak seorang pemegang saham penting di VOC dan melancarkan karirnya di hirarki tersebut dengan menikahi purti Mattheus de Haan ( Gubernur Jenderal pada 1725-2729 ). Chalestein juga mengakui Maria dan Chatarina sebagi anak perempuanya dari budak Leonora van Bali. De Bruijn menggambarkan villa Chalestein terbagi dalam dua ruangan dan dibangun dari kayu. Ia mencatat bahwa budak Chalestein memasukkan mereka semua dalam surat wasiatnya. Kemudian Depok menjadi wilayah komunitas Kristen yang sangat kentar selama lebih dua abad.
Selain narasi dari pelancong, informasi tentang vila-vila pedesaan itu juga didapat dari rencana tanah dan pembangunan vila dan tamanya, lukisan-lukisan kontemporer dan foto-foto yang diambil pada abad tersebut ketika rumah-rumah itu masih ada. Hasil pekerjaan Johannes Rach dan foto-foto indah yang disusun oleh V.I van de Wall dan F. de Hann sangat membantu dalam menggambarkan keadaan saat itu. Tigas rumah pedesaan yang berbeda akan digambarkan secara singkat disini beserta hubungan dengan pemiliknya.
Gunung Sari dibangun oleh Frederik Julius Coyett di decade ke tiga abad ke-18. Coyett adalah cucu Gubernur Jenderal Frederik Coyett dari Taiwandan Susanna Boudaen, saudara dekat dari calon pengantin perempuan Caron. Coyett sang cucu lahir di Asia, tetapi pergi ke Belanda pada 1707 setelah mulai bekerja pada VOC sebagai asisten. Sekembalinya dari Belanda ia langsung menjadi pegawai tinggi-pedagang senior, Gubernur Propinsi Utara Jawa, anggota dewan luar biasa (1737)-dan menghimpun kekayaan sepanjang karirnya. Ia menelusuri pulau Jawa melebihi orang-iorang pada masanya, mengunjungi Solo pada 1733 dan memasuki wilayah Mataram. Melihat garis keturunan keluarganya ( ia generasi kedua yang dilahirkan di Indonesia ) yang sudah lama berad di Jawa, tidaklah mengherankan rumah-rumah yang dibangunya bernuansa Indonesia. Gunugn Sari adalah bangunan yang tertutup, dengan bagian depan yang luas dan bagian belakang yang terdiri dari beranda-beranda berpilar dengan lantai marmer dan atap berpuncak-sebuah modifikasi dari pendopo Jawa atau ruang resepsi. Pada dinding dan halaman, dipajanglah patung-patung Hindu dari candi Parambanan yang gemari Coyett. Ia mengumpulkan patung-patung tersebut selama perjalanannya di pedalam Jawa lalu dibawanya ke Batavia.
Setelah kematian Coyett, Gunung Sari berpindah tangan kepada Geertruida Margareth Goossens, tunanganya. Rumah tersebut telah berganti milik sampai empat kali sampai akhirnya menjadi milik Kapten Cina Batavia pada 1761, Lip Tjipko. Sejak saat itu, rumah tersebut menjadi kuil dan kuburan untuk orang-orang Cina yang tinggal dikota dan tersebut Klenteng Sentiong.
Gunugn Sarimemiliki ornament dan ukuran yang sederhan, dan sangat berbeda dengan rumah memukau yang dibangun Gubernur Jenderal P.A van deer Parra. Seperti dalam lukisan Rach, bangunan tersebut memilki ukuran yang sangat besar dan tampilan yang sangat memukau. Bagian tengahnya terdiri dari dari dua lantai dengan hiasan patung-patung  elang diatasnya dan dengan pot-pot ornament serta arca-arca. Gerbang yang besar dan monumental penuh ukiran berdiri tegak. Dari depan ke belakang terdiri dari gedung-gedung yang terpisah-kamar tamu, kamar budak, kandang kuda, dan seterusnya-model yang biasa ditemukan di rumah-rumah Indonesia dan, lagi-lagi dikembang dengan gaya Jawa. Rumah tersebut dialiri air sungai Ciliwung. Tempat-tempat pemandian didirikan di tepian sungai itu. Dengan pohon-pohon asam yang menaungi jalan menuju pemandian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Chijs, J.A van der
1879                Proeve eener Ned. Indische bibligeograpie ( 1659-1870 ): Vermeerdarde en verberterde herdruk voor de jaren 1659-1720, supplement en verberteringen voor de jaren 1721-1870 ( contoh Bibliografi Belanda-Indies, 1659-1870: pembesaran dan perbaikan dicatak ulang untuk 1659-1720, tambahan dan ravisi 1721-1870 ). Batavia: W. Bruining & Co.

 Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie
Tt                     ( Ensiklopedi Belanda-Hindia ). 's-Gravenhage, Leiden: M. Nijhoff dan E.J Brill.

PERANG MAKASAR

MUSRI INDRA WIJAYA

Setelah Sulawesi selata di bawah hegemoni Goa dapat dipasifikasikan, perhatian goa diarahkan kepada lawan utamanya ialah voc. Ada beberapa faktor plitik yang kurang menguntungkan goa, yaitu:(1) faksionaliisme dikalangan bangsawan goa-tallo; (2) persaingan ternate untuk menguasai Sulawesi utara, butung dan beberapa kepulauan lain; (3) kontingen pengungsi bugis di batvi.
Dalam menghadapi tekanan-tekanan politik dari luar, di dlam kalangan bangsawan sendiri timbul kelommpok-kelompok yang bertentangan. Karaeng Sumanna didukung oleh empat anggota Bate Salapang, yaitu: Galarang Mamangsa, Tombong, Gontamannang, dan Sanmata. Keempat orang inni sangat berpengaruh di istana. Dalam pertentangan yang timbuantara karaeng tallo dengan karaeng karunrung, kelompok tadi mendukung karaeng tallo, hal ini dikarenakan bahwa karaeng sumanna membenci karaeng karunrung. Meskipun sultan hasanudin lebih menyukai karaeng karunrung, namun sultan membuangnya. Sementara faksionalisme reda, tetapi akan berkobar lagi setelah karaeng karunrung kembali ke Goa.
Karena loyalitas kerajaan-kerajaan vasal yang pasang-surut sejajar dengan meningkat dan merosotnya  kekuasaan pusat sebagai pemegang suzereinitas, maka untuk  memperkuat kedudukannya goa mengirim ekspedisi secara besar-besaran guna meningkatkan kewibawaan dimata kerajaan vasal-vasalnya. Ekspedisi ini juga memantapkan kekuasaan di daerah-daerah yang menadi sengketa dengan Ternate. Pada bulan oktober 1665 dikirim ekspedisi ke Butung yang telah memberi perlindungan sementara kepada Arung Palaka. Ekspedisi itu ada dalam perjalan ke kepulauan Sula, Bnggai dan Tembuk dengan tujuan memaksa rajanya untuk mengakui suzereinitas Goa, sekaligus tuntutan ternate dapat dielakan. Benteng tternate di ssula dihancurkan dan perkampungannya dirusak, daerah-daerah lain yang menjadi tuntutan ternate ialah Muna, Banggai, Lampute dan Gorontalo. Kecuali daerah-daerah tersebut Ambar dan butung juga menjadi sasran-sasaaan berikutnya. Pada tahun itu juga di bawah pimpinan Kashili Kalimata ekspedisi kedua terdiri dari 300 kapal menghancurkan Sula, Tambuku dan Banggai.
Untuk menghadapi agresi Goa Sultan Madrashah dari ternate mementuk aliansi dengan sultan Butung dan VOC yang bertujuan membantu perjuangan bangsa bugis. Sebaliknya golongan dari masyarakat bugis yang lebih memihak pada Goa, antara lain seorang saudara sultan tenate,  kashili kalimata yang dalam perebutan kekuasaan hendak menggulingkan sultan madrashah. Dari luar goa hanya memperoleh bantuan yang wajar dari banten. Diberitakan bahwa seorang bangsawan kareang konnon menyelenggarakan hubngan dengan banten dan kemudian memihak Makassar, karena senantiasa dalam keadaan bermusuhan dengan Ternate. Dari pihak tenate dengan VOC diberitakan ada tuduhan-tuduhan Tidore bersekongkol dengan Makassar. Persengketaan antara goa dengan ternate adalah disebabkan pelanggaran perjanjian 19 agustus 1660 ang menentukan bahwa Butung dan Manado termauk daerah kekuasaan Ternate.
Faktor lain yang turut menentukan jalan dan kesudahan konfrontasi antara Makasar dan VOC adalah bangsa bugis yang ada dalam persaingan, terutama yang ada di Batavia. Kontingen bugis di bawah pimpinn Arung Palaka dibi pemukiman tersendiri di dekat sungai Angke dan mereka disebut dengan Toangke. Mereka mendapat pelatihan dalam berbagai keterampilan berperang dengan disiplin agar selalu siap untuk bertempur. Politik VOC tidak segan menggunakan pasukan toangke untuk turut serta dalam ekspedisi ke sumatera barat dimana ada perlawanan kuat terhadap VOC pada tahun 1666. Arung palaka memperoleh kemenangan di daerah Ulakan dan dia pun dijuluki raja Ulakan sementara kapten Jonker kepala pasukan prajurit Ambon djadikan kepala Pariaman. Pada akhir tahun itu juga merek bergabung dalam ekspedisi VOC di Makassar.           
 Hubungan antara makasar dengan VOC tak berkenbang menjadi rivalitas, karena tujuan VOC untuk memegang monopoli perdagangan langsung bertentangan dengn system terbuka, suatu hal yang menjadi kepentingan makassar selama berkedudukan sebagai pusat perdgangan dengan hegemoni politik sebagai dukungannya.
Untuk meghadapi kemungkinan pecahnya perang dengan belanda, sultn hasanuddin pada akhir oktober 1660 mengumpulkan semua bangsawan yang diminta bersumpah setia kepadanya. Meskipun sultan hasanuin dan kelompok besar bangsawan lebih suka berpolitik damai, ada partai perang di bawah pimpinan karaeng popo. Pertahanan dibagi atas beberapa sector
1.                  Pasukan sebesa 3000 orang dibawah pimpinan daeng tololo, saudara laki-laki sultan sendiri, mempertahankan benteng
2.                  Sultan Hasanudin dan karaeng tallo menjaga istana sombaopu
3.                  Pertahanan daerah portugis diserahkan kepada karaeng lengkese
4.                  Karaeng karunrung sebagai komandan benteng ujung pandang, wanita dan anak-anak diungsikan kehutan sementara laki-laki dewasa ikut mmpertahankan keamanan kerajaan.
Dikabarkan pasukan makasar yang diletakkan di sungai ongkong ada sekitar 1500 orang sementara di benteng ada 5000-6000 personel keamanan. Kekuatan Voc sangat ditentukan oleh aliansinya dengan Toangke, sementara pihak goa-tallo juga bergantung pada aliansi-aliansinya dengam kerajaan-kerajaan tetangga di Sulawesi selatan, ditambah dengan vassal-vasalnya di seberang lautan. Akhirnya bangsa melayu menjadi kekuatan yang dapat diandalkan oleh Makassar, karena jalannya pepeangan menentikam hidup matinya mereka.
Pada pertengahan tahun 1667 ada usaha pendekata antara soppeng dan bone, dengan melupakan pelanggaran perjanjian pada tahun1660 oleh bone. Para bangsawan bersumpah akan menjunjung tinggi perjanjian attapang serta menerima pimpinan arung palaka. Voc mendapat banyak dukungan dari aliansisoppeng-bonedan tongke. Dengan jumlah pasukan mencapai 18000 orang. Pihak voc mengirim 21 kapal termauk kapal admiral "tertholen" dan jumlah pasukan 1870 orang, terdiri 818 pelaut, 578 pasukan belanda dan 395 orang pribumi.
Jalannyabperang dipengaruhi juga oleh faktir iklim, suatu factor yang sejak awal diperhitungkan olh pihak VOC. Sehubungan dengan itu serangan terhadap makasar ditunggu sampai musim hujan reda. Hal ini dikarenakan pelabuhan-pelabuhan di Makassar kurang aman bagi kapal-kapal, antara tahun 1666-1669 selama tiga musim hujan tidak banyak perang yang terjadi.
Di tengah-tengah masa perang yaitu april-juli 1668 berjangkitlah epidemisehingga kedua pihak tidak banyak melakukan operasi. Tidak boleh dilupakan bahwa dari tahun 1665-1667 belanda menghadapi inggris dalam perang inggris kedua. Perang dengan pasukan Makassar merupakan konflik terbesar kedua bagi VOC dalam menalankan penetrasi di Nusantara.dari perang Makassar ini diperoleh bantuan yang memungkinkan kemenangan dengan aliansi arung palaka beserta toangkenya. Berkali-kali VOC memanfatkan adanya faksionalisme serta konflik dan perpecahan diantara unsur-unsur pribumi, yaitu dengan membentuk aliansi dengan salah satu pihak, dengan leluasanya belanda menggunakan politik divide at imperanya. Dalam hal inni VOC tidak hanya berhasil merebut monopoli perdagangan tetapi juga mendapat kekuasaan politik sebagai pemegang suzuereinitas di nusntara. Struktur kelembagaan politik dipertahankan namun pengawasan dan pembatasan hubugan di bawah control VOC.
Jalanya Perang (Desember1666-Juni1669)
Angkatan perang voc yang berangkat pada tanggal 24 november 1666 dari Batavia tiba di pelabuhan Makassar 19 Dsember. Spellman seorang pemimpin perang VOC di Makassar memerintahkan untuk melakukan pemboman terhadap Makassar untuk mengintimidasi. Meskipun arung palaka mendesak untuk melakukan serangan, speelman memutuskan untuk menunda operasi itu, ekspedisi bergerak menuju arah Butung untuk menyerang persediaan beras, namun di butung terdapat 15000 pasukan Makassar di bawah pimpinan karraeng bottomarannu, sultan bima, opu cening wulu. Namun penampilan dari arung palaka rupanya menimbulkan perubahan sikap secara radikal di kalangan pasukan Makassar. 5000 orang bugis berbalik dan memihak arung palaka, dan sisanya dilucuti dan VOC memenangkan perang. Berita tentang peristiwa di butung menggelisahkn psukan Makassar maka persiapan pertahanan terus ditingkatkan.
Selanjutnya VOC-bugis menyerang benteng galesong, suatu kunci strategis pertahanan Makassar, pertempuran yang sengit ini akhirnya dapat memukul mundur pasukan Makassar dan pada agustus 1667 galesong dikosongkan dan semua pasukan mundur ke Makassar. Sewaktu pasukan voc-bugis mengadakan pengepungan terhadp Makassar, timbullah pebedaan pendapat antara arung palaka dengan speelman. Satu pihak menginginkan untuk menerukan peperangan dan dipihak lain menginginkan perundingan perdamaian. Suatu pertempuran besar terjadi di Makassar pada tanggal 26 oktober 1667 dimana pasukan Makassar mengalami kekalahan sehingga terbukalah jalan ke somboapu dengan istananya. Akibat kekalahan perang yang berturut-turut karaeng layo, karaeng bangkala dan kashili kalimat datang mencari perdamaian. Suatu gencatan senjata selama tiga hari dan akhirnya karaeng lengkese dan karaeng bontosungu dengan kekuasaan dari sultan hasanudin dating untuk berunding. Perundingan dimulai tanggal13 november 1667 di desa bongoya dekat Basombong.
Kesudahan Konfrontasi: Perjanjian Dan Pendudukan (1669)
Antara gencatan senjata 6 November dan penandatanganan perjanjian diadakan pertemuan-pertumuan antara kedua belah pihak yang bertikai yakni pihak VOC dengan sultan hasanudin, tercapailah persetuuan bahwa dari pihak Makassar karaeng karunrung bertindak sebagai wakilnya sedang dari pihak VOC speelman sendiri yang mewakili, perundingan ini dilakukan dalam bahasa portugis. Adapun isi dari tuntutan dari speelman tersebut ialah:
a.                   Perjanjian-perjanjian sebelumnya arus ditaati dan dilaksanakan.
b.                   Pengembalian balik kapal belanda  maupun alat senjata dari kapal leeuwin dan walvisch yang di lucuti oleh Makassar.
c.                   Semua kerugian dan kerusakan akibat perang yang dialami VOC harus diganti oleh Makassar.
d.                  Makassar harus melepaskan suzuereinitas terhadap kerajaan lain seperti bone, turatea.
e.                   Bnteng-benteng pertahanan Makassar harus dikosongkan.
f.                   Daerah-daerah yang didduki sejak perang harus ditinggalkan.
g.                  Penyarahan pelaku perang yakni sultan bima dan karaeng bontomaranru.
Ada sekitar sepuluh butir yang langsung menjadi kepentingan dari VOC baik dibidang politik, militer dan ekonomi seperti:
1.                  Jaminan hutang kepada VOC
2.                  Penyerahan teritoir yang disebut dalam perang.
3.                  Pengawasan bima ialihkan kepada VOC.
4.                  Pembatasan kegiatan pelayaran orang Makassar.
5.                  Penutupan Makassar bagi perdagangan bangsa eropa yang lain kecuali VOC.
6.                  Peredaran mata uang VOC di Makassar.
7.                  Pembebasan bea cukai bagi VOC.
8.                  Menyerahkan sejumlah 1500 orang budak.
9.                  Hak tunggal VOC menjual bahan kain dan pecah belah Cina.
10.              Yurisdiksi daerah pertahanan Ujung Pandang d tangan VOC.
Butir-butir tersebut di atas mencerminkan kepentingn monopoli VOC di makassarserta memperkuat kedudukan politik, milternya di Makassar dan Indonesia timur.
Dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut tidaklah sekaligus pulih keadaan Makassar seperti sediakala. Suasan massih diliputi ketegangan karena sikap permusuhan dan dendam belum mereda, bahkan masih banyak terdapat kelompok-kelompok yang tidak menyetujui isi dari perjanjia tersebut, terutama karaeng Karunrung tidak puas dengan keadaan politik itu, maka ia mendekati sekutu lama seperti goa. Serta kelompok pedagang melayu benar-benar fanatic melawan belanda dan terdapat beberapa pertempuran yang tak dapat dielakkan.
Meskipuun perlawanan dari kerajaan-kerajaan sudah dapat dipatahkan, namun Arung Palaka masih menghadapii pemberontakan-pemberontakan. Untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan bangunan dan mendirikan banggunan-bangunan baru banyak dikerahkan tenaga orang Makassar, suatu tindakan pembalasan perlakuan terhadap orang bone.  Dari kerajaan-kerajaaan lain datan secara berduyun-duyun tenaga kerja. Meskipun arung palaka tidak menyetujui mobilisasi itu, namun dialah yang dianggap bertangung jawab dan bukan VOC. 
Selama perang Makassar, mandar menjadi tempat pengungsian orang-orang makassar, wajo dan daerah-daerah lain. Dari mandar mereka masih melanjutkan permusuhan dengan VOC dan  orang bugis yang berpihak kepada VOC. Ketidakhdiran la ma,daremmeng pada waktu tertentu di benteng riterdam merupakn tanda bahwa VOC menganggapnya tidak bersahabat dan dicurigai bahwa dia memiliki rencana mengambil kekuasaan sendiri di Bone. Akhirnya dia diturunkan dari tahta kerajaan Bone dan diganti oleh Arung Palaka. Lewat intrik dan provokasi lawan-lawannya, antara lain dari karaeng kankurung berusah menjatuhkan Arung Palaka, baik di mata rakyat maupun VOC, kesemuanya dapat digagalkan. Yang menimbulkan kecurigaan VOC akhirnya ialah hubungan baik antara arung palaka dengan sultan amir hamzah mulai berkembang. Kedudukannya sebagai raja di bone juga membangkitkan kekhawatiran paa VOC, kalau-kalau kekuasaannya menjadi terlalu besar sehingga membahayakan kedudukan VOC sendiri.

Daftar pustaka
Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Poesponegoro, Marwati Djoened.1993.sejarah nasional Indonesia III.Jakarta.Balai Pustaka
Wikipedia,(2011).Sejarahnusantara1602_1800.from,id.wikipedia.org/wiki/sejarah_Nusantara (1602-1800)