PERANG MAKASAR

MUSRI INDRA WIJAYA

Setelah Sulawesi selata di bawah hegemoni Goa dapat dipasifikasikan, perhatian goa diarahkan kepada lawan utamanya ialah voc. Ada beberapa faktor plitik yang kurang menguntungkan goa, yaitu:(1) faksionaliisme dikalangan bangsawan goa-tallo; (2) persaingan ternate untuk menguasai Sulawesi utara, butung dan beberapa kepulauan lain; (3) kontingen pengungsi bugis di batvi.
Dalam menghadapi tekanan-tekanan politik dari luar, di dlam kalangan bangsawan sendiri timbul kelommpok-kelompok yang bertentangan. Karaeng Sumanna didukung oleh empat anggota Bate Salapang, yaitu: Galarang Mamangsa, Tombong, Gontamannang, dan Sanmata. Keempat orang inni sangat berpengaruh di istana. Dalam pertentangan yang timbuantara karaeng tallo dengan karaeng karunrung, kelompok tadi mendukung karaeng tallo, hal ini dikarenakan bahwa karaeng sumanna membenci karaeng karunrung. Meskipun sultan hasanudin lebih menyukai karaeng karunrung, namun sultan membuangnya. Sementara faksionalisme reda, tetapi akan berkobar lagi setelah karaeng karunrung kembali ke Goa.
Karena loyalitas kerajaan-kerajaan vasal yang pasang-surut sejajar dengan meningkat dan merosotnya  kekuasaan pusat sebagai pemegang suzereinitas, maka untuk  memperkuat kedudukannya goa mengirim ekspedisi secara besar-besaran guna meningkatkan kewibawaan dimata kerajaan vasal-vasalnya. Ekspedisi ini juga memantapkan kekuasaan di daerah-daerah yang menadi sengketa dengan Ternate. Pada bulan oktober 1665 dikirim ekspedisi ke Butung yang telah memberi perlindungan sementara kepada Arung Palaka. Ekspedisi itu ada dalam perjalan ke kepulauan Sula, Bnggai dan Tembuk dengan tujuan memaksa rajanya untuk mengakui suzereinitas Goa, sekaligus tuntutan ternate dapat dielakan. Benteng tternate di ssula dihancurkan dan perkampungannya dirusak, daerah-daerah lain yang menjadi tuntutan ternate ialah Muna, Banggai, Lampute dan Gorontalo. Kecuali daerah-daerah tersebut Ambar dan butung juga menjadi sasran-sasaaan berikutnya. Pada tahun itu juga di bawah pimpinan Kashili Kalimata ekspedisi kedua terdiri dari 300 kapal menghancurkan Sula, Tambuku dan Banggai.
Untuk menghadapi agresi Goa Sultan Madrashah dari ternate mementuk aliansi dengan sultan Butung dan VOC yang bertujuan membantu perjuangan bangsa bugis. Sebaliknya golongan dari masyarakat bugis yang lebih memihak pada Goa, antara lain seorang saudara sultan tenate,  kashili kalimata yang dalam perebutan kekuasaan hendak menggulingkan sultan madrashah. Dari luar goa hanya memperoleh bantuan yang wajar dari banten. Diberitakan bahwa seorang bangsawan kareang konnon menyelenggarakan hubngan dengan banten dan kemudian memihak Makassar, karena senantiasa dalam keadaan bermusuhan dengan Ternate. Dari pihak tenate dengan VOC diberitakan ada tuduhan-tuduhan Tidore bersekongkol dengan Makassar. Persengketaan antara goa dengan ternate adalah disebabkan pelanggaran perjanjian 19 agustus 1660 ang menentukan bahwa Butung dan Manado termauk daerah kekuasaan Ternate.
Faktor lain yang turut menentukan jalan dan kesudahan konfrontasi antara Makasar dan VOC adalah bangsa bugis yang ada dalam persaingan, terutama yang ada di Batavia. Kontingen bugis di bawah pimpinn Arung Palaka dibi pemukiman tersendiri di dekat sungai Angke dan mereka disebut dengan Toangke. Mereka mendapat pelatihan dalam berbagai keterampilan berperang dengan disiplin agar selalu siap untuk bertempur. Politik VOC tidak segan menggunakan pasukan toangke untuk turut serta dalam ekspedisi ke sumatera barat dimana ada perlawanan kuat terhadap VOC pada tahun 1666. Arung palaka memperoleh kemenangan di daerah Ulakan dan dia pun dijuluki raja Ulakan sementara kapten Jonker kepala pasukan prajurit Ambon djadikan kepala Pariaman. Pada akhir tahun itu juga merek bergabung dalam ekspedisi VOC di Makassar.           
 Hubungan antara makasar dengan VOC tak berkenbang menjadi rivalitas, karena tujuan VOC untuk memegang monopoli perdagangan langsung bertentangan dengn system terbuka, suatu hal yang menjadi kepentingan makassar selama berkedudukan sebagai pusat perdgangan dengan hegemoni politik sebagai dukungannya.
Untuk meghadapi kemungkinan pecahnya perang dengan belanda, sultn hasanuddin pada akhir oktober 1660 mengumpulkan semua bangsawan yang diminta bersumpah setia kepadanya. Meskipun sultan hasanuin dan kelompok besar bangsawan lebih suka berpolitik damai, ada partai perang di bawah pimpinan karaeng popo. Pertahanan dibagi atas beberapa sector
1.                  Pasukan sebesa 3000 orang dibawah pimpinan daeng tololo, saudara laki-laki sultan sendiri, mempertahankan benteng
2.                  Sultan Hasanudin dan karaeng tallo menjaga istana sombaopu
3.                  Pertahanan daerah portugis diserahkan kepada karaeng lengkese
4.                  Karaeng karunrung sebagai komandan benteng ujung pandang, wanita dan anak-anak diungsikan kehutan sementara laki-laki dewasa ikut mmpertahankan keamanan kerajaan.
Dikabarkan pasukan makasar yang diletakkan di sungai ongkong ada sekitar 1500 orang sementara di benteng ada 5000-6000 personel keamanan. Kekuatan Voc sangat ditentukan oleh aliansinya dengan Toangke, sementara pihak goa-tallo juga bergantung pada aliansi-aliansinya dengam kerajaan-kerajaan tetangga di Sulawesi selatan, ditambah dengan vassal-vasalnya di seberang lautan. Akhirnya bangsa melayu menjadi kekuatan yang dapat diandalkan oleh Makassar, karena jalannya pepeangan menentikam hidup matinya mereka.
Pada pertengahan tahun 1667 ada usaha pendekata antara soppeng dan bone, dengan melupakan pelanggaran perjanjian pada tahun1660 oleh bone. Para bangsawan bersumpah akan menjunjung tinggi perjanjian attapang serta menerima pimpinan arung palaka. Voc mendapat banyak dukungan dari aliansisoppeng-bonedan tongke. Dengan jumlah pasukan mencapai 18000 orang. Pihak voc mengirim 21 kapal termauk kapal admiral "tertholen" dan jumlah pasukan 1870 orang, terdiri 818 pelaut, 578 pasukan belanda dan 395 orang pribumi.
Jalannyabperang dipengaruhi juga oleh faktir iklim, suatu factor yang sejak awal diperhitungkan olh pihak VOC. Sehubungan dengan itu serangan terhadap makasar ditunggu sampai musim hujan reda. Hal ini dikarenakan pelabuhan-pelabuhan di Makassar kurang aman bagi kapal-kapal, antara tahun 1666-1669 selama tiga musim hujan tidak banyak perang yang terjadi.
Di tengah-tengah masa perang yaitu april-juli 1668 berjangkitlah epidemisehingga kedua pihak tidak banyak melakukan operasi. Tidak boleh dilupakan bahwa dari tahun 1665-1667 belanda menghadapi inggris dalam perang inggris kedua. Perang dengan pasukan Makassar merupakan konflik terbesar kedua bagi VOC dalam menalankan penetrasi di Nusantara.dari perang Makassar ini diperoleh bantuan yang memungkinkan kemenangan dengan aliansi arung palaka beserta toangkenya. Berkali-kali VOC memanfatkan adanya faksionalisme serta konflik dan perpecahan diantara unsur-unsur pribumi, yaitu dengan membentuk aliansi dengan salah satu pihak, dengan leluasanya belanda menggunakan politik divide at imperanya. Dalam hal inni VOC tidak hanya berhasil merebut monopoli perdagangan tetapi juga mendapat kekuasaan politik sebagai pemegang suzuereinitas di nusntara. Struktur kelembagaan politik dipertahankan namun pengawasan dan pembatasan hubugan di bawah control VOC.
Jalanya Perang (Desember1666-Juni1669)
Angkatan perang voc yang berangkat pada tanggal 24 november 1666 dari Batavia tiba di pelabuhan Makassar 19 Dsember. Spellman seorang pemimpin perang VOC di Makassar memerintahkan untuk melakukan pemboman terhadap Makassar untuk mengintimidasi. Meskipun arung palaka mendesak untuk melakukan serangan, speelman memutuskan untuk menunda operasi itu, ekspedisi bergerak menuju arah Butung untuk menyerang persediaan beras, namun di butung terdapat 15000 pasukan Makassar di bawah pimpinan karraeng bottomarannu, sultan bima, opu cening wulu. Namun penampilan dari arung palaka rupanya menimbulkan perubahan sikap secara radikal di kalangan pasukan Makassar. 5000 orang bugis berbalik dan memihak arung palaka, dan sisanya dilucuti dan VOC memenangkan perang. Berita tentang peristiwa di butung menggelisahkn psukan Makassar maka persiapan pertahanan terus ditingkatkan.
Selanjutnya VOC-bugis menyerang benteng galesong, suatu kunci strategis pertahanan Makassar, pertempuran yang sengit ini akhirnya dapat memukul mundur pasukan Makassar dan pada agustus 1667 galesong dikosongkan dan semua pasukan mundur ke Makassar. Sewaktu pasukan voc-bugis mengadakan pengepungan terhadp Makassar, timbullah pebedaan pendapat antara arung palaka dengan speelman. Satu pihak menginginkan untuk menerukan peperangan dan dipihak lain menginginkan perundingan perdamaian. Suatu pertempuran besar terjadi di Makassar pada tanggal 26 oktober 1667 dimana pasukan Makassar mengalami kekalahan sehingga terbukalah jalan ke somboapu dengan istananya. Akibat kekalahan perang yang berturut-turut karaeng layo, karaeng bangkala dan kashili kalimat datang mencari perdamaian. Suatu gencatan senjata selama tiga hari dan akhirnya karaeng lengkese dan karaeng bontosungu dengan kekuasaan dari sultan hasanudin dating untuk berunding. Perundingan dimulai tanggal13 november 1667 di desa bongoya dekat Basombong.
Kesudahan Konfrontasi: Perjanjian Dan Pendudukan (1669)
Antara gencatan senjata 6 November dan penandatanganan perjanjian diadakan pertemuan-pertumuan antara kedua belah pihak yang bertikai yakni pihak VOC dengan sultan hasanudin, tercapailah persetuuan bahwa dari pihak Makassar karaeng karunrung bertindak sebagai wakilnya sedang dari pihak VOC speelman sendiri yang mewakili, perundingan ini dilakukan dalam bahasa portugis. Adapun isi dari tuntutan dari speelman tersebut ialah:
a.                   Perjanjian-perjanjian sebelumnya arus ditaati dan dilaksanakan.
b.                   Pengembalian balik kapal belanda  maupun alat senjata dari kapal leeuwin dan walvisch yang di lucuti oleh Makassar.
c.                   Semua kerugian dan kerusakan akibat perang yang dialami VOC harus diganti oleh Makassar.
d.                  Makassar harus melepaskan suzuereinitas terhadap kerajaan lain seperti bone, turatea.
e.                   Bnteng-benteng pertahanan Makassar harus dikosongkan.
f.                   Daerah-daerah yang didduki sejak perang harus ditinggalkan.
g.                  Penyarahan pelaku perang yakni sultan bima dan karaeng bontomaranru.
Ada sekitar sepuluh butir yang langsung menjadi kepentingan dari VOC baik dibidang politik, militer dan ekonomi seperti:
1.                  Jaminan hutang kepada VOC
2.                  Penyerahan teritoir yang disebut dalam perang.
3.                  Pengawasan bima ialihkan kepada VOC.
4.                  Pembatasan kegiatan pelayaran orang Makassar.
5.                  Penutupan Makassar bagi perdagangan bangsa eropa yang lain kecuali VOC.
6.                  Peredaran mata uang VOC di Makassar.
7.                  Pembebasan bea cukai bagi VOC.
8.                  Menyerahkan sejumlah 1500 orang budak.
9.                  Hak tunggal VOC menjual bahan kain dan pecah belah Cina.
10.              Yurisdiksi daerah pertahanan Ujung Pandang d tangan VOC.
Butir-butir tersebut di atas mencerminkan kepentingn monopoli VOC di makassarserta memperkuat kedudukan politik, milternya di Makassar dan Indonesia timur.
Dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut tidaklah sekaligus pulih keadaan Makassar seperti sediakala. Suasan massih diliputi ketegangan karena sikap permusuhan dan dendam belum mereda, bahkan masih banyak terdapat kelompok-kelompok yang tidak menyetujui isi dari perjanjia tersebut, terutama karaeng Karunrung tidak puas dengan keadaan politik itu, maka ia mendekati sekutu lama seperti goa. Serta kelompok pedagang melayu benar-benar fanatic melawan belanda dan terdapat beberapa pertempuran yang tak dapat dielakkan.
Meskipuun perlawanan dari kerajaan-kerajaan sudah dapat dipatahkan, namun Arung Palaka masih menghadapii pemberontakan-pemberontakan. Untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan bangunan dan mendirikan banggunan-bangunan baru banyak dikerahkan tenaga orang Makassar, suatu tindakan pembalasan perlakuan terhadap orang bone.  Dari kerajaan-kerajaaan lain datan secara berduyun-duyun tenaga kerja. Meskipun arung palaka tidak menyetujui mobilisasi itu, namun dialah yang dianggap bertangung jawab dan bukan VOC. 
Selama perang Makassar, mandar menjadi tempat pengungsian orang-orang makassar, wajo dan daerah-daerah lain. Dari mandar mereka masih melanjutkan permusuhan dengan VOC dan  orang bugis yang berpihak kepada VOC. Ketidakhdiran la ma,daremmeng pada waktu tertentu di benteng riterdam merupakn tanda bahwa VOC menganggapnya tidak bersahabat dan dicurigai bahwa dia memiliki rencana mengambil kekuasaan sendiri di Bone. Akhirnya dia diturunkan dari tahta kerajaan Bone dan diganti oleh Arung Palaka. Lewat intrik dan provokasi lawan-lawannya, antara lain dari karaeng kankurung berusah menjatuhkan Arung Palaka, baik di mata rakyat maupun VOC, kesemuanya dapat digagalkan. Yang menimbulkan kecurigaan VOC akhirnya ialah hubungan baik antara arung palaka dengan sultan amir hamzah mulai berkembang. Kedudukannya sebagai raja di bone juga membangkitkan kekhawatiran paa VOC, kalau-kalau kekuasaannya menjadi terlalu besar sehingga membahayakan kedudukan VOC sendiri.

Daftar pustaka
Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Poesponegoro, Marwati Djoened.1993.sejarah nasional Indonesia III.Jakarta.Balai Pustaka
Wikipedia,(2011).Sejarahnusantara1602_1800.from,id.wikipedia.org/wiki/sejarah_Nusantara (1602-1800)

PENYIMPANGAN DI SEKITAR TEKS PROKLAMASI


Rinaldi Afriadi Siregar / PIS
Tidak banyak di antara generasi muda di Indonesia yang mengetahui bahwa sebenarnya ada problem mendasar di sekitar peristiwa proklamasi Republik Indonesia. Adalah seorang tokoh sejarah bernama KH Firdaus AN yang menyingkap terjadinya pengkhianatan terhadap Islam menjelang, saat, dan setelah kemerdekaan. Menurut beliau semestinya ada sebuah koreksi sejarah yang dilakukan oleh ummat Islam. Koreksi sejarah tersebut menyangkut pembacaan teks proklamasi yang setiap tahun dibacakan dalam upacara kenegaraan.
Dalam penjelasan ensiklopedia bebas wikipedia, naskah proklamasi ditulis tahun 05 karena sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605.
Berikut isi teks proklamasi yang disusun oleh duet Soekarno-Hatta:
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta

Teks tersebut merupakan hasil ketikan Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi.
Proklamasi kemerdekaan itu diumumkan di rumah Bung Karno, jl. Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada 17 Agustus 1945, hari Jum'at, bulan Ramadhan, pukul 10.00 pagi.
Kritik KH Firdaus AN terhadap teks Proklamasi di atas:
1. Teks Proklamasi seperti tersebut di atas jelas melanggar konsensus, atau kesepakatan bersama yang telah ditetapkan oleh BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 22 Juni 1945.
2. Yang ditetapkan pada 22 Juni 1945 itu ialah, bahwa teks Piagam Jakarta harus dijadikan sebagai Teks Proklamasi atau Deklarasi Kemerdekaan Indonesia.
3. Alasan atau dalih Bung Hatta seperti diceritakan dalam bukunya Sekitar Proklamasi hal. 49, bahwa pada malam tanggal 16 Agustus 1945 itu, 'Tidak seorang di antara kami yang mempunyai teks yang resmi yang dibuat pada tanggal 22 Juni 1945, yang sekarang disebut Piagam Jakarta, ' tidak dapat diterima, karena telah melanggar kaidah-kaidah sejarah yang harus dijunjung tinggi. Mengapa mereka tidak mengambil teks yang resmi itu di rumah beliau di Jl. Diponegoro yang jaraknya cukup dekat, tidak sampai dua menit perjalanan? Mengapa mereka bisa ke rumah Mayjend. Nisimura, penguasa Jepang yang telah menyerah dan menyempatkan diri untuk bicara cukup lama malam itu, tapi untuk mengambil teks Proklamasi yang resmi dan telah disiapkan sejak dua bulan sebelumnya mereka tidak mau? Sungguh tidak masuk akal jika esok pagi Proklamasi akan diumumkan, jam dua malam masih belum ada teksnya. Dan akhirnya teks itu harus dibuat terburu-buru, ditulis tangan dan penuh dengan coretan, seolah-olah Proklamasi yang amat penting bagi sejarah suatu bangsa itu dibuat terburu-buru tanpa persiapan yang matang!
4. Teks Proklamasi itu bukan hanya ditandatangani oleh 2 (dua)
orang tokoh nasional (Soekarno-Hatta), tetapi harus ditanda-tangani oleh 9 (sembilan) orang tokoh seperti dicantum dalam Piagam Jakarta. Keluar dan menyimpang dari ketentuan tersebut tadi adalah manipulasi dan penyimpangan sejarah yang mestinya harus dihindari. Teks itu tidak otentik dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Deklarasi Kemerdekaan Amerika saja ditandatangani oleh lebih dari 5 (lima) orang tokoh.
5. Teks Proklamasi itu terlalu pendek, hanya terdiri dari dua alinea yang sangat ringkas dan hampa, tidak aspiratif. Ya, tidak mencerminkan aspirasi bangsa Indonesia; tidak mencerminkan cita-cita yang dianut oleh golongan terbesar bangsa ini, yakni para penganut agama Islam. Tak heran banyak pemuda yang menolak teks Proklamasi yang dipandang gegabah itu. Tak ada di dunia, teks Proklamasi atau deklarasi kemerdekaan yang tidak mencerminkan aspirasi bangsanya. Teks Proklamasi itu manipulatif dan merupakan distorsi sejarah, karena tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Dalam sejarah tak ada kata maaf, karena itu harus diluruskan kembali teks Proklamasi yang asli. Adapun teks Proklamasi yang otentik, yang telah disepakati bersama oleh BPUPKI pada 22 Juni 1945 itu sesuai dengan teks atau lafal Piagam Jakarta.
Jelasnya, teks proklamasi itu haruslah berbunyi seperti di bawah ini:
PROKLAMASI
Bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia ini harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri keadilan. Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan didorong oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia, yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jakarta, 22 Juni 1945
Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta, Mr. Ahmad Soebardjo, Abikusno Tjokrosujoso, A.A. Maramis, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, KH.
Wahid Hasjim, Mr. Muh Yamin.
KH Firdaus AN mengusulkan supaya dilakukan koreksi sejarah. Untuk selanjutnya, demi menghormati musyawarah BPUPKI yang telah bekerja keras mempersiapkan usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, maka semestinya pada setiap peringatan kemerdekaan RI tidak lagi dibacakan teks proklamasi "darurat" susunan BK-Hatta. Hendaknya kembali kepada orisinalitas teks proklamasi yang otentik seperti tercantum dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945 di atas.
Benarlah Nabi Muhammad shollallahu 'alaih wa sallam yang mensinyalir bahwa dekadensi ummat terjadi secara gradual. Didahului pertama kali oleh terurainya ikatan Islam berupa simpul hukum (aspek kehidupan sosial-kenegaraan). Tanpa kecuali ini pula yang menimpa negeri ini. Semenjak sebagian founding fathers negeri ini tidak berlaku "amanah" sejak hari pertama memproklamirkan kemerdekaan maka diikuti dengan terurainya ikatan Islam lainnya sehingga dewasa ini kita lihat begitu banyak orang bahkan terang-terangan meninggalkan kewajiban sholat. Mereka telah mencoret kata-kata "syariat Islam" dari teks proklamasi. Bahkan dalam teks proklamasi "darurat" tersebut nama Allah ta'aala saja tidak dicantumkan, padahal dibacakan di bulan suci Ramadhan..! Seolah kemerdekaan yang diraih bangsa Indonesia tidak ada kaitan dengan pertolongan Allah ta'aala…!
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ
"Sungguh akan terurai ikatan Islam simpul demi simpul. Setiap satu simpul terlepas maka manusia akan bergantung pada simpul berikutnya. Yang paling awal terurai adalah hukum dan yang paling akhir adalah sholat."
DAFTAR PUSTAKA :

PETRUS, SISI KELAM PEMERINTAHAN SOEHARTO


Rinaldi Afriadi Siregar / PIS
PAGI itu, di pinggir Jalan Jenderal Sudirman Semarang seputar kawasan perumahan Cakrawala Semarang, tak jauh dari pompa bensin (kini sudah gulung tikar, red), ramai orang berkerumun. Mereka mengelilingi sebuah karung goni tergeletak di antara lalat-lalat hijau. Bagian atas karung tidak terikat, dan menyembul wajah pucat menyeringai. Sesosok mayat pria muda telanjang dada dan penuh tato terlihat. Orang-orang bergunjing. Ini adalah mayat kali kesekian yang ditemukan tergeletak di tepi jalan.
Beberapa hari kemudian, di kawasan Jalan Hasanudin juga didapati mayat dengan kondisi serupa. Tetapi tidak terbungkus. Tergeletak begitu saja, di bawah tiang listrik. Wajahnya juga menyeringai seperti menahan takut dan sakit yang amat sangat. Mereka menamakan pria-pria malang itu sebagai korban petrus (penembak misterius).Hampir tiap pagi orang menjumpai mayat seperti itu. Hampir seluruh korban adalah pria bertato, dan belakangan diketahui mereka adalah yang dikenal sebagai bromocorah, gali, preman, dan segolongan mereka. Para korban sebagian besar tewas karena ditembak, tetapi sebagian yang lain mati tercekik, atau terjerat lehernya. Bahkan cerita dari mulut ke mulut lebih sadis dari itu. Para korban ada yang disergap di tengah jalan. Tapi tak jarang mereka dieksekusi di depan anak-istri mereka. Jika ditangkap di depan khalayak, mereka dibawa ke dalam mobil. Beberapa saat kemudian ia disuruh berlari, dan … dorr!
'Pesan'
Banyak mayat para korban seakan-akan sengaja diletakkan di tempat ramai, seolah menjadi "pesan" kepada para preman dan penjahat untuk tidak macam-macam lagi. Tak ayal kondisi ini membuat kelompok hitam, atau bahkan siapa saja yang di tubuhnya terdapat tato amat cemas, menunggu "Kapan giliran saya?". Beberapa di antara mereka berusaha menghilang sejauh mungkin, atau melenyapkan tato di tubuhnya."Pada suatu tengah malam, ketika kami sedang ngobrol, datang sebuah mobil. Lalu dari dalam mobil itu berhamburan 4-5 orang. Kami kalang kabut menyelamatkan diri berlarian ke sawah. Besoknya saya dapat kabar Mas Ripto ditemukan tewas. Di lehernya seperti ada bekas jeratan." Begitulah tutur seorang warga Tawangsari.
Ripto pada masanya dikenal sebagai pimpinan sebuah geng. Dia amat disegani, bahkan ditakuti bersama (waktu itu) kelompok Kisromi dari kawasan Krobokan. Reputasi di dunia hitam menempatkannya pada target Petrus. Kabar tewas nya Ripto membuat rekan-rekannya terpencarpencar menyelamatkan diri. Begitu juga dengan mereka yang merasa memiliki catatan di dunia hitam. Misalnya Wagiman seorang tukang copet terminal.
"Wah, saya betul-betul takut. Waktu Petrus mulai dulu, saya baru saja berumur 18 tahun. Saya sudah dua tahun "kerja" waktu itu. Karena kata orang yang dicari-cari itu yang bertato, tato di tangan dan di punggung saya, saya setrika. Karena masih khawatir juga, saya lari ke Riau dan sembunyi di kampung- kampung di sana selama empat tahun. Baru sesudah agak aman saya kembali lagi ke sini, dan mulai lagi 'kerja". Habis bagaimana lagi! Saya perlu makan. Jadi, terpaksa yaa kerja copet ini saja. Saya biasa beroperasi di terminal dan dalam bus rute Semarang – Yogyakarta. Masak orang kayak saya ini yang ditembak. Kalau mau ditembak, ya …, koruptor-koruptor itulah!" Trauma Berapa sebenarnya angka korban petrus? Sulit mencari data resmi karena ini operasi tertutup.
Beberapa orang menyebut, Petrus yang berlangsung tahun 1983-1985 memakan korban 5.000 orang. Namun ada pula yang menyebut angka 10.000 orang. Petrus tak hanya menjadi horor bagi mereka yang masuk daftar golongan hitam. Keluarga mereka pun tak urung dilanda ketakutan dan trauma sepanjang hidup mereka. Ini juga yang diakui oleh Lita BM. Wanita asal Semarang putri dari Bathi Mulyono.Bathi adalah pimpinan para mantan narapidana yang tergabung dalam organisasi Fajar Menyingsing. Dia lolos dari incaran Petrus, dan sempat menghilang beberapa tahun. Hilangnya Bathi ini menyisakan pengalaman traumatik bagi Lita.
"Aku salah satu korban operasi Petrus itu. Ayahku hilang dalam tragedi berdarah yang sampai sekarang tak pernah terungkap itu," kata Lita.
Untuk mengungkapkan perasaan gundahnya, Lita yang juga penyanyi ini kemudian merilis sebuah album berjudul Tirai Kelahiran "83. Lita mengaku tidak ingin mencari keadilan dengan meluncurkan album ini, namun ia berharap sebagai aktualisasi diri saja. Kalaulah ada nilainya, sekadar sebagai pengingat agar tidak terjadi lagi peristiwa pembunuhan massal seperti itu lagi.
"Harapanku, apa yang terjadi padaku tidak terjadi pada orang lain. Jujur saja, sangat menyakitkan. Aku hanya bisa sampaikan lewat lagu apa yang aku rasakan sejak kecil," tutur Lita yang sempat ditempa olah vokal oleh Uci dari Elfa"s, kepribadian dengan aktor Didi Petet, dan Shahnaz Haque.
Jika biasanya launching dan promo dilakukan di sebuah kafe atau restauran, Lita melantunkan lagu-lagunya dengan karaoke di sebuah demonstrasi massa. Di depan Istana Merdeka lagi. Hal itu berlangsung Kamis (24/1) siang lalu, di tengah-tengah demonstrasi para korban kemanusiaan kejahatan rezim Orde Baru, yang dikoordinasi Kontras. Demo itu antara lain menyuarakan kasus Semanggi, pembunuhan Munir, Penembakan Misterius (Petrus), peristiwa Tanjung Priok dll, bersamasama mahasiswa dan LSM
Habisi Penjahat Dekil Hingga Mesin Politik
BENARKAH Soeharto dalang di balik Pe­­­­trus? Dalam dokumen yang dimiliki Kon­­tras, Petrus berawal dari operasi pe­nang­gulangan kejahatan di Jakarta. Pada tahun 1982, Soeharto memberikan peng­har­gaan kepada Kapolda Metro Jaya, Mayjen Pol Anton Soedjarwo atas keber­ha­silan membongkar perampokan yang meresahkan masyarakat.
Pada Maret tahun yang sama, di hadap­an Rapim ABRI (sekarang TNI), Soehar­to meminta polisi dan ABRI mengambil lang­kah pemberantasan yang efektif me­ne­kan angka kriminalitas. Hal yang sama diulangi Soeharto dalam pidatonya tanggal 16 Agustus 1982.
Permintaannya ini disambut oleh Pang­­­kopkamtib Laksamana Soedomo da­lam rapat koordinasi dengan Pangdam Ja­ya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya dan Wagub DKI Jakarta di Markas Kodam Metro Ja­ya tanggal 19 Januari 1983. Dalam rapat itu diputuskan untuk melakukan Operasi Clurit di Jakarta, langkah ini kemudian diikuti oleh kepolisian dan ABRI di ma­sing-masing kota dan provinsi lainnya.
Operasi Clurit yang notabene sama de­ngan Petrus ini memang signifikan, untuk tahun 1983 saja tercatat 532 orang tewas, 367 orang di antaranya tewas akibat luka tembakan.
Tahun 1984 ada 107 orang tewas, di an­­taranya 15 orang tewas ditembak. Ta­hun 1985 tercatat 74 orang tewas, 28 di an­taranya tewas ditembak. Para korban Pe­trus sendiri saat ditemukan masyarakat da­lam kondisi tangan dan lehernya  te­ri­kat. Kebanyakan korban juga dimasukkan ke dalam karung yang ditinggal di pinggir jalan, di depan rumah, dibuang ke sungai, la­ut, hutan dan kebun. Pola pengambilan pa­ra korban kebanyakan diculik oleh orang tak dikenal dan dijemput aparat ke­amanan.
Mesin politik
Menarik menyimak ucapan yang di­lon­tarkan Bathi Mulyono yang akrab di­sapa BM. Mantan pimpinan Fajar Me­nying­sing, organisasi eks bromocorah yang eksis di Jawa Tengah sebelum tragedi penembakan misterius (Petrus) 1983. Me­nurut BM yang pernah terlibat dalam ber­bagai operasi politik, Petrus bukan ha­nya ditujukan bagi penjahat kerah dekil se­mata, tapi juga menghabisi mesin politik partai yang berkuasa waktu itu setelah se­lesai dimanfaatkan. Istilahnya habis ma­nis sepah dibuang!
Soal penanganan terhadap penjahat, BM yang selama 1,5 tahun sembunyi di hu­tan Gunung Lawu sepakat dengan per­nyataan mantan Wapres Adam Malik, ja­ngan mentang-mentang penjahat kerah dekil langsung ditembak, bila perlu diadili hari ini langsung besoknya dieksekusi ma­ti. Jadi syarat sebagai negara hukum su­dah terpenuhi. Adam Malik mengingat­kan, setiap usaha yang bertentangan de­ngan hukum akan membawa negara ini pa­da kehancuran. (Sinar Harapan, 25 Juli 1983)
Masalah Petrus waktu itu memang jadi berita hangat, ada yang pro dan kontra, baik dari kalangan hukum, politisi sampai pe­megang kekuasaan. Petrus pertama kali
dilancarkan di Yogyakarta dan diakui terus terang Dandim 0734 Letkol CZI M Hasbi (kini Wakil Ketua DPRD Jateng, red) sebagai operasi pembersihan para gali (Kompas, 6 April 1983). Hasbi menyebutkan, landasan hukum operasi yang ditanganinya adalah Operasi Clurit. Sedang landasan pelaksanaannya adalah tingkat keresahan masyarakat. (Kompas, 15 April 1983). Pengakuan operasi ini juga dikemukakan Panglima Kowilhan II Jawa-Madura Letjen TNI Yogie S Memet yang punya rencana mengembangkannya. (Kompas, 30 April 1983). Akhirnya gebrakan itu dilanjutkan di berbagai kota lain, hanya saja dilaksanakan secara tertutup.
Kadapol IX/Jateng Mayjen (Pol) Montolalu di Semarang menegaskan, aparat keamanan bertekad menurunkan angka kejahatan, walaupun harus ditempuh dengan berbagai cara yang lunak sampai tindakan keras. Selama tiga bulan operasi penumpasan kejahatan di Semarang dan Solo, polisi berhasil menangkap 1.091 penjahat. Di antaranya 29 orang tewas tertembak dan empat lainnya tewas dikeroyok massa yang menangkap. (Kompas, 23 Juni 1983).
Jika di Yogyakarta dan Jateng ada "pengakuan " operasi pemberantasan kejahatan, tapi di daerah lain tidak diakui. Contohnya, Pangdam V Jaya/Pangkopkamtibda Mayjen TNI Try Sutrisno bersama Deputy Kapolri Letjen Pol Drs Pamudji dan Kadapol Metro Jaya, Mayjen Pol Drs R Soedjoko selesai pertemuan mengatakan di wilayah hukum Laksusda Jaya tidak ada penembakan misterius. "Yang menyebut ada penembakan misterius hanyalah media massa sendiri," ujarnya. (Sinar Harapan dan Berita Harian Gala, 24 Juni 1983).
Sementara itu Amir Machmud, Ketua MPR/DPR selesai konsultasi dengan Presiden Soeharto di Binagraha, secara pribadi menyatakan setuju mengenai adanya penembak-penembak misterius dalam menumpas pelaku kejahatan. Demi untuk memberikan rasa aman kepada 150 juta rakyat Indonesia, tidak keberatan apabila ratusan orang pelaku kejahatan harus dikorbankan. (Sinar Harapan, 21 Juli 1983).
"Penjahat mati misterius tidak perlu dipersoalkan, " kata Kepala BAKIN Yoga Sugama selesai melapor kepada Presiden Soeharto di Bina Graha. Diungkapkan adanya surat Amnesti Internasional, yang katanya mempersoalkan iniitu, termasuk penjahat terbunuh di Indonesia. "Ini merupakan kepentingan yang lebih besar daripada mempersoalkan penjahat yang mati misterius, dan persoalan-persoalan asas yang dipermasalahkan," tambahnya. (Berita Harian Gala, 25 Juli 1983).
Lain lagi pendapat Wakil Ketua DPA (Dewan Pertimbangan Agung) Ali Murtopo, yang mengatakan penembakan misterius yang terjadi selama ini "dapat" dipertanggungjawabkan dan itu justru menurut ketentuanketentuan yang berlaku di dalam pelaksanaan tugas Hankam. "Saya melihat sistem konvensional ini sudah tidak bisa mengatasi masalah kriminal yang terjadi di Indonesia, maka ini harus diambil satu pertimbangan, kriminalitas dibasmi atau tidak. Jadi keputusannya dibasmi demi kepentingan rakyat," kata Ali Murtopo bersama pimpinan DPA M Panggabean, Wakil Ketua HJ Naro dan Sapardjo setelah konsultasi dengan Presiden Soeharto di Bina Graha (Sinar Harapan, 28 Juli 1983).
Tentu saja ada pandangan yang tidak setuju operasi semacam Petrus. Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan (FKP: fraksinya Golkar, red) Oka Mahendra SH menanggapi soal masalah "gali" mengatakan, sedikitnya ada empat aspek yang harus diperhatikan, yaitu aspek keamanan, sosial, ekonomi dan politik. "Memang aspek keamanan lebih menonjol, tapi tidak berarti aspek lainnya dapat ditinggalkan! Untuk itu para petugas keamanan agar tidak hanya terpukau pada aspek yang menonjol itu saja, tapi harus mendalami keseluruhan permasalahannya, " kata anggota dewan yang membawahi masalah Depdagri (Kompas, 16 April 1983).
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Adnan Buyung Nasution SH menyatakan, jika usaha pemberantasan kejahatan dilakukan hanya dengan main tembak tanpa melalui proses pengadilan maka hal itu tidak menjamin adanya kepastian hukum dan keadilan. Padahal kedua masalah tersebut merupakan tuntutan hakiki yang diperjuangkan orang sejak zaman Romawi Kuno. Jika cara-cara seperti itu terus dilakukan maka lebih baik lembaga pengadilan dibubarkan saja. "Jika ada pejabat apapun pangkatnya dan kedudukannya, mengatakan tindakan main dor-doran itu benar, saya tetap mengatakan hal itu adalah salah," tegas Buyung. (Sinar Harapan, 6 Mei 1983).
"Sekalipun mereka penjahat, namun sebagai manusia berhak mendapat keadilan melalui lembaga peradilan. Dan menembak ditempat, walaupun oleh petugas Negara, jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan," kata Ketua Yayasan LBH (Sinar Harapan, 14 Mei 1983).
Jika sekarang muncul tuntutan pertanggungjawaban atas tragedi Petrus, siapa yang harus bertanggung jawab? "Jadi menurut saya, tidak ada prajurit yang salah. Semua tanggung jawab di pundak pimpinan. Siapa? Soeharto! Itu sesuai pengakuannya dalam buku biografi berjudul Soeharto, Pikiran dan Tindakan Saya hasil wawancara Ramadhan KH dan G Dwipayana, tegas Bathi Mulyono yang tak ada tato satu pun di tubuhnya.
DAFTAR PUSTAKA :