EGI SEPTIA WINDARI
Pangean adalah salah satu desa yang memiliki seni budaya yang unik dan sangat tersohor yaitu Silat Pangean. Silat ini merupakan kebudayaan yang timbul dan berkembang dalam masyarakat Pangean khususnya dan masyarakat Kuantan umumnya, sehingga menjadi kebutuhan bagi mereka disamping kebutuhan yang lain. Silat sebagai wujud dari budaya masyarakat Pangean telah mampu menempati hati mereka karena dengan berbagai nilai yang ada didalamnya mampu mengikat dalam kesatuan yang utuh.
Ragam budaya silat ini cukup khas karena disamping melibatkan rohani dan jasmani masih punya kemampuan untuk merangkul budaya lain kepada identitas dirinya.
Silat merupakan olahraga bela diri yang sampai saat ini terus berkembang yang mana dalam silat Pangean sesuai dengan tradisi dan kebiasaan belajar silat dimulai ketika anak-anak memasuki usia 10-12 tahun, ketika mereka sudah baligh, berakal dan sejalan dengan mereka masuk mengaji ke surau untuk belajar mengaji dan shalat. Setiap anggota yang belajar Silat Pangean terlebih dahulu mengucapkan dua kalimah syahadat, sehingga mereka terikat dari kesatuan sebagai sesama pemeluk agama Islam.
Dengan mempelajari Silat Pangean, akan tumbuh jiwa yang suci, tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan agama, harus taat menjalankan ibadah, tidak boleh bersifat sombong kepada siapapun. Silat Pangean juga menumbuhkan rasa persaudaraan yang erat khususnya sesama anggota perguruan.
Menurut R. Soegiarto Poerbokoesoemo, Silat adalah: " Pembelaan diri yang tidak banyak memakai gerakan-gerakan. Namun didalamnya ada unsur-unsur beladiri. Dalam silat terkandung ilmu kebathinan ". [1]
Sejarah silat Pangean
Sejalan dengan proses perkembangan Agama Islam di Sumatera sekitar abad ke- 17 masyarakat Pangean telah memeluk agama Islam. Pangean pada zaman itu telah memiliki adat istiadat dan hukumnya telah berlaku dalam kehidupan masyarakat. Zaman primitif telah mulai ditinggalkan dan syi'ar agama Islam telah tampak pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari sehingga minat untuk mengkaji dan mendalami pengetahuan agama Islam telah pula tumbuh.
Gindorajo seorang pemuda dari keluarga suku Pintu Gabang Mandahiling adalah suami dari seorang gadis suku Melayu yang bernama Gadi Ome bertempat tinggal di Koto Tinggi Pangean, diantara orang Koto Tinggi Pangean yang berminat untuk memperdalam pengetahuan agama Islam adalah Gindorajo. Untuk memenuhi keinginan tersebut ia bermaksud menuntut ilmu agama atau mengaji di Sumatera Barat-Lintau (Minang).
Pada suatu ketika Gindorajo menjelaskan kepada istrinya bahwa selama tiga tahun di Lintau hanya sekitar enam bulan saja belajar agama dan selebihnya untuk mempelajari silat dan memperdalam ilmu-ilmu yang berkaitan dengan persilatan. Gurunya bernama Datuk Batabuh. Penjelasan sang suami itu membuat istri sangat kecewa dan kesal dan terjadi pertengkaran mulut antara Gindorajo dan istrinya. Pada saat itulah keluar kata-kata dari mulut sang istri yaitu silat yang dipelajari dan didalami selama tiga tahun itu belum mempunyai arti apa-apa, kemudian ditambah lagi dengan kalimat " arang habis besi binasa ".
Dengan adanya pertengkaran mulut tersebut menyebabkan persoalan semakin meruncing yang menimbulkan pertarungan pisik antara suami dan istri. Dalam pertarungan itu Gindorajo selalu kalah oleh istrinya, walaupun Gindorajo sempat menggunakan senjata berupa sokin (pisau bahasa Pangean) sedangkan sang istri hanya memakai setangkai sendok nasi dari tempurung.
Pada petang Kamis malam Jum'at berikutnya diberikanlah penjelasan kepada suaminya bahwa ilmu dan keterampilan silat yang dimilikinya itu adalah dengan mendapat ilham dari yang " ghaib ". Sejak itu pula Gindorajo belajar silat kepada istrinya dengan mendahului mandi Limau dan menjadi murid yang pertama. Maka jelaslah bahwa Silat Pangean merupakan silat yang tumbuh dari ilham yang ghaib dan terus berkembang sampai saat ini bukan yang diperdapat dari ajaran Datuk Batabuh di Lintau dahulu. [2]
Ada paling kurang dua versi cerita, versi yang pertama menurut orang Pangean itu sendiri bahwa silat itu berasal dari nenek moyang mereka. Pada versi lain disebutkan dijemput dari Lintau Buo Minangkabau. Guru besar dari Lintau Buo itu kemudian membuka laman silat di Koto Tuo Siberakun. Dari situlah muncul seorang murid yang bergelar Baromban. Dalam versi tokoh-tokoh silat di Rantau Kuantan adalah Sutan Nan Garang (pemegang warisan dari guru yang datang dari Lintau Buo), Baromban (tokoh silat di Pangean), Jiusu dari Siberakun.
Pada awalnya, silat Pangean hanya diajarkan kepada anak dan kemenakan. Karena itu silat bersifat tertutup dan diajarkan secara sembunyi-sembunyi. Hingga kemudian orang semakin banyak yang ingin belajar silat Pangean. Kala itu, Penghulu Suku Caromin, Datuk Pakomo yang bergelar Datuk Penghulu Sati, meminta kepada guru silat agar ilmu silat yang ada padanya diajarkan kepada seluruh anak kemenakan di negeri Pangean.
"Ketentuan berdasarkan kesepakatan dan musyawarah. Dengan aturan tidak semua ilmu silat yang diajarkan kepada murid. Yang sapicik (sedikit) milik guru tetap tinggal pada guru, dan yang segenggam diberikan dan diajarkan kepada orang banyak," ujarnya menjelaskan aturan yang dibuat penghulu negeri.
Dalam mencapai tujuan pengembangan silat dan dalam rangka melestarikan kebudayaan masyarakat Pangean, penghulu adat membuka laman silat di samping Mesjid Koto Tinggi. Di sini sebuah balai adat didirikan. Selain itu, dalam rangka pemerataan keterampilan silat, para guru silat Pangean memberi izin untuk dibukanya laman silat di masing-masing banjar. Dalam penerapannya, silat Pangean terdiri dari permainan dan pergelutan. Tarian silat sambut menyambut serangan ini sering dimainkan di halaman. Hal ini berbeda dalam pengajaran silat kepada murid tingkat atas yang dilakukan di rumah. Dalam gerakan, silat Pangean dikenal dengan gerak lembut dan gemulai. Meski begitu setiap gerakan menyimpan efek yang mematikan. [3]
Silat sebagai Tradisi
Menurut KRT. Soetardjonegoro, Silat adalah " gerak serang beladiri yang erat hubungannya dengan rohani, sehingga dapat menghidup suburkan naluri, menggerakkan hati nurani manusia, langsung menyerahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa".
Tradisi merupakan adat kebiasaan secara turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. Silat Pangean termasuk olahraga bela diri yang dipelajari secara turun temurun menurut tata cara tertentu yang sudah menjadi tradisi. Dalam penggunaan Silat Pangean ini dapat dibagi dua yaitu :
a. Silat Permainan, yaitu silat yang digunakan dalam upacara-upacara yang umumnya kelihatan indah.
b. Silat sebenar silat, yaitu silat yang digunakan untuk benar-benar membela diri dalam menghadapi lawan.
Pokok Aturan Dan Pengaturan Silat Pangean
1. Hormat maksudnya adalah anggaplah guru sebagai ibu basal sendiri, kalau sakit ditunggu, susah dibantu, turuti kata, perintah , serta suruhnya.
2. Kadomat, maksudnya ikut bekerja dengan guru/ mengabdi kepada guru, jika dia sakit diobati, susah dibantu, mengerjakan sawah ladangnya, putus tali tangga ikatkan kembali, bocor atap rumahnya sisipkan kembali, koyak dinding rumahnya ditambal, tak kuat dia berjalan didukung.
3. Minat, merupakan keinginan murid terhadap guru untuk belajar silat, kemudian minat guru terhadap murid untuk mengajarkan silat. Minat murid terhadap guru jauh diulangi (dikunjungi atau diziarahi), dekat didukung dengan kasih, selalu ingat dalam hati , selalu didoakan yg baik-baik.
4. Lamo maso/lama masa, maksudnya untuk mendapatkan ilmu waktunya tidak terbatas, selama hayat dikandung badan, duduk berguru, berdiri bertanya.
5. Permainan, adalah mengadu lentik jari, lemah pinggang, tidak memberi malu dan tidak mendapat malu, lembut jari bagai menari, lemah pinggang meliuk-liuk, berselentik jari dengan permainan yg indah dipandang mata.
6. Pergelutan, adalah bagaimana cara bergelut, pegang memegang dan langkah melangkah, coba mencoba, acah mengacah,jangan mengenai lawan, enak manis permainannya, enak bagi yang main, manis bagi yang menonton.
7. Percaturan, yang dimaksud dengan percaturan adalah hambat- menghambat , akal-mengakali, kepung-mengepung untuk mencari bagaimana tekhnik dan taktik yang harus dilakukan supaya mengenai lawan , sehingga kena satu mau dua, kena dua mau tiga, begitu seterusnya.
8. Silat, silat dimaksud disini adalah bagaimana cara mengelak, menghindari serangan lawan, berpantang kena lahir dan bathin, berpantang kena di dunia dan akhirat (selamat dunia dan akhirat)
9. Menjemputpatah/bersedia patah, tantangan masuk silat adalah patah. Menjemput patah terbagi dua; pertama , patah perjalanan, contoh bila murid hendak pergi ke suatu tempat, tiba-tiba disuruh guru ke tempat yang lain maka patahlah maksudnya. Kedua, patah kaki atau tangan dalam belajar tidak ada yang menyesal, kalau patah dalam bermain silat tidak bisa dituntut hukum.
10. Menjemput buta, tantangan yang lain masuk silat adalah buta, entah salah sambut, entah salah gayung, mata buta tak boleh disesali dan tak bisa dituntut hukum
11. Menjemput susah, maksudnya adalah susah badan karena bekerja, membuat gelanggang, membuat balai, entah apalah yang disuruh guru, hal ini harus dimaklumi oleh seorang murid. Dengan kata lain mengerjakan apa yang disuruh guru.
12. Menjemput utang, maksudnya adalah kewajiban untuk mengisi adat dan lembago yaitu persyaratan untuk bisa menjadi murid. Syarat yang harus dipenuhi adalah :
a. Membayar beras segantang
b. Menyerahkan kain sekabung
c. Membawa ayam seekor
d. Cincin sebentuk
e. Limau sebuah
13. Sangko guru, atau dianggap guru ada dua macam :
a. Orang pangean biar besar maupun kecil, lelaki atau perempuan dikatakan sangko guru; biarpun anak kecil-sebab air atap jatuhnya ke penuturan juga.
b. Orang yang di rantau.
14. Angkat guru, tidak pandai diajar, tetapi pandai karena diangkat, pengangkatan itu terjadi apabila wafat pendekar bertuah, setelah mayat dimasukkan ke dalam keranda harus sudah dilantik penggantinya, barulah mayat dikuburkan.
15. Guru-guru, adalah orang yang pandai, orang yang memiliki ilmu yg berlebih . Guru-guru merupakan orang yang pandai dalam bersilat dan sudah mempunyai laman dan murid. Mereka harus dihormati dan jangan dianggap remeh.
16. Guru sebenar guru, merupakan orang tempat menuntut/tempat belajar silat atau orang yang mengajarkan silat pada muridnya.
Seiring dengan berjalannya waktu silat Pangean mendapat perhatian yang luas. Tidak hanya di Rantau Kuantan, tapi mulai dikenal di Inderagiri dan daerah Riau lainnya. Bahkan pengaruh silat Pangean juga tumbuh diluar negeri seperti di negara Malaysia, Singapura dan Pathani Thailand.
Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Budaya Silat
1. Niali Keagamaan
Nilai keagamaan dalam silat Pangean tercermin diantaranya ketika seseorang akan masuk silat Pangean, dimana seseorang yang akan masuk silat terlebih dahulu mandi balimau agar dirinya bersih dari kotoran yang melekat pada dirinya. Nilai keagamaan terbentuk pula dalam adab dan cara bersilat, seseorang yang akan bersilat terlebih dahulu duduk bersimpuh menghadap kiblat-berdoa kepada Allah SWT memohon perlindungan , keselamatan, kekuatan agar terhindar dari segala marabahaya. Belajar Silat Pangean sekaligus mempelajari agama islam yang dimulai semenjak anak-anak, sesuai dengan tradisi belajar silat dilakukan sejalan dengan mengaji di surau. Nilai keagamaan terlihat pula pada tradisi ziarah ke Pondam (makam) guru-guru silat yang ada di Pangean.
2. Nilai Budaya
Nilai Budaya, Silat tradisional ini dipertunjukan pada malam dibulan Ramadhan selesai shalat tarawih, pada Hari Raya Idhul Fitri dan Idul Adha. Hal ini telah berlansung sejak dari dahulu kala yang terus diwarisi oleh generasi sampai saat sekarang ini. Permainan silat pada hari Raya dibuka dan ditutup oleh Penghulu Adat di Pangean.[4]
Note :
[1] U.U.Hamidy. 2000. Masyarakat Adat Kuantan Singingi. UIR Press
[2] U.U.Hamidy. 1986. Dukun Melayu Rantau Kuantan, Riau. Bagian Proyek Penelitiann Dan Pengkajian, Kebudayaan Melayu(Melayulogi), Departemen Pendidikan Daan Kebudayaan R.I
[3] http://riau-global.blogspot.co.id/2012/06/silat-pangeantaluk-kuantan.html
[4] http://caniagosimandolak.blogspot.co.id/2009/02/silet-pangen.html
Hati Hati Post Sejarah silek sanak, La banyak nan ba ubah ma
ReplyDeleteLai kan batangguang jawab PO ?