Lena Putriana/S/B
Pelaut dan penyair VOC bernama Jan De Marre pertama kali datang ke Batavia pada awal abad ke-18. Perasaan seorang pelaut ketika melihat Batavia setelah berbulan-bulan dilaut, dilukiskan dalam penggalan puisi yang berjudul "Batavia".
Inilah awal manis kedatangan kolonial VOC di Indonesia. Berbagai macam daya tarik, manis mulut yang disuguhkan kepada rakyat sebelum melakukan propokasi dimana-mana. Mereka menjanjikanakan mengembangkan perdagangan dan akan membantu usaha-usaha rakyat untuk menunjang kehidupan masyarakat yang kurang. Awal mula propokasi yang dilakukan adalah dengan pengangkatan posisi seorang gubernurJ endral VOC. Dari sinilah sedikit demi sedikit rakya tmerasa tersiksa oleh kolonial. Puncak kejayaan VOC sudah jelas, seperti yang dikatakan oleh Valentijn tentang Abraham Van Riebeek dengan kelahiran Afrika sebagai orang yang "Membenci Kemewahan", akan tetapi kenyataannya VOC mengambil keuntungan dari posisi kekayaan untuk memuaskan keinginannya dan masyarakat VOC lainya.[1]
Peraturan kemewahan mempengaruhi seluruh penduduk karena tidak ada yang dapat menghindari peraturan yang dibuat VOC. Jangankan rakyat biasa, pemuka agama pun termasuk kedalam peraturan tersebut. Betapa kejamnya kolonial-kolonial ini dalam masa hidupnya di nusantara. Berbagai aspek kehidupan rakyat dipegang oleh VOC. Rakyat bias ahanya dijadikan sebagai pekerja, sedangkan mereka adalah penikmat dari hasil tersebut. Baik dari perkebunan maupun bidang lainya. Betapa menyedihkan nasib para saudara kita terdahulu. Awal mula dengan sejuta manis mulut sekarang berbanding terbalik atas apa yang telah di janjikan. Pemerintahan colonial dengan cukup piawai telah terlibat dalam urusan politik dan ekonomi di jawa, yang menjadi target terbesar mereka di jawa adalah Mataram. Mataram merupakan daerah jajahan terbesar mereka dari daerah yang lain saat itu. Pengaruh colonial terhadap Mataram dimulai sejak masa pemerintahan Amangkrut I. Sebagai perbandingan pada abad ke-18 VOC belum mempunyai kedudukan teritorial yang kuat. Hanya di Semarang dan Sumenep yang berada di bawah kekuasaan VOC. Ada tahun 1708 Semarang dijadikan sebagai kantor pusat utama dari wilayah VOC untuk daerah pantai timur jawa. Pejabat tertinggi di jawa adalah seorang Gezag heber dengan pangkat Opperkoopman. Setelah beberapa tahun pangkatnya dinaikan menjadi Comandeur.[2]
Venetrasi kekuasaan dapat dilihat dari perjanjian-perjanjian antara penguasa dari kerajaan terhadap kolonial-kolonial. Perjanjian yang dibuat selalu merugikan pihak kerajaan. Usaha tersebut sudah dirintis sejak Sunan Amangkrut I mulai bertahta di kerajaan Mataram (1645-1672). Dinasti ditegakan kembali hanya sesudah intervensi VOC yang sudah memaksakan perjanjian yang member pada konsensi penting dalam hal ekonomi dan ditetitorial lebih dalam lagi. Dengan melihat sudut pandang ini dapat ditarik kesimpulan bahwa peristiwa pemberontakan yang dipimpin pada dasarnya bukan pemberontakan terhadap Mataram, akan tetapi titik beratny auntuk menindas pengaruh dan kekuasaan VOC atau setidaknya membatasi gerakan VOC supaya tidak meluas lagi. Sudah cukup atas apa yang dilakukan VOC untuk rakyat jawa. Jangan sampai meluas kedaerah lain. Mataram selama penguasaan Sultan Agung pada awalnya memberikan keleluasaan pada VOC untuk berdagang, sampai ijin mendirikan came di jepara. Namun pada akhirnya menolak keberadaan VOC dijawa. Selama pemerintahan Amangkrut I sebagai pengganti Sultan Agung. Keberadaan VOC pun masih dibatasi bahkan VOC bisa masuk kewilayah jawa dengan ditarik pajak.
Menurut Ricklef Amangkrut I mempunyai 4 sasaran kuat, yaitu.
1. Menjamin supaya pajak dari perdagangan daerah pesisir pantai langsung tersalur ke istana.
2. Menegakan kembali hubungan 'Vasal' VOC menurut keyakinannya sudah ditetapkan pada perjanjian tahun 1646.
3. Menerima hadiah-haidan VOC yang dapat meningkatkan kemewahan dan keanggungan istana.
4. Menerima dana dari VOC untuk meringankan kekurangan dana yang kronis di kerajaannya.
Pengambilan keputusan ini bertujuan supaya kekuasaan pesisir jawa utara terutama perdagangannya yang telah dibuka kembali itu dapat mengakibatkan VOC tidak setia lagi dan tidak membayar pajak pada kerajaan. Selain itu juga ada perjanjian yang dibuat antara raja pakubuana I dari mataram dan VOC. Dimana VOC setuju untuk menghapuskan hutang mataram yang bertumpuk sejak VOC membantu raja Amangkrut I untuk menumpaskan pemberontakan trumajaya yang meletus tahun 1675. Sebagai imbalan mataram setuju untuk :
1. Mengulangi pengakuannya atas batas wilayah Batavia, dimana termasuk priangan.
2. Mengakui Cirebon sebagai protektorat VOC
3. Melepaskan paruh Madura bagian timur, termasuk sumenap an pamekasan
4. Membenarkan VOC atas kekuasaan atas semarang.
5. Hak VOC untuk membangun bnteng dimana pun jiwa.
6. Hak VOC untuk membeli beras sebanak mau nya.
7. Pembenaran monopoli VOC atas impor candu dan wastra.
8. Pengiriman beras dari mataram kepada VOC sebanyak 800 koyan atau sekitar 1300 ton setiap tahun dengan Cuma-Cuma selama 25 tahun.
9. Pemenpatan kembali suatu garnisum VOC di kartasura yang di biayai susuhunan.
10. Larangan untuk orang jawa berlayar kea rah timur Lombok ke sebelah utara Kalimantan ke sebelah barat lampung. Setelah erhasil menguasai malaka, kemudian VOC memperluas daerah kekuasaan nya dengan menguasai daerah-daerah dinusantara dengan menaklukan semua halangan yang akan menhadang pintu masuk VOC. VOC berhasil mendirikan pusat kekuasaan di Batavia dan berusaha mempraktikan monopoli perdagangan selat sunda. [3]
Pada akhirnya system monopoli di hapuskan. Konflik yang terus-menerus terjadi dalam hubungan ini VOC menjadi kreditor. Walaupun pada dasarnya system monopoli ini di pegang oleh Mataram namun sebisa mungkin VOC akan melakukan seribu cara untuk memastikan seluruh dari kerajaan Mataram ini jatuh di tanganya. Berbagai tindakan dilakukan oleh kerajaan-kerajaan untuk mengusir parah VOC dari negeri mereka, tapi apalah daya kekuatan VOC tidak sebanding dengan kekuatan kerajaan –kerajaan tersebut. Pada tahun 1614 VOC yang saat itu masih bermarkas di Ambon mengirim duta untuk mengajak sultan agung bekerja sama namun di tolak mentah-mentah. Pada tahun 1618 mataram dilanda gagal perang akibat perang yang berlarut-larut melawan Surabaya. Meskipun demikian sultan agung tetap menolak bekerja sama dengan VOC. Pada tahun 1619 VOC berhasil merebut jayakarta dibagian barat pulau jawa yang belum ditaklukan mataram dan mengganti nama nya menjadi Batavia. Markas mereka pun di pindah pada daerah itu. Menyadari kekuatan belanda tersebut sultan agung mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam menghadapi Surabaya dan banten. Maka pada tahun 1621 mataram mulai menjalin hubungan deengan VOC dan kedua belah pihak saling mengirim duta besar. Akan tetapi, VOC menolak membantu mataram menyerang Surabaya. Akibatnya,hubungan diplomatic antara kedua nya pun putus. Sultan agung melakukan penyerangan sebanyak dua kali, yaitu pada tahuun 1628-1629. Serangan pertama pada tahun 1628 terbagi dua gelombang. Gelombang pertama di pimpin oleh tumenggung bhahurekso dengan membangun kubu-kubu pertahanan dekat rumah-rumah penuduk di sekitar Batavia. Namun tindakan tersebut diketahui oleh VOC, sehingga kemudian VOC menyerang dan mebakar yang terdapat pasukan mataram dan termasuk suka tumenggung bhahureksso. Strategi yang digunakan adalah membendung aliran sungai ciliwung agar orang batavis kekurangan air dan terjangkit wabah penyakit menular. Secara umum, serangan sultan agung yang pertama ini mengalami kegagalan. Pada tahun 1629 mataram melakukan penyerangan untuk kedua kalinya dibawah pimpinan dipati puger dan dipati purabaya. Belajar dari serangan pertama yang gagal maka diadakan persiapan yang lebih matang sebelum menghadapi serangan. Didirikan lumbung-lumbung padi di daerah Cirebon dengan tujuan meblokade bahan makanan ke Batavia. Lumbung-lumbung padi tersebut juga diketahui oleh VOC an di bakar, akibatnya serangan mataram keua nya juga mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut di sebabkan oleh beberapa faktor :
1. Kalah dalam persenjataan
2. Jarak mataram ke Batavia yang jauh.
3. Kekurangan bahan makanan akibat lumbung padi persedian mataram berhasil dibakar oleh VOC.
4. Terjangkitnya wabah penyakit yang di jangkit oleh prajurit VOC akibat kekurangan air.
Antara tahun 1630-1645 mataram sering mengadakan penyerbuan terhadap kapal-kapal VOC. Dan pada tahun 1641 mataram mengadakan perpindahan perpindahan penduduk dari jawa tengah ke sumedang, jawa barat menyebabkan VOC terancam.[4]
Kesimpulan
Mataram dalah salah sau wilayah yang menjadi tempat persinggahan bahkan di jadikan sebagai tempat jajahan oleh VOC. Awal mula kedatangan nya hanya untuk berniaga dan berdagang, namun lama-kelamaan VOC pun berangsur-angsur menguasai sepenuh nya wilayah mataram. Berbagai hak monopoli di terapkan oleh VOC di berbagai bidang. Belum cukup itu, VOC juga menadu dombakan kerajaan-kerajaan yang ada di nusantara salah satunya di jawa.
Kelaparan, kekeringan dan kematian tidaklah hal asing lagi oleh rakyat mataram. Air yang sudah biasa di gunakan oleh masyarakat setiap hari harus di bending oleh VOC, akibatnya banyak yang terjangkit penyakit tertular. Belum lagi kelaparan akibat padi yang dibakar. Mengakibatkan masyarakat mataram gagal melakukan serangan terhadap lawan.
[1]Jean Gelman Taylor, Kehidupan Sosial di Batavia, (Jakarta: Masup, 2009), Cet. Ke-1. h. 89
[2]Restu Gunawan, Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta, (Jakarta: CV. Bangunan Karya, 1999), Cet. Ke-1. h. 121
[4]Prof.Dr.A. Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 dari Emporium Sampai Imperium, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1987), Cet, Ke-6. h. 195
No comments:
Post a Comment