Rinaldi Afriadi Siregar/ SI IV
Perhimpunan indonesia (PI) berdiri pada tahun 1908 oleh orang-orang indonesia yang berada di negeri Belanda, diantaranya R.P Sosrokartono, R. Hoesein Djajadinigrat. R.N Notosuroto, Notodiningrat, Sutan Kasayangan Saripada, Sumitro Kolopaking, dan Apituley. Pada mulanya perhimpunan indonesia bernama Indische Vereenigng. Kegitannya pada mulanya hanya terbatas pada penyelenggaraan pertemuan sosial dengan para anggota ditambah dengan sesekali mengadakan pertemuan dengan orang-orang belanda
yang banyak memerhatikan masalah indonesia,antara lain Mr. Abenendanon, Mr. Van Deventer, dan Dr. Snouck Hurgronye. Organisasi ini bertujuan untuk memajukan kepentingan-kepentingan bersama dari orang-orang yang berasal dari indonesia, maksudnya orang-orang pribumi dan non-pribumi bukan Eropa, di negeri Belanda dan hubungan dengan orang Indonesia.
Dampak dari perdamaian Perang Dunia I muncul lah dibarat negara-negara nasion, antara lain atas prakarsa presiden AS, Woodrow Wilson, dan kemudian penderian perserikatan bangsa-bangsa (Volkenbond). Pernyataan W.Wilson yang terkenal sebagai "Hak Penentuan Nasib Sendiri" yang juga berfungsi sebagai dasar penentuan peta baru Eropa sehabis Perang Dunian I menimbulkan dampak nasionalisme dan tambahan pula pemiju nasionalisme di daerah jajahan dimana-mana[1].
Pada tahun 1922, De Indische Vreeniging diterjemahkan menjadi perhimpoenan indonesia, dan dari awal 1973 mempunyai pengurus baru dengan ketuanya R.Iwa Koesoema soemantri, Sekretarisnya J.sitanala, bendaharanya Muhammad Hatta , komisarisnya Sastro Moeljono, dan archivarisnya Moenkoesoemo.
Kemudian disamping nama dalam bahasa Belanda dipakai juga nama Perhimpoenan indonesia dan lama-lama hanya nama perhimpunan indonesia saja yang dipakai. Dengan demikian, semakin tegas bergerak memasuki bidang politik perubahan ini juga didorong oleh bangkitnya seluruh bangsa-bangsa terjajah Asia dan Afrika untuk menuntut kemerdekaan.
Semenjak tahun 1923 PI aktif berjuang bahkan memolopori dari jauh perjuangan kemerdekaan untuk seluruh rakyat indonesia dengan berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang murni dan kompak. Berdasarkan perubahan ini, PI keluar dari Indonesich Verbond Van Studeerenden (suatu perkumpulan yang bertujuan menggabungkan organisasi-organisasi mahasiswa indonesia, Belanda,dan peranakan Cina yang berorientasi ke indonesia dalam suatu kerja sama pada tahun 1923 karna dianggap tidak perlu lagi[2].
Dalam rangka memperingati hari ulang tahunnya yang ke-15, tahun 1924 mereka menerbitkan buku peringatan yang berjudul Gedenkboek. Buku ini bereisi n13 artikel yang ditulis oleh A.A Maramis, Ahmad Soebsrdjo, Sukiman Wiryosanjoyo, Mohammad Hatta, Muhammad Natsir, Sulaiman, R. Ng. Purbacaraka, Darmawan Mangunkusumo, dan Iwa Kusumasumantri.
Susunan buku itu adalah sebagai berikut:
Artikel pertama berjudul "Tinjauan ke Belakang" yang menguraikan pembentukan dan perkembangan PI, disusul oleh karangn berjudul "Mananjak", kemudian karangan tentang "Jalan Baru", barikutnya tentang arah zaman"[3].
Didalam tiga abad penjajahan akhirnaya menimbulkan sikap yang mestinya ditunjukkan kepada penajajah yang menunjukkan sikap perlawanan, tidak mau berkompromi meliputi karangan dalam majalah Indonesia. Mereka terbitan dalam tahun-tahun berikut dan dalam pernyataan dasar-dasar PI.
Masalah-masalah yang diinventasikan saat itu antara lain :
Hanyalah Indonesia yang bersatu serta mengenyampingkan perbedaan-perbedaan yang mampu mematahakan kekuatan penguasa yang menjajah. Tujuan bersama, ialah pembebasan Indonesia berdasarkan pada kesadaran dan bertumpu pada kekuatan aksi masa nasionalistis,
Dalam setiap masalah tata negara kolonial yang mendominasai ialah perlawanan kepentingan antara penjajah[4].
Keikutsertaan semua lapisan masyarakat dalam memeperjuangkan pembebasan yang mendominasi dalam perjuangan itu ialah berlawannya kepentingan yang menjajah dan yang dijajah.
Kecendrungan dalam perjuangan ialah bagaimana menyembunyikan dan menutupi siasat kaum penjajah. Poitik Kolonnial itu merusak dan mendemoralisasi kehidupan psiki dan fisis, maka perlu di usahakan normalisasi relasi-relasi dalam kehidupan masyarakat kolonial itu.
Berdasarkan pernyataan itu muncul pernyatan dasar-dasar PI yang tertera dalam Hindia Poetra edisi Maret 1923 berbunyi sebagai berikut :
1. Masa depan bangsa indonesia hanya semata-mata yang dalam pembentukan struktur pemerintah sendiri dapat di pertanggungjawabkan oleh bangsa Indonesia
2. Untuk mencapai itu setiap orang menurut kemampuan serta menurut kekuatan serta kecakapannya di usahakan tanpa bantuan pihak manapun
3. Untuk mencapai tujuan bersama itu semua unsur atau lapisan rakya perlu kerja sama serat-ertanay.
Perlu dicatat disini bahwa dalam Dekalrasi itu sangat ditentukan pokok-pokok antara lain: ide kesatuan atau ideologi kesatuan dan prinsip demokrasi sebagai tindak lanjut proklamasi dasar-dasar PI disusun rencana kerja sebagai berikut :
1. Melancarkan propaganda secara intensi dasar-dasar tersebut, terutama Indonesia
2. Menarik perhaian dunia internasional terhadap permasalahan Indonesia, dan
3. Meningktakan perhatian para anggota terhadap persoalan Internasional. Dalam pada itu para anggota PI yang menyatakan diri mereka selaku penggerak revulisioner-nasionalistis telah merinci garis-garis arahan dan demikian mendapat simpati dari kawan-kawan setanah air serta membangkitkan semnagat revulisioner-nasionalistis di Indonesia.
Meningkatnya aktivitas kearah politik terutama sejak datangnya dua orang Mahasiswa ke negeri Belanda, yaitu A. Subardjo tahun 1919 dan Mohammad Hatta tahun 1921, dan keduanaya kemudian pernah mengetahuai PI. Dengan bertambah banyaknya mahasiswa Indonesia yang belajar di negri Belanda berubah pula kekuatan PI. Pada permulaan trahun 1925, dibuatlah suatu anggarn dasar baru yang merupakan penegasan yang lebih luas lagi dari perjuangan PI. Di dalamnya disebutkan bahhwa kemerdekaan penuh bagi Indonesia hanya akan di peroleh dengan aksi bersma yang dilakukan serentak oleh seluruh kaum nasionalis dan berdasarkan atas kekuatan sendiri. Untuk itu, sangat diperlukan kekompakan rakyat seluruhnya. Di dalam segala penjajahan kolonial, kepentingan antara pihak yang menjajah dengan puhak yang dijajah yang memang sangat bertentangan menjadi masalah penting. Penjajahan itu memang menbawa penagaruh yang merusak jasamani dan rohani orang Indonesia dan merusak kehidupan lahir dan batin[5].
Sementara itu, kegiatannya meningkat menjadi nasional-demokratis, non-kooperasi, dan meninggalkan sikap kerjasama dengan kaum penjajah bahkan menjadi internasoanal dan anti kolonial. Di bidang Internasional ini PI bertemu dan berkerjasama dengan perkumpulan-perkumpulan dan tokoh-tokoh pemuda serta mahasiswa yang berasal dari negeri-negeri jajahan di Asia dan Afrika yang mempunyai cita-cita yang sama dengan Inonesia. PI memang berusaha supaya masalah Indonesia mendapatkan perhatian dalam dunia Internasional. Hubungan dengan beberapa organisasi Internasional diadakan seperti liga penentang imperialisme dan penindasan kolonial dan komintern.dalam kongres ke 6 liga demogratie Internasional untuk pendamaian pada bulan agustus 1926 di Paris (Prancis) Moh.Hatta dengan tegas menyatakan tuntutan untuk kemerdekaan indonesia.
Kejadian ini menyebabkan pemerintah Belanda bertambah curiga pada PI. Kecurigaan ini bertambah lagi saat Moh.Hatta atas nama PI menandatangani suatu perjanjian (rahasia) dengan (Semaun) (PKI) pada tanggal 5 desember 1926 yang isinya menyatakan bahwa PKI mengakui kepemimpinan PI dan akan dikembangkan menjadi partai rakyat kebangsaan indonesia selama PI secara konsekuen tetap menjalankan politik untuk kemerdekaan indonesia. Perjanjian ini dinilai oleh Komintern sebagai suatu kesalahan besar dan dibatalkan kembali oleh Semeun[6].
Dalam kongres 1 liga pada bulan februari tahun 1927 di Berlin yang dihadiri antara lain oleh wakil-wakil pergerakan di negeri jajahan ,PI yang bertindak atas nama PPPKI di indonesia juga mengirimkan wakil-wakilnya, Moh.Hatta, Nazir Pamoentjak, Gatot dan A.Subardjo.Kongres mengambil keputusan antara lain :
Menyatakan simpati yang sebesar-besarnya kepada pergerakan kemerdekaan Indonesia dan akan menyokong usaha tersebut dengan segala daya.
Menuntut dengan keras kepada pemerintah Belanda kebebasan bekerja untuk pergerakan rakyat Indonesia.
Dalam kongres ke dua di Brussel tahun 1927,PI juga ikut ,tetapi suatu liga didominasi oleh kaum kominis ,PI keluar dari liga. Kegiatan PI dikalangan internasional ini menimbulkan reaksi yang keras dari pemerintah Belanda atas tuduhan "dengan tulisan mengasut dimuka umum untuk memerontak terhadap pemerintah ", maka pada tanggal 10 juni1927,4 anggota PI yaitu Moh.Hatta , Nazir Pamoentjak, Abdulmadjid Djojoadiningrat ,dan Ali Sastroamidjojo ditangkap dan ditahan sampai tanggal 8 Maret 1928. Namun, dalam pemeriksaan di sidang pengadilan di Den Haag pada tanggal 22 maret 1928, karna tidak terbukti bersalah, mereka dibebaskan.
Perhimpunan indonesia pun berangsur-angsur berhasil mempengaruhi pergerakan indonesia sendiri,seperti dengan seperti lahirnya partai nasional Indonesia (PNI) tahun 1927,jong Indonesie (pemuda indonesia) tahun 1927,dan perhimpunan Pelajar-pelajar indonesia (PPPI) tahun 1926.
Aksi para anggota PI semakin radikal. Pengawasan terhadap gerakan mahasiswa Indonesia semakin diperkuat oleh aparat kepolisisan Belanda. Namun para anggota PI tetap melakukan kegiatan politiknya, bahkan mulai menjalani hubungan dengan berbagai negara di Eropa dan Asia. Konsepsi-konsepsi PI dan berita-berita tentang berbagai kejadian di Eropa dikirim ke Indonesia melalui majalah mereka, Indonesia Merdeka. Konsepsi-konsepsi PI kelak sangat berpengaru terhadap kaum peregrakan di Indonesia. Bahhkan di bawah kepemimpinan Muhammad Hatta, PI resmi diakui sebagai front terdepan pergerakan kebangsaan oleh PPKI yang diketahui Ir. Soekarno.
Daftar Pustaka :
[1] Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, dkk, Sejarah Nasional Indonesia Jilid V : Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Republik Indonesia +1900-1942, Jakarta : Balai Pustaka, 2008. Halaman 353.
[2] Kartodirdjo (2005). Sejak Indische Sampai Indonesia. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Hal 8.
[4] Kartodirdjo (2005). Sejak Indische sampai Indonesia. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Hal 5.
[5] Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, dkk, Sejarah Nasional Indonesia Jilid V : Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Republik Indonesia +1900-1942, Jakarta : Balai Pustaka, 2008. Hal 355.
No comments:
Post a Comment