PENETRASI VOC DI KALIMANTAN BARAT

MUSRI INDRA  WIJAYA/SI3

Pada awal abad 17 kalimantan barat telah mempunyai hubungan perdagangan dengan Palembang, Johor, Riau, Banten, Mataram, Kalimantan Selatan, Makassar dan sebagainya. Yang sangat menarik perdagangan ialah intan dan berlian. Pedagang barat seperti bangsa Portugis, Spanyol dan belanda juga telah menampakkan diri di daerah itu.
Antara kerajaan-kerajaan tidak hanya timbul persaingan perdagangan tetapi juga perjuangan kekuasaan. Di bawah pemerintahan ratu bunku, janda Panembahan Giri Kusuma. Landak dan Sukadana ada di bawah satu kekuasaan. Ratu Bunku bersifat tidak pro terhadap VOC sedangkan Raja Sambas memberi kelonggaran kepada VOC untuk berdagang dan membangun pabrik di wilayahnya, terutama dengan meksud untuk memajukan perdagangannya. Namun ternyatahal ini menjadi sumber perselisihan antara Sambas dan Landak.
Kerajaan Sambas ang mengkui suzereinitas kerajaan sukadana semakin lama semakin banyak dipengaruhi oleh Wangsa dan Sukadana. Raja Tengah seorang ipar Sultan Muhammad Safiudin bersama putranya Raden Sulaiman datang bermukim di Sambas dan akhirnya Raden Sambas tersebut berhasil bertahta sebagai Sultan Sambas debgan gelar sama dengan pamannya, sultan Muhammad Safiudin.
Pada akhir bad 17 pecahlah perang berlian antar Landak dan Sukadana, oleh karena yang terakhir menuntut agar berlin besar yang disebut danau Raja, diserahkan oleh Landak. Dengan bantuan Banten dan VOC, Landak menyerang dan berhasil menakhlukan Sukadana. Sultan Zainuddin terpaksa mengungsi ke Kotaringin dan Sukadana dijadikan sebagai vasal Banten. Dari Banten serta Pangeran Agung diserahi tugas untuk memegang pemerintahannya.
Kemudian sultan menacri bantuan ke Sultan Banjarmasin dan petinggi-petinggi dari Bugis. Berkat bantuan upu daeng Menambon Sultan Zainudin dilepaskan dari suatu tawanan. Sebagai balas jasa dia dinikahkan  dengan Putri Kasumba, seorang  keturunan dinasti Mempawa. Setelah Sukadana dapat dikalahkan maka Sultan Zainudin dikembalikan ke tahtanya lagi, sedangkan daeng menambong menetap di mempawa di mana ia berkuasa dan sepeninggalnya diganti oleh putranya, Panembahan Adijaya Kusuma.
Kerajaan Pontianak
Di antara pedagang Asia yang melakukan kegiatannya di pelabuhan-pelabuhan Indonesia, terdapat  pedagang arab. Beberapa diantaranya mendapat kewibawaan mereka sebagai Syarif atau memperoleh pengaruh  besar di kalangan istana raja-raja, seperti Palembang, Banten, Siak dan Banjarmasin. Sebagai orang keramat pengaruh itu jauh melampaui bidang ekonomi dan agama seperti beberapa kasus yang telah dikemukakan di atas memperoleh kekuasaan politik yang besar bahkan ada yang berhasil menggeser  dinasti yang bekuasa .
Asal mula kerajaan Pontianak kembali pada riwayat hidup Syeh Abdurrahman seorang putra Syaraif Husain Ibnu Ahmad al kadri. Datang di Matan pada tahun 1753 sebagai orang yang hendak mengadu peruntungan di daerah perantauan, kemudian dia terpaksa pindah ke Mempawa mencari perlindungan Sultan Daeng Menambon. Sebabnya ialah bahwa kecamannya terhadap raja Matan atas tindakannya yang kejam membangkitkan amarah raja itu, sehingga hidupnya terancam. Di kalangan masyarakat Syarif Husain sangat terkenal dan berpengaruh, lebih lagi setelah ia menjadi seorang patih.
Pada tahun 1742 seorang putra laki-laki lair dari pernikahannya dengan Putri Dayak yang diberi nama Syarif Abdurrahman. Sebagai anak muda yang tampan, dia telah menunjukkan bakat serta ambisinya. Masa mudanya penuh dengan petualangan, berdagang lada ke Banjarmasin. Menyerang dan merompak kapal Prancis di pasir dan merompak Junk Cina. Di Banjarmasin dia menjadi menantu Sultan, menikah dengan Sirih Anom. Karena ambisinya akhirnya di sana dia sangat dibenci sehingga terpaksa kembali ke Mempawa. Pada akhir tahun 1771 bersama dengan sejumlah pengikutnya Syarif Aburrahman berlayar mudik sungai Kapuas sampai tempat pertemuannya sungai Landak. Di tempat itulah dia mendirikan pemukiman baru untuk dikembangkan sebagai pusat perdagangan. Menurut cerita tempat itu dihuni oleh hantu-hantu dan kesemuanya diusir olehnya dan dimulailah pembukaan hutan  7 januari 1772 maka tempat itu diberi nama Pontianak. Pemilihan tempat yang strategis itu membawa keberhasilan karena kemudian banyak orang asing dari luar daerah untuk singgah dan berdagang seperti Bugis, Melayu, Cina dan juga dari Sangau, Mempawa, Sukadana, dan Sambas.
Dengan kedudukann yang cukup kuat Syarif Abdurrahman  berusaha melakukan ekspansi yang menjadi incaran pertama adalah Sangau. Raja sangau selaku menjadi vassal Banten meminta bantuan ke sana. Pihak Banten masih dipandang mempunyai  suzereinitas dikerajaan-kerajaan di Kalimantan Barat sesunguhya sudah tidak berdaya lagi melakukan tindakan maka pada tanggal 26 maret 1778 Sultan Banten bersama para pembesar launnya menyerahkan suplemasi ke Kerajaan Landak, Sukadana dan seluruh wilayah Kalimantan Barat kepada VOC.
Dalam menghadapi situasi baru itu serta penuh kesadaran akan kekuasaan kumpeni , maka Syarif Abdurrahman mengakui supremasinya dengan menandatangani kontrak pada tanggal 5 juli 1779. Dia diakui sebagai sultan Pontianak dan sangau dengan gelar Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Husain Alkadri VOC berhak atas sebagian besar penghasilan dari kerajaan Pontianak  dan hak monopoli seperti perdagangan Berlian, Emas, Lada, Sarang burung, Lilin, Sago, Rotan. Pedagang erasal dari daerah nusantara lainnya sepeti Bugis, Melayu, Jawa, Bali dan yuridiksi VOC.
Akibat dari ekspedisi VOC ke riau pada tahun 1784 ialah ahwa Sultan Ibrahim terpaksa mengungsi ke pegunungan di Riau, raja Mohammad Ali dari Siak direstorasi pada kedudukannya semula, sedangkan Raja Ali sebagai Raja Muda menyelamatkan diri ke Mempawa. Pada tanggal 10 november 1784 voc membuat kontrak dengan sultan Mahmud Syah dari Johor dan Pahang, raja yang sah dari Riau yang menentukan statusnya selaku pelaku vassal dari pihak pertama. Selanjutnya dibuatlah peraturan larangan untuk semua bengsa Bugis untuk bertempat tinggal di Riau. Kehadiran raja Raja Ali sebagai musuh VOC di Mempawa digunakan oleh Sultan Syarif Adurrahman untuk menyerang kerajaan-kerajaan yang dipandangnya sebagai penghalang kemajuan perdagangan Pontianak.
Perjuangan kekuasaan di wilayah itu menjadi kompleks oleh karena ada konflik mengenai perbatasan antara Mempawa dan Sambas. Meskipun konflik itu dengan perantaraan sultan Syarif Abdurrahman  dapat diselesaikan, namun pertentangan antara Penembahan Mempawa dan Abdurrahman meningkat. Hal ini dikarenakan pihak pertama tidak memenuhi pembayaran denda berdasarkan kontrak tersebut. Dengan intrinya Abdurrahman mencoba meyakinkan VOC ahwa Panembahan Mempawa adalah musuh besarnya.
Factor lain yang menambah kompleksitas pertentangan  banyak sudut itu ialah persaingan dan permusuhan antara Pontianak dengan Sukadana. Antara lain mengalirnya hasil dari daerah hulu sungai Kapuas ke Sukadana hal ini merugikan Pontianak. Waktu Raja Ali pindah dari Mempawa dan mengungsi ke Sukadana, Abdurrahman terdorong lebih kuat untuk meminta bantuan kepada VOC. Bagi VOC ada alasan kuat untuk memberi bantuan itu karena Sukadana selalu tidak bersedia mengakui supremasinya. Dikirimlah angkatan laut untuk menyerang Sukadana bersama dengan barisan di bawah pimpinan Syarif Kasim, putra dari Syarif Abdurrahman. Sultan Ahmad Kaharudin dengan pasukannya menyelamatkan diri sebelum Sukadana jatuh ke tangan musuh dan dibumihanguskan pada 1786.
Setelah kemenangan itu mempawa mendapat giliran, meskipun lama bertahan dalam menghadapi pengepungan, akhirnya panembahan terusir dan Syarif Kasim diangkat sebagai sultan Mempawa dan vassal dari VOC. Panemahan Mempawa beserta rakyatnya mengungsi ke daerah pedalaman, dan bangsa Bugis dilarang tinggal di Mempawa dan semua benteng dihancurkan.  Sementara kerajaan matan masih berdiri tegak dan tetap menolak untuk mengakui supremasi VOC. Yang berkuasa di Matan ialah Sultan Ahmad Kamaluddin yang melarikan diri dari Sukadana. Kemudian dipilihnya Koyung sebagai pusat kerajaannya. Seorang saudara Sultan, Pangeran Kusumaningrat, yang menjadi Patih membuka pemukiman baru di Simpang dan kemudian praktis berkuasa penuh dengan kedaulatan sendiri.
Persaingan dan pertentangan da antara kerajaan-kerajaan Kalimantan Barat ternyata mengundang campur tangan VOC. Oleh karena kesulitan intern VOC maka penetrasi kekuasaannya tinggal pada pengakuan supremasi saja. Jaringan komunikasi di Kalimantan  Barat yang terbentuk lewat perdagangan, perang, perkawinan dan diplomasi pada akhir abad 18, telah mewujudkan suatu tingkatan integrasi dengan skala yang melampaui lokalitas
  DAFTAR PUSTAKA:
1.      Kartidirdjo, Sartono, 1999, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 dari Emporium Sampai Imporium, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
2.      Ricklefs, M. C, 1991, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

No comments:

Post a Comment