INDAH NUSANTARI/SP/14A
Yunani kuno terdiri atas sejumlah negara-kota merdeka, masing-masing dengan hukum dan adat istiadatnya sendiri. Bangsa Yunani menciptakan masyarakat baru bersama dengan berbagai pemikiran baru. Dua negara-kota terpenting adalah Athena dan Sparta, selain kota terpenting lainnya seperti Korintus, Kalkis, Miletos, Smyrna, dan Eretria. Setiap kota mengembangkan cara hidup, adat istidat, dan bentuk pemerintahan sendiri.
Bangsa Yunani membangun masyarakat baru dengan berbagai pemikiran baru. Mereka gigih memperjuangkan kemerdekaan,khususnya dari bangsa Persia yang mengancam Yunani. Sebagai bangsa perdagangan, pelaut dan petualangan. Orang Yunani memengaruhi banyak kebudayaan di berbagai negara yang jauh. Para filsuf, dokter, dan ilmuan Yunani mengajarkan pola pikir baru yang didasarkan pada hasil pengamatan dan diskusi. Tradisi pendesaan kuno tersingkir ketika kota-kota baru mendominasi wilayah pendesaan. Terbentuk kesenian, arsitektur, dan cabang ilmu pengetahuan baru.
Athena, Sparta dan berbagai negara kota lainnya bersatu untuk mengatasi serangan bangsa Persia selama 60 tahun. Mereka meraih kemenangan dalam pertempuran di Marathon dan Salamis sekitar tahun 480 SM. Namun sejak tahun 431 SM, negara-kota saling berperang selama lebih 25 tahun dalam perang Peloponnesus. Perang pecah karena sparta mencemaskan perkembangan kekuatan Athena. Akibatnya, kota-kota yunani yang merdeka tidak pernah bersatu dalam sebuah negara. Perpecahan ini akibatnya mendorong invasi oleh Philip II, ayah Alexander Agung dari Makedonia, sekitar tahun 330 SM.
Penduduk Athena dan Sparta memiliki keyakinan dan cara hidup yang berbeda. Athena adalah kota dagang cosmopolitan yang sibuk. Athena dijalankan berdasarkan perdabatan dan keputusan penduduk, sebagai pusat pemikiran dan perdagangan baru di dunia pada masa itu. Athena menjadi kuat berkat kemakmuran dan penemuan baru. Sparta dijalankan oleh seorang raja. Masyarakat diatur ketat dan berjiwa militeristik. Sparta mengancam kepimpinan Athena dengan tentara yang terlatih baik dan lebih kuat. Athena merupakan tempat kelahiran demokrasi di bawah para pembaharu seperti Kleisthenes (sekitar 500 SM) dan Pericles (sekitar 460 SM). "Penduduk bebas" memiliki hak untuk memberikan suara. Namun, hak ini tidak dimiliki oleh kaum wanita, pendatang dan budak.
Pada 400 SM, Athena adalah negara-kota terkemuka, dengan menguasai lautan dan memiliki sejumlah koloni di luar negeri. Banyak kota membayar upeti kepada Athena untuk mendapat perlindungan dan kemudahan berdagang. Para negarawan, filsuf, prajurit, penulis, arsitek, seniman dan ahli matematika memiliki pengaruh besar. Kota-kota seperti korintus, thebes, samos, dan bizantium juga berperan dalam pembentukan kebudayaan yunani klasik. Karena lebih kecil dari Athena dan sparta, mereka kerap harus bersekutu dengan salah satu kekuatan besar itu agar tetap selamat, dan terkadang berganti sekutu.
A. Pendidikan Primitif Yunani (Pendidikan ala Homeros dan Hesiodos)
Pada masa ini, pendidikan dibagi menjadi 2 bagian menurut Homeros dan Hesiodos yang semuanya berkembang di Yunani, yaitu:
1. Pendidikan ala Homeros (dalam Illiad dan Odisea) menekankan pada menjadi manusia ideal. Manusia ideal adalah manusia yang memiliki erete. Orang yang memiliki erete ialah orang yang memiliki kekuatan fisik seperti keberanian dan juga kehebatan untuk meraih kegemilangan dan hormat. Ini dicirikan dengan menang dalam perang, kuat, besar, tampan, bicara sopan dan baik, punya nasehat yang masuk akal, kaya dan berkuasa (ide kepahlawanan). Tujuan pendidikan ialah membuat manusia memiliki kualitas-kualitas tersebut. Selain ada dua hal yang ditekankan juga pada erete yaitu kemampuan dalam hal gymnastic dan music, serta memiliki kebaikan dan keindahan.
2. Pendidikan yang ditekankan Hesiodos ialah pendidikan yang membuat mereka yang dididik memiliki visi polis (visi publik-umum-masyarakat). Dasar moralitas dalam erete Hesiodos ialah keadilan dan kerja keras. Orang yang adil ialah orang yang bekerja keras. Kerja keras adalah jalan satu-satunya menuju kepada keutamaan.
B. Pendidikan Kota Polis di Yunani Kuno
A. Pendidikan Sparta
Ketika berusia tujuh tahun, anak lelaki Sparta harus meninggalkan rumah dan tinggal di asrama bersama dengan anak-anak lainnya yang seumurannya. Di sana mereka terus menerus melatih kekuatan fisik dan kemampuan tempur untuk menjadi parjurit yang hebat. Mereka belajar cara menggunakan tombak dan pedang. Untuk membuat mereka menjadi tangguh, para instruktur mereka tidak pernah memberikan makanan, pakaian atau selimut yang cukup. Bahkan setelah dewasa dan menikah, para pria Sparta tetap harus makan bersama para prajurit lainnya, bukan bersama keluarga mereka.
Bayi yang cacat atau tidak sehat dibuang di gua-gua atau di gunung-gunung dan dibiarkan mati atau agar dipungut oleh orang-orang Helot. Orang tua membesarkan anak laki-lakinya sampai usia 7 tahun. Sesudah itu mereka dimasukkan kesekolah militer yang diselenggarakan oleh negara. Mereka didik sebagai tentara yang tangguh. Pada usia 20 tahun mereka diizinkan menikah namun harus menetap dibarak/asrama tentara sampai usia 30 tahun untuk mengabdikan sepenuh hidupnya sebagai tentara. Tugas sebagai tentara berakhir sampai usia 60 tahun. Pada usia 30 tahun mereka menjadi warga negara yang memiliki hak memilih. Pendidikan di Sparta didasarkan atau dua azaz:
a. Anak adalah milik negara
b. Tujuan pendidikan adalah membentuk serdadu-serdadu pembela negara serta warga negara
Tujuan pendidikan Sparta adalah membentuk negara yang siap membela negara (membentuk tentara yang gagah berani). Ciri-ciri pendidikannya adalah:
a. Diselenggarakan oleh negara
b. Yang berhak mendapat pendidikan warga negara bukan budak
c. Mengutamakan pada system pendidikan jasmani
d. Pendidikan dimulai umur 7 tahun
e. Anak yang dicatat dibunuh (anak yang lemah juga dibunuh)
f. Anak yang cacat atau lemah akan dilemparkan Dario atau batu besar di pegunungan Tygetos.
Para gadis Sparta tinggal dirumah bersama orang tua dan tidak pergi ke asrama. Meskipun begitu, mereka tetap harus melatih kekuatan fisik mereka. Perempuan Sparta memiliki reputasi untuk menjadi berpikir independen, dan menikmati lebih banyak kebebasan dan kekuasaan daripada rekan-rekan mereka diseluruh Yunani kuno. Perempuan Sparta juga menerima pendidikan formal, meskipun terpisah dari anak laki-laki. Pada bagian menarik pasangan wanita terlibat dalam kompetisi atletik, termasuk melempar lembing dan bergulat, dan juga bernyanyi dan menari kompetitif. Sebagai orang dewasa, perempuan Sparta diizinkan untuk memiliki dan mengelola property. Selain itu, mereka biasanya dibebani oleh tanggung jawab rumah tangga seperti memasak, membersihkan dan membuat pakaian, tugas yang ditangani oleh helot. Mereka juga dilatih menunggang kuda, menenun, dan memintal. Karena disiplin yang ketat, pasukan Sparta menjadi pasukan yang disegani dan merupakan salah satu pasukan terhebat di Yunani kuno.
B. Pendidikan Athena
Tujuan pendidikan Athena adalah Negara Demokrasi. Dasar pendidikan Athena adalah Undang-Undang Solon berbeda dengan Sparta. Tujuan pendidikan adalah membentuk warga negara dengan jalan pembentukan jasmani (selaras).
Ciri-ciri pendidikan Athena adalah:
a. Pendidikan diselenggarakan oleh keluarga dan sekolah
b. Pendidikan diselenggarakan bagi seluruh warga negara (bebas)
Negara hanya mengawasi saja, yang berhak mendidik adalah keluarga dan sekolah. Semua anak-anak dari warga negara yang bebas mengunjungi sekolah.
Materi atau bahan ajar terbagi atas dua bagian yaitu:
a) Gymnastis
Gymnastis untuk pembentukan jasmani. Pendidikan jasmani diberikan di Palestra, tempat bergulat, lempar cakram, melompat, lempar lembing (Pentathlon dan Pancalomba).
b) Muzis
Muzis dilakukan untuk pembentukan rohani. Pembentukan rohani dilakukan dengan membaca, menulis, berhitung, bernyanyi dan musik. Dalam pembentukan Muzis akan dipelajari Artes Liberalis atau "Seni Bebas" yang terdiri atas:
1. Trivium ( 3 ajaran), yaitu Gramamatica (cara berbicara), Rhetorica (tata bahasa), dan Dialektika (ilmu mengenai cara berpikir secara logis dan bertukar pikiran secara ilmiah).
2. Quadirivium (4 ajaran), yaitu terdiri dari Arithmatica (berhitung), Astronomia (ilmu perbintangan), Geometrica (ilmu bumi alam dan falak), Musica (ilmu kesenian).
Dalam membaca, diberikan dengan metode mengeja (sintetis murni) dan menulis dilakukan pada batu tulis yang terbuat dari lilin.
Pendidikan warganegara sangat diutamakan di Yunani, terutama di Sparta. Segala kepentingan negara diletakkan di atas kepentingan individu (perseorangan). Dalam perkembangannya muncul keinginan untuk mendapat kebebasan pribadi, terutama kaum sofist.
Kaum sofist adalah kelompok orang yang tidak mengakui kebenaran mutlak dan berlaku umum. Mereka berpendapat, bahwa manusia adalah ukuran segala sesuatu (anthroposentris, anthropos; manusia; sentris: pusat). Sesuatu dianggap benar kalau itu menimbulkan keuntungan atau kemenangan. Kebenaran bersifat relatif.
Akibat dari ajaran sofisme tersebut adalah turunnya nilai-nilai kebudayaan, merosotnya nilai-nilai kejiwaan, pembentukan harmonis antara jiwa dan raga dikesampingkan dan sebaginya. Orang mencari pengetahuandengan tujuan untuk mencapai kebendaan semata (intelektual-materialistis). Kepentingan negara harus tunduk kepada kepentingan negara harus tunduk kepada kepentingan perseorangan. Pendidikan kecerdasan lebih penting daripada pendidikan agama dan kesusilaan.
C. Ahli-ahli pendidik Yunani
a) Phytagoras (580-500 SM)
Tujuan pendidikan menurut Phytagoras yaitu membentuk manusia susila dan beragam. Beberapa cita-cita yang menjadi dasar pendidikan menurut Phytagoras ialah:
a. Hanya jiwa yang berharga bukan badan
b. Jiwa berasal dari dewa-dewa dan hidup terus jika badan telah mati.
c. Sejak kecil manusia mempunyai kecendrungan untuk berbuat kejahatan, maka pendidikan harus membawa manusia kearah kesempurnaan
d. Kesempurnaan adalah kebajikan, yaitu keselarasan antara jiwa dan raga, harmoni dalam hubungan antar manusia maupun dalam negara.
Phytagoras berpendapat bahwa Ia percaya bahwa angka bukan unsur seperti udara dan air yang merupakan prinsip semua benda. Bagi Phytagoras angka adalah materi dan makna cosmos. Ia berpendapat bahwa genap dan ganjil secara bersama-sama menghasilkan kesatuan dan kesatuan itu menghasilkan angka yang merupakan sumber semua benda.
b) Socrates (469-399 SM)
Socrates merupakan tokoh yang melawan ajaran Sofisme. Socrates percaya bahwa ilmu adalah sumber dari kebajikan, oleh karena itu, ia dianggap perintis kaum Philantropin (cinta pada sesame manusia). Dalam pelaksanaan pembelajaran Socrates melakukan dialog, percakapan, dan tanya jawab dengan masyarakat dijalan-jalan, ditaman, dan pasar. Socrates memiliki banyak jasa dalam pendidikan, beberapa jasanya yaitu:
a. Pelopor dari ilmu kesusilaan, ia berpendapat bahwa filsafat merupakan alat untuk mencapai kebijakan.
b. Sebagai pelopor dari ilmu mengenai pengertian-pengertian. Ia berusaha selalu mencari hakikat dari benda-benda yakni pengertian-pengertian.
c) Plato (427-347 SM)
Plato adalah murid Socrates. System pendidikan yang lengkap dan merupakan bagian dari ajaranketatanegaraan pertama disusun oleh Plato, Ia adalah seorang pengarang pertama di Yunani. Tujuan pendidikan menurut Plato adalah membentuk warga secara teoritis dan praktis. Setiap manusia bertugas mengabdikan kepentingannya kepada kepentingan negara. Dengan prinsip tersebut, Plato disebut sebagai pencipta pendidikan sosial. Plato mengatakan bahewa kesulitan-kesulitan politis dapat diatasi apabila ada keadilan. Keadilan akan terwujud bila orang melaksanakan tugas sebaik-baiknya. Dengan demikian tujuan pendidikan itu selanjutnya adalah untuk membentuk negara susila yang berdasarkan keadila. Dalam pendidikan moral, anak-anak telah melakukan suatu perbuatan meskipun mereka belum sanggup menyadari atau memahami. Sehingga pendidikan harus dimulai sejak lahir yaitu dengan pembiasaan dan pengajarannya. Ajaran Plato sangat berpengaruh besar misalnya dalam pemerintahaan gereja abad pertengahan. Meskipun dipengaruhi oleh bangsa Yahudi namun pemerintahan gereja sangat platonis.
d) Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles adalah murid dari Plato. Cita-cita pendidikan Aristotales adalah kebajikan itu diperoleh dengan jalan aman melalui pengalaman pembiasaan-pembiasaan akal budi. Pendidik harus mempelajari dan memimpin bawahan dan kecendrungan anak-anak. Dengan latihan dan pembiasaan mereka diajarkan melakukan perbuatan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Menurut Aristoteles sumber pengetahuan adalah pengalaman pengamatan yang menghasilkan bahan untuk berpikir. Dalam satu hal ia sepaham dengan J.Locke bahwa jiwa seseorang pada waktunya dilahirkan tidak berisi apa-apa (tabula rasa).
Pendidikan formal menurutnya berakhir pada 21 tahun dan periode ini terbagi menjadi 4 bagian yaitu:
a. Pendidikan s/d usia 5 tahun
b. Pendidikan s/d usia 7 tahun
c. Pendidikan s/d usia pubertas
d. Pendidikan s/d usia 21 tahun
Dalam prinsipnya, sebelum usia 5 tahun hendaknya pendidikan bersifat sewajarnya, disesuaikan dengan keadaan anak. Membaca, menulis, ilmu hitung, gymnastic, dan musik dianggap sebagai mata pelajaran untuk latihan kejiwaan. Gymnastic dan musik adalah yang paling penting, sebab mempunyai akibat pembersihan jiwa, nafsu-nafsu yang tidak baik dan mengembangkan perbuatan baik sesuai dengan tuntutan moral. Menurut aristoteles, karena pendidikan adalah soal universal, maka pendidikan dilakukan oleh negara.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pearl S. Buch. 2002. Negara dan Bangsa. Jakarta: PT. Ikrar Mandiri Abdi.
2. Margareth Nicholas dan Eddy Seotrisno. 2009. 100 Tokoh Besar Yang Membentuk Sejarah Dunia. Jakarta: Inti Media dan Ladang Pustaka.
3. Wahjudi Djaja. 2012. Sejarah Eropa: Dari Eropa Kuno Hingga Eropa Modren. Yogyakarta: Ombak.
4. Asril, M.Pd. 2015. Sejarah Pendidikan Dunia dan Indonesia. Pekanbaru.
5. Michael .W. Allssid. 1964. The World of Ideas: Essays for Study. America: Library of Congress Catalog Card.
6. Anne Pellowski. 1977. The World of Storytrlling. New York: Library of Congres Cataloging in Publication Data.
No comments:
Post a Comment