RAIZA NANDA PRATAMA/PIS/O17/B
Perang Sekigahara 21 Oktober 1600 di Jepang Pertempuran besar antara klan Tokugawa yang dipimpin oleh Tokogawa Leyasu melawan Toyotomi yang dipimpin oleh Ishida Mitsunari. Pertempuran ini sendiri dapat dikategorikan sebagai sebuah upaya perebutan kekuasaan atas Jepang, pasca meninggalnya Toyotomi Hideyoshi.
Pertempuran dimenangkan oleh klan Tokogawa sehingga memuluskan langkah mereka untuk membangun Keshogunan Tokugawa sebagai penguasa tunggal di Jepang. Dikemudian hari, beberapa kalangan menyebut pihak Tokugawa sebagai pasukan Jepang Timur. Sedangkan pihak Toyotomi dikenal dengan pasukan Barat. Karena pertempuran Sekigahara merupakan kunci dari rangkaian perebutan kekuasaan antara Tokugawa dan Toyotomi, maka perempuran ini kerap disebut-sebut sebagai penentu kepemimpinan atas Jepang.
A. Latar Belakang
Setelah tewasnya Oda Nobunaga seorang panglima perang yang telah berhasil menyatukan Jepang, oleh pengkhianatan salah seorang pengikutnya sendiri. Kekuasaan atas Jepang langsung jatuh kepada Klan Toyotomi yang telah berhasil menstabilkan kembali seluruh wilayah Jepang. Namun pemerintahan klan Toyotomi terlihat seperti mengabaikan adanya pertentangan yang terjadi antara fraksi meliter dari pemerintahan melawan para birokrat pemerintahan. Kubu fraksi meliter lebih pro kepada pemerintah, umumnya terdiri dari para komandan meliter yang pernah diturunkan dalam perperangan untuk menaklukan dinasti Joseon di Korea.
Akan tetapi bentrokan langsung antara fraksi meliter melawan kubu birokrat sebenarnya masih saling menahan diri karena keberadaan Toyotomi Hideyoshi dan adiknya Toyotomi Hidenaga, yang saat itu memegang kekuasaan kepemerintahan. Tensi politik pemerintahan dalam negeri Jepang makin memanas saat pasukan Jepang terpaksa ditarik mundur dari Korea, serta meninggalnya Toyotomi Hidenaga pada 1591. Dan kesehatan Toyotomi Hideyoshi yang telah berusia semakin mengkhawatirkan.
Menjelang akhir hayatnya, Toyotomi Hideyoshi masih sempat untuk mengambil sumpah setia terhadap para petinggi pemerintahan yang cukup dipercayai yang terdiri dari lima menteri dan lima pelaksana administrasi untuk membantu pemerintahan yang akan diteruskan oleh Toyotomi Hideyori yang masih masih berusia belia. Pertentangan dikalangan militer pengikut Hideyoshi mencuat kepermukaan sejak wafatnya Toyotomi Hideyoshi pada bulan Agustus 1598 di Istana Fushimi.
Tokugawa Leyasu merupakan salah satu anggota dari dewan lima menteri yang menjadi tokoh yang sangat berpengaruh. Leyasu mengatur pembagian wilayah untuk para daimyo berikut nilai kokudaka untuk setiap wilayah. Ieyasu juga menghapus pelarangan ikatan perkawinan di antara keluarga para daimyo yang berlaku pada zaman pemerintahan Hideyoshi. Maeda Toshiie yang bertentangan dengan Tokugawa Ieyasu juga diharuskan menandatangani perjanjian non-agresi dengan Leyasu. Setelah Maeda Toshiie wafat di bulan Maret tahun berikutnya (1599), bentrokan bersenjata terjadi antara faksi birokrat pimpinan Ishida Mitsunari dan faksi bersenjata pimpinan kelompok Katō Kiyomasa, Fukushima Masanori dan 7 komandan militer.
Ishida Mitsunari kabur bersembunyi ke rumah kediaman Leyasu dan dituduh Leyasu bertanggung jawab atas terjadinya bentrokan. Ishida Mitsunari lalu dipecat sebagai anggota pelaksana pemerintahan dan dikenakan tahanan rumah di Istana Sawayama. Ada pendapat yang meragukan cerita Ishida Mitsunari yang kabur bersembunyi di rumah kediaman Ieyasu, karena peristiwa ini tidak didukung bukti sejarah yang kuat. Kekuatan penentang Tokugawa Ieyasu tamat dengan habisnya karier politik Ishida Mitsunari dan kepulangan para anggota dewan lima menteri ke daerah masing-masing. Tokugawa Ieyasu yang tidak lagi mempunyai lawan politik memimpin pasukan dari Istana Fushimi untuk berangkat ke Osaka dan memimpin pemerintahan dari Istana Osaka .
Tokugawa Leyasu kemudian berusaha merebut kekuasaan pemerintah dengan cara memanfaatkan pertentangan antara faksi militer dan faksi birokrat di dalam pemerintahan Toyotomi yang semakin melemah. Akibat terungkapnya rencana pembunuhan Tokugawa Ieyasu yang didalangi Maeda Toshinaga (putra pewaris Maeda Toshiie), anggota dewan lima pelaksana pemerintahan yang terdiri dari Asano Nagamasa, Ōno Harunaga dan Hijikata Katsuhisa ikut menjadi tersangka sehingga dipecat dan dikenakan tahanan rumah. Pasukan Toyotomi yang dibawah perintah Ieyasu berusaha menangkap Maeda Toshinaga yang dituduh sebagai dalang pemberontakan. Atas tuduhan pemberontakan ini, Maeda Toshinaga menunjukkan bahwa dirinya merupakan pengikut pemerintah Toyotomi yang setia dengan memberikan ibu kandungnya Hōshun-in (Matsu) kepada Ieyasu untuk disandera.
Memasuki tahun 1600, Tokugawa Ieyasu menggunakan kesempatan kaburnya Fujita Nobuyoshi (mantan pengikut klan Uesugi) untuk mengkritik Uesugi Kagekatsu penguasa Aizu yang dituduh telah memperkuat diri secara militer. Leyasu juga memperingatkan kemungkinan Uesugi Kagekatsu bertujuan menyerang Kyoto sekaligus meminta Kagekatsu untuk datang ke Kyoto untuk menjelaskan duduk persoalan.
Penasehat Kagekatsu yang bernama Naoe Kanetsugu menolak tuduhan Leyasu, tetapi pasukan pemerintah Toyotomi mulai menyerang posisi Kagekatsu. Tokugawa Ieyasu yang ditunjuk sebagai panglima gabungan memimpin pasukan para daimyo yang loyal terhadap Toyotomi untuk menuju ke wilayah kekuasaan Uesugi di Aizu . Sepeninggal Leyasu yang berangkat ke Aizu, Ishida Mitsunari yang selesai dikenakan tahanan rumah kembali berkelompok dengan Ōtani Yoshitsugu , anggota dewan pelaksana administrasi Mashida Nagamori dan Ankokuji Ekei . Kelompok Mitsunari mendapat dukungan militer dari pasukan Mōri Terumoto yang bersama-sama membentuk Pasukan Barat. Kelompok Mitsunari berencana untuk menyandera istri dan anak-anak para daimyo pengikut Ieyasu sebelum mengangkat senjata melawan pasukan Leyasu.
Ieyasu menyadari pergerakan militer Mitsunari sewaktu berada di Oyama (provinsi Shimotsuke) berdasarkan laporan pengikutnya yang bernama Torii Mototada yang tinggal di Istana Fushimi. Leyasu yang sedang dalam perjalanan untuk menaklukkan Uesugi Kagekatsu di Aizu segera membatalkan rencana menyerang Kagekatsu. Leyasu lalu mengadakan pertemuan dengan para daimyo pengikutnya mengenai strategi menghadapi Ishida Mitsunari. Pertemuan ini dikenal sebagai Perundingan Oyama . Daimyo seperti Sanada Masayuki dan Tamaru Tadamasa melepaskan diri dari pasukan Ieyasu, tetapi sebagian besar daimyo ternyata memutuskan untuk terus mendukung Ieyasu. Pasukan Ieyasu kemudian menuju ke arah barat untuk kembali ke Kyoto.
B. Rangkaian Pertempuran Sebelum Sekigahara
pada 2 Juli 1600, Ishida Mistunari mencium pergerakan pasukan milik Otani Yoshitsugu yang terlihat hendak bergabung dengan pasukan leyasu, Namun atas kecerdasannya dalam bernegoisiasi, Mitsunari pada akhirnya berhasil membujuk Otani Yoshitsugu untuk berbalik mendukung kelompok Mitsunari. Beberapa hari kemudian, 12 Juli 1600, kelompok Ishida Mitsunari lantas bersepakat untuk mengangkat Mori Terumoto sebagai panglima tertinggi Pasukan Barat. Tak lama kemudian pasukan barat juga mendirikan beberapa pos pemeriksaan untuk menghentikan laju pasukan yang bergabung dengan leyasu
pada 17 Juli 1600, sesaat setelah menyatakan perang terhadap pihak leyasu, pasukan Mitsunari lantas melancarkan serangan ke Istana Fushimi yang menjadi salah satu benteng dari pasukan timur. Saat itu Istana Fushimi dipertahankan secara mati-matian oleh salah satu pengikut layesu, yang bernama Torii Matotada. Setalah berhasil menahan gempuran pasukan musuh selama berminggu-minggu pasukan leyasu pun akhirnya menyerah pada 1 Agustus 1600.
Sepanjang bulan Agustus 1600, rangkaian kemenangan seakan terus berpihak kepada pada pasukan Ishida Mitsunari. Dibulan ini, secara berturut-turut beberapa istana benteng pertahanan milik kubu pasukan timur telah dapat dikuasai pasukan barat, beberapa benteng juga sudah dapat ditaklukan oleh pasukan Mitsunari. Selanjutnya pada 10 Agustus 1600, pasukan Mitsunari yang berniat untuk menyerang perfektur Mino, lantas memindahkan basis pasukannya dari istana Sawayama berpindah ke Istana Ogaki.
Di lain pihak, pasukan Timur juga berusaha untuk maju ke arah barat melalui jalur tokaido. Sementara itu pergerakan pasukan Timur yang melalui jalur Tokaido ini tidak dipimpin oleh Leyasu yang berada di kota Edo. Pimpinan pasukan perang dipegang oleh Fukushima Masanori dan Ikeda Terumasa, dan berhasil menaklukan benteng Istana Gifu pada 23 Agustus 1600. Saat itu Leyasu yang sedang berada ditengah kota Edo, juga berusaha mengirimkan surat kepada para daimyo agar tidak bergabung dengan pihak pasukan barat. Dan pasca jatuhnya istana Gifu , Leyasu bersama dengan 30.000 prajuritnya, bergerak kearah barat, Leyasu memerintahkan prajuritnya untuk fokus bergerak menuju perfektur Mino.
C. Perang Sekigahara
Pada 14 September 1600, sehari sebelum meletusnya pertempuran Sekhigahara, Leyasu bersama rombongan pasukan yang Ia pimpin akhirnya dapat bergabung dengan anggota pasukan Timur lainnya di Akasaka, dekat Gunung Oka. Sedangkan di lain pihak, Ishida Mitsunari dan para panglima perangnya akhirnya memutuskan untuk keluar dari istana Ogaki dan menuju ke Sekigahara. Maka pada 15 September 1600, rombongan pasukan Barat sudah bertemu dengan pasukan Timur. Diceritakan bahwa pada saat itu Pasukan Timur yang dipimpin oleh Leyasu bejumlah 74.000 prajurit, sedangkan pasukan Barat yang dipimpin oleh Mitsunari terdiri dari 82.000 prajurit. Maka di lembah sempit Sekhigara telah terkumpul sekira 150.000 orang prajurit yang telah sama-sama siap untuk menumpahkan darah lawan mereka
Dikisahkan pada saat menit-menit awal perang, kedua belah pihak terkesan saling menunggu untuk melancarkan serangan,Mereka sama-sama memilih diam, mempertahankan posisi pasukan dalam kesunyian, karena saat itu kabut tebal tengah menyelimuti lembah Sekigahara. Mereka sama-sama tidak mau melakukan tembakan pertama, karena dikhawatirkan hal itu malah akan membongkar posisi formasi pasukan mereka sendiri.
Setelah kondisi kabut mulai menipis, sekelompok kecil pasukan dari pihak Timur yang dipimpin oleh Matsudaira Todayoshi memutuskan untuk melepaskan tembakan ke arah kelompok pasukan utama pasukan Barat yang dipimpin oleh Ukita Hidie. Tembakan dari pasukan Timur inilah yang lantas menandai meletusnya perang Sekhigahara. Pertumpahan darah pun tidak dapat dihindari. Kedua pasukan saling menyerang tanpa ampun. Kekuatan kedua kubu yang seimbang, serta kondisi medan pertempuran yang relatif sempit menyebabkan prajurit yang saking berdesakan dan sukit bermanufer dengan bebas.
Beberapa jam pertempuran telah berlangsung Ishida Mitsunari lantas menyalakan sinyal asap untuk memanggil pasukan dari pihak batas yang belum bertempur. Mitsunari bahkan sampai mengirim kurir agar pasukan Barat yang lain agar segera bertempur. Akan tetapi diluar dugaan, ternyata beberapa kelompok pasukan Barat urung untuk terjun dalam pertempuran. Kelompok pasukan pimpinan Shimizu menolak untuk ikut bertempur dengan alasan menhindari korban jiwa yang besar dari pasukannya. Sedangkan Mori Terumoto salah seorang petinggi meliter yang bersekutu dengan Mitsunari, juga memutuskan untuk balik arah setelah dihalangi oleh Kikawa Hiroie. Belakangan diketahui juga bahwa ternyata Kikawa Hiroie telah menjalin kesepekatan dengan leyasu sebelum meletusnya perang.
Meskipun beberapa kelompok prajurit dari anggota pasukan Barat memutuskan untuk urung bertempur, namun ada satu faktor vital yang akhirnya menentukan hasil akhir perperangan, dan itu adalah aksi perang pengkhianatan yang dilakukan oleh pasukan pimpinanan Koboyakawa Hideaki. Kobowoyakawa Hideaki adalah salah satu petinggi militer dari pihak Barat yang memiliki jumlah pasukan yang lumayan besar. Namun sebelum peperangan meletus, Hideaki dan Leyasu telah membuat persengkokolan untuk melemahkan pasukan Barat, dan dihari pertempuran selepas tengah hari, setelah sebelumnya terlihat masih ragu-ragu, Hideaki akhirnya memantapkan diri untuk membawa pasukan yang Ia pimpin berbalik arah dengan memihak kubu pasukan Timur.
Semua rencana yang tidak berjalan semestinya, serta rapuhnya loyalitas pemimpin pasukan yang berdiri di pihak Mitsunari, telah mengakibatkan kekalahan besar pasukan Barat dalam perang Sekigahara. Sebagian besar pasukan Barat telah banyak tewas atau menjadi tawanan pihak pasukan Timur., sedang beberapa sisanya tercerai berai dan ada juga yang memutuskan untuk melarikan diri dan medan pertempuran.
Pasca peretempuran Sekigahara, pimpinan pasukan Barat termasuk Ishida Mitsunari tertangkap oleh pasukan Timur pada 21 september 1600, sedangkan Konishi Yukinaga tertangkap pada 19 september 1600, dan Ankokuji Ekei menyusul kemudian pada 23 september 1600. Ketiga pentolan pasukan barat ini lantas diarak mengelilingi kota Osaka dan Sakai, sebelum dibawa ke Kyoto. Mereka bertiga kemudian diputus eksekusi mati di Rokujogawara yang terletak di pinggir Sungai Kamo, di Kyoto.
Sedangkan Toyotomi Hideyori yang sedari awal adalah pewaris yang sah dari Toyotomi Hideyoshi, dan seharusnya menjadi penguasa Jepang. Makin tersisih posisinya , Tokugawa Leyasu lantas hanya memberikan jabatan setingkat daimyo kepada Toyotomi Hideyori.
Berikutnya, pada tahun 1603, Tokugawa Leyasu lantas diangkat menjadi pemimpin besar meliter bergelar Seitaishogun. Berbekal status barunya itu, makin memudahkan Tokugawa untuk menguasai seluruh Jepang di bawah Keshogunan Tokugawa dengan pusat kekuasaan-nya di Kota Edo (Tokyo).
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Oryza dan H Kenzou Alvarendra. 2017. Perang-Perang Terhebat Sepanjang Sejarah . Yogyakarta: Cemerlang Publishing.
No comments:
Post a Comment