POLITIK LUAR NEGERI KOREA SELATAN

ROSELMA BR PANJAITAN/PIS

Korea Selatan merupakan salah satu negara yang mengalami kesulitan besar dalam menjalankan kebijakan diplomatiknya sendiri, Korea Selatan harus berhadapan dan bermusuhan  dengan Korea Utara di wilayah Semenanjung Korea yang dikelilingi oleh negara adi kuasa di Asia Timur Jauh yaitu Amerika Serikat, Rusia, Cina, dan Jepang.
Selama masa persaingan ideologi, Cina dan Rusia secara sepihak mendukung Pemerintah Pyongyang, sedangkan Korea Selatan mendapat bantuan dari Amerika Serikat dan Jepang.Korea Selatan sama sekali tidak berdaya untuk mengubah kondisi tersebut, bahkan hanya dapat menerimanya sebagai nasib negaranya karena hal itu terjadi akibat ketertiban baru yang muncul sesudah Perang Dunia II.
Dalam hal itu, Korea Selatan sejak awal mengalami kesulitan besar dalam menjalankan kebijakan diplomatiknya dan tidak mempunyai banyak pilihan untuk memvariasikannya.Setelah mendirikan pemerintahannya sendiri, kebijakan diplomatik Korea Selatan terhadap Cina dan Rusia (Uni Soviet) tercatat tidak menunjukkan perkembangan. Seoul terhadap negara Dunia Ketiga pun seringkali harus menghadapi gangguan dari kedua negara komunis raksasa itu.Di sisi lain, Jepang sering memainkan kartu terhadap Korea Utara dan Korea Selatan, dan warga Korea yang ada dalam masyarakat Jepang.Oleh karna itu, kebijakan diplomatik Korea Selatan sangatlah tergantung pada politik luar negeri Amerika Serikat dan secara sepihak condong ke arah Washington.
Politik luar negeri Korea Selatan seperti itu mulai berubah sedikit demi sedikit sejak awal tahun 1970-an lalu seiring dengan berkembangnya perekonomian nasional Korea selatan.Korea Selatan secara positif mencoba membuka hubungan diplomatik dengan kedua negara komunis raksasa dan negara-negara Eropa Timur.Namun, percobaan Korea Selatan itu tidak bisa mencapai keberhasilan, bahkan masih harus menghadapi tantangan dari Korea Utara yang dibantu oleh Cina dan Rusia.
Namun, pemerintahan Korea Selatan tidak henti-hentinya mencoba mengembangkan diplomasinya terhadap dunia Timur.Sepanjang tahun 1970-an, diplomasi Korea Selatan mengalami banyak kemajuan di benua Afrika dan Amerika Latin penyelenggaraan Olimpiade Seoul pada tahun 1988 membawa keberhasilan besar di lapisan kebijakan diplomatik.Banyak negara non-blok dan komunis mulai condong menuju ke arah Korea Selatan.Pemerintah Korea Selatan pun segera memperbaiki kebijakan diplomatiknya terhadap Amerika Serikat dan Jepang, yaitu dari diplomasi yang berdasarkan pada hubungan patron-client yang hierarkis menjadi hubungan yang seimbang.
Setelah Tembok Berlin runtuh dan Uni Soviet mengalami perpecahan, politik luar negeri Korea Selatan memasuki era baru.Dengan menggunakan keberhasilan perekonomian nasionalnya, Korea Selatan dapat menjalin hubungan diplomatinya penuh dengan Cina dan Rusia (Uni Soviet).Selama lima dasawarsa belakangan ini, Korea Selatan berhasil mengembangkan politik luar negerinya secara dinamis.Hal itu dilihat berdasarkan pada perubahan ketertiban dunia dan berkembangnya ekonomi masyarakat.
Korea Selatan telah melakukan investasi yang besar dalam politik luar negerinya untuk mempertahankan keberadaannya, menyelamatkan rakyatnya, dan meningkatkan martabatnya.Perkembangan politik luar negeri Korea sangat besar terutama selama 20 tahun terakhir ini. Di era Perang Dingin yang berakhir pada tahun 1989 Korea Selatan menghadapi ancaman dari Korea Utara secara langsung dan frontal, yaitu dengan menggunakan perlindungan militer Amerika Serikat sebagai penggertak.Kebijakan luar negerinya saat itu sangat diwarnai oleh persaingan diplomatik dengan Korea Utara di berbagai belahan dunia dan forum internasional
Upaya-upaya pertahanan Korea Selatan tidak lagi terpusat pada garis perbatasan dengan Korea Utara, namun Korea Selatan telah mengembangkan diplomatiknya dalam berbagai hal yaitu Presiden Kim Dae Jung telah mengambil peran dalam gagasan pembentukan Masnyarakat Asia Timur (East Asian Community) melalui upaya memberi isi dan dorongan pada proses ASEAN Plus Three(ASEAN+3).Proses ini telah mempertemukan 10 negara ASEAN dengan 3 negara Asia Timur Laut (Cina, Jepang, dan Korea Selatan) dalam pertemuan berkala, khususnya pertemuan puncak tahunan.Korea Selatan yang mengusulkan pembentukan suatu East Asian Group, yang terdiri dari oraang-orang non-pemerintah untuk merumuskan dasar dan tujuan suatu Masnyarakat Asia Timur, East Asian Group yang juga dipimpin oleh Korea Selatan.Pada tahun 2003 korea Selatan juga menjadi tuan rumah pertemuan East Asian Group.
Korea Selatan kini berada di garis terdepan dalam upaya pengembangan regional Asia Timur yang sama sekali sudah terlepas dari politik luar negeri yang terpusat pada Persoalan Korea.Inilah transformasi besar yang telah dialami Korea Selatan dalam politik luar negerinya.Korea Selatan bukan lagi suatu negara kecil, politik luar negerinya   sudah   diilhami gagasan besar mengenai perdamaian dan kesejahteraan dunia, sedikitnya untuk kawasan Asia Timur.
Daftar pustaka
Yang Seung-Yoon &Mas'oed Mohtar (2004), Politik Luar Negeri Korea Selatan ( Jakarta: Gajah MadaUniversity Press)

SISTEM EKONOMI DAN BENTUK MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT SUKU SAKAI DI RIAU


 Juheri Septiawan / A / SR

            Dalam kehidupan sosial masyarakat suku sakai sangat dipengaruhi oleh factor alam terdapat pada mata pencahariannya. Masyarakat suku sakai memiliki banyak bentuk mata pencaharian, hal ini dikarenakan system ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat suku sakai di pengaruhi kondisi daerah yang mereka tempati atau yang mereka huni. Oleh karena itu masyarakat suku sakai mempunyai banyak bentuk mata pencarian demi menghidupi keluarganya di antara banyak mata pencarian yang dilakukan masyarakat suku sakai antara lain adalah :
1.      Berladang
Dalam kehidupan sosial mereka setiap orang sakai atau setiap keluarga mereka harus mempunyai sebidang tanah atau sebidang ladang. Pada umumnya anak-anak laki-laki yang lajang atau yang belum mempunyai istri seharusnya atau wajib sudah mempunyai ladang, setidaknya sedikit bidang ladang. Jika anak bujang dari keluarga suku sakai tersebut tidak mempunyai ladang maka anak bujang ini ikut membantu dan mempunyai bagian ladang sendiri, dari sebuah ketetanggaan ladang bersama dengan kerabat dekat yaitu kakak perempuan ( dalam urut pertama ) atau kakak laki-laki ( yang sudah berkeluarga ). Karena dengan hasil berladang ini lah membuat mereka dapat memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari.
Ladang merupakan faktor pertama dalam memenuhi kehidupan suku sakai, karena ladang merupakan tempat mereka di hidupkan dari kecil sehingga menjadi dewasa. Rumah-rumah mereka dibangun di atas ladang, serta diladang inilah mereka merasa kehidupan yang dapat membedakan antara hak pribadi dan hak-hak sosial keluarga mereka masing-masing. Dalam pembuatan ladang, suku sakai juga memiliki cara atau memiliki tahapan-tahapan untuk mendirikan ladang mereka tersebut. Tahapan yang mereka lakukan adalah
a.       Memilih tempat untuk membuat ladang
Pada tahapan yang pertama ini suku sakai terlebih dahulu melakukan perundingan terhadap pihak keluarga atau tetangga mereka, dalam perundingannya suku sakai membahas tentang dalam memilih tempat untuk pembuatan ladang mereka. Jika di setujui pihak keluarga atau mendapat opini positif dari kerabat terdekat maka mereka pun langsung mencari tempat yang akan mereka olah, dalam pengolahan ladang ini suku sakai biasanya melakukan dengan cara kerja sama atau gotong royong. Hal ini dikarenakan hubungan keakraban suku sakai sangat kuat.
Dalam tradisi suku sakai mereka memilih wilyah hutan untuk dijadikan lahan untuk pembuatan ladang. Wiliyah hutan yang mereka pilih yaitu hutan yang tidak banyak blukarnya. Mereka mempunyai alasan dalam memilih hutan yang tidak banyak akan blukar tersebut, karena hutan yang banyak blukar akan memakan banyak tenaga untuk membersih blukar tersebut. Mereka lebih memilih hutan yang banyak batang-batangan, tidak hanya itu suku sakai dalam membuka lahan mereka lebih memilih berladang di tanah yang miring. Karena suku sakai beranggapan bahwa tanah yang miring ini merupakan tanah yang subur
b.      Tahap-tahap membuka hutan untuk berladang
Tahapan setelah memilih lokasi untuk berladang suku sakai biasanya melakukan tahapan persiapan dalam membuka hutan untuk berladang. Biasanya dalam membuka hutan ini, suku sakai melaporkan kepada ketua adat atau batin ( batin merupakan Penghulu atau Kepala desa pada sekarang ini ). Tujuan atau maksud dalam melaporkan ini untuk menunjukan wilayah hutan yang akan dibuka.
Dalam pembuatan membuka hutan untuk berladang biasanya suku sakai mempunyai tradisi yang unik yaitu, hutan yang telah mereka bersihkan  atau mereka tebas mempunyai ukuran tertentu. Masing-masing panjangnya 50 M dan lebar 20 M, dalam aturan perladangan orang sakai jarak ladang muka-belakang tergabung dalam sebuah ke tetanggaan haruslah sama. Sedangkan bedanya dapat berbeda-beda.
Orang sakai mengikuti secara ketat aturan ini, bila sekiranya batas muka tidak merupakan garis lurus tertapi bagian ladang akan ikut bengkok mengikuti bengkok garis muka. Aturan-aturan atau tradisi seperti ini sanagat di patuhi oleh suku sakai. Karena jika mereka tidak mengikuti aturan yang telah menjadi tradisi ini maka sebutan suku sakai yaitu HANTU TANAH atau penunggu ladang akan marah. Dengan akibat sipeladang akan sakit dan hasil ladangnya akan jelek di serang hama, babi hutan, dan binatang lainnya.
c.       Menunggal Padi
Setelah selesai pada tahapan penebangan pohon di hutan suku sakai membiarkan tanah peladangan tersebut diguyur oleh hujan kira-kira satu atau dua minggu. Setelah hujan pertama turun ladang yang baru di buka di diamkan saja supaya air huna  meresap ke bumi. Sementara itu benih padi yang di siapkan untuk ditugal di gunakan dengan cara melobangkan tanah yang akan isi padi. Cara melobangkan tanah ini suku sakai biasanya menggunakan kayu yang diruncingkan dengan ukuran 1-1,5 M. Padi yang mereka tanam berbagai jenis padi-padiannya,. Padi pulut, padi induk, dan padi kawat.
            Bila ladang sudah dipersiapkan dan bibit tanaman padi sudah siap untuk ditanam, maka ditentukan hari untuk mempersiapkan kegiatan menunggal padi yang dilakukan bersama-sama. Satu hari sebelum dilakukan kegiatan menanam bibit tanaman padi ini dilakukan upacara "mematikan tanah" yang tujuannya adalah agar ladang tersebut tanahnya dingin atau subur dan mereka yang tinggal diladang tersebut terpelihara dan terjaga dari mara bahaya.
            Upacara mematikan tanah ini dilakukan oleh masing-masing kepala keluarga yang sama-sama membangun ketetanggaan ladang dan meminta perlindungan POTI SOI ( putri sri, dewi padi ). Bersamaan dengan itu tepatnya di tengah ladang, orang sakai menanamkan "jejak bumi" di tanam sebatang limau nipis yang ditambah ramuan-ramuan serta membawa mantera yang lafalnya adalah :
Pati soi
Gemolo soi
Siti dayang sempono
Tuan, engkau nak besuko-suko ati
Ketonggah ladang
            Setelah upacara yang dilakukan pada pagi hari, maka dimulailah penanaman padi. Penanaman bibit-bibit padi biasanya berlangsung selama 2-5 hari penanaman di lakukan oleh suami dan isteri dari keluarga yang berladang bahkan pihak tetangga juga membantu melaksanakan pekerjaan itu
d.      Panen padi
            Setelah memakan waktu lama sekitar ( 5-6 bulan ) menanam padi, maka pada saat ini lah masa-masa yang ditunggu orang sakai yaitu waktu panen padi. Panen padi dilakukan dengan tahap-tahap tertentu. Sebelum dimulai memuai padi, pemilik ladang menghubungi "dukun" atau Bomo. Dukun atau Bomo ini memimpin upacara panen padi, dengan tujuan sama seperti biasanya agar keluarga bisa mendapatkan limpahan rezeki yang banyak. Upacara ini dimulai dengan membaca mantra sebagai berikut :
Poti soi
Gemolo soi
Siti dayang sempono
Tuanku engkau nak besuko-suko ati
Kotongah ladang
Ambeko nak bao
Tuaku samo hayatnyo
            Mantra ini dilakukan atau dibacakan ditengah ladang pada pagi hari setelah mantra dibacakan lalu dicabutlah batang kayu limah ( jeruk ) yang ditanam di tengah ladang pada waktu upacara dimulai. Setelah panen selama 3-7 hari keluarga peladang tersebut Pantang tidak bole menerima tamu yang berasal dari luar ketetanggaan. Jika ada orang luar yang datang maka tamu luar tersebut dikenakan denda yaitu tamu asing ini harus menyerahkan semua barang yang mereka bawa.
            Setelah masa pantang selesai, maka dilakukan panen padi secara besar-besaran. Pembagian hasil panen biasanya suku sakai ini dilakukan dengan sistem adat mereka yaitu masing-masing pemanen memperoleh sepertiga bagian dari padi yang mereka tuai serta bagi para Batin mendapatkan sepersepuluh dari hasil panen itu. Beras merupakan kebutuhan adat yang penting karena beras banyak bermanfaat untuk menyembuhan penyakit, untuk menyambut tamu yang datang serta beras juga bisa membuat mereka untuk memperkuatkan ekonomi.
2.      Menanam ubi manggalo
Orang sakai dalam kegiatan mata pencaharian dalam budaya tradisional mereka di samping berladang mereka juga menanam ubi manggalo ( Ubi beracun ). Ubi ini biasanya ditanam di lain dari lokasi ladang. Ubi manggalo ditanam setelah berumur 1-2 tahun baru dapat dimakan langsung karena mengandung racun. Untuk mengkonsumsi ubi ini maka orang sakai melakukan beberapa cara untuk menghilangkan racun tersebut dengan cara disimpan :
a.       Ubi manggola tidak boleh disimpan selama 1-2 hari, setelah ubi dicabut langsung dicuci disungai atau rawa
b.      Ubi manggalo yang sudah bersih kulitnya dari kotoran lalu ditaruh di dalam keranjang anyaman lalau ubi ini di rendam selama 3 hari 3 malam
c.       Setelah di rendam, ubi ini diparut oleh pihak wanita sehingga halus, lalu ubi yang telah halus ini di masukan kedalam goni untuk memeras atau membuang air yang terdapat dalam ubi tersebut
d.      Racun yang terdapatt pada ubi ini pun hilang dikarenakan air yang terkandung pada ubi ini telah diperas. Lalu ubi manggalo ini dimasukan kedalam kuali yang diletakan di atas api secara maksimal
e.       Dengan menggunakan sebuah sendok kayu besar dan panjang parutan ubi manggalo di adukan dan diratakan sampai hasil parutan menjadi kering. Orang sakai menyebutkan proses ini dengan " Menyangga "
f.       Proses terakhir yang dilakukan suku sakai adalah menyimpan ubi yang telah kering tersebut karena ubi ini tidak memiliki racun lagi. Hasil ini disebut dengan " Manggalo Mersik "
Manggalo mersik mirip dengan kerak nasi, berbutir-butir atau bergumpal-gumpal kecil.manggalo mersik dapat juga di gunakan sebagai makanan pokok suku sakai, biasanya manggalo mersik ini di sajikan dengan lauk pauk seperti gulai ikan, sayur-sayuran dan berbagai macam makanan lainnya.
3.      Berburu atau mencari ikan di sungai
Berburu atau mencari ikan merupakan mata pencaharian asli suku sakai, sedangkan berladang dipengaruhi oleh pada masa kesultanan siak. Pengertian berburu oleh orang sakai bukanlah kegiatan yang membunuh hewan tetapi mereka melakukan dengan menjerat alat buruan mereka yaitu KONJOUW. Konjouw adalah tombak yang terbuat dari besi yang dipanaskan, konjouw itu dibekali oleh mantra-mantra hewan. Hewan yang mereka sering buru adalah kera, babi hutan, kijang, dan kancil. Hasil tangkapan buruan ini mereka gunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari biasanya mereka jadikan sebagai lauk pauk
Tidak hanya berburu, orang sakai sangat terkenal dengan mencari ikan. Cara yang mereka lakukan adalah dengan mengail, serta mereka juga senang menangkap udang dengan menggunakan tangguk, suku sakai mengenal lebih dari 30 jenis ikan. Di rawa-rawa atau di sungai-sungai kecil mereka menangkap ikan dengan menggunakan lukah dan jarring, orang-orang sakai pada masa lalunya memasang lukah dari jarring pada sore hari menjelang malam dan pada pagi hari dapat dilihat hasil tangkapannya.
Pada biasanya ikan yang mereka tangkap langsung mereka goreng. Jika jumlah tangkapannya relative banyak maka sebagian dari ikan itu untuk dijual kepada orang lain,bahkan suku sakai biasanya membarter ikan tangkapan dengan barang yang mereka perlukan.

DAFTAR PUSTAKA
Suparlan Parsudi.1993. Orang Sakai di Riau Masyarakat terasing dalam Masyarakat. Jakarta: Yayasan obor Indonesia
Thamri Husni.2003. Sakai Kekuasaan Pembangunan dan Marjinalisasi. Pekanbaru: IAIN Suska Riau
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sakai

PERJUANGAN PEMBENTUKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

DHEVA EKA PUTRA / PIS
A.      KILAS  BALIK  PERJALANAN  PANJANG
Pembentukan provinsi Kepulauan Riau berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tanggal 24 September 2002 ini disetujui dan ditindak lanjuti Pemerintah Pusat dengan  dikeluarkannya Keputusan Pemerintah     (Kepres) tanggal 1 Juli 2004, sebagai provinsi baru yang ke-32. Pada tanggal 1 Juli 2004 itu pula, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno atas nama Presiden Republik Indonesia Ibu Megawati Soekarnoputri melantik Drs. H. Ismeth Abdullah sebagai pelaksana tugas ( caretaker ) Gubenur Kepulauan Riau.
Pada awalnya, Kepulauan Riau ( Kepri ) adalah salah satu kabupaten dari provinsi induk, Provinsi Riau, yang sudah terbentuk pada tahun 1958 berdasarkan UU Nomor 61 tahun 1958. Waktu itu, Provinsi Riau yang semula masuk dalam Provinsi Sumatera Tengah dan beribukota di Bukittinggi, terdiri dari Daerah Tingkat Dua Kepulauan Riau, Bengkalis, Kampar, Indragiri dan Kotapraja Pekanbaru.
Ibu kota Provinsi Riau waktu itu adalah Tanjungpinang. Kemudian dipindahkan ke Pekanbaru pada tahun 1959. Pindahnya ibukota Provinsi Riau dari Tajungpinang ke Pekanbaru mendasari suatu perubahan penting dalam sejarah perkembangan sosial, ekonomi dan politik di Kepri. Tanjungpinang yang awalnya adalah pusat perdagangan, budaya dan sejarah selama berabad-abad, berubah menjadi kawasan pinggiran dari Provinsi Riau, menyebabkan Kepri tidak lagi menjadi penting dan bermakna dalam kejayaan di jalur pelayaran dagang di Selat Melaka yang telah berlangsung sejak 1722.
Pada tahun 1961, ketika terjadi konflik antara Indonesia dan Malaysia, terjadi perang dan bahkan putusnya hubungan diplomatik, Kepri yang berada pada perbatasan Semenajung Malaya dan Singapura, mengalami berbagai perubahan kebijakan yang mengakibatkan penderitaan bagi rakyat di kawasan ini. Hubungan emosional dan kekeluargaan dengan penduduk di Semenanjung itu, yang terbina oleh kesamaan asal usul dalam rentang sejarah yang panjang, menjadi terputus.
            Konfrontasi meyebabkan pemerintah Indonesia mengambil beberapa kebijakan politik maupun ekonomi. Di antaranya melarang kapal-kapal dari Singapura dan Semenanjung Malaya beroperasi di Indonesia, diikuti dengan larangan pengunaan mata uang dollar Singapura dan uang Malaysia sebagai alat pembayaran di Kepri. Bersama itu, pemerintah pusat memberlakukan mata uang KRRP ( Rupiah Kepulauan Riau ) pada 15 Oktober 1963, serta memungut bea dan cukai di Kepri.
            Berbagai langkah pemerintah pusat setelah masa konfrontasi berakhir, dilakukan untuk memulihkan kehidupan ekonomi didaerah ini. Kedekatan dengan Malaysia dan Singapura dalam membangkitkan perekonomiannya, terutama dalam mengelola pelabuhan internasionalnya, mulai mempengaruhi kebijakan pusat. Pemerintah pusat mulai mengalihkan perhatiannya ke Kepulauan Riau, terutama Batam, guna ikut memanfaatkan jalur perdagangan dunia yang paling ramai dan penting di belahan timur. Untuk merealisasikannya, pemerintah pusat mengembangkan Pulau Batam menjadi daerah industri khusus, guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.  Batam dibangun  sebagai kawasan industri pada tahun 1971 dengan membentuk Badan Otorita Batam.
            Langkah ini ingin memaju pertumbuhan seraya bersepakat dengan Singapura, Johor ( Malyasia) dan Riau ( Indonesia ). Bertujuan untuk memadukan kekuatan ekonomi secara kompetitif pada tiga kawasan itu menjadi suatu kawasan pertumbuhan ekonomi yang menarik bagi investor Internasional .
            Ketertinggalan dan rasa ketidakadilan yang terus berkembang, terutama pada masa-masa setelah kemerdekaan, menyebabkan rakyat Kepri ingin berjuang untuk mendapatkan kembali suatu wilayah yang berstatus otonom (provinsi), sebagaimana yang pernah terjadi sebelumnya.
            Dalam kata lain, rakyat Kepulauan Riau ingin memisahkan diri secara administratife  Provinsi Riau untuk membentuk provinsi tersendiri. Rasa ketidakadilan serta didesak oleh berbagai faktor lain, selain faktor sejarah adalah: letak geografis, ekonomis, sosial budaya, dan politis, semakin memperkuat alasan mengapa rakyat Kepri bersatu memperjuangkan terbentuknya Provinsi Kepri.
            Seiringi dengan angin reformasi yang berhembus kencang sampai ke daerah-daerah, banyak daerah yang ingin memekarkan daerahnya. Kondisi ini disambut baik oleh pemerintah pusat dan DPR-RI. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Riau pun kemudian mempersiakan daerah pemekaran dengan membentuk Tim pemekaran yang diketuai oleh Sekertaris Daerah Kabupaten Kepulauan Riau.
Secara hampir bersamaan terbentuk pula Komite Pemekaran Kepulauan Riau (KPKR) sebagai lembaga mempersiapkan pemekaran wilayah Kabupaten Kepulauan Riau. Kabupaten itu akan dimekarkan menjadi 6 daerah tingkat dua (kabupaten / kota) yaitu Kota Batam, Kota Tanjungpinang, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, Kabupaten Natuna (Pulau Tujuh) dan Kabupaten Bintan.
Kemudian dilaksanakanlah Musyawarah Besar Rakyat Kepulauan Riau pada tanggal 15 Mei 1999 di Hotel Royal Palace, di Batu – 10, Kota Tanjungpinang. Pada hotel yang sekarang bernama Hotel Comfort itu, hadir sekitar seribu orang wakil- wakil tokoh masyarakat, tokoh adat, pemuda dan mahasiswa.
Mubes Rakyat Kepulauan Riau ini mengasilkan Tiga Tuntutan Rakyat Kepulauan Riau yang di tandatangani oleh tim perumus yang terdiri dari Prof Moch Saad (Ketua), Drs Azirwan (sekretaris), dengan beberapa anggota yaitu: Drs Abdul Malik, M.pd, Ir H Moh Gempur Adnan, H Raja Hamzah Yunus, H Rusli Silin, Drs M Saleh Wahab, H Bakri Syukur dan HM Arief Rasahan.
TRITURA KEPULAUAN RIAU
1.      Mempercepat kemakmuran masyarakat secara adil dan merata melalui pembetukan Provinsi Kepulauan Riau. untuk mengujudkan hal tersebut di atas secara nyata dilaksana dengan kemekaran daerah otonomi Kepulauan Riau.
2.      Pemekaran daearah  otonomi Kepulauan Riau terdiri atas :
·                Kota Tajungpinang,
·                Kabupaten Bintan,
·                Kabupaten Karimun,
·                Kabupaten Kepulauan lingga
·                Kabupaten Pulau Tujuh.
3.      Mendesak  pemerintah  agar  Kota Madya Batam menjadi otonomi.
Mubes yang merupakan langkah awal dan cikal-bakal awal perjuangan rakyat Kepulauan Riau, juga menghasilkan sebuah Deklarasi Rakyat Kepulauan Riau, sebagai berikut:
C.      Deklarasi  Rakyat  Kepulauan  Riau
            Sudah 54 tahun Indonesia merdeka sejak diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.  Kemerdekaan adalah rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa, yang diperjuangkan oleh seluruh bangsa Indonesia tanpa membeda-bedakan suku, ras, serta agama. Dimana tujuan kemerdekaan itu adalah untuk menciptakan bangsa yang merdeka lahir dan batin tanpa dijajah atau ditekan oleh siapapun, sesuai tuntutan fitra manusia untuk menuju suatu masyarakat adil dan makmur. 
            Kemudian sampai saat ini sudah 40 tahun pula Ibu Kota Provinsi Riau dipindahkan dari Tajungpinang ke Pekanbaru, selama itu pulalah masyarakat Kepulauan Riau berada dalam keadaan ketinggalan dalam segala segi kehidupan. Padahal sebelumnya masyarakat Kepulauan Riau sempat mengalami kemajuan yang berarti.
            Diakuai beberapa daerah seperti Batam, Bintan dan Karimun ada perkembangan dan kemajuan. Akan tetapi perkembangan di daerah tersebut karena adanya proyek-proyek  besar yang sektoral dari pusat, dan bukan dari Pemerintah  Daerah Riau.
            Setelah kami mencermati permasalahan itu semua, maka wilayah Kepulauan Riau yang begitu luas, untuk megadakan pembinaan masyarakat tidaklah mungkin dapat diatasi dengan status pemerintahan daerah yang hanya setingkat Kabupaten. Apalagi sejalan dengan derasnya arus globalisasi dan perdangangan bebas pada tahun 2003 mendatang, apabila tidak dipersiapkan dengan cermat, maka kehidupan masyarakat Kepulauan Riau akan semakin terpinggirkan.
Mecermati permasalahan itulah, setelah melalui musyawarah Rakyat Kepulauan Riau maka Rakyat Kepulauan Riau dengan ini: Mendeklarasikan
·         Menolak Negara Riau Merdeka.
·         Pada hari ini, dinyatakan sudah terbentuk Provinsi Kepulauan Riau.
·         Segala sesuatu keperluan tentang pengesahan dan pengembangan Provinsi Kepulauan Riau agar dapat diselesaikan bersama-sama, serta dilaksanakan dalam waktu sesingkat-singkatnya.
·         Untuk menjaga ketentraman Rakyat Kepulauan Riau, kami mendesak Presiden Republik Indonesia untuk mengesahkan Provinsi Kepulauan Riau dengan sebuah Undang-Undang
Tanjungpinang, Sabtu 15 Mei 1999
Atas Nama Rakyat Kepulauan Riau
            Guna menindaklanjuti hasil Musyawarah Rakyat Kepulauan Riau tanggal 15 Mei 1999 ini, panitia membentuk suatu tim yang terdiri dari sembilan peserta musyawara. Tim itu bertugas menghimpun data, menyusun laporan hasil musyawara dan segala sesuatu yang berkenaan dengan tuntutan pada deklarasi  Musyawara Rakyat Kepulauan Riau tersebut.
            Tim sembilan terdiri dari Prof Dr H Moch Saad (ketua), H Dun Usul, Drs M Daud Kadir, Hendry Juliardin SE, H Abdul Razak, H Arief Rasahan, H Husrin Hood, Drs M Saleh Wahab dan Ir Idris Zaini.
            Setelah musyawarah berlangsung, pada Nopember 1999,KPKR menyerahkan mandat pembentukan Provinsi Kepulauan Riau kepada Ketua DPRD Kepri yang baru terpilih: Husrin Hood. Mandat yang diserakan di Hotel Century Atlit Jakarta itu bertujuan mempercepat proses mewujutkan Deklarasi Rakyat Kepulauaun Riau. Setelah itu, KPKR membentuk lagi Badan pekerja Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (BP 3 KR). Husrin yang terpilih sebagai ketua DPRD Kepri hasil pemilu 1999 juga mendapat   mandat menjadi Ketua BP3KR..
            Gagasan pembentukan Provinsi Kepulauan Riau ini langsung mendapatkan penolakan dari Gubernur Riau waktu itu dengan alasan belum siap Kepri menjadi provinsi. BP3KR lalu lebih banyak melakukan lobi-lobi langsung ke pemerintah pusat di Jakarta..
            Untuk mengawal dan mengamati proses pengesahan RUU ini, BP3KR melakukan koordinasi dengan masyarakat, mahasiswa, pemuda dan berbagai lembaga swadaya masyarakat. Sehari sebelumnya, 23 Januari 2002, di Jakarta, BP3KR melakukan unjukrasa di depan Istana  Negara dan Departemen Dalam Negeri. Sedangkan di Tanjungpinang, ribuan rakyat dari berbagai lapisan melakukan apel siaga dan sebagian besar di antaranya berangkat ke Jakarta bergabung dengan pejuang di ibukota Negara.
            Pengesahan akhirnya batal karena beberapa hal. Rencana sidang pansus DPR-RI untuk mengesahkan RUU Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau diundurkan. Gubernur Riau dan DPRD Riau yang diundang, tidak hadir pada sidang paripurna DPR-RI tersebut.
            Pengesahan RUU Pembentukan Provinsi Kepri ini kembali akan dilaksanakan pada Agustus 2002. Akan tetapi karena belum ada kesepakatan antara pemprov Riau dengan DPR- RI dan pemerintah pusat, maka pengesahan di tunda kembali. Setelah itu direncanakan lagi untuk disyahkan pada sidang paripurna tanggal 24 September 2002.
            Pada sidang paripurna 24 September 2002 ini, keinginan rakyat Kepri untuk membentuk  Provinsi Kepri, akhirnya benar-benar terwujutkan dengan disyahkannya RUU Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau menjadi Undang-Undang No.25 Tahun 2002, ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri ( waktu itu Hari Sabarno).
Undang-undang menetapkan bahwa Provinsi Kepri beribukota di Tajungpinang. Untuk sementara, ibukota Provinsi Kepri ditempatkan di Kota Batam, sampai pelantikan Gubenur Kepri definitif.
Semula Provinsi Kepri memiliki lima kabupaten dan dua kota yaitu: Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga dan Kabupaten Natuna, serta Kota Batam dan Kota Tajungpinang. Luas provinsi ini sekitar 252.810.71 km2-yang 96 persen merupakan perairan, dan 4 persen berupa daratan dari 2.408 pulau. Sekitar 40 persen pulau-pulau itu tidak berpenghuni. " Persmian Kepulauan Riau sebagai provinsi baru yang ke-32, dilaksanakan tanggal 19 Agustus 2004 oleh Menteri Dalam Negeri ."
Secara administratif, provinsi ini  meliputi 59 kecamatan dan 351 desa/ keluraha. Dalam perkembangannya hingga Juni 2009, memasuki tahun keempat, Provinsi Kepri menambah satu lagi kabupaten yakni Kabupaten Anambas sebagai pemekaran dari Kabupaten Natuna.
Dalam perkembangan selajutnya, Presiden (waktu itu) Megawati Soekarnoputri menujuk Ismeth Abdullah-Ketua Otorita Batam-sebagai caretaker  Gubenur Kepri.
Pada hari Kamis tanggal 1 Juli 2004, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno atasnama Presiden Republik Indonesia megawati Soekarnoputri melantik Drs.H Ismeth Abdullah sebagai caretaker Gubenur Kepulauan Riau serta meresmikan berdirinya Provinsi kepri sebagai provinsi ke-32 di Indonesia.
SUMBER
NN, 2009 "Provinsi Kepulauan Riau membangun Hari Depan". Tanjungpinang : Badan Pembangunan Daerah Kepulauan Riau.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepulauan_riau