FRAKSI NASIONAL PENGARUHNYA TERHADAP POLITIK PEMERINTAHAN KOLONI TAHUN 1930-1942


YULIANA NURHAFIZAH/SI IV/B

Ide pembentukan Fraksi Nasional di dalam Volksraad muncul dari anggota Volksraad yaitu berasal dari Moh. Husni Thamrin, PPBB ( Perhimpunan Pegawai Bestur Bumiputera ) dibawah pimpinan prowoto dan Indonesische nationale Groep dibawah pimpinan Muhammad yamin. Selain itu Thamrin juga merupakan ketua dari perkumpulan Kaum Betawi, yang dikarenakan timbulnya pengaruh faktor-faktor pada saat itu. Adapun faktor-faktor tersebut yaitu:
a.       Sikap pemerintahan Hindia Belanda terhadap gerakan politik di luar Volksraad, terutama terhadap PNI.
b.       Anggapan dan perlakuan yang sama oleh pemerintah terhadap semua gerakan nasional baik non maupun ko-operasi. Terutama dalam peristiwa penggeledahan tokoh-tokoh PNI yang juga dilakukan terhadap anggota-anggota perkumpulan yang bersifat moderat dan bersifat ko-operasi.
c.       Didirikannya Vaderlandsche Club ( V. C. ) tahun 1929 sebagai protes terhadap "ethisch beleid" Gubernur Jenderal de Graef. [1]
Zentgraaff pendiri V. C. berpendapat bahwa kehidupan nasional  Belanda yang lebih kuat akan merupakan alat untuk " menghadapi tuntutan-tuntutan gila dari nasionalisme timur." [2]
Fraksi Nasional ini didirikan atas inisiatif Moh. Husni Thamrin tanggal 27 Januari 1930 di Jakarta. Anggota Fraksi Nasional terdiri atas 10 orang anggota Volksraad yaitu wakil-wakil dari dearah-dearah Jawa, Sumatra, Sulawasi dan Kalimantan. Menurut Moh. Husni Thamrin yang ditunjuk sebagai ketua, sedikitnya jumlah anggota bukanlah merupakan suatu masalah karena yang penting adalah mutu dari anggota-anggota tersebut. [3]
 Dalam tindakannya Fraksi Nasional labih memusatkan usahanya di dalam lingkungan Volksraad. Sesuai dengan keadaan yang mempengaruhi timbulnya, Fraksi Nasional mempunyai tujuan yaitu menjamin adanya kemerdekaan nasional dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, dengan jalan:
a.       Mengusahakan perubahan-perubahan ketatanegaraan.
b.      Berusaha menghapuskan perbedaan-perbedaan politik, ekonomi dan intelektual sebagai antithese kolonial.
c.       Mengusahakan kedua hal tersebut di atas dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum. [4]
Dalam sidang Volksraad Juli 1939, Thamrin menegaskan bahwa Fraksi Nasional menuntut kemerdekaan Indonesia dengan pemerintahan yang di pegeng sendiri oleh bangsa Indonesia. Akibat tujuan dan sikap tegas dari Fraksi Nasional ini, pemerintahan Belanda menggolongkan mereka sebagai golongan kiri. Meskipun pemakaian kata Fraksi Nasional kurang tepat, sebab anggota-anggotanya bukan berasal dari suatu partai politik atau perkumpulan yang sama bahkan ada yang tidak berpartai, tetapi hal tersebut talah biasa terjadi di dalam Volksraad di mana suatu golongan disebut fraksi. Dari tujuannya jelas kelihatan bahwa Fraksi Nasional condong bersifat radikal meskipun mereka tetap duduk di dalam Volksraad dan menjadi anggota dari pada dewan itu.
Kegiatan pertama kali Fraksi Nasional ini adalah pembelaan terhadap pmimpin-pemimpin PNI yang ditangkap di dalam sidang-sidang Volksraad, terutama sebulum tokoh-tokoh PNI tersebut diadili pada bulan Agustus 1930. Anggota-anggota Fraksi Nasional, terutama Moh. Husni Thamrin, berpendapat bahwa tindakan penggeledahan dan penangkapan terhadap pemimpin-pemimpn PNI oleh pemerintah itu tidak dapat dipertanggungjawabkan bahkan banyak diantaranya bukan anggota PNI juga digeledah dan dicurigai. Suatu daftar penggeledahan-penggeledahan yang dilakukan polisi di beberapa tempat di kota Jawa, Sumatra dan Sulawesi oleh Thamrin telah diberikan kepada Volksraad. Dengan peristiwa ini terbukti bahwa pemerintah dalam tindakannya telah berlaku tidak bijaksana dan tidak adil tehadap pergerakan rakyat Indonesia.
Perjuangan Fraksi Nasional dalam Volksraad meliputi soal ekonomi dan sosial rakyat, pencabutan OSL, interpelasi berkanaan penangkapan Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan syahrir. Thamrin berpendapat bahwa peristiwa-peristiwa buruk yang sering menimpa pergerakan rakyat adalah berpangkal kepada artikel 169 swb, juga artikel 153 bis e dan 161 bis. Dalam kitab Undang-undang pidana yang dianggap menghalangi kebebasan berpendapat dan mengancam adanya exorbintant. Oleh karena itu ia mengajukan suatu mosi kapeda Volksraad mengenai artikel-artikel ini, mosi ini diterima oleh sidang setelah mendapat tantangan dari mosi Frui (VC). Kemudian dibentuk suatu komosi untuk meninjau kembali artikel-artikel tersebut. Usul Thamrin agar sidang perkara pemimpin-pemimpin PNI yang dituduh melanggar artikel-artikel itu dilakukan dihadapan majelis yang lebih tinggi ( Hooggerechtschof ) dan bukan pada landrad, ditolak oleh pemerintah dengan alasan bahwa pengadilan tertinggi itu hanya untuk suatu penuntutan politik, sedang bukti-bukti sifatnya berkenaan dengan hukum pidana. [5]
Semenrata itu masalah pertahanan juga dibicarakan dalam sidang Volksraad pada tahun 1930, dimana pemerintah bermaksud akan meningkatkannya.Maksud ini ditantang oleh anggota-anggota Fraksi Nasional. Mereka berpendapat bahwa peningkatan kekuatan pertahanan itu pasti akan memerlukan biaya besar sedangkan keadaan keuangan negara sangat buruk, dan lagi tidak ada manfaatnya baagi Indonesia.
Daerah-daerah di seluruh Indonesia tidak mempunyai sesuatu yang harus dipertahankan juga tidak kemerdekaan, sedangkan yang dimaksud dengan pertahanan terhadap kemerdekaannya. Jelas ini tidak mempunyai kemerdekaan karena Indonesia adalah daerah jajahan. Oleh kerana itu adalah lebih baik biaya tersebut digunakan untuk memperbaiki kesejahtaraan sosial rakyat Indonesia. [6]
Terlandanya Indonesia oleh pengaruh malaise dan diangkatnya de Jonge seorang yang sangat reaksioner sebagai Gubernur Jederal yang baru pada tahun 1931 ternyata telah memberi akibat yang sangat buruk bagi Indonesia, baik dalam segi sosial ekonomi maupun kehidupan politik. De Jonge menjalankan pemerintahan dengan sikap yang sangat keras dan kaku, sehingga masa pemerintahannya dianggap masa yang terburuk. [7]
 Dalam kehidupan politik, umpamanya Fraksi Nasional yang tidak radikal itu telah didorong ke arah politk non, yang seharusnya pemerintah justru mendorong mereka ke arah politik ko-operasi. [8]
Sesuai dengan keadaan kehidupan sosial-ekonomi yang sangat tertekan akibat depresi ekonomi, maka kegiatan fraksi juga terutama ditujukan untuk memperbaikai keadaan sosial-ekonomi rakyat. Apalagi kehidupan di bidang politik memang sangat ditekan sekali oleh pemerintah de Jonge. Masalah sosial yang banyak dibicarakan pada waktu itu adalah bidang pendidikan akibat dengan diumumkannya peraturan sekolah-sekolah liar ( wilde schoolen ordonnantie ) oleh pemerintah. Dijalankannya peraturan ini pasti akan menghambat kemajuan rakyat Indonesia bahkan juga dari golongan Cina, India dan Arab, karena itu dengan dipelopori oleh Ki Hadjar Dewantara peraturan ini ditantang dengan keras. Anggota-anggota Fraksi Nasional di dalam sidang Volksraad juga menuntut agar pemerintah mencabut segara peraturan tersebut. Bahkan Moh. Husni Thamrin bermaksud akan keluar dari Volksraad apabila tuntutan itu gagal. Melihat kemungkinan jejak Thamrin akan diikuti pula anggota-anggota lainnya, bila hal itu memang terjadi berarti Volksraaad akan kehilangan artinya oleh karena wakil-wakil bangsa Indonasia praktis  tidak ada. Setelah melihat reaksi-reaksi baik diluar maupun di dalamVolksraad, yang dapat menggganggu ketenangan masyarakat, pemerintah kolonial Belanda dengan terpaksa mencabut peraturan tentang sekolah liar tersebut. [9]
Setelah Volksraad dewan rakyat 1 diresmikan pada tanggal 18 November 1918, ada perubahan di bidang politik Belanda. Perubahan itu ditandai dengan di Hindia di ijinkannya warga bumi putera untuk ikut terlibat di dalamnya, meskipun hak-hak yang diberikan masih sangat terbatas namun demikian mereka dapat memanfaatkan yang diberikan dalam menyuarakan keluhan kesempatan masyarakat yang diwakilinya. Semua itutidak lepas dari kebijakan Gubernur Jenderal Van Limburg Stirgm yang memberi kelonggaran kepada kaum pergerakan untuk berkiprah dalam perjuangan. Keadaan ini tidak berlangsung lama, tepatnya setelah Van Limburg Stirgm diganti oleh Mr. D. Fock, kaum pergerakan kembali pada masalah seperti sebelum pemerintahan Van limburg Stigm yaitu menghadapi sistem politik yang represif. Tampak kebijakan politik seperti ini untuk kaum pergerakan khususnya yang berhaluan keras dijawab dengan aksi-aksi radikal, puncaknya yaitu pemberontakan yang dilakukan partai komunis Indonesia pada tahun 1526.
Peristiwa tahun 1926 menjadikan pemerintah semakin curiga terhadap kaum pergerakan. Pengawasan terhadap kegiatan politik yang diselenggarakan oleh kaum pergerakan semakin diperketat. Tidak jarang kegiatan yang sedang berlangsung dihentikan begitu saja oleh pemerintah dengan alasan mengganggu keamanan dan ketertiban. Partai Nasional Indonesia  adalah salah satu yang merasakan tindakan pemerintah yang seperti ini. Para pemimpin tegasnya ditangkap dan diadili. Untuk menghindari akibat yang lebih buruk lagi. Ditangkapnya tokoh PNI lainnya maka diambil keputusan untuk membubarkan PNI. Dibubarkannya PNI berdampak pada perjuangan dalam upaya mencapai Indonesia Merdeka semakin mengendur. Keadaan ini menyadarkan anggota Volksraad Bumiputera untuk melanjutkan perjuangan dengan cara legal rasional lewat lembaga resmi yang didirikan pemerintah. Kesadaran itu diwujudkan dengan terbentuknya Fraksi Nasional pada tanggal 27 Januari 1930, yang diketuai Moh. Husni Thamrin, disamping itu menguatnya semangat nasionalisme dilingkungan komunitas Belanda yang diwujudkan dalam Iraderlandsche Club merupakan faktor lain penyebab berdirinya Fraksi Nasional. Berdirinya Fraksi Nasional ternyata mampu membawa warna baru bagi perkembangan kebijakan politik pemerintah Hindia Belanda. Tidak sedikit hasil yang dicapainya selama 12 tahun berkecimpung dalam Volksraad.
Di bawah tekanan politk Gubernur Jenderal de Jong politik non-kooperasi menjadi lumpuh, akibatnya muncul kaum kooperator yang di dalam Volksraad oleh Partai Indonesia Raya ( Parindra ) yang didirikan pada tahun 1935. Dalam masa itu muncullah Petisi Sutardjo pada tahun 1939, [10] yang berisi usul Indonesia berdiri sendiri tetapi tidak lepas dari kerjasama Belanda. Dalam sidang Volksraad sendiri, suara Fraksi Nasional juga terpecah-pecah dalam menanggapi petisi.
Notes :
1.      M.H. Thamrin, "De Nationale Fractie in de Volksraad", Indonesia, Jubileum nummer, uitgegeven ter gelegenheid van het 30-jarig bestaan van de Perhimpunan Indonesia 1908 – 1938, hal. 207 – 210   
2.      Dr . J.M. Pluvier, Overzicht van de Ontwikkeling der Nationalistik Beweging in Indonesia, -Gravenhage – Bandung, 1953, hal.36
3.      Handelingen van den Volksraad, tijdens de buitengewon zitting van het jaar 1929 – 1930, hal. 1646
4.      Dr. J.M. Pluvier, op. cit., hal. 38
5.      Handelingen van den Volksraad, jaar 1929 – 1930 ; Sedjarah Pergerakan Indonesia, 1929 – 19930, djilid I, Pembicaraan-2 di Volksraad disalin dalam bahasa Indonesia oleh HOS. Tjokroaminoto, Diterbitkan oleh: Fonds Nasional, Jakarta, Desember 1930, hal. 114
6.      Handelingen van den Vilksraad, jaar 1929 – 1930, hal. 2437. dan seterusnya
7.      D.M.G. Koch, op. cit., hal.141
8.      Dr. S.L. van der Wal, op. cit., hal. 109
9.      Mengenai peraturan sekolah liar ini lebih lengkap dibaca dalam: Taman Siswwa 30 Tahun, Yogyakarta, 1956, hal. 230 – 238; Dr. S.L. van der Wal, Het Onderwijsbeleid in Nederlands Indie: 1900 – 1940., een bronnenpublikatie, Groningen, 1963
10.  Lebih lanjut lihat pasal mengenai Petisi Sutardjo
DAFTAR PUSTAKA
Poesponegoro, Marwati Djoned & Nugroho Notosusanto, Sejarah Indonesia V, Balai Pustaka, Jakarta.1984
WWW. Jakarta. Go.id/web/encyclopedia/detail/573/fraksi nasional

No comments:

Post a Comment