Halaman

PENDIDIKAN DI SELANDIA BARU

Fera Andini


Pendidikan di Selandia Baru berawal pada tahun 1800-an. Ini di buktikan dengan didirikan sekolah dasar nasional pertama.  Pada saat itu sekolah-sekolah dasar didirikan oleh tiap pemerintah provinsi, selain itu ada juga beberapa sekolah yang didirikan oleh gereja-gereja dan ada juga yang dibangun oleh swasta. Pada saat itu penduduk yang ada di pedesaan menganggap bahwa anak-anak lebih baik bekerja dari pada berangkat ke sekolah.

Untuk mengatasi masalah banyaknya anak-anak usia sekolah yang bekerja pemerintah yang berwenang pada saat itu mengeluarkan peraturan wajib belajar. Peraturan wajib belajar mengatur bahwa anak-anak yang berusia 7 hingga 14 tahun diwajibkan mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah yang berwenang berkewajiban untuk membebaskan biaya pendidikan.[1]

Kebijakan ini ternyata bisa menyadarkan penduduk akan pentingnya pendidikan, dan pada akhirnya penduduk

perlahan-lahan menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah dasar. Selain sekolah dasar, pada tahun1800-an di Selandia baru juga lahir enam universitas. Yang pertama adalah Universitas Otago, Universitas ini didirikan pada tahun 1869 dan merupakan Universitas tertua di Selandia Baru, yang kedua adalah Universitas Canterbury, universitas ini didirikan pada tahun 1873 dan merupakan Universitas tertua kedua di Christchurch- South Island, selanjutnya adalah Universitas Lincoln yang didirikan pada tahun 1878, kemudian pada tanggal 23 Mei 1883 berdiri Universitas yang bernama Auckland, selanjutnya pada tahun 1895 didirikan Universitas Teknologi Auckland dengan jumlah mahasiswa yang hanya 30 orang dan lembaga pendidikan ini sering beriganti-ganti nama, dan pada tahun 1897 ada Universitas yang bernama Victoria, Universitas ini diberikan nama Victoria karena untuk memberikan penghormatan kepada Ratu Victoria yang merayakan yubileum ulang tahun serta dikukuhkan dengan Art Parliament.

Sejarah sekolah dasar dan sekolah menengah yang ada di Selandia Baru tidak jauh berbeda, yang mana penduduk lebih memilih bekerja dari pada bersekolah sampai tingkat menengah. Dari data yang di dapat kurang dari 10% penduduk di Selandia Baru merasakan pendidikan menengah pada tahun 1900-an. Yang berwewenang menanggapi masalah ini adalah pemerintah, maka dari itu pemerintah akhirnya membuat kebijakan pada tahun 1914. Kebijakan itu adalah pendidikan menengah gratis tanpa di pungut biaya bagi penduduk di Selandia Baru. Dan juga pada tahun 1900-an di Selandia Baru lahirlah dua Universitas, yaitu Universitas Massey yang didirikan pada tahun 1927 di Palmerston North di North Island, dan Universitas Waikato yang digagas pada tahun 1956 dan diresmikan oleh Gubernur Jendral Sir Bernard Fergusson pada tahun 1964.

Sistem pendidikan di Selandia Baru memiliki tiga tingkatan – pendidikan anak usia dini, sekolah menengah, dan pendidikan tinggi – di mana siswa dapat mengikuti berbagai jalur yang fleksibel. Sistem dirancang untuk mengenali kemampuan yang berbeda, keyakinan agama, kelompok etnis, tingkat pendapatan, ide-ide tentang pengajaran dan pembelajaran, dan memungkinkan penyedia pendidikan untuk mengembangkan karakter khusus mereka sendiri.[2]

Pada anak usia dini di mulai dengan Kindergarten atau taman kanak-kanak yang dimulai dari anak usia 5 – 12 tahun, dan ini bisa di artikan dari TK sampai SD. Selanjutnya pada sekolah menengah atau biasa kita sebut sebagai SMP, pada sekolah menengah ini anak bisa memulainya pada usia 9 – 10 tahun dan dilanjutkan pada umur 11 – 13 tahun yang biasa kita sebut dengan jenjang SMA dan sampai akhirnya mendapatkan NCEA (National Certificate of Education Achievement) yang diakui di seluruh Selandia Baru.Di selandia baru ada yang istilahnya diberi nama Primary School atau di Indonesia menyebutnya Sekolah dasar/SD.

Ada delapan bidang ilmu yang di ajarkan di Primary School yaitu: English, Arts, Health and Physical Education, Learning Languages, Mathematics and Statistics, Science,Social Sciences, dan Technology. Semua pelajaran ini diberikan dalam situasi yang menyenangkan namun merangsang anak untuk berpikir kritis.[3]

Jika mereka  melakukan keberhasilan selalu dirayakan agar siswa mernjadia merasa berharga dan tentu saja sebagai bentuk penghargaan atau apresiasi. Selain itu mereka juga di ajarkan bertanggung jawab serta di kenalkan dengan teknologi sejak dini. Di selandia baru tidak ada istilah tidak naik kelas dan hasil evaluasi belajar atau biasa kita sebut dengan rapot tidak diberikan angka tetapi diberikan uraian, tidak seperti halnya di Indonesia yang siswanya selalu terpacu pada nilai rapot.

Berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi guru di NZ, untuk mengajar di level pendidikan anak usia dini, guru disyaratkan untuk memiliki ijazah diploma. Untuk level sekolah dasar guru harus merupakan lulusan sarjana kependidikan dan untuk jenjang pendidikan menengah, selain bergelar sarjana kependidikan. Untuk dapat disebut sebagai seorang guru di NZ yang fully-registered, seorang guru harus melewati dua tahun pertama dengan kinerja yang bagus dan sertifikat guru yang dimilikinya akan selalu diperbarui setiap tiga tahun.[4] Peserta dalam semua kelompok siswa menyarankan agar guru dengan ras yang sama dapat membantu dalam pembuatan lingkungan sekolah yang tidak terlalu asing bagi siswa etnis minoritas, sehingga memberikan mereka rasa harga diri yang lebih besar saat mereka menyesuaikan diri dengan kehidupan di negara baru mereka dan bernegosiasi antara budaya yang berbeda.[5]

Di Selandia Baru mempunyai kurikulum yang bersifat umum, maksudnya kurikulum yang memfokuskan pembelajaran secara individual dan kelompok kecil, sekolah tentunya diberi kebebasan untuk memodifikasi kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan sekolah masing-masing. Di selandia baru tidak ada yang namanya ujian nasional seperti halnya di Indonesia, guru lebih banyak menilai siswa dengan pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi atau disebut dengan penilaian secara formatif.

Ketiga ranah tersebut adalah Kognitif, merupakan keterampilan mental (seputar pengetahuan); Afektif, sisi emosi (seputar sikap dan perasaan); dan Psikomotorik, yang berhubungan dengan kemampuan fisik (keterampilan). Dan persis sekali dengan penanaman HOTS di Indonesia Selain itu, outdoor education juga menjadi salah satu titik fokus pada kurikulum yang berlaku di New Zealand. Kebanyakan sekolah di New Zealand adalah sekolah negeri, sehingga dukungan dari pemerintah dan masyarakat merupakan faktor pendukung utama penyelenggaraan pendidikan di sekolah.[6]

Selandia Baru adalah salah satu Negara yang memiliki tingkat pendidikan yang baik di dunia, Walaupun demikian Selandia Baru tidak lupa dengan pendidikan karakter, seperti di Auckland University of Teknologi yang terkenal dengan pendidikan karakternya, selain itu juga dalam pembelajaran di AUT mereka mengembangkan stategi atau bahan ajar agar peserta didik meningkatkan aktivitas belajar sehingga dapat memotivasi serta mendorong peserta didik agar lebih untuk berfikir kritis seperti misalnya mengembangkan media pembelajaran.

Jika ada yang bertanya apakah di Selandia Baru ada yang namanya sekolah favorit? Jawabannya adalah tentu saja tidak, hanya saja ada sebagian orang yang menganggap beberapa sekolah-sekolah lebih bagus dari pada sekolah yang lainnya. Di Selandia Baru penilaian sekolah di lakukan pada tingkatan sosial ekonomi peserta didik yang belajar di dalam sekolah tersebut yang biasa dikenal dengan istilah decile sekolah. Decile ini ada di setiap sekolah yang diberikan oleh pemerintah agar dapat dinilai lima tahun atau bisa lebih cepat tergantung sekolah yang bersangkutan. Decile rating di mulai dari angka 1 sampai 10, dari angka-angka ini bukan menunjukkan mutu sekolah melainkan menunjukkan tingkat sosial ekonomi peserta didik yang belajar di sekolah tersebut. Di decile rating dapat menunjukkan bahwa jika sekolah mendapatkan decile rating 1, maka ini menunjukkan bahwa rata-rata peserta didik yang bersekolah di sekolah tersebut memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah. Tetapi sebaliknya jika decile rating 10, maka ini menunjukkan bahwa rata-rata peserta didik yang bersekolah di sekolah tersebut memiliki tingkat sosial ekonomi yang tinggi. Walaupun sekolah-sekolah memilki decile rating yang beragam yaitu rendah dan tinggi, tetapi fasilitas, kualitas guru, serta mutu pengajaran masih sama karena semuanya di monitor atau di pantau oleh pemerintah. Dan sarana prasarana sekolah lengkap dan baik sehingga dapat membantu kegiatan pembelajaran serta kegiatan ekstarkulikuler.

 

Kesimpulan

Sejarah pendidikan di Selandia Baru berawal pada tahun 1800-an yaitu didirikan sekolah dasar nasional pertama dan juga lahirnya enam univeritas, perkembangan terus berlanjut pada tahun 1900-an penduduk Selandia Baru merasakan sekolah menengah dan pada tahun itu juga lahir lagi dua universitas. Sistem pendidikan di Selandia Baru memiliki tiga tingkatan ,yaitu pendidikan anak usia dini, sekolah menengah, dan pendidikan tinggi. Di selandia baru tidak ada istilah tidak naik kelas dan hasil evaluasi belajar atau biasa kita sebut dengan rapot tidak diberikan angka tetapi diberikan uraian, tidak seperti halnya di Indonesia yang siswanya selalu terpacu pada nilai rapot, walaupun demikian Selandia Baru tidak lupa dengan pendidikan karakter, seperti di Auckland University of Teknologi yang terkenal dengan pendidikan karakternya.



[1] Isaqueongunsasel. Sejarah Pendidikan di Selandia Baru. http://isaqueongunsasel.blogspot.com/2009/01/resume-pendidikan-selandia-baru.html Diakses 25 November 2020.

[2] Arina Restian. Pendidikan Karakter di Auckland University Technology Faculty Education. Jurnal Pemikiran dan Pengembangan Sekolah Dasar, Vol. 7 No. 2, September 2019. Hal. 124-125

[3] Arina Restian. Pendidikan Karakter di Auckland University Technology Faculty Education. Jurnal Pemikiran dan Pengembangan Sekolah Dasar, Vol. 7 No. 2, September 2019. Hal. 129

[4] Desi Widia Yanti. “Pendidikan di Selandia Baru.”, 04 Juni 2016, http://wartasejarah.blogspot.com/2016/06/pendidikan-di-selandia-baru.html#!/tcmbck. Diakses 25 November 2020.

[5] Jocelyn Howard. The Value of Ethnic Diversity in the Teaching Profession: A New Zealand Case Study. International Journal of Education, Vol 2 No. 1, April 2010. Hal. 9

[6] Arina Restian. Pendidikan Karakter di Auckland University Technology Faculty Education. Jurnal Pemikiran dan Pengembangan Sekolah Dasar, Vol. 7 No. 2, September 2019. Hal. 125


DAFTAR PUSTAKA

Arina Restian. Pendidikan Karakter di Auckland University Technology Faculty Education. Jurnal Pemikiran dan Pengembangan Sekolah Dasar, Vol. 7 No. 2, September 2019

Desi Widia Yanti. “Pendidikan di Selandia Baru.” http://wartasejarah.blogspot.com/2016/06/pendidikan-di-selandia-baru.html#!/tcmbck

Isaqueongunsasel. “Sejarah Pendidikan di Selandia Baru.” http://isaqueongunsasel.blogspot.com/2009/01/resume-pendidikan-selandia-baru.html, di akses pada tanggal 25 November 2020.

Jocelyn Howard. The Value of Ethnic Diversity in the Teaching Profession: A New Zealand Case Study. International Journal of Education, Vol 2 No. 1, April 2010

 

No comments:

Post a Comment