SRI AYUNI/PIS/1B
Hampir secara serempak di abad ke-15 masyarakat Amerika Latin dan Andea masing-masing bersatu secra politik dalam suatu kerajaan yang meliputi sebagian besar wilayah masyarakat ini. Pada masing-masing pendirian kerajaan dilakukan oleh komunitas yang relatif baru tiba dilokasi ini yang dari sini komunitas baru ini meluaskan dominion politiknya. Orang-orang Aztec (alias Meksika) telah turun kelembah Meksiko (Mexico City yang kini menjadi Ibukota Meksiko, dibangun oleh Raja terakhir Dinasti Aztec pada tahun 1325M, Aztec adalah salah satu diantara suku-suku bangsa kulit merah Amerika Selatan yang datang ke Meksiko pada abad ke-12) dari padang pasir Utara; asal-usul bangsa Inca tidak diketahui, namun bukti Arkeologis menunjukkan bahwa mereka bukan penghuni awal Cuzco. Sepengetahuan kita, bangsa Aztec merupakan penakluk pertama dunia Amerika Latin yang menciptakan suatu kerajaan yang hampir meliputi semuanya. Di dunia Andea, kerajaan Inca mungkin memiliki pendahulu, jika luasnya penyebaran gaya Chavin dan Tyahuanaco dalam arsitektur, seni visual, dan sarana budaya material lainnya disertai dengan penyatuan politik yang secara geografis sama luasnya dengan dua cakrawala budaya Andea sebelumnya ini. Akan tetapi arkeologi tidak menyediakan bukti perihal kondisi politik.
Kesempatan pendirian kerajaan yang dimanfaatkan oleh orang-orang Aztec pada abad ke-15 itu tersaji kepada mereka lantaran runtuhnya kerajaan terdahulu, di abad ke-12, kerajaan Toltec yang ibu kotanya adalah Tula. Distrik telaga diujung selatan lembah Meksiko ini merupakan suaka bagi para pengungsi dari komunitas-komunitas beradab yang tercerai sejak sekurang-kurangnya hancurnya kota Teotihuacan, sekitar tahun 600. Distrik telaga ini menerima gelombang pengungsi lain sesudah kegagalan kerajaan Toltec. Namun, para barbar pembongkar dari Utara ini mengikuti jejak para pengungsi lain. Akibatnya, sampai sekitar pertengahan abad ke-13. Distrik telaga ini menampung sejumlah komunitas negara-negara yang secara politik merdeka dengan asal-usul etnik dan budaya yang berlainan dan bercampur baur. Hubungan utamanya satu sama lain adalah bahasa Nahuatl, yang di impor dari orang-orang barbar utara yang pada abad ke-13 telah menjadi bahasa hampir semua penduduk lembah Meksiko ini.
Orang-rang Aztec itu gerombolan pengembara barbar penyelundup yang memasuki distrik telaga tersebut ketika tempat ini telah didiami oleh komunitas negara kota yang telah mapan. Kecanduan untuk berperang dan untuk mengorbankan manusia non-pejuang pada masyarakat Amerika Latin pasca klasik ini juga dimiliki atau diperoleh oleh bangsa Aztec pada tingkat ekstrem. Mereka merupakan penyerbu yang tak di inginkan. Pada perempat kedua abad ke-14, mereka akhirnya bermukim di beberapa pulau yang tak berpenghuni diteluk Barat laut danau Texcoco.
Oleh orang-orang Aztec itu lingkungan baru yang tidak ramah ini dijadikan layak didiami dengan memangkas berlapis-lapis tumbuh-tumbuhan air yang rimbun, menumpukkan sampah ini kedalam rakit-rakit yang mengambang yang terikat erat, dan membawa ini semua kedalam kebun-kebun subur penghasil makanan dengan melapisinya dengan lumpur dasar danau, yang menjadikan lingkungan baru ini bisa di akses . dengan kemauan kuat, orang-orang Aztec itu menjadi perencana kota dan agrikulturalis yang terampil. Selanjutnya mereka juga menjadi pedagang jarak jauh, yang menggabungkan perdagangan karyacerdas militer. Orang-orang Aztec itu mengambil alih sistem kalender Amerika Latin dengan akurat, dan mereka mengkombinasikan agama leluhur mereka dengan agama pemukim terdahulu sehingga tercipta suatu panteisme dan ritual rumit seperti Hindu. Sebagaimana orang-orang Hindu, orang-orang Aztec itu memandang waktu sebagai penerusan era-era kronologis. Mereka juga membuat naskah yang tersusun dari piktogram-piktogram dan fonem-fonem permainan kata, yang lebih praktis daripada piktograf-piktograf tradisional Amerika Latin, dan mereka menghasilkan beberapa puisi yang sangat instrospektif. Sekalipun begitu, dari awal hingga akhir, mereka tetap kecanduan untuk mengorbankan manusia dengan metode mengerikan berupa mencungkil jantung para korban hidup-hidup, dan kecanduan untuk berperang sebagai alat yang diperlukan untuk menawan sejumlah besar korban-korban untuk dikorbankan sesuai tuntunan agama mereka. Hasil wajar dari pengorbanan manusia ini adalah kanibalisme ritual.
Orang-orang Spanyol penakluk Amerika Latin merasa ngeri terhadap tontonan pengorbanan manusia. Ritual ini tidak dipraktekkan di Spanyol sejak pembatalan aturan Carthaginian Canaanite disana pada tahun 206 SM, walaupun orang-orang Spanyol masih membunuh sesama manusia dalam perang dan juga menghukum orang-orang kafir. Orang-orang Spanyol itu membuktikan kesalehan mereka dengan mengusir sekutu terawal mereka yang berkebangsaan Amerika Latin, untuk menghentikan penambahan pengorbanan manusia, dengan risiko terasing. Kaum Kristiani dan Muslim, di perang-perang Cis Atlantik mereka, juga berhasrat besar (seperti orang-orang Amerika Latin) untuk mendapat tawanan perang. Akan tetapi, mereka menginginkan mereka bukan untuk menyediakan korban bagi dewa-dewa, melainkan untuk memperoleh uang tebusan bagi kantong mereka sendiri. Di Amerika Latin, motif menangkap tawanan ini tidak menguntungkan secara ekonomi. Motifnya keluar dari keyakinan bahwa jika dewa-dewa tidak terus menerus disuapi jantung-jantung manusia, dewa-dewa ini bisa kehilangan kemampuan untuk memelihara Alam Semesta.
Ketamakan negara-negara Kristen Eropa Barat dalam memperlakukan tawanan perang lebih manusiawi. Sekalipun begitu, ketamakan inipun mendorong mereka untuk menyiksa tawanan dari Aztec dan Inca dalam rangka menggali informasi mengenai harta karun tersembunyi. Pada tahun 1970-an ketamakan yang diperlihatkan kaum Kristen Barat di Dunia Baru di abad ke-16 dan sebelum itu, disaat merebut konstantinople pada tahun 1204, menimbulkan pari passu (kesetaraan) dengan pertumbuhan kekuatan teknologis mereka untuk memperturutkan nafsu besar mereka. Pada tahun 1970-an, penurutan diri mereka sendiri menjadikan biosfer ini terancam tak bisa di huni karena mereka mencemarinya dan menghabiskan sumberdaya alam yang tak bisa diperbaharui. Pada kenyataannya, kini orang-orang Barat melakukan kekejian yang berupa membawa kepada umat manusia malapetaka yang menakutkan orang-orang Amerika Latin. Diamata orang Amerika Latin, veto orang-orang Spanyol terhadap pengorbanan manusia merupakan penyalahgunaaan kekuasaan yang tidak berperasaan. Persoalan antara orang Amerika Latin itu dan orang-orang Kristen Barat penakluk mereka harus dilihat melalui mata Amerika Latin disamping melalui mata Kristen Barat.
Orang-orang Aztec menempuh jalan menuju kekuasaan militer dan politik melalui pengabdian selaku tentara sewaan bagi penguasa pembangun kerajaan negara kota Atzcapotzalco, yang pada tahun 1230 diambil alih oleh kaum barbar Tepanec dari keturunan pengungsi-pengungsi dari Teotihuacan. Pada tahun 1428, orang-orang Aztec dari Tenochtitlan, salah satu dari dua kota pulau Aztec, merampas kerajaan Tepanec di distrik telaga yang turut mereka bangun selaku tentara sewaan. Spirit penggeraknya ialah Tlacaelel, yang bertahan hidup selaku penasihat politik bagi tiga penguasa Tenochtitlan berturut-turut. Seorang Aztec penguasa Tenochtitlan, seperti khalifah Arab Umayyah, bergaya pejabat, bukan 'raja', melainkan 'Presiden Majelis'. Tlacaelel memulai dengan mencaplok dan menggabungkan kota kembar Aztec Tenochtitlan dan tetangga dekat utara, Tlatelolco. Ia juga bersekutu dengan dua negara kota lokal lainnya: negara Acolhua Texcoco, dan Tlacopan, barat danau ini.
Pemusatan kekuasaan dibawah hegemoni Tenochtitlan ini memungkinkan bangsa Aztec untuk membangun kerajaan, yang pada tahun 1519, tahun ketika Cortez mendarat, membentang melintasi Amerika Latin, dari pesisir ke pesisir, mencakup ujung Atlantik dan juga ujung Pasifik Isthmus Tehuantepec, dan untuk timur Isthmus meliputi bagian pesisir Pasifik yang membentang sampai barat perbatasan antara Meksiko dan Guatemala saat ini.
Kerajaan Aztec Acolhua itu luas, tetapi tidak komprehensif. Negara kota Tlaxcala, timur distrik telaga ini, bukan tandingan secara militer bagi koalisi Aztec Acolhua, tetapi Tlacaelel sengaja membiarkannya merdeka secara politik dibawah suatu aturan yang dengannya kedua kekuasaan yang tidak setara ini saling menjalankan 'perang-perang bunga' secara periodik yang dibutuhkan masing-masing untuk mempertahankan persedian korban bagi pengorbanan manusia. Ada wilayah-wilayah kantong merdeka lainnya yang berusaha di taklukkan oleh koalisi imperial ini namun gagal. Kegagalan militer terpenting Kerajaan Aztec Acolhua adalah ketidakmampuannya untuk menundukkan tetangga Barat mereka, orang-orang Trascan yang tidak seperti Aztec yang memiliki senjata tembaga.
Orang-orang yang jatuh dibawah dominasi Aztec Acolhua mendapati kerasnya kehidupan. Para warga ini sebagian tertekan lantaran penempatan garnisun permanen diwilayah mereka, tetapi terutama lantaran terorisme. Dibawah paksaan, mereka terpaksa membayar upeti yang berat termasuk anak-anak lelaki dan perempuan untuk pengorbanan disamping bahan makanan, tekstil, batu, logam berharga, dan komoditi-komoditi bernilai lainnya. Negara-negara kota unsur pokok kerajaan ini baik minoritas dominan maupun mayoritas warganya memiliki konstitusi sosial dan politik yang tersusun baik, tetapi pelayanan administratif imperial ini belum sempurna: orang-orang Aztec pedagang keliling berfungsi juga sebagai petugas intel dan wakil-wakil utama pemerintahan imperial ini diwilayah-wilayah warganya adalah para penghimpun pajak.
Sekitar sepuluh tahun sesudah penobatan Kerajaan Aztec pada tahun 1428 di Amerika Latin, orang-orang Inca mulai memaksakan penguasaan mereka pada Dunia Andea. Sampai pemerintahan penguasa Inca Cuzco yang kedelapan 'Hatun Tupac', Cuzco hanyalah satu diantara sejumlah negara lokal di daratan Andea. Viracocha Inca memperluas dominion-dominionnya kearah tenggara, tetapi negara-negara lokal lainnya sedang secara serempak memperluas wilayah mereka. Di Barat Cuzco, orang-orang Chanca menaklukkan tetangga dekat dan kerabat Inca 'orang-orang Quechuas'. Sekitar tahun 1438 orang-orang Chanca menyerang Cuzco; Viracocha Inca dan putra mahkotanya menarik diri dengan cepat dan Cuzco terselamatkan dari perampasan, dalam pertempuran jalanan mati-matian, oleh dua orang putra Viracocha Inca lainnya 'Pachacuti dan Roca.
Sesudah memperoleh kemenangan krusial ini, Pachacuti mengklaim mahkota Inca dan menetapkan untuk menaklukkan tidak hanya wilayah Chanca, tetapi seluruh Dunia Andea. Letnan-letnannya mula-mula ialah saudaranya. Para pembangun kerajaan Inca tersebut mula-mula menaklukkan dan menyatukan dataran tinggi, dari daerah lembah danau Titicaca di Altipanodi tenggara sampai Quito, kini ibukota Ekuador, dibarat laut. Dari sini, Topa Inca turun ke pesisir Ekuador, membuat ekspedisi maritim kebeberapa pulau, dan kemudian menyerbu dan menaklukkan Chimu, negara terpadat, terbesar dan paling utara diantara tiga negara pesisir, melintasi perbatasan Chimu yang tak berbenteng. Perlawanan Chimu adalah lemah bila dibandingkan dengan perlawanan Canaris dan Quitos di dataran tinggi Ekuador. Lalu dua negara pesisir lainnya di selatan Chimu barangkali takluk segera seusai menyerahnya Chimu.
Sesudah Topa Inca menjadi raja, melalui penurunan tahta ayahnya, sekitar 1471, ia melakukan ekspedisi yang gagal melawan orang-orang di hutan-hutan tropis di lereng Atlantik Andes, dengan di ingatkan oleh pemberontakan warga-warga di Altiplano disekitar danau Titicaca, Topa Inca menaklukkan mereka kembali dan terus menaklukkan dataran-dataran tinggi yang kini merupakan Bolivia dan Argentina barat laut, disamping seluruh wilayah yang kini merupakan Chili, sampai selatan sejauh tepi utara Sungai Maule. Putra dan pnerus Topa 'Titu Cusi Hualpa' menaklukkan dataran tinggi Ekuador utara, tetapi perlawanan disini begitu gigih sehingga Raja harus tetap berada di zona perang ini dan memerintah dominion-dominionnya yang luas dari sini. Ia meninggal disini tanpa pernah kembali ke Cuzco, yang bukan hanya merupakan ibukota dan jantung politik Kerajaan Inca, melainkan juga titik pusat komunikasinya.
Raja Inca itu menjadikan wilayah Aztec tampak kecil, walau mungkin jumlah populasinya tidak melampauinya, dengan mempertimbangkan betapa luas wilyahnya yang tak berpenghuni. Dalam hal luas wilayah, kerajaan Inca sebanding dengan Persia Pertama , China dan Kekaisaran Roma. Namun, Inca tidak memiliki kendaraan beroda, dan meskipun mereka dilengkapai dengan lebih baik dari Aztec dalam pemilikan binatang beban (Ilama), beban maksimal Ilama adalah ringan bila dibandingkan dengan beban kuda. Dalam hal lain, Inca diperlengkapi dengan lebih buruk daripada Aztec, Inca tidak mempunyai satupun naskah elementer. Mereka hanya memiliki quipus (rangkaian tali bersimpul).
Upeti yang ditarik dari penduduk di kerajaan Inca kelihatannya kurang berat dari pada Kerajaan Aztec, tetapi sebagaimana di Aztec dan juga Kesultanan Utsmani, upeti ini meliputi anak-anak disamping komoditi-komoditi. Putra kepala suku dibawa ke Cuzco untuk di didik bersama-sama dengan putra pembesar-pembesar Inca.
Bahasa Quechua menjadi bahasa ibu orang-orang Inca, disamping bahasa ibu orang-orang Quechua. Sesudah berdirinya kerajaan Inca, Quechua menjadi bahasa pergaulan bagi penduduk poliglot kerajaan, sedangkan bahasa Aymara dari penghuni Altiplano diseputar danau Titicaca menjadi bahasa pergaulan kedua bagi bagian tenggara Kerajaan ini. Bahasa-bahasa imperial ini, bersama-sama dengan kebijakan demografik imperial dan jalan-jalan imperial, merupakan pemersatu yang kuat. Sekalipun begitu, menyatukan area dan penduduk seluas itu dengan perlengkapan material yang sederhana merupakan unjuk kekuatan.
DAFTAR PUSTAKA:
Toynbee, Arnold. 1976. Sejarah Umat Manusia, Uraian Analitis, Kronologis, Naratif dan Komperatif. Cetakan I. Diterjemahkan oleh: Agung Prihantoro, dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://blogdhevy.blogspot.co.id/2014/05/sejarah-amerika-peradaban-kuno-di.html : diakses pada 26 Desember 2015.
No comments:
Post a Comment