GUSWITA PUTRI/SAT
Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil yg sangat makmur. Di bagian utara terdapat pulau Borneo (Kalimantan) dan berbatasan dengan Malaysia. Secara geografis Brunei adalah suatu negara di pantai Kalimantan bagian utara, berbatasan dengan laut Cina Selatan, di sebelah utara dan dengan Serawak di sebelah Selatan barat dan timur.
Catatan tradisi lisan diperoleh dari Syair Awang Semaun yang menyebutkan Brunei berasal dari
perkataan baru "Nah" yaitu setelah rombongan klan atau suku sakai yang dipimpin Pateh Berbei pergi ke sungai Brunei mencari tempat untuk mendirikan negeri baru. Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang memiliki kedudukan yang sangat strategis yaitu diapit oleh bukit dan air mudah untuk dikenali serta untuk transportasi dan kaya ikan sebagai sumber pangan di sungai, maka mereka mengucapkan perkataan baru yaitu "nah" yang berarti tempay itu sangat baik, berkenanaan dan sesuai dihatu mereka untuk mendirikan negeri yang mereka imginkan.[1]
Kemudian perkataan baru "nah" itu lama kelamaan berubah menjadi "Brunei". Diperkirakan islam di Brunei datang pada tahu 977 M melalui jalur timur oleh pedagang-pedagang dari negeri Cina. Catatan bersejarah membuktikan penyebaran islam di Brunei adalah batu tersilah. Catatan pada batu ini menggunakan bahasa melayu dan huruf arab. Dengan penemuan itu membuktikan adanya pedagang arab yang datang ke Brunei dan Selatan Borneo untuk menyebarkan dakwah islam.
Selain itu ada juga yang menyatakan bahwa islam diperkirakan masuk pada abad ke-13 M yaitu ketika Sultan Mahmud Shah pada tahun 1368 telah memeluk islam akan tetapi jauh sebelum itu, sebenarnya terdapat bukti bahwa islam telah berada di Brunei Darussalam ini. Islam belum cukup berkembang secara luas, barulah ketika Awang Khalak Betatar memeluk islam dengan gelar Sultan Muhammad Shah. Islam mulai berkembang secara luas. Ada 3 teori yang menyatakan munculnya kerajaan Brunei Darussalam:
a. Munculnya Kesultanan Melayu yaitu ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis pada taun 1511 M
b. Kesultanan Melayu Islam Brunei muncul tidak lama selepas jatuhnya Kerajaan Melaka kira-kira pada awal abad ke-15 M
c. Kesultanan Melayu Islam Brunei muncul pada tahun 1371 M yaitu sebelum munculnya kerajaan islam Melaka.[2]
Silsilah kerajaan Brunei terdapat pada Batu Tarsilah yang menuliskan silsilah raja-raja Brunei pertama kali memeluk islam (1368) sampai kepada Sultan Muhammad Tajuddin (Sultan Brunei ke-19 memerintah diantara 1795-1804 dan 1804-1807 M).
Agama Hindu-Budha dahulu pernah dianut oleh penduduk Brunei. Sebab telah menjadi kebiasaan dari para musafir agama tersebut, apabila mereka sampai disuatu tempat, mereka akan mendirikan Stupa sebagai tanda serta pemberitahuaan mengenai kedatangan mereka untuk megembangkan agama tersebut di tempat itu. Replika batu nisan P'u Kung Chih Mu, batu nisan rokayah binti Sultan Abdul Majid Ibni Hasan Ibni Muhammad Shah Al-Sultan, dan batu nisan Sayid Alwi Ba Faqih (Mufaqih) pula menggambarkan mengenai kedatangan agama islam di Brunei yang dibawa oleh musafir, pedagang-pedagang dan mubaligh-mubaligh islam sehinggga agama islam itu berpengaryh dan mendapat tempat baik penduduk lokal maupun keluarga kerajaan islam menjadi agam resmi negara semenjak negara Awang Alak Betatar masuk islam (1406-1402). Awang Alak Betatar ialah raja Brunei yang pertama memeluk islam dengan gelar Paduka Seri Sultan Muhammmad Shah. Dia terkenal sebagia pengasas kerajaan islam di Brunei dan Borneo. Pedagang dari Cina yang pernah ke Brunei merekamkan beliau sebagai Ma-Ha-Mo-Sha. Beliau meninggal dunia pada 1402. [3]
Awang Alak menganut islam dari Syarif Ali, dikatakan, Syarif Ali adalah keturunan Ahlul Bait yang bersambung dengan kelurga Rasullah melalui cucu baginda, Saidina Hassan. Pendekatan dakwah yang dilakukan Syarif Ali tidak sekedar menarik hati Awang Alak, dakwahnya menambat hati rakyat Brunei. Dengan kebaikan dan sumbangan besarnya dalam dakwah islam di Brunei, beliau dinikahkan dengan puteri Sultan Muhammad Shah. Setelah itu beliau dilantik menjadi Sultan Brunei atas persetujuan pembesar dan rakyat setempat.
Sebagai pemimpin agama dan ulama Syarif Ali gigih mendaulatkan agama islam. Diantaranya membina mesjid dan melaksanakan hukum islam dalam pentadbiran negara. Kegiatan membina mesjid ini dijadikan pusat kegiatan keagamaan dan penyebaran islam. Setelah tujuh tahun memerintah Brunei, pada 1432 Syarif Ali meninggal dunia dan dimakamkan di makam Diraja Brunei.
Perkembangan islam semakin maju dan setelah pusat penyebaran dan kebudayaan islam Malaka jatuh ketangan Portugis (1511), sehingga banyak ahli agama islam pindah ke Brunei. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tersebut telah menyebabkan Sultan Brunei mencapai zaman kegemilangannya dari abad ke-15 hingga abad ke-17 sewaktu memperluas kekuasaanya ke seluruh pulau Borneo dan ke Filiphina di sebelah utaranya.[4]
Kemajuan dan perkembangan islam semain nyata pada masa pemerintahan Sultan ke-5 yaitu Sultan Bokiah (1485-1524), yang wilayahnya meliputi Suluk, Selandung, seluruh pulau Kalimantan (Borneo), kepulauan Sulu, kepulauan Balabac, pulau Banggi, pulau Belembangan, mateni dan utara pulau pahlawan sampai ke Manila.
Pada masa Sultan ke-9 yaitu Sultan Hassan (1605-1619) dilakukan beberapa hal yang menyangkut tata pemerintahan agama, karena agama memainkan peranan penting dalam memandu negara Brunei kearah kesejahteraan, kedua menyusun adat istiadat yang dipakai dalam semua upacara baik suka maupun duka.
Disamping menciptakan atribut kebesaran raja dan perhiasaan raja ketiga memuatkan Undang-Undang Islam yaitu hukum Qanun yang mengandung 46 pasal dan 6 bagian. Aturan adat istiadat kerajaan dan istana tersebut masih kekal hingga sekarang. Pada tahun 1658 Sultan Brunei mengahdiakan kawasan Timur laut kalimantan kepada Sultan Sulu di Fliphina Selatan sebagai penghargaan terhadap Sultan Sulu dalam menyelesaikan perang saudara antara Sultan Abdul Mubin dengan Pangeran Mohidin. Persengketaan dalam kerajaan Brunei merupakan suatu faktor yang menyebabkan kejatuhan kerajaan tersebut, yang bersumber dari pergolakan dalam disebabkan perebutan kuasa antara ahli waris kerajaan, juga disebabkan timbulnya pengaruh kuasa penjajah Eropa yang menggugat corak perdagangan tradisi serta memusnahkan asas ekonomi Brunei dan Kesultanan Asia Tenggara yang lain.
Brunei Darussalam merupakan negara kerajaan dengan mayoritas penduduknya beragama islam. Brunei adalah salah satu kerajaan tertua di Asia Tenggara. Sebelum abad ke-16 Brune memainkan peranan penting dalam penyebaran agama islam di wilayah Fliphina. Sesudah merdeka pada 1 Januari 1984, Brunei kembali menunjukan usaha serius dalam upaya penyebaran syiar islam, termasuk dalam suasana politik yang baru masuk.
Diantara langkah-langkah yang diambil ialah mendirikan lembaga-lembaga modern yang selaras dengan tuntutan islam. Sebagai negara yang menganut sistem hukum agama, Brunei Darussalam menerapkan hukum Syariah dalam perundangan negara. Untuk mendorong dan menopang kualitas keagamaan masyarakat didirikan sejumlah pusat kajian islam serta lembaga keuangan islam. Sama seperti Indonesia yang mayoritas penduduknay menganut agama islam dengan mazhab syafi'i, di Brunei jiga demikian. Konsep akidah yang dipegangnya adalah ahlulsunnah waljamaah. Bahkan sejak memproklamasikan diri sebagai negara merdeka, Brunei telah memastikan konsep "Melayu Islam Beraja" sebagai Falsafah negara dengan seorang Sultan sebagai kepala negaranya. Brunei merupakan salah satu kerajaan islam tertua di Asia Tenggara dengan latar belakang islam yang gemilang.
Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak pemerintahan monarki konstitusional dengan Sultan yang menjabat sebagai kepala negara kepala pemerintahan, merangkup sebagai perdana mentri dan mentri pertahanan dengan dibantu oleh dewan penasehat kesultanan dan beberapa mentri yang dipilih dan diketahui oleh Sultan sendiri. Sultan Hassanal Bolkiah yang gelarnya diturunkan dalam wangsa yang sama sejak abad ke-15, ialah kepala negara serta pemerintahan Brunei. Islam benar-benar berfungsi sebagai pandangan hidup rakyat Brunei dan satu-satunya ideologi negara. Umtuk itu di bentuk jabatan hal Ehwal agama yang bertugas menyebarkan paham islam.
Untuk kepentingan pemerintah agama islam, pada tanggal 16 September 1985, dilainkan pusat dakwah yang juga bertugas bertugas melaksanakan progra tugas dakwah serta pendidikan kepada pegawai-pegawai agama serta msyarakat luas dan pusat pemeran perkembangan dunia islam. Di Brunei orang-orang cacat dan anak yatim menjadi tanggungan negara. Seluruh pendidikan rakyat (dari taman pendidikan kanak-kanak sampai ke perguruan tinggi) dan pelayanan kesehatan diberikan secara gratis.
Geliat keislaman di Brunei Darussalam jelas terlihat pada saat hari-hari besar islam. Tidak jauh berbeda dengan Indonesia seperti Maulid nabi Muhammad SAW, Nuzulul Qur'an dan isra' mi'raj. Pada setiap hari besar islam, pihak kesultanan Brunei selalu menyelenggarakan acara peryaan. Bahkan, Sultan Hassanal Bolkiah selaku pemimpin negara mewajibkan para pegawai kerajaan untuk menghadiri peringatan tersebut. Proses pengembangan islam ini oleh pemerintah Brunei utamanya ditekankan pada bidang pendidikan. Langkah mengembangkan islam dalam sendi-sendi masyarakat di Brunei dilaksanakan dengan hati-hati agar proses itu berjalan seimbang. Proses pengislaman itu diatur sedemikian rupa hingga tidak memberikan dampak tragedi 2 September tidak begitu dirasakan diketahui langkah masyarakat Brunei.[5]
[1] Awang Muhammad Jamil Al-Sufri.1992. Liku-Liku Pencapaian Kemerdekaan Negara Brunei Darussalam Cetakan Pertama. Jakarta: Jabatan Pusat Sejarah
[2] www.academia.edu
[4] Van Hoeve.1999.Ensiklopedia Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru
No comments:
Post a Comment