M.Ridwan
Syeikh Abdurrahman Siddiq bin Muhammad ‘Afif bin
Mahmud bin Jamaluddin Al-Banjari atau dikenal juga dengan sebutan Tuan Guru
Sapat merupakan seorang guru dari suku banjar yang dikenal bahkan sampai ke
negeri Arab (Mekkah) karena beliau merupakan pengajar di Masjidil Haram. Dan
beliau mempunyai banyak murid semasa hidupnya bahkan muridnya diperkirakan
tersebar dari Singapura, Malaysia dan Kalimantan. Syekh Abdurrahman Siddiq ini
lahir pada tahun 1857 di daerah Pagar, Martapura, Kalimantan Selatan dan beliau
meninggal pada tanggal 10 Maret tahun 1930[1].
Adapun nama Siddiq ini ia dapatkan berasal dari gurunya saat ia belajar di Mekkah, adapun alasan mengapa beliau diberikan gelar Siddiq oleh gurunya adalah karena beliau pada saat itu mendalami ilmu agama islam selama 7 tahun di Mekkah dan kemudian dipercayakan oleh gurunya untuk menjadi pengajar di Masjidil Haram selama 2 tahun kemudian diberikan gelar Siddiq oleh
gurunya yang memiliki makna benar ilmunya dan benar amalnya.Semasa kecil beliau dikenal sebagai Abdurrahman dan
beliau merupakan anak dari Muhammad ‘Afif dan Shafura, yang mana ayahnya merupakan
keturunan bangsawan dari kerajaan Banjar sedangkan ibunya adalah cucu dari
Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari. Pada saat beliau berumur 3
bulan ibunya meninggal dunia dan beliau tidak sempat mendapatkan asuhan
langsung oleh ibunya, dan kemudian dirawat oleh kakek dan neneknya, tak lama
setelah kakek dan neneknya merawat beliau tepat saat beliau berumur 1 tahun
kakeknya pun meninggal dunia. Beliau pun dirawat oleh neneknya, dalam asuhan
Ummu Salamah (neneknya) beliau diajarkan mengenai berbagai pemahaman tentang
agama islam dan hal ini dapat dibuktikan dengan pada saat beliau berumur 8
tahun beliau sudah khatam dalam membaca Al-Qur’an.
Setelah beliau beranjak dewasa beliau di antar
neneknya untuk belajar di Pesantren di Pagar Dalam, Martapura, yang pada waktu
itu pesantren tersebut dibawah pimpinan dari H.Abdussamad, akan tetapi tak lama
setelah beliau belajar dan menuntut ilmu agama di Pesantren tersebut beliau
keluar dari Pesantren tersebut tepat setelah beliau belajar selama 2 tahun dan
tidak diketahui sebab aslinya mengapa beliau keluar dari Pesantren yang diasuh
oleh H.Abdussamad tersebut.
Setelah beliau keluar dari Pesantren, beliau
memutuskan untuk belajar secara private dengan pamannya bernama Abdurrahman
Muda yang mahir dalam Bahasa arab. Meskipun belajar dengan pamannya kurang
terjadwal, namun ilmu yang diperolehnya cukup memadai sebagai dasar baginya
untuk melanjutkan belajar ketingkat yang lebih tinggi. Atas anjuran dari
pamannya ia selanjutnya belajar secara teratur dengan seorang ahli ulama
terkemuka di Martapura bernama Said Wali. Dengan ulama ini ia benar-benar
belajar dengan tekun selama empat tahun sehingga boleh dikatakan mahir membaca
dan memahami kitab-kitab kuning, suatu tingkat kemahiran yang setara dengan
tamatan Pesantren lazimnya[2].
Setelah beliau belajar dengan gurunya Said Wali,
beliau pun pergi ke Mekkah untuk kembali mempelajari dan memperdalami mengenai
ilmu agama islam disana, dan saat beliau berada di Mekkah beliau banyak
mendatangi majelis ilmu dari para ulama terkenal dan berguru kepada mereka
selama 7 tahun dan sempat menjadi pengajar di Masjidil Haram selama 2 tahun.
Adapun ciri khas mengenai karakter dari Syeikh
Abdurrahman Siddiq yang dapat dijadikan panutan bagi setiap manusia yang
memiliki ilmu agama yang dalam adalah beliau lebih mengutamakan untuk bepergian
dan menyebarkan pemahamannya mengenai agama islam ke daerah-daerah terpencil
yang sekiranya sangat membutuhkan mengenai pemahaman agama, hal ini dibuktikan
dengan Syeikh Abdurrahman Siddiq rela untuk pergi dari kampung halamannya untuk
menyebarkan agama islam ke daerah Bangka dan Riau.
Penyebaran agama islam di Indragiri dimulai sejak
abad ke-13 dimana agama islam mulai masuk dan berkembang di daerah Indragiri
dan Kuantan, agama islam masuk dan berkembang dari kerajaan Aceh dan Malaka
setelah keruntuhan kerajaan Kunto Kampar, pada mulanya penyebaran agama islam
ini disebarkan oleh seorang Ulama yang bernama Syeikh Burhanudin yang dibantu
oleh beberapa muridnya, akan tetapi setelah beberapa tahun penyebaran agama
islam dilakukan di daerah Indragiri dan Kampar, penyebaran agama islam
mengalami kemunduran yang diakibatkan oleh masuknya pengaruh Adityawarman setelah berhasil menaklukkan
kerajaan Kunto Kampar dan ingin menguasai daerah perdagangan lada.
Setelah penyebaran agama islam mengalami kemunduran
pada masa Ulama Burhanudin, penyebaran selanjutnya dilakukan oleh muridnya yang
bernama Dugo, yang menyebarkan agama islam di Kuantan dan muridnya yang bernama
utih yang bertugas menyebarkan agama islam di Indragiri, akan tetapi pada saat
dilakukan penyebaran agama islam di Indragiri Utih mendapatkan beberapa
tantangan yang berupa perlawanan dari suku adat yang pada saat itu masih belum
memeluk agama islam dan pada saat itu juga sempat terjadi pertikaian antara
pihak agama dan pihak adat karena pihak adat merasa terganggu terhadap
kedatangan orang asing yang menyebarkan agama lain selain kepercayaan mereka.
Dan alasan yang paling sulit saat itu mengapa kaum agama mendapatkan perlawanan
dari pihak adat adalah karena pada saat itu pemimpin adat yang masih belum
memeluk agama islam.
Adapun peranan Syeikh Abdurrahman Siddiq dalam
penyebaran agama islam di Indragiri dimulai pada tahun 1324 H dimana pada saat
itu Abdurrahman Siddiq berangkat ke Sapat, Indragiri. Yang mana pada masa itu
Sapat merupakan jalur perdagangan yang ramai dan sering dikunjungi oleh
pedagang-pedagang yang berasal dari luar negeri, seperti pedagang dari
Singapura dan Malaysia.
Syeikh Abdurrahman Siddiq berusaha untuk mengajak
masyarakat setempat untuk memeluk agama islam serta mengajak mereka untuk
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, dan Syeikh Abdurrahman Siddiq juga
berusaha untuk membantu meningkatkan taraf hidup perekonomian masyarakat
setempat dengan cara menebang hutan dan membuka lahan untuk perkebunan kelapa,
dan usaha beliaupun diikuti oleh masyarakat sekitar, tidak hanya membuka lahan
perkebunan kelapa Syeikh Abdurrahman Siddiq juga membuat irigasi yang berupa
parit induk untuk perkebunan kelapa. Sejak dibuatnya irigasi parit induk
tersebut membuat tanaman perkebunan kelapa di daerah sapat menjadi bertambah
luas dan subur, hal ini dikarenakan semakin banyaknya orang yang dari daerah
lain yang datang ke daerah sapat. Karena ide pembuatan parit ini, maka daerah
tersebut dinamakan sebagai Parit Hidayat yang artinya petunjuk dari Allah
S.W.T.
Gerakan beliau dengan menaikkan taraf hidup
masyarakat sekitar beliau padukan dengan menyebarkan agama islam yang pada
mulanya hanya bersifat khalaqah di
masjid yang ia bangun bernana Masjid Al-Hidayah, kemudian beliaupun mencoba
menyebarkan agama islam baik di bidang pendidikan maupun dakwah, pada sektor
pendidikan beliau membangun Madrasah untuk mengajari anak-anak yang ingin
belajar kepadanya mengenai agama islam, dan madrasah yang dibangunnya itu
adalah madrasah pertama yang ada di Indragiri.
Abdurrahman sempat diundang datang ke istana dan
ditawari jabatan Mufti Indragiri. Abdurrahman menolak tawaran tersbebut
sebagaimana tawaran menjadi Mufti di Jakarta (atas tawaran Habib Utsman bin
Yahya), namun karena sultan Indragiri meminta berulamg kali akhirnya
Abdurrahman menerima tawaran tersebut selama kurang lebih selama 27 tahun
Abdurrahman menetap, mengajar, dan menjadi Mufti di Sapat Indragiri[3].
Selain berdakwah melalui jalur pendidikan, Syeikh
Abdurrahman Siddiq juga melakukan dakwah melalui jalur kekuasaan atau
memanfaatkan pengaruhnya dalam pemerintahan dengan menjadi mufti atau penasehat
kerajaan, yakni mufti kerajaan Indragiri yang pada saat itu berkedudukan di
Rengat, dan beliau memegang gelar Mufti di kerajaan Indragiri itu sampai dengan
akhir hayatnya.
Kesimpulan
Syeikh
Abdurrahman Siddiq merupakan seorang tokoh ulama agama islam besar baik itu
dari daerah Kalimantan Selatan maupun Riau, beliau lahir pada tahun 1857 di
daerah Pagar, Martapura, Kalimantan selatan dan beliau sudah mendalami
pemahamannya mengenai agama islam dimulai dari umurnya 8 tahun yang telah
khatam Al-Qur’an. Setelah belajar selama 7 tahun di Arab beliau sempat
dipercaya oleh gurunya untuk menjadi pengajar di Masjidil Haram dan disaat
itulah beliau mendapatkan gelar Siddiq yang diberi oleh gurunya yang bermakna
benar ilmunya dan benar amalnya., ia juga sempat diangkat menjadi Mufti
kerajaan Indragiri oleh sultan Mahmud Syah, yang mana beliau menjabat sebagai
Mufti dari kerajaan Indragiri itu sampai
akhir hayat beliau.
[1] Wikipedia. Abdurrahman
Siddiq. https://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Siddiq. Diakses 21
November 2020.
[2] Andres,
Pransiska ., Isjoni, Dan Kamaruddin. “Peranan
Syeikh Abdurrahman Shiddiq Dalam Penyebaran Agama Islam Di Indragiri Hilir”.
Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Volume 4 No.1
Februari 2017. Hal. 5
[3] Mumtaz,
Hakimi., Ahmad Syadzali. “Dimensi
Sufistik Kitab Asa’ar Ash-Shalah Min ‘Iddah Kutub Mu’tamidah”. Jurnal
Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 16 No.1 Januari-Juni 2017. Hal. 58
DAFTAR PUSTAKA
Hakimi, Mumtaz., Ahmad Syadzali. “Dimensi Sufistik Kitab Asa’ar Ash-Shalah Min ‘Iddah Kutub Mu’tamidah”. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 16 No.1 Januari-Juni 2017.
Pransiska, Andres., Isjoni, Dan Kamaruddin. “Peranan Syeikh Abdurrahman Shiddiq Dalam Penyebaran Agama Islam Di Indragiri Hilir”. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Volume 4 No.1 Edisi Februari 2017.
Wikipedia. Abdurrahman
Siddiq. https://id.wikipedia.org/wiki/Abdurrahman_Siddiq. Diakses 21
November 2020.
No comments:
Post a Comment