Refligy yulia fitri
Ketika Australian Colonies Government Act dikeluarkan oleh pemerintah Inggris, di Australia sudah berdiri empat koloni yang terpisah-pisah, yakni New South Wales sebagai koloni yang tertua, Tasmania yang sejak tahun 1825 dipisahkan dari New South Wales, Australia Barat yang berdiri tahun 1829 namun karna berbagai masalah tumbuh dan berkembang dengan sangat lambat, serta Australia Selatan yang berdiri tahun 1836 berdasarkan teori kolonisasi yang rasional. Dengan dinyatakannya secara eksplisit dalam undang-undang itu bahwa Victoria dipisahkan dari New South Wales, maka jumlah koloni yang masing-masing berdiri sendiri bertambah menjadi lima.
Setiap koloni diberi kebebasan memilih dan menyusun sistem pemerintahan yang dikehendaki. Karena hal itu maka di pusat-pusat koloni timbul kegiatan untuk mengatur pemerintahan sendiri. Dalam mengatur pemerintahan masing-masing terlihat tidak ada satu koloni pun yang memikirkan hubungan kerjasama dengan koloni lain.
Tahun 1847, Earl Grey menteri urusan jajahan pada waktu itu telah menyadari perlunya penanganan kepentingan bersama di antara koloni yang berbeda di Australia, misalnya bea ekspor dan impor, lalu-lintas surat pos dan trasportasi. Idenya ini disampaikan kepada komisi parlemen Inggris, yaitu komisi perdagangan dan perkebunan. Komisi inilah yang tahun 1849 mengusulkan adanya gubernur jendral yang mempunyai kekuasaan yang menghimpun suatu badan yang diberi nama General Assembly Of Australia. Badan ini merupakan wakil dari tiap koloni yang keanggotannya dipilih oleh parlemen dari masing-masing koloni. Badan inilah yang nantinya akan membentuk mahkamah agung yang akan menerima pangaduan banding dari pengadilan-pangdilan koloni, serta membuat aturan atau undang-undang yang berlaku yang berlaku untuk seluruh koloni.
A. FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG GERAKAN FEDERASI
Ada delapan sebab yang mendorong koloni-koloni Australia untuk bersatu kembali, yaitu:
1. Munculnya kekuasaan Eropa lain di daerah Pasifik, seperti Jerman dan Perancis yang dianggap sebagai ancaman bagi semua koloni, sehingga mereka perlu bersatu menghadapinya.
2. Keinginan mereka bersama untuk menjaga agar benua itu hanya diisi oleh orang-orang kulit putih, mendorong hasrat untuk menciptakan ketentuan yang seragam tentang imigrasi orang-orang kulit berwarna, terutama Cina ke negeri itu.
3. Hasrat meningkatkan kesejahteraan ekonomi melalui kerja sama di bidang perdagangan, yang menghendaki pengaturan bersama hal-hal yang berhubungan dengan bea dan cukai perdagangan antar koloni.
4. Keinginan trade union akan adanya ketentuan yang seragam tentang ketenagakerjaan di seluruh koloni.
5. Perkembangan ala-alat komunikasi dan hal-hal yang berhubungan dengan suratpos dan telegaf.
6. Aspek militer dalam pertahanan dan keamanan yang menuntut adanya satu komando, satu front, bila koloni-koloni itu benar-benar diserang musuh.
7. Kebanggaan untuk disebut orang Australia daripada sebagai orang Victoria, orang Tasmania, atau sebutan daerah lainnya.
Untuk pertumbuhan dan perkembangan ide persatuan diperlukan waktu. Ide ini tidak tumbuh oleh suatu undang-undang. Pengalaman mereka dalam perjalanan itulah yang mengajarkan mereka untuk menyadari betapa besar kerugian yang harus mereka tanggung dalam perpecahan itu. Mereka mulai menyadari bahwa persatuan jauh lebih memperkuat mereka menghadapi segala sesuatu daripada menghadapi sendiri. Munculnya kekuatan Eropa di wilayah Pasifik, yaitu Jerman di Irian Timur laut, kepulauan Marshal, Solomon, dan Mariana, serta Perancis di New Hebrides, dirasakan sebagai ancaman bersama. Secara fisik memang harus diakuai bahwa ancaman langsung terhadap koloni-koloni di Australia pada waktu itu tidak ada.
Tahun 1880-an, industri di Sydney dan Melbourne mulai mencari pasar diluar batas-batas wilayahnya. Industri penghasil makanan di Sydney memerlukan perluasan pemasaran di Melbourne, akan tetapi jalan untuk itu terhalang oleh ketentuan tentang tariff di Victoria. Sebaliknya industri di Melbourne khususnya yang memproduksi makanan dan tekstil, memerlukan pasar di Sydney dan Adelaide, akan tetapi terpaksa dijual dengan harga tinggi di Sydney karena mahalnya ongkos jasa transportasi; demikian juga di Adelaide yang dikenai bea mahal oleh pemerintah Australia Selatan.
Dorongan untuk bersatu itu datang juga dari organisasi para pekerja Australia yang disebut Trade Union. Berbagai Trade Union di koloni yang berbeda itu menghendaki adanya keseragaman aksi terhadap tenaga kerja Cina, jumlah jam kerja per hari, serta perlindungan atas hak-hak mereka. Untuk mewujudkan keinginannya itu, mereka mengadakan Intercolonial Congress yang diadakan khusus untuk Trade Union.
B. Mewujudkan Federasi Australia
Pada akhir abad ke 19 banyak politisi dari koloni yang memprakarsai pembentukan suatu bangsa. Selain terdorong oleh berbagai faktor yang ada, pikiran untuk mempersatukan kembali Australia yang terpecah itu terpengaruh dari berkembangnya pemikiran persatuan di Eropa yakni gagasan dan pelaksanaan persatuan Itali dan Jerman.
Henry Parkes, negarawan terkenal dari New South Wales menyarankan pembentukan Federal Council untuk menangani semua masalah yang dihadapi oleh koloni dalam kehidupannya sehari-hari dan untuk memikirkan persatuan semua koloni itu. Ide Parkes ini rupanya menimbulkan pangaruh yang sangat kuat. Pada tahun 1885 pemerintah Inggris mengeluarkan satu undang-undang yang mengijinkan keenam koloni di Australia bersama New Zealand dan Fiji membentuk Federal Council of Australia.
Henry Parkes sendiri sebenarnya tidak mendukung Federal Council tersebut, bahkan mempengaruhi New South Wales agar tidak ikut melibatkan diri di dalamnya. Parkes berpendapat bahwa dewan ini tidak memiliki kekuatan yang nyata, dan hanya akan menghalangi pembentukan Parlemen Federal yang sesungguhnya. Henry Parkes kembali pada rencananya semula. Ia mengemukakan kembali segala hal yang berkaitan dengan Federasi Australia itu dalam pidato yang menggemparkan di Tenterfield, sebuah kota diperbatasan New South Wales dengan Queensland. Kemudian tahun 1890 diadakan pertemuan kepala pemerintahan dari seluruh koloni di Melbourne. Dalam pertemuan itu mereka memutuskan akan mengadakan konvensi federal Australia yang diadakan pertama kalinya di Sydney tahun 1891. Konvensi federal yang pertama ini ditugaskan menyusun sistem pemerintahan atau konstitusi Australia, lalu menyampaikannya pada setiap koloni untuk pengesahan.
Konvensi berhasil menyelesaikan satu tugasnya. Akan tetapi ketika rancangan konstitusi itu disampaikan kepada parlemen di masing-masing koloni, mulai timbul pertentangan-pertentangan yang cukup tajam. Victoria menolak kehadiran New Zealand dalam federasi. Di New South Wales masalah federasi itu menimbulkan kesimpangsiuran karena sikap partai atau kelompok politik dalam parlemen.
Dalam garis besarnya, ide Quick yang dijadikan pedoman itu adalah sbb:
a. Dorongan kearah federasi itu hendaknya berasal langsung dari rakyat;
b. Konstitusi baru hendaknya disusun oleh suatu konvensi yang anggota-anggotanya dipilih langsung oleh rakyat;
c. Konsep konstitusi itu selanjutnya diserahkan kepada rakyat untuk diterima atau ditolak;
d. Jika konstitusi itu telah diterima di dua atau lebih koloni, maka hendaknyalah konstitusi itu disahkan oleh parlemen Inggris sebagai hukum yang berlaku untuk seluruh koloni.
Lama kelamaan para politisi mulai tertarik lagi, dan menampilkan kembali gerakan federasi itu ke permukaan. Parkes yang pada tahun 1895 sudah berusia 80 tahun lalu digantikan oleh Edmund Barton sebagai pemimpin gerakan federasi tersebut. Ia didampingi juga oleh Alfred Deakin, pemimpin dari Victoria. Sementara itu rakyat terus berjuang dan akhirnya pemerintah setiap koloni menyetujui diselenggarakannya konvensi kedua.
Setelah konvensi kedua, langkah selanjutnya adalah mengadakan referendum di seluruh koloni untuk meminta pendapat rakyat terhadap konstitusi yang telah diputuskan dalam konvensi kedua tersebut. Kecuali di New South Wales, untuk persetujuan hanya dibutuhkan suara mayoritas sederhana. Untuk New South Wales kondisi yang ditetapkan adalah persetujuan didukung oleh paling sedikit 80.000 suara. Pada tahun 1898 diselenggarakan referendum di Victoria, Australia Selatan, Tasmania, dan New South Wales. Queensland dan Australia Barat menangguhkan pelaksanaan referendum.
Hasil referendum di empat koloni tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:
HASIL REFERENDUM 1898
Koloni
Suara Yang Setuju
Suara Yang Menolak
Victoria
Australia Selatan
Tasmania
New South Wales
100.520
35.800
11.797
71.595
22.099
17.320
2.716
66.228
Jumlah
219.712
108.363
Pada tahun 1899, diadakan referendum yang kedua. Kali ini lima koloni menyelenggarakan referendum dan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut:
HASIL REFERENDUM 1898
Koloni
Suara Yang Setuju
Suara Yang Menolak
Victoria
Australia Selatan
Tasmania
New South Wales
Queensland
13.437
65.990
152.653
107.420
38.488
791
17.053
9.805
82.741
30.996
Jumlah
377.988
141.386
Perlu dicatat bahwa dalam referendum kedua ini, rakyat yang ikut member suaranya kurang dari 60% dari rakyat yang sesungguhnya memenuhi syarat.
Tanpa menunggu Australia Barat, kelima koloni mengirimkan rancangan konstitusi federal itu ke Inggris untuk disahkan oleh Parlemen Inggris. Akhirnya, pemerintah Inggris dalam tahun 1900 mengeluarkan undang-undang yang mengijinkan pembentukan federasi tanpa Australia Barat. Undang-undang itu disebut Australian Commonwealth Act. Sementara itu Australia Barat menyelenggarakan referendum dan hasilnya adalah 44.800 setuju dan 19.601 menolak. Dengan demikian, ketika Commonwealth of Australia menjadi kenyataan, federasi itu meliputi enam koloni yang nantinya menjadi negara bagian.
Akhirnya gerakan persatuan di Australia berhasil, setelah 50 tahun lamanya terpecah-pecah. The commonwealth of Australia menjadi kenyataan pada tanggal 1 Januari 1901, kurang lebih tiga minggu sebelum Ratu Victoria meninggal. Pada tanggal 9 Mei 1901, raja Edward VII, diwakili oleh anaknya, Duke of York, membuka secara resmi siding pertama parlemen Federal di Melbourne. Perdana menteri pertama untuk federai yang baru lahir adalah Edmund Barton. Melbourne sementara menjadi tempat kedudukan pemerintahan federal hingga kemudian dipindahkan Ke Canberra tahun 1927.
daftar pustaka
1. J. Siboro. 1989. Sejarah Australia. Depdiknas: IKIP Bandung.
2. Anggota IKAPI. 1989. Sejarah Australia. Bandung : TARSITO
3. Suboro,J.1989.Sejarah Australia.Jakarta.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
No comments:
Post a Comment