Halaman

Kalimantan Tengah Menghadapi Agresi Militer Belanda I


 Muhammad Nur /SI V / B
Berbicara tentang perjuangan fisik pastilah seluruh nusantara ini pernah melakukan perjuangan fisik melawan para penjajah baik pada masa kerajaan maupun setelah kemerdekaan indonesia itu sendiri. Pada tulisan ini saat akan membahas tentang perjuangan fisik yang di lakukan para pejuang setelah kemerdekaan. Perjuanagan itu di lakukan karena para pejuang kita tidak terima di jajah oleh bangsa asing, karena mendapatkan kemerdekaan indonesia itu sangatlah sulit, para pejuang-pejuang terdahulu banyak
mengorbankan harta, waktu, keluarga bahkan nyawa sekalipun di pertaruhkan untuk membuat indonesia ini merdeka dan terbebas dari belengu penjajahan. Maka dari itu setelah indonesia merdeka, belanda melakukan agresi Militer I untuk menjajah kembali bangsa ini. Karena bangsa ini bangsa yang merdeka, dan telah lama merasakan pahitnya terjajah oleh bangsa asing maka dari itu masyarakat indonesia dan para pejuang melakukan perlawanan dan perjuangan fisisk untuk mengusir para penjajah dari tanah air ini, walaupun nyawa menjadi taruhannya.
Tak terkecuali perjuangan fisik yang di lakukan daerah kalimantan utuk menghadapi para penjajah, yang sama-sama kita ketahui kalimantan merupakan daerah yang banyak memeiliki hasil rempah-rempah yang menjadi daya tarik para penjajah utuk tetap menjajah derah kalimantan tersebut. Masyarakat di sana melakukan perlawanan dengan mengunakan alat seadanya saja, akan tetapi hal itu tidak menyurutkan niat para pejuang disana untuk mempertahankan kalimantan dan mengusir para penjajah dari daerahnya. Walaupun yang nantinya perjuangan ini tidak berhasil di karenakan minimnya persenjataan di kubu kalimantan sedangkan bangsa penjajah yaitu belanda memiliki persenjataan yang lengkap dan cangih sehingga peperangan ini berat sebelah.
Pada bulan Desember 1945 berdiri Komite Nasional Indonesia yang berstatus cabang, berkedudukan di pangkalan Bun, kalimantan. Tentara Badan Keamanan Rakyat terbentuk dengan M. Idris Hadipramono sebagai pimpinannya. Pada tanggal 14 Januari 1946 dengan kekuatan 250 orang tentara NICA menyerang kota Waringin dengan mengunakan lima kapal. Setelah melewati pertempuran yang seru maka kota Kumai dan Pangkalan Bun jatuh ketangan Belanda. Para pejuang yang mempertahankan Kemerdekaan daerah kotawaringin pada waktu itu mengundurkan diri dan melaksanakan perang gerilnya, untuk dimana saja ada kesempatan akan menghantam Belanda. Kemudian menghilang lagi. Dalam pertempuran ini telah gugur pejuang kita berjumlah 21 orang dalam usaha mempertahankan diri dan menangkis serangan musuh., sedangkan musuh diperkirakan sekitar dua kali banyaknya dari pihak kita. Usaha Belanda untuk menaklukan Kota Waringin Lama gagal, karena mendapat perlawanan yang seru. Bulan Maret 1946 pasukan NICA berhasil merebut Sukamara ibukota kecamatan Helai dari tangan kita. Pasukan kita semakin kuat setelah kedatangan pasukan ALRI Divisi IV Labung Mangkurat dibawah pimpinan Husin Hamzah dan Firmansyah yang mendarat di Kuala Jelai setelah berlayar dari pulau jawa. Berita pendaratan ini diketahui oleh tentara NICA di pangkalan Bun. Dengan segera NICA dikirim ketempat pendaratan namun mereka beluum melihat satu pasukan pun kecuali bendera Merah Putih yang berkibar di tiangnya. Dengan mengunakan dua motor tempel mereka turun dari kapal angkut dan menuju kebendera yang berkibar tersebut, karena mereka mengira bahwa derah itu sudah di tinggalkan. Namun ternyata dalam jarak yang cukup dekat dengan pantai, kedua motor tempel itu di tembak dan tengelam bersama isinya. Setelah memukul kedatangan belanda tersebut maka pasukan kita segera meninggalkan tempat tersebut dan kembali ke Jawa.sebaliknya setelah kejadian tersebut NICA semakin membabi buta menangkap dan menahan orang-orang yang di curigainya. [1]
Di Puruk Cahu bendera Merah Putih dikibarkan pada tanggal 3 Desember 1945 yang di hadiri oleh rakyat banyak, masyarakat luas, semua pegawai, dan anak sekolah. Pada hari itu pula di keluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa daerah Barito Hulu bergabung dengan Republik Indonesia. Adapun teks pernyataan tersebut berbunyi sebagai berikut:
" Bahwa wilayah Barito Hulu, baikpun pemerintahannya maupun seluruh rakyatnya, adalah menjadi salah satu bagian dari pemerintahan Republik Indonesia yang di proklamirkan oleh Bung Karno – Hatta atas nama seluruh bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dan pusat pemerintahan berkedudukan di jogjakarta" [2]
Adapun tokoh-tokoh yang memimpin pengibaran bendera Sang Merah Putih dan menggagung pada Republik Indonesia di Puruk Cahu adalah A.M. Sangaji, Mahir Mahar, dan Adonis Samad. Betapa rasa terharu dan bangga manakala melihat bendera sendiri berkibar tanda kita bebas dan merdeka. Banyak pengalaman pahit selama di bawah penjajahan Belanda dan Jepang.
Maka dengan demikian daerah Puruk Cahu resmi bergabung dengan NKRI, dan bersama-sama dengan para pejuang untuk mengusir Belanda dari tanah Kalimantan. Karena persenjataan yang kurang memadai membuat para pejuang kita mengalami kesulitan untuk mengusir para penjajah tersebut. Namun hal tersebut tidak mengurangi niat para pejuang untuk mengusir para penjajah, mereka berjuang dengan cara bergeriliya untuk melawan para penjajah.
Pada hari itu juga tiba rombongan pejuang dari Muara Taweh yang dipimpin oleh H.A. kusasi, disamping melihat keadaan di Puruk Cahu, juga ingin agar pejuang-pejuang yang ada di Puruk Cahu untuk bisa bersama-sama mengerakan perjuangan di kota Muara Taweh. Untuk memenuhi harapan Muara Taweh ini maka dari Puruk Cahu berangkatlah A.M Sangaji, Mahir Mahar, Matkarum, Mugeni, Asyari H. Nawawi, H. Syukur, Achmad Yunan dan T. Sangen. [3]
Kemudian pada tanggal 9 Desember 1945 datang ke Muara Taweh kapal yang membawa tentara NICA yang di sebut kompeni X dari banjarmasin yang semula di kira tentara Australia, sebab dari jauh bendera yang digunakan oleh kapal tersebut kabur warnanya sehingga sulit di kenali. Para pejuang menyingkir keluar kota, menghindari pertempuran dalam kota, jangan sampai jatuh korban dari penduduk biasa. Kemudian Belanda melakuakan penangkapan-penangkapan di koata Muara Taweh. Sejak itu perang Gerilya berjalan terus dan gerakan dibawah tanah tetap dilakuakan oleh para pejuang hingga penyerahan Kedaulatan.
Di daerah Kuala Kapuas terutama tokoh-tokoh masyarakat di Anjir Serapat di bawah pimpinan H. Dahlan Karim, 10 km dari pusat kota Kuala Kapuas mulai mengibarkan bendera Sang Merah Putih. Pada tanggal 12 Desember 1945, karena di situ menjadi markas B.P.R.I (Badan Perjuangan Republik Indonesia)untuk kota Kuala Kapuas. Pada tanggal 13 Desember 1945 ada sebagian dari BPRI yang berasal dari sampit melewati Anjir Serapat pimpinan Hasyim Djapar. Beradanya BPRI Sampit ini di Anjir Serapat adalah dalam rangka serangan umum terhadap kedudukan Belanda di Banjarmasin. Sebagian rombongan yang dari Sampit ini langsung menyusuri pantai menuju Banjarmasin. Dengan pimpinan Samsudin dan M. Water. Markas daerah BPRI yang ada di Anjir Serapat menunjuk Mursyid Umar dan R. Sugiman sebagai wakilnya perwakilan kota Kuala Kapuas. Sedangkan untuk daerah Bahaur Muara, Sungai Kahayan yang diserahi tugas sebagai pimpinan adalah Burhan Karim dan Ardi Tanang. Rencana serangan umum akan dilakukan pada tanggal 15 Desember 1945 di Banjarmasin. Akan tetapi serangan ini gagal karena telah tercium oleh Belanda, Belanda melakukan pemeriksaan yang keras pada penduduk sekitar Banjarmasin. Pasukan BPRI yang dari Anjir Serapat dan Sampit mengundurkan diri kembali ke Anjir Serapat. [4]
  Tentara NICA dengan mengunakan dua kapal dari Banjarmasin menuju Anjir Serapat. Sesampai di kilometer 10, mereka menembaki markas daerah BPRI. Karena markasnya ditembaki maka laskar BPRI Anjir Serapat bersama-sama pasukan yang dari Sampit melakukan perlawanan dan pembalasan. Pertempuran berlangsung selama kurang lebih 2 jam, karena persenjataan yang tidak seimbang maka para pejuang kita mengundurkan diri ke hutan. Dari BPRI Anjir Serapat gugur H. Amberi dan Indris H. Yusuf.
Adapun senjata yang digunakan dalam menghadapi tentara NICA terdiri dari:
Karabin           = 3 pucuk
Pistol               = 1 pucuk
Granat                         = 2 buah
Parang/mandau
Tombak/lembing
            Setelah pasukan NICA meningalkan Anjir serapat melanjutkan perjalanannya menuju Kuala Kapuas, para pejuang kembali ke markas untuk memakamkan H. Amberi dan Indris H. Jusuf di kilometer 9 ( pemerintah dalam tahun 1953 memindahkan kerangka Idris H. Jusuf dan H. Amberi ke makam pahlawan bahagia di kilometer 10 anjir serapat). Keesokan harinya tanggal 19 Desember 1945 dengan mengadakan pendudukan, pasukan NICA menyerang Markas Daerah BPRI di kilometer 10 Anjir Serapat sehingga beberapa orang sempat tertangkap oleh NICA antara lain H. Jantera, H. Mastur, Dahlan Karim, h. Muhammat dan Mansyah yang kemudian dimasukan penjara di Kuala Kapuas. Selama disekap di dalam penjara, para pejuang kita mengalami siksaan yang luar biasa oleh tentara NICA yang kemudian ketika keluar dari penjara sangat rusak jasmaninya. Di Muara Sungai Kahayan yakni kota Bahaur Belanda melakukan penangkapan-penangkapan terhadap pimpinan BPRI antara lain yang tertangkap pada tanggal 23 Desember 1945 adalah Halil Taheran, Jamal Durahman dan Burhan Karim semua pejuang ini digiring ke Kuala Kapuas dan dipenjarakan.[5]
Di daerah sungai Mentaya atau Sempati pada akhir bulan Nopember 1945 telah terbentuk BPRI baik di sampit maupun di Samuda di bawah pimpinan Abd. Hamid dan Hasyim Djapar. Pada permulaan bulan Januari 1946 Kota Samuda dan Sampit diduduki Belanda. Para pejuang kita telah melakukan perlawanan terpaksa menyingkir ke daerah pedalaman dan Belanda menyatakan daerah Sampit sebagai daerah yang di kuasainya.[6]
Para pejuang kita yang berada di mkalimantan tengah tidak berhasil mengusir belanda dari tanah kalimantan. Hal itu dikarenakan minimnya persenjataan yang tersedia dan kuatnya pasukan NICA yang datang ke kalimantan sehingga para pejuang kita banyak yang gugur dan tak bisa berbuat banyak untuk mengusir para penjajah. Akan tetapi kita sebagai generasi muda ahrus bangga dan mencontoh semangatt para pejuang-pejuang kita yang tanpa kenal takut dan lelah berjuang mempertahankan kemerdekaan indonesia, mereka mempertaruhkan harta, keluarga dan nyawa. Kini kitayang harus melanjutkan perjuangan tongkat estapet kemerdekaan RI ini dengan cara belajar sungguh-sungguh dan cinta terhadap tanah air ini.
"jangan tanyakan apa yang negara berikan kepada kita, tetapi tanyakanlah apa yang kita berikan buat Neraga Republik Indonesia Ini"
Notes:
1.      Suwondo Bambang, Drs, H. Sejarah Revolusi Kemerdekaan Daerah Kalimantan Tengah, milik Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1983. Halaman 41.
2.      Dr. A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia I, Angkasa, Bandung, 1976. Halaman 38.
3.      Suwondo Bambang, Drs, H. Sejarah Revolusi KemerdekaanDaerah Kalimantan Tengah, milik Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1983. Halaman 43.
4.      Suwondo Bambang, Drs, H. Sejarah Revolusi KemerdekaanDaerah Kalimantan Tengah, milik Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1983. Halaman 43.
5.      Suwondo Bambang, Drs, H. Sejarah Revolusi KemerdekaanDaerah Kalimantan Tengah, milik Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1983. Halaman 44
6.      Dr. A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia I, Angkasa, Bandung, 1976. Halaman 40.
Daftar Pustaka
·         Suwondo Bambang, Drs, H. Sejarah Revolusi KemerdekaanDaerah Kalimantan Tengah, milik Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1983.
·         Dr. A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia I, Angkasa, Bandung, 1976.

No comments:

Post a Comment