EGI SEPTIA WINDARI/SAT
1. Berdirinya Kerajaan Malaka
Kerajaan Malaka adalah sebuah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri di Malaka, Malaysia. Kerajaan Malaka didirikan sekitar abad ke-15 oleh seorang bangsawan Blambangan yang bernama Parameswara. Parameswara berasal dari Sriwijaya, dan merupakan putra Raja Sam Agi. Saat itu, ia masih menganut agama Hindu. Ia dan para pengikutnya melarikan diri ke Malaka karena kerajaannya di Sumatera runtuh akibat diserang Majapahit pada tahun 1377. Mereka kemudian menetap di dusun nelayan Malaka dan membangunnya menjadi sebuah pelabuhan. Pada saat Malaka didirikan, di situ terdapat penduduk asli dari Suku Laut yang hidup sebagai nelayan. Mereka berjumlah lebih kurang tiga puluh keluarga. Usaha dari kerja keras mereka tidak sia-sia, sebab pelabuhan Malaka berhasil terwujud menjadi pelabuhan yang penting dan ramai yang kerap dikunjungi para pedagang dari berbagai bangsa. Kemajuan Malaka itu disebabkan letaknya yang strategis di dekat Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan internasional.[1]
Raja dan pengikutnya adalah rombongan pendatang yang memiliki tingkat kebudayaan yang jauh lebih tinggi. Karena itu, mereka berhasil mempengaruhi masyarakat asli. Kemudian bersama penduduk asli tersebut rombongan pendatang mengubah Malaka menjadi sebuah kota yang ramai. Selain menjadikan kota tersebut sebagai pusat perdagangan, rombongan pendatang juga mengajak penduduk asli menanam tanaman yang belum pernah mereka kenal sebelumnya, seperti tebu, pisang, dan rempah-rempah.
Rombongan pendatang juga telah menemukan biji-biji timah di daratan. Dalam perkembangannya, kemudian terjalin hubungan perdagangan yang ramai dengan daratan Sumatera. Salah satu komoditas penting yang diimpor Malaka dari Sumatera saat itu adalah beras. Malaka amat bergantung pada Sumatera dalam memenuhi kebutuhan beras ini, karena persawahan dan perladangan tidak dapat dikembangkan di Malaka. Hal ini kemungkinan disebabkan teknik bersawah yang belum mereka pahami, atau mungkin karena perhatian mereka lebih tercurah pada sektor perdagangan, dengan posisi geografis strategis yang mereka miliki.
2. Politik Negara
Dalam menjalankan dan menyelenggarakan politik negara, ternyata para sultan menganut paham politik hidup berdampingan secara damai (co-existence policy) yang dijalankan secara efektif. Politik hidup berdampingan secara damai dilakukan melalui hubungan diplomatik dan ikatan perkawinan. Politik ini dilakukan untuk menjaga keamanan internal dan eksternal Malaka. Dua kerajaan besar pada waktu itu yang harus diwaspadai adalah Cina dan Majapahit. Maka, Malaka kemudian menjalin hubungan damai dengan kedua kerajaan besar ini. Sebagai tindak lanjut dari politik negara tersebut, Parameswara kemudian menikah dengan salah seorang putri Majapahit. Sultan-sultan yang memerintah setelah Prameswara (Muhammad Iskandar Syah) tetap menjalankan politik bertetangga baik tersebut.
Sebagai bukti, Sultan Mansyur Syah (1458-1477 M) yang memerintah pada masa awal puncak kejayaan Kerajaan Malaka juga menikahi seorang putri Majapahit sebagai permaisurinya. Di samping itu, hubungan baik dengan Cina tetap dijaga dengan saling mengirim utusan. Pada tahun 1405 seorang duta Cina Ceng Ho datang ke Malaka untuk mempertegas kembali persahabatan Cina dengan Malaka. Dengan demikian, kerajaan-kerajaan lain tidak berani menyerang Malaka. [2]
3. Raja-Raja Yang Memerintah Kerajaan Malaka
1. Iskandar Syah (1402-1414 M)
Pada abad ke-15 M, di Majapahit terjadi perang Paregreg yang mengakibatkan Paramisora (Parameswara) melarikan diri bersama pengikutnya dari daerah Blambangan ke Tumasik (Singapura), kemudian melanjutkan perjalanannya sampai ke Semenanjung Malaya dan mendirikan Malaka. Secara geografis, posisi Malaka sangat strategis, yaitu di Selat Malaka, sehingga banyak dikunjungi para pedagang dari berbagai Negara terutama para pedagang Islam, sehigga kehidupan perekonomian Malaka berkembang pesat,
Untuk meningkatkan aktivitas perdagangan di Malaka, maka Paramisora menganut agama Islam dan merubah namanya menjadi Iskandar Syah, kemudian menjadikan Malaka menjadi Kerajaan Islam. Untuk menjaga keamanan Kerajaan Malaka, Iskandar Syah meminta bantuan kepada Kaisar China dengan menyatakan takluk kepadanya (1405 M).
2. Muhammad Iskandar Syah (1414-1424 M)
Merupakan putra dari Iskandar Syah, pada masa pemerintahannya wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka diperluas lagi hingga mencapai seluruh Semenanjung Malaya.Untuk menjadi Kerajaan Malaka sebagai penguasa tunggal jalur pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka, maka harus berhadapan dengan Kerajaan Samudera Pasai yang kekuatannya lebih besar dan tidak mungkin untuk bisa dikalahkan, maka dipilih melalui jalur politik perkawinan dengan cara menikahi putri Kerajaan Samudera Pasai, sehingga cita-citanya dapat tercapai
3. Sultan Mudzafat Syah (1424-1458 M)
Setelah berhasil menyingkirkan Muhammad Iskandar Syah, ia kemudian naik tahta dengan gelar sultan (Mudzafat Syah merupakan raja Kerajaan Malaka yang pertama bergelar Sultan). Pada masa pemerintahannya, terjadi serangan dari Kerajaan Siam (serangan dari darat dan laut), namun dapat digagalkan. Kemudian ia mengadakan perluasan wilayah ke daerah-daerah yang berada di sekitar Kerajaan Malaka seperti Pahang, Indragiri dan Kampar.
4. Sultan Mansyur Syah (1458-1477 M)
Merupakan putra dari Sultan Mudzafat Syah. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaan sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara.
Puncak kejayaan dicapai berkat Sultan Mansyur Syah meneruskan politik ayahnya dengan memperluas wilayah kekuasaanya, baik di Semananjung Malaya maupun di wilayah Sumatera Tengah (Kerajaan Siam berhasil ditaklukan). Raja Siam tewas dalam pertempuran, tetapi putra mahkotanya ditawan dan dikawinkan dengan putri sultan sendiri kemudian diangkat menjadi raja dengan gelar Ibrahim. Indragiri mengakui kekuasaan Malaka. Kerajaan Samudera Pasai, Jambi dan Palembang tidak serang karena menghormati Majapahit yang berkuasa pada waktu itu, selain itu Kerajaan Aru juga tetap sebagai kerajaan merdeka.
5. Sultan Alaudin Syah (1477-188 M)
Merupakan putra dari Sultan Mansyur Syah. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka mulai mengalami kemunduran, satu persatu wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka mulai melepaskan diri. Hal ini disebabkan oleh karena Sultan Alaudin Syah bukan merupakan raja yang cakap.
6. Sultan Mahmud Syah (1488-1511 M)
Merupakan putra dari Sultan Alaudin Syah. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka merupakan kerajaan yang sangat lemah, wilayah kekuasaannya meliputi sebagian kecil Semenanjung Malaya, hal ini menambah suram kondisi Kerajaan Malaka.
4. Kehidupan Sosial – Budaya
Pada kehidupan budaya, perkembangan seni sastra Melayu mengalami perkembangan yang pesat seperti munculnya karya-karya sastra yang menggambarkan tokoh-tokoh kepahlawanan dari Kerajaan Malaka seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Hang Lekir dan Hikayat Hang Jebat.
Sedangkan kehidupan sosial Kerajaan Malaka dipengaruhi oleh faktor letak, keadaan alam dan lingkungan wilayahnya. Sebagai masyarakat yang hidup dari dunia maritim, hubungan sosial masyarakatnya sangatlah kurang dan bahkan mereka cenderung mengarah ke sifat-sifat individualisme. Kelompok masyarakat pun bermunculan, seperti adanya golongan buruh dan majikan.
5. Kehidupan Ekonomi
Malaka memungut pajak penjualan, bea cukai barang-barang yang masuk dan keluar, yang banyak memasukkan uang ke kas negara. Sementara itu, raja maupun pejabat-pejabat penting memperoleh upeti atau persembahan dari pedagang yang dapat menjadikan mereka sangat kaya. Suatu hal yang penting dari Kerajaan Malaka adalah adanya undang-undang laut yang berisi pengaturan pelayaran dan perdagangan di wilayah kerajaan. Untuk mempermudah terjalinnya komunikasi antar pedagang maka bahasa Melayu (Kwu-lun) dijadikan sebagai bahasa perantara. [3]
6. Masa Kejayaan Kerajaan Malaka
Sebagai salah satu bandar ramai di kawasan timur, Malaka juga ramai dikunjungi oleh para pedagang Islam. Lambat laun, agama ini mulai menyebar di Malaka. Dalam perkembangannya, raja pertama Malaka, yaitu Prameswara akhirnya masuk Islam pada tahun 1414 M. Dengan masuknya raja ke dalam agama Islam, maka Islam kemudian menjadi agama resmi di Kerajaan Malaka, sehingga banyak rakyatnya yang ikut masuk Islam.
Selanjutnya, Malaka berkembang menjadi pusat perkembangan agama Islam di Asia Tenggara, hingga mencapai puncak kejayaan di masa pemeritahan Sultan Mansyur Syah (1459—1477). Kebesaran Malaka ini berjalan seiring dengan perkembangan agama Islam. Negeri-negeri yang berada di bawah taklukan Malaka banyak yang memeluk agama Islam. Untuk mempercepat proses penyebaran Islam, maka dilakukan perkawinan antarkeluarga.
Malaka juga banyak memiliki tentara bayaran yang berasal dari Jawa. Selama tinggal di Malaka, para tentara ini akhirnya memeluk Islam. Ketika mereka kembali ke Jawa, secara tidak langsung, mereka telah membantu proses penyeberan Islam di tanah Jawa. Dari Malaka, Islam kemudian tersebar hingga Jawa, Kalimantan Barat, Brunei, Sulu dan Mindanau (Filipina Selatan).
Dalam masa kejayaannya, Malaka mempunyai kontrol atas daerah-daerah berikut:
1. Semenanjung Tanah Melayu (Patani, Ligor, Kelantan, Trenggano, dan sebagainya).
2. Daerah Kepulauan Riau.
3. Pesisir Timur Sumatra bagian tengah.
4. Brunai dan Serawak.
5. Tanjungpura (Kalimantan Barat).
Sedangkan daerah yang diperoleh dari Majapahit secara diplomasi adalah sebagai berikut.
1. Indragiri.
2. Palembang.
3. Pulau Jemaja, Tambelan, Siantan, dan Bunguran.
7. Keruntuhan Kerejaan Malaka
Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah, kerajaan Malaka mengalami kondisi yang lemah, sehingga pasukan Portugis menyerang Malaka pada tanggal 10 Agustus 1511 dibawah pimpinan Alfonso de Albuquerque dan akhirnya Portugis berhasil merebut Malaka pada tanggal 24 Agustus 1511. Sejak saat itu, para keluarga kerajaan menyingkir ke negeri lain. [4]
Note:
[1] Sutarto dan Sunardi. 2004. Sejarah berdasarkan kurikulum 2004. Klaten: CV.Sahabat
[2] http://rismaeffendi.blogspot.com/2010/05/sejarah-kerajaan-malaka.html
[3] http://ssbelajar.blogspot.com/2012/06/kerajaan-malaka-dan-kehidupan.html
[4] http://alinayah-sukabumi.blogspot.com/2011_10_01_archive.html