Halaman

DAMPAK DEMOKRASI TERPIMPIN TERHADAP SITUASI POLITIK INDONESIA TAHUN 1959-1965


SARITA/ SI 5

Sejarah Indonesia (1959-1965)
Sejarah Indonesia (1959-1966) adalah masa di mana sistem "Demokrasi Terpimpin" sempat berjalan di Indonesia. Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara, kala itu Presiden Soekarno. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956.
Latar belakang
Latar belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno :
  1. Dari segi keamanan nasional: Banyaknya gerakan separatis pada masa demokrasi liberal, menyebabkan ketidakstabilan negara.
  2. Dari segi perekonomian  : Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
  3. Dari segi politik : Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950.
Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran Soekarno agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah UUD 1945. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan pemungutan suara yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante . Pemungutan suara ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut.
Hasil pemungutan suara menunjukan bahwa :
a.       269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945
  1. 119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950. Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit yang disebut Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
  1. Tidak berlaku kembali UUDS 1950
  2. Berlakunya kembali UUD 1945
  3. Dibubarkannya konstituante
  4. Pembentukan MPRS dan DPAS
Partai Komunis Indonesia (PKI) menyambut "Demokrasi Terpimpin" Soekarno dengan hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai mandat untuk mengakomodasi persekutuan konsepsi yang sedang marak di Indonesia kala itu, yaitu antara ideologi nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan NASAKOM.
Pada tahun 1962, perebutan Irian Barat secara militer oleh Indonesia yang dilangsungkan dalam Operasi Trikora mendapat dukungan penuh dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan penduduk adat yang tidak menghendaki integrasi dengan Indonesia.
Dampak ke situasi politik
Era "Demokrasi Terpimpin" diwarnai kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani Indonesia. Kolaborasi ini tetap gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak Indonesia kala itu. Pendapatan ekspor Indonesia menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi kaum birokrat dan militer menjadi wabah sehingga situasi politik Indonesia menjadi sangat labil dan memicu banyaknya demonstrasi di seluruh Indonesia, terutama dari kalangan buruh, petani, dan mahasiswa.

Kehidupan Politik pada Masa Demokrasi Terpimpin

1. Kondisi Politik Dalam Negeri pada Masa Demokrasi Terpimpin

Demokrasi Terpimpin yang menggantikan sistem Demokrasi Liberal, berlaku tahun 1959 – 1965. Pada masa Demokrasi Terpimpin kekuasaan presiden sangat besar sehingga cenderung ke arah otoriter. Akibatnya sering terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945. Berikut ini beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang terjadi semasa Demokrasi Terpimpin.
a.  Pembentukan MPRS melalui Penetapan Presiden No. 2/1959.
b.  Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh presiden.
c.  Presiden membubarkan DPR hasil pemilu tahun 1955.
d.  GBHN yang bersumber pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang               berjudul "Penemuan Kembali Revolusi Kita" ditetapkan oleh DPA bukan oleh MPRS.
e. Pengangkatan presiden seumur hidup.

Menurut Bung Hatta, Demokrasi Terpimpin sebagai sebuah konsepsi mempunyai tujuan baik, tetapi cara-cara dan langkah-langkah yang hendak diambil untuk melaksanakannya terlihat menjauhkan dari tujuan baik tersebut. Hal ini terbukti dengan beberapa tindakan Presiden Soekarno, di antaranya membubarkan DPR hasil Pemilu.
Dalam periode Demokrasi Terpimpin, Partai Komunis Indonesia (PKI) berusaha menempatkan dirinya sebagai golongan yang Pancasilais. Kekuatan politik pada Demokrasi Terpimpin terpusat di tangan Presiden Soekarno dengan TNI-AD dan PKI di sampingnya. Ajaran Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis) ciptaan Presiden Soekarno sangat menguntungkan PKI. Ajaran Nasakom menempatkan PKI sebagai unsur yang sah dalam konstelasi politik Indonesia. Dengan demikian kedudukan PKI semakin kuat, PKI semakin meningkatkan kegiatannya dengan berbagai isu yang memberi citra sebagai partai yang paling manipolis dan pendukung Bung Karno yang paling setia. Selama masa Demokrasi Terpimpin, PKI terus melaksanakan program-programnya secara revolusioner. Bahkan mampu menguasai konstelasi politik. Puncak kegiatan PKI adalah melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah pada tanggal 30 September 1965.

2. Politik Luar Negeri Masa Demokrasi Terpimpin

Politik luar negeri masa Demokrasi Terpimpin lebih condong ke blok Timur. Indonesia banyak melakukan kerja sama dengan negara-negara blok komunis, seperti Uni Soviet, RRC, Kamboja, maupun Vietnam. Berikut ini beberapa contoh pelaksanaan politik luar negeri masa Demokrasi Terpimpin.
Menurut UUD 1945, politik luar negeri yang dianut bangsa Indonesia adalah politik luar negeri bebas aktif. Bebas artinya tidak memihak terhadap dua blok yang saat itu sedang konflik yaitu blok Barat dan Blok Timur. Konsep aktif bermakna Indonesia senantiasa ikut serta aktif dan berpartisipasi dalam mewujudkan perdamaian dunia.
a. Oldefo dan Nefo
Oldefo (The Old Established Forces), yaitu dunia lama yang sudah mapan ekonominya, khususnya negara-negara Barat yang kapitalis. Nefo (The New Emerging Forces), yaitu negara-negara baru. Indonesia menjauhkan diri dari negara-negara kapitalis (blok oldefo) dan menjalin kerja sama dengan negara-negara komunis (blok nefo). Hal ini terlihat dengan terbentuknya Poros Jakarta – Peking (Indonesia – Cina) dan Poros Jakarta – Pnom Penh – Hanoi – Peking – Pyongyang ( Indonesia – Kamboja – Vietnam Utara - Cina – Korea Utara).
b. Konfrontasi dengan Malaysia
Pada tahun 1961 muncul rencana pembentukan negara Federasi Malaysia yang terdiri dari Persekutuan Tanah Melayu, Singapura, Serawak, Brunei, dan Sabah. Rencana tersebut ditentang oleh Presiden Soekarno karena dianggap sebagai proyek neokolonialisme dan dapat membahayakan revolusi Indonesia yang belum selesai. Keberatan atas pembentukan Federasi Malaysia juga muncul dari Filipina yang mengklaim daerah Sabah sebagai wilayah negaranya. Pada tanggal 9 Juli 1963 Perdana Menteri Tengku Abdul Rahman menandatangani dokumen tentang pembentukan Federasi Malaysia. Kemudian, tanggal 16 September 1963 pemerintah Malaya memproklamasikan berdirinya Federasi Malaysia.
Dalam rangka konfrontasi Malaysia, Indonesia juga mengadakan operasi militer yang diberi nama "Operasi Siaga" yang berupa penyusupan pasukan Indonesia ke wilayah musuh di Semenanjung Malaya dan Kalimantan Utara. Panglima Siaga yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno adalah Marsekal Madya Umar Dhani.
Menghadapi tindakan Malaysia tersebut, Indonesia mengambil kebijakan konfrontasi. Pada tanggal 17 September 1963 hubungan diplomatik antara dua negara putus. Selanjutnya pada tanggal 3 Mei 1964 Presiden Soekarno mengeluarkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora),
 isinya:
1)  perhebat ketahanan revolusi Indonesia, dan
2)  bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Serawak, Sabah, dan   Brunei untuk memerdekakan diri dan menggagalkan negara boneka Malaysia.
Di tengah situasi konflik Indonesia - Malaysia, Malaysia dicalonkan sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Masalah ini mendapat reaksi keras dari Presiden Soekarno. Namun akhirnya Malaysia tetap terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Terpilihnya Malaysia tersebut mendorong Indonesia keluar dari PBB. Secara resmi Indonesia keluar dari PBB pada tanggal 7 Januari 1965.
c.  Politik Mercusuar
Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yg dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia.
Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yg diharapkan dpt menempatkan Indonesia pada kedudukan yg terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yg sangat besar, mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces ), pendirian kompleks Olahraga Senayan serta MONAS (Monumen Nasional).  
d.  Politik Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-negara Asia-Afrika yg kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur. Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang Dingin.
GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD1945 baik dalam skala nasional dan internasional
KESIMPULAN
Konstituante yang diharapkan mampu menghasilkan UUD ternyata gagal,sehingga tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Konstituante, menyatakan kembali ke UUD 1945, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Keluarnya Dekrit Presiden menjadi tonggak lahirnya Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai warisan masa Demokrasi Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
Namun pada pelaksanaannya masa Demokrasi Terpimpin mengalami berbagai macam bentuk penyimpangan. Penyimpangan tersebut diakibatkan oleh terpusatnya kekuatan politik pada Presiden Soekarno. Pada masa Demokrasi Terpimpin terjadi beberapa penyimpangan terhadap Pancasila, dan UUD 1945 termasuk kebijakan politik luar negeri. Pembubaran DPR hasil pemilu, pengangkatan presiden seumur hidup, terbentuknya poros Jakarta-Peking, konfrontasi dengan Malaysia, sampai keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB merupakan sejumlah contoh dari penyimpangan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Dari Buku
-          Yahya A. Muhaimin.2005."cetakan ketiga; Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945-1966". Gadjah Mada University Press : Yogyakarta
-          Prof.Miriam Budiarjo.2008."Edisi Revisi; Dasar-dasar Ilmu Politik". Pt Gramedia Pustaka Utama:Jakarta
-          Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto."Sejarah Nasional Indonesia V1". Balai  Pustaka: Jakarta

No comments:

Post a Comment