PROSES BERDIRINYA DAN PENGARUHNYA PARTAI NASIONAL INDONESIA (PNI) DI NUSANTARA


DARLIS S GULTOM / A / SI IV
A.    Latar Belakang
Partai  Nasional Indonesia (PNI) merupakan partai politik tertua di Indonesia. Lahirnya PNI dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi sosio-politik yang semakin kompleks, sehingga memaksa organisasi baru ini untuk menyesuaikan dengan situasi baru. Sesudah PKI dinyatakan sebagai partai terlarang oleh pemerintah akibat pemberontakannya tahun 1926/1927, membangkitkan semangat baru untuk menyusun kekuatan baru. Melihat pengalaman yang sudah berlangsung perlu kiranya diadakan perbaikan organisasi dan sistem kerjanya. Dan yang paling penting adalah kekosongan kekuatan nasional yang harus segera diisi.
Pengambil inisiatif gerakan ini adalah Ir. Soekarno pada tahun 1925, mendirikan Algemeene Studie Club di Bandung. Pada tahun 1926, dua tahun setelah terbitnya karya H.O.S Tjokroaminoto tentang islam dan Sosialisme, Ir. Soekarno memasukkan unsur kekuatan ketiga yaitu nasionalisme dalam karangannya "Nasionalisme,Islamisme, Marxisme". Ketiga kekuatan ideologi itu merupakan landasan pergerakan nasional secara garis besarnya. Dan Ir. Soekarno menganggap dapat dipakai sebagai alat pemersatu pergerakan rakyat Indonesia. Ketiga kekuatan ideologi tersebut kemudian hari terkenal dengan singkatan NASAKOM.
Pada tanggal 4 Juli 1927 di Bandung atas inisiatif Aglemeene Studie Club diadakanlah rapat pendirian Perserikatan Nasional Indonesia. (1)  Rapat pembentukan partai ini dihadiri oleh Ir. Soekarno, dr. Tjipto Mangunkusumo, Soedjadi, Mrs. Iskaq Tjokrohadisurjo, Mr.Budiarto dan Mr. Sunario. Pada tahun 1928 nama perserikatan diganti menjadi partai, sehingga lahirlah nama baru yakni Partai Nasional Indonesia. Dan hal ini pundidukung oleh kaum nasionalis yang mendukung berdirinya partai ini. Tujuan PNI adalah untuk mencapai Indonesia Merdeka, sedangkan asas berdirinya diatas kaki sendiri, nonkoperasi, dan marhaenisme. Ketiga asas itu kemudian dipakai sebagai prinsip PNI. Anggaran dasar organisasi diambil dari cita-cita PI. Ketuanya dipercayakan kepada Ir. Soekarno dan dalam waktu dekat akan di selenggarakan kongres.
Yang dapat menjadi anggota PNI adalah semua orang Indonesia yang sekurang-kurangnya telah berumur 18 tahun. Orang-orang Asia lainnya dapat juga menjadi anggota PNI tetapi hanya sebagai anggota luarbiasa.
B.     Perkembangannya
Soekarno selalu memperingatkan sebaiknya bangsa Indonesia bersatu dalam satu organisasi supaya tidak dapat dipatahkan. Dengan berdirinya PNI diharapkan semua rakyat bersatu dan dapat menjalankan usaha yang sudah dirancang untuk melenyapkan kekuasaan jajahan dengan cara yang aman. Semua itu akan dicapai dengan berbagai usaha, antara lain :
(1). Usaha politik, yaitu dengan cara memperkuat rasa kebangsaan persatuan dan kesatuan, memajukan pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat kerjasama dengan bangsa-bangsa Asia dan menumpas segala perintang kemerdekaan dan kehidupan politik. Dalam bidang politik, PNI berhasil menghimpun organisasi-organisasi pergerakan lainnya kedalam satu wadah yang disebut Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia.
(2). Usaha ekonomi, yaitu dengan memajukan perdagangan rakyat, kerajinan atau industri kecil, bank-bank, sekolah-sekolah, dan terutama koperasi.
(3). Usaha sosial, yaitu dengan memajukan pengajaran yang bersifat nasional, mengurangi pengangguran, mengangkat derajat kaum wanita, meningkatkan transmigrasi dan memperbaiki kesehatan rakyat. (2)
Oleh karena itu PNI selalu mengusahakan supaya bukan hanya terdapat orang-orang yang pandai akan dibidang itu, tetapi banyak orang-orang yang menjadi anggota dari PNI. Untuk menjadi anggota tidak langsung diterima begitu saja melainkan harus mengikuti syarat-syarat yang diberikan oleh ketua-ketua daerah. Bahkan untuk anggota biasa pun juga akan diberikan latihan-latihan supaya mahir sesuai dengan peranannya di PNI.
Cita-cita persatuan yang selalu diimpikan oleh dan ditekankan dalam rapat-rapat umum PNI ternyata dalam kurun waktu yang singkat dapat diwujudkan. Dalam rapat tanggal 17-18 Desember 1927di Bandung, PNI, Partai Sarekat Islam, Boedi Oetomo, Pasundan, Soematranenbond, Kaum Betawi, Indonesisiche Studieclub dan Algeemene Studieclub, sepakat untuk mendirikan suatu federasi yaitu Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Selanjutnya dalam rapat PNI di Bandung tanggal 24-26 Maret disusunlah azas dan daftar usaha suatu anggaran dasar PNI, yang kemudian disahkan pada Kongres PNI I di Surabaya pada tanggal 27-30 Mei 1928. Tujuan Kongres adalah untuk mensahkan anggaran dasar, program azas dan rencana kerja PNI. Selain itu Kongres juga bertujuan untuk memperkenalkan diri lebih jauh kepada masyarakat dan dihadiri oleh wakil-wakil organisasi pergerakan. (3)
Pengaruh PNI dalam usaha mempersatukan seluruh kekuatan Indonesia dan persatuan Indonesia tidak hanya dalam organisasi politik saja tetapi juga dalam pergerakan pemuda. Ada dua macam tindakan yang dilakukan oleh PNI untuk memperkuat diri dan pengaruhnya di dalam masyarakat, yaitu; kedalam, mengadakan usaha-usaha terhadap dan untuk lingkungan sendiri, yaitu mengadakan  kursus-kursus, mendirikan sekolah-sekolah, bank-bank dan sebagainya. Keluar, memperkuat publik opini terhadap tujuan PNI, antara lain melalui rapat-rapat umum dan menerbitkan suratkabar-suratkabar Banteng Priangan (di Bandung) dan Persatoean Indonesia (di Jakarta).
Kegiatan PNI yang dengan cepat dapat menarik massa itu, sangat mencemaskan pemerintah kolonial. Meskipun mendapat peringatan halus dari kolonial cabang-cabang PNI tumbuh diseluruh Indonesia. Tujuh cabang pertama adalah di Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Pekalongan dan Palembang. Hingga akhir tahun 1929 kandidat anggota PNI berjumlah kira-kira 10.000 orang diantaranya 6.000 di daerah Priangan.
Pada tanggal 18-20 Mei 1929 diadakan Kongres PNI yang kedua di Jakarta. Dan mengambil keputusan sebagai berikut :
1). Bidang ekonomi/sosial menyokong perkembangan Bank Nasional Indonesia, mendirikan koperasi-koperasi, studiefonds dan fonds korban atau partijfonds (untuk semua anggota-anggota yang kena tindakan pengamanan pemerintah), dan serikat-serikat sekerja, mendirikan sekolah-sekolah dan rumahsakit-rumah sakit.
2). Bidang politik : mengadakan hubungan dengan Perhimpunan Indonesia (PI) di Negeri Belanda dan menunjuk PI sebagai wakil PPPKI diluar negeri.
Semenjak Kongres kedua ini kegiatan PNI makin meningkat terutama untuk konsolidasi kekuatan. Kepada anggota diadakan kursus-kursus yang terbagi atas dua :
a). Kursus pinjaman, bisa diikuti oleh 10-12 orang. Hanya diadakan di Bandung, dan guru-gurunya adalah Ir. Soekarno, Mr. Iskaq Tjokrohadisoerjo, Mr. Ali Sastroamidjojo dan Manaldi.
b). Kursus biasa di daerah-daerah yang diadakan oleh "Cursus Commissie" dimana pelajaran diberikan secara sederhana dan mudah dimengerti. Semua yang mengikuti kursus ini diuji dan bila lulus maka diterima jadi anggota.
Bila dibandingkan dengan jumlah anggota Sarekat Islam, anggota PNI sampai bulan Desember 1929 hanya lebih kurang 10.000 orang. Tetapi pengaruh Ir. Soekarno sebagai pemimpin PNI dan pemimpin Indonesia telah meluas dan meresap diseluruh Indonesia dan didalam seluruh lapisan masyarakat.
C.    Bubarnya PNI
Kemajuan-kemajuan yang diperoleh PNI dalam usahanya membawa rakyat untuk memperoleh kemerdekaan telah menguatirkan orang-orang reaksioner Belanda di Indonesia, yang kemudian membentuk suatu organisasi bernama Vaderlandsche Club tahun 1929 yang mendesak pemerintah segera mengambil tindakan tegas terhadap PNI. Begitu pun surat kabar Belanda mengadakan kampanye yang aktif melawan PNI. Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus 1929 mengeluarkan ancaman-ancaman terhadap PNI. Walaupun ada ancaman dan provokasi PNI tetap jalan terus malah semakin berkembang subur.
Hingga Gubernur Jendera dalam pembukaan sidang Dewan Rakyat pada tanggal 15 Mei 1928 memandang perlu memberikan peringatan kepada pemimpin PNI supaya menahan diri dalam ucapan propagandanya. Namun para pemimpin PNI tidak menghiraukan peringatan itu dan pemerintah memberikan peringatan kedua pada bulan Juli 1929. (4) Pada akhir tahun 1929 tersiar kabar yang bersifat provokasi bahwa PNI akan mengadakan pemberontakan pada awal tahun 1930. Berdasarkan berita provokasi itu pemerintah mengadakan penggeledahan dan menagkap pemimpin PNI yaitu Ir. Soekarno, Maskun, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata pada tanggal 24 Desember 1929. Soekarno sendiri ditangkap sepulang dari menghadiri Kongres PPPKI di Surakarta yang pada waktu itu masih ada di Yogyakarta.
Namun perkara Ir. Soekarno dan kawan-kawan itu baru sembilan bulan berikutnya yaitu 18 Agustus 1930 di ajukan ke pengadilan Landraad Bandung. Meskipun tentang rencana pemberontakan itu tidak terbukti apa-apa, tetapi karena menurut keadaanya tidak dapat dituduh, bahwa mereka itu mengusahakan pemberontakan. Tetapi mereka sudah dihukum sebab oleh hakim dengan anggapan :
a). Sudah ikut pada suatu perkumpulan yang bertujuan hendak melakukan kejahatan.
b). Sudah menghasut.
Dan hasil keputusan Landraad di Bandung yakni menghukum Ir. Soekarno 4 tahun penjara, GatotMangkuprojo 2 tahun, Markoen Soemadiredja 1 tahun 8 bulan, dan Supradinata 1tahun 3bulan. Pengadilan menjatuhkan hukuman berdasarkan pasal 153 dan 169 KUHP. Keputusan itu ditetapkan oleh Raad Van Justitie pada 17 April 1931. Dampak dari hukuman terhadap para pemimpin PNI ini juga mengandung pengertian bahwa barang siapa melakukan tindakan seperti pemimpin PNI itu maka dapat dituduh melakukan kejahatan dan dapat dijatuhi hukuman. Hal ini menyebabkan anggota PNI yang masih meneruskan jejak dan langkah PNI dalam keadaan bahaya. Dan juga hilangnya tokoh yang sangat berpengaruh, Oleh sebab itu atas pertimbangan ini khususnya dari segi keselamatan dari ancaman dan hukuman maka pengurus besar PNI memutuskan pembubaran PNI pada 25 April 1931 karena keadaan terpaksa. (5) Biarpun PNI itu masih muda namun pengaruhnya amatlah besar daripada organisasi-organisasi lain.
Notes :
(1). Marywati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sartono Kartodirdjo.(1975). "Sejarah Nasional Indonesia V". DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Hal : 214
(3). Marywati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sartono Kartodirdjo.(1975). "Sejarah Nasional Indonesia V". DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Hal : 217
(5). Marywati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sartono Kartodirdjo.(1975). "Sejarah Nasional Indonesia V". DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Hal : 221
Daftar Pustaka :
Marywati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sartono Kartodirdjo.(1975). "Sejarah Nasional Indonesia V". DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN.
 

PERKEMBANGAN PARTAI GERINDO DI PALEMBANG


MELDA ARIANI/ SI IV/B
Gerindo merupakan partai politik yang memberikan dinamika baru bagi kaum pergerakan nasional seluler di Palembang, Partai Gerindo merupakan front persatuan dalam menghadapi fasisme dan membenarkan kaum nasionalis untuk bekerjasama dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Gerindo didirikan pada tahun 1937 dengan tokoh utamanya adalah dr. Adnan Kapau Gani, dia dikirim dari Gerindo pusat untuk mengelola Partai Gerindo yang ada di Palembang  pada tahun 1941, bagi A.K. Gani Gerindo didirikan sebagai koreksi garis kiri terhadap garis kannan Parindra.
Menurut Thamrin, bila Parindra terdiri dari mengah tinggi dan kaum cendikiawan, maka Gerindo lebih terdiri dari golongan menengah kecil serta bekas-bekas pengikut PKI dan Serikat Rakyat. [1]
Gerindo sebenarnya didirikan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937 oleh bekas-bekas anggota Partindo, yaitu Amir Syarifuddin dan Muhammad Yamin, dengan tujuan mencapai Indonesia Merdeka, memperkokoh ekonomi Indonesia, mengangkat kesejahteraan kaum buruh, dan memberi bantuan bagi kaum pengangguran. Gerindo menjunjung  azas kooperasi sehingga mereka mau bekerja sama dengan pemerintah jajahan. Kelahiran Partai Gerindo di sambut gembira oleh para bekas anggota Partindo, dalam waktu yang singkat mereka telah berhasil mendirikan cabang-cabang, cabang-cabangnya tersebut tersebar merata hampir di seluruh Indonesia salah satu cabangnya yang cukup berhasil yaitu di Palembang.
Pada umumnya suatu cabang Partindo secara otomatis menjadi cabang Partai Gerindo, tetapi pemerintah kolonial masih berusaha menghambat perkembangannya. Sehingga ada cabang Gerindo yang di bubarkan karena pemerintah Kolonial masih menaruh rasa curiga terhadap para mantan anggota Partindo. Partai Gerindo memang menjalin kerja sama dengan pemerintah Kolonial, tetapi kerjasama kaum Nasonalis dari Partai Gerindo dengan pemerintah Hindia Belanda barangkali hanya merupakan taktik belaka  karena bila tidak demikian maka Gerindo akan kehilangan hak untuk hidup.
Gerindo untuk rakyat umum yang berusaha untuk mencapai bentuk pemerintahan negara berdasarkan kemerdekaan di lapangan politik, ekonomi, dan sosial. Partai Gerindo semakin kuat dengan bergabungnya bekas anggota Partindo dan PNI yang lama, mereka lebih memilih bergabung dengan Gerindo dibandingkan bergabung dengan Parindra yang menurut mereka lebih lunak. Salah satu tokoh partai Gerindo yaitu Amir Syaarifuddin beliau adalah tokoh Gerindo yang mengalihkan haluan non-kooperatif partai Gerindo menjadi kooperatif karena menurutnya non-kooperatif merupakan kesalahan yang di tunjukkan oleh partai Gerindo.
Awalnya Gerindo merupakan partai sayap kiri pergerakan nasional dengan wajah yang baru yaitu kooperasi, asas Gerindo yaitu kebangsaan kerakyatan berjuang untuk mencapai kemerdekaan Nasional, asas kebangsaan Gerindo tidak di dasarkan pada satu darah, satu turunan, tetapi azas kerakyatan yaitu demokrasi dalam berbagai lapangan masyarakat yaitu demokrasi politik, demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial. Yang menjadi pedoman partai adalah azas dan tujuan partai, dan setiap anggota harus tunduk pada aturan partai.
Jalan untuk mencapai tujuan yang  diharapkan oleh Gerindo adalah dengan membimbing rakyat sampai pada tingkat keinsafan politik, ekonomi, dan sosial, menyusun kemanpuan rakyat di luar dan di dalam dewan-dewan. Gerindo lebih mengutamakan kemenangan di bidang politik karena bidang tersebut merupakan kunci utama dalam membawa rakyat ke susunan ekonomi dan sosial yang lebih utama. Gerindo menjunjung tinggi Demokrasi menggambarkan tujuan sebagai suatu parlemen yang sepenuhnya bertanggung jawab terhadap rakyat Indonesia.
Tujuan ekonomi partai Gerindo sebagai susunan ekonomi yang berdasarkan kooperasi di bawah pengawasan Negara. Tujuan sosialnya yaitu sebagai suatu lingkungan hidup berdasarkan hak dan kewajiban yang sama antar berbagai macam penduduk. Sedangkan jalan kedua yang di tempuh partai Gerindo untuk mencapai tujuannya adalah dengan azas self-help dan kooperasi, serta bekerja sama dengan pemerintah dengan mengirim wakil-wakilnya volksraad dan dewan- dewan lainnya. Partai Gerindo didirikan mempunyai program yaitu mengadakan kongres pertama di Jakarta pada tanggal 20-24 Juli 1938.
Kongres itu dilaksanakan sebagai bentuk dari kerja nyata dari suatu organisasi pergerakan yang peduli terhadap perubahan sosial masyarakat pribumi, dalam Kongres yang pertama ini berhasil membentuk  Penuntun  Ekonomi Rakyat Indonesia (PERI) yang berdasarkan pada Demokratis Nasionalisme, kemudian Kongres yang ke II di adakan di Palembang.
Sama halnya dengan Partai Gerindo yang ada di Palembang Pengikut Gerindo terdiri dari berbagai kalangan  sebagaian besar adalah pekerja lepas, buruh pelabuhan, dan buruh pasar. Bekas ketua Partindo Noengtjtik A.R diangkat sebagai ketua Gerindo di Palembang dan wakil ketuanya adalah Samidin yaitu bekas ketua PNI sedangkan sekretarisnya adalah A.S Sumadi yaitu seorang aktivis yayasan perguruan rakyat "Taman Siswa". Pada tingkat tertentu Gerindo yang ada di Palembang berhasil mempersatuakan kembali bekas-bekas PNI lama daerah ini yang sebelumnya terpecah antara Noengtjik A.R (Partindo) dan Samidin (PNI baru), dalam waktu yang relatif singkat Gerindo tersebar di hampir setiap daerah bahkan sampai kepelosok Muara Rupit.
            Gerindo palembang memang jauh lebih dinamis dibandingkan dengan Parindra. Pada akhir 1939 anggota Parindra tercatat 2.200 orang, namun Gerindo sudah memiliki sekitar 25 cabang yang tersebar di berbagai daerah di Palembang dengan jumlah anggota 4.000 orang pada tahun yang sama. Meskipun demikian kedua partai tetap menyelenggarakan kerjasama di bidang-bidang tertentu. [2]
Partai Gerindo semakin meningkat dengan diadakannya  Kongres Nasional II, yang merupakan Salah satu kegiatan spektakuler Gerindo di Palembang, Gerindo cabang pelembang terpilih sebagai tempat penyelanggara. Kongres yang pertama berlangsung sejak tanggal 20 juli sampai 24 juli 1938. Sedangkan kongres yang kedua yang diadakan di Palembang yaitu pada tanggal 1-2 Agustus 1939.
Kongres yang diadakan di Palembang ini dihadiri oleh sejumlah pemimpin partai Gerindo pusat, seperti A.K. Gani, Amir Syarifoeddin, Wikana, Adam Malik, Tabrani, dan Asmara Hadi. Kongres ini merupakan kongres nasional partai politik yang pertama kali diadakan di Palembang , mengambil tempat di Sekanak 10 Ulu, kongres menjadi kebanggaan tersendiri bagi pengurus cabang Gerindo di Palembang.[3]
Dalam Kongres ini diambil keputusan berupa penerimaan peranakan seperti peranakan Eropa, peranakan Tionghoa, dan peranakan Arab, untuk menjadi anggota partai Gerindo. Salah satunya yaitu diterimanya Oei Gee Hwat yaitu seorang sekretaris pengurus besar Partai Tionghoa Indonesia (PTI) menjadi salah seorang pengurus partai Gerindo, keputusan itu diambil berdasarkan keputusan kongres yang diadakan di Palembang, yang pada saat itu di pimpin oleh A.K. Gani, karena Gerindo menjalankan garis Demokrasi yang mengutamakan perlawanan terhadap fasisme dan tidak mempersoalkan warna kulit yang berbeda dan bisa membuka pintu untuk meneriama etnis Tionghoa.[4]  
Sudah dapat kita lihat bahwasanya Gerakan Rakyat Indonesia ini adalah unruk memperteguh ekonomi Indonesia serta memperkuat pertahanan negeri. Serta dalam Kongres yang kedua ini Gerindo juga berusaha mencapai adanya aturan menentukan batas upah yang rendah dan tunjangan bagi penganguran. Seiring dengan kemajuan partai Pengurus Gerindo  Palembang pada akhir 1939 mulai menuntut kursi lebih banyak bagi wakil bumi putra dalam Gemeenteraad yang semula tidak lebih dari lima orang dan tuntutan itu di penuhi.
Kemajuan yang dialami oleh partai Gerindo yang ada di Palembang tidak bisa lepas dari peranan A.K. Gani, yaitu berawal dari kepindahan tokoh berpengalaman ini dari Batavia ke kota Palembang untuk tugasnya sebagai Dokter yang akhirnya membuat Gerakan Gerindo yang ada di Palembang semakin hidup sedikit dan sedikit banyak menjadi avantgarde pergerakan nasionalis sekuler daerah ini. Walupun posisi Gani turun dari pusat ke daerah tetapi wibawanya amat terasa di cabang Gerindo seluruh Sumatera.
Selain itu di bidang kepemudaan di bentuk Barisan Pemuda Gerindo setelah Juli 1938. Azas dari Barisan Pemuda Gerindo ini sama dengan Gerindo itu sendiri dan yang terpilih menjadi ketuanya yang pertama  adalah Wikana. [5]
Organisasi yang di buat oleh pemuda Gerindo adalah Bariasan Pelopor Gerindo (BPG), dan sering melakukan kegiatan bersama dengan Suryawirawan dari organisasi kepanduan Parindra. Pada awal 1940 setelah dirasa kekuatan partai dianggap semakin mantap dengan cermin banyaknya cabang yang telah dibuka didaerah-daerah pedalaman. Pengurus Gerindo yang ada di Palembang mendesak pimpinan Gerindo pusat untuk meninggalkan garis politik "Co".
Tetapi sikap percaya diri yang terlalu berlebihan tentu saja sama dengan bunuh diri, strategi kooperatif yang dijalankan selama ini sebenarnya tidak merugikan Gerindo malah menguntungkan karena sejak tahun 1939 partai Gerindo sudah mendapat jatah kursi di dalam Gemeenteraad. Sementara orang yang di percayai untuk menduduki kursi tersebut adalah Mohammad  Thaher Mangkudijaya yaitu seorang  pedagai dan simpatisan PNI yang bergabung dengan  Gerindo dan aktif mengurus koperasi Centraal Coperatie Palembang (CCP).
Kerena Gerindo menganut aliran politik "Co", maka koperasi mendapatkan berbagai kemudahan dari pihak pemerintah. Koperasi Konsumsi dijadikan sebagi warung baik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari anggotnya maupun untuk masyarakat luas. Yang bertugas mengawasi jalannya koperasi adalah Ir. Ibrahim , dibawah pengawasannya koperasi Gerindo dapat berkembang pesat dan mampu membuka sejumlah cabang di kota Palembang dan konon katanya dapat menyaingi toko-toko Cina dan India khususnya dalam hal penjualan bahan kebutuhan pokok sehari-hari.
Notes:
[1] Onghokham (1989). Runtuhnya Hindia Belanda. PT. Gramedia. Jakarta. Hal 149
[2] Zed Mestika (2003). Kepialangan politik dan revolusi Palembang 1900-1950. Jakarta. Pustaka LP3S. Hal 179
[3] Zed Mestika (2003). Kepialangan politik dan revolusi Palembang 1900-1950. Jakarta. Pustaka LP3S. Hal 181
[4] https://www.google.com/#q=perkembangan+partai+gerindo+di+palembang&star=10
[5] http://historia.co.id/artikel/9/839/majalah-historia/anak_menak_revolusioner
Daftar Pustaka
Zed Mestika, Kepialangan Politik dan Revolusi Palembang 1900-1950, Jakarta, Pustaka LP3S, 2003.
Onghokman, Runtuhnya Hindia Belanda, Jakara, PT. Gramedia, 1989
http: //historia.co.id/artikel/9/839/majalah-historia/anak_menak_revolusioner
https://www.google.com/#q=perkembangan+partai+gerindo+di+palembang&start=10

AKSI-AKSI PERJUANGAN GAPI

AKSI-AKSI PERJUANGAN GAPI 
Siti Khairiah/SIV/B
GAPI (Gabungan Politik Indonesia) lahir ketika perjuangan pergerakan nasional Indonesia mengalami kebuntuan akibat ditolaknya petisi Sutardjo. Mereka yang masuk di dalam Volkstraad atau DPR (kala itu) merasa perjuangan mereka menjadi tiada arti. Apa yang mereka hasilkan, ternyata tidak membuahkan hasil yang berarti penolakan dan upaya mempertahankan status quo di Indonesia. Disebut fase bertahan, karena pemerintah Belanda mulai bersikap keras menghadapi organisasi pergerakan. "Perjuangan radikal yang hendak berkonfrontasi dengan penguasa kolonial pasti menemui kegagalan oleh karena pihak yang terakhir memiliki prasarana kekerasan." [1] Hal ini dimungkinkan dengan adanya Koninklijk Bestuit yang bertanggal; 1 September 1919 (yang memperbarui pasal 111 RR), dimana organisasi pergerakan yang bertentangan dengan law and order dapat dibekukan tanpa proses peradilan. Jadi pergerakan non-koperasi akan dipastikan dibekukan, jadi upaya radikal dalam perjuangan memperoleh kebuntuan. Hanya pergerakan koperasi dan moderat yang bisa tetap terus bertahan. Penangkapan berbagai tokoh perjuangan yang dilakukan Belanda terhadap Soekarno, Hatta, dan Syahrir ini membuat pergerakan menjadi lunak dan koorperatif terhadap pemerintah Belanda. Hal dilakukan agar organisasi pergerakan dapat terus menunjukkan eksistensinya, di samping itu mereka tetap mampu berjuang untuk mewujudkan sebuah negara yang bebas di kemudian hari. Kebijakan ini pun tidak lepas dari perkembangan dunia yang baru saja normal dari krisis, dan terhadap ancaman terhadap ekspansi Jepang ke selatan. Demokrasi yang setelah berakhirnya perang dunia I, membuat Belanda lebih berkompromi dan memberikan izin terhadap perkembangan partai politik yang moderat.
1. Masa Bertahan Pergerakan Nasional
Masa pergerakan nasional di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga masa yaitu masa kooperatif, masa radikal, dan terakhir disebut masa bertahan. Sejarah Indonesia sejak tahun 1908 memulai babak baru, yaitu babak pergerakan nasional. Hal itu ditandai dengan berdirinya Budi Utomo. Tiga tahun setelah Boedi Oetomo lahir, tahun 1911 berdiri organisasi bagi orang-orang Islam di Indonesia, yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI) di Solo oleh Haji Samanhudi. Lalu namanya dirubah menjadi Sarekat Islam untuk menarik anggota lebih banyak. Selain organisasi yang disebut diatas masih banyak organisasi lain yang didirikan baik bersifat kooperatif maupun radikal. Tetapi tujuan dari organisasi tersebut hampir sama yaitu kemerdekaan Indonesia walaupun tidak terang-terangan diungkapkan. Banyak sekali organisasi-organisasi radikal yang melakukan aksinya. Tetapi akhirnya, Gubernur Jenderal saat itu sangat reaksioner terhadap pergerakan, maka organisasi-organisasi pada masa ini dinyatakan terlarang dan tokoh-tokohnya diasingkan. PNI merupakan organisasi terakhir yang menandai berakhirnya masa pergerakan radikal. Pada masa awal tahun 1930-an pergerakan kebangsaan Indonesia mengalami masa krisis. Keadaan seperti itu disebabkan beberapa hal. Pertama, akibat krisis ekonomi atau malaise yang melanda dunia, memaksa Hindia Belanda untuk bertindak reaksioner dengan tujuan menjaga ketertiban dan keamanan. Dalam rangka kebijakan itu, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan beberapa pasal karet dan exorbitante rechten secara lebih efektif. Kedua, diterapkannya pembatasan hak berkumpul dan berserikat yang dilakukan pengawasan ekstra ketat oleh polisi-polisi Hindia Belanda yang diberi hak menghadiri rapat-rapat yang diselenggarakan oleh pattai politik. Selain itu juga dilakukan pelarangan bagi pegawai pemerintah untuk menjadi anggota partai politik. Ketiga, tanpa melalui proses terlebih dahulu Gubernur Jenderal dapat menyatakan suatu organisasi pergerakan atau kegiatan yang dilakukannya bertentangan dengan law and order sesuai dengan Koninklijk Besluit tanggal 1 September 1919. Peraturan itu merupakan modifikasi dari pasal 111 R.R. (Regrering Reglement). Keempat, banyak tokoh pergerakan kebangsaan di Indonesia yang diasingkan, seperti Soekarno, Hatta, dan Syahrir.[2]
Hal diatas menjadi semakin parah ketika Hindia Belanda diperintah Gubernur Jenderal yang konservatif dan reaksioner yaitu de Jonge (1931-1936). . Periode awal 1932 sampai dengan pertengahan 1933 tidak hanya ditandai oleh perpecahan gerakan nasionalis serta kegagalan usaha pengintegerasian organisasi-organisasi nasionalis, tetapi juga oleh aksi politik yang semakin meningkat terutama sebagai dampak politik agitasi yang dijalankan oleh Soekarno. Tetapi dalam hal ini, Gubernur Jenderal de Jonge secara konsekuen menjalankan politik "purifikasi" atau "pemurnian" artinya menumpas segala kecenderungan ke arah radikalisasi dengan agitasi massa dan semua bentuk nonkooperasi . Dengan tangan besinya, Gubernur Jenderal de Jonge hendak mempertahankan otoritasnya, sehingga setiap gerakan yang bernada radikal atau revolusioner tanpa ampun ditindasnya dengan alasan bahwa pemerintah kolonial bertanggunng jawab atas keadaan di Hindia Belanda, dan baginya dibayangkan bahwa dalam masa 300 tahun berikutnya pemerintah itu akan masih tegak berdiri . Politik represifnya berhasil menghentikangerakan politik nonkooperasi sama sekali.
 Pemerintah Hindia Belanda tidak bersedia memulihkan hak politik bagi pergerakan nasional di Indonesia. Tetapi Hindia Belanda masih membiarkan organisasi pergerakan yang moderat untuk hidup. Hal itu juga disebabkan beberapa hal seperti menjamin demokrasi yang makin tumbuh pasca Perang Dunia I, keamanan yang diciptakan organisasi itu, dan sebab-sebab lainnya yang dianggap tidak merugikan pihak Hindia Belanda. Pemerintah Belanda tidak hendak mematikan pergerakan di Indonesia. Mereka tahu bahwa perasaan rakyat yang tidak tersalurkan karena dibungkam oleh pemerintah akan mencari jalan lain yang dapat menimbulkan gerakan-gerakan eksplosif yang tidak diinginkan. Pemerintah Hindia Belanda hanya hendak melemahkan aktivitas pergerakan yang bersifat radikal-revolusioner. Yang diharapkan oleh pemerintah kolonial adalah semacam nasionalisme yang lunak dan kompromis, yang dapat digunakan sebagai alat untuk membendung perasaan rakyat yang membara dan menyalurkan ke arah pergerakan yang tidak membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda.[3] Kita lihat bagaimana pemerintah Hindia Belanda tidak menghilangkan pergerakan nasional di Indonesia tetapi dilemahkan dengan mengadakan vergaderverbod (larangan berkumpul). Tokoh-tokoh pergerakan Indonesia banyak yang diasingkan sehingga ruang gerak baginya dan organisasinya semakin sempit. Akan tetapi hal itu tidak membuat pergerakan nasional berhenti.
Sementara itu suasana politik dunia semakin tegang, tambahan pula Jepang dengan pemerintahan militernya menjalankan pula politik ekspansionisme di daerah pasifik. Baik di negeri Belanda maupun di Indonesia kaum nasionalis menyadari bahwa dalam menghadapi fasisme tidak adaalternatif lain daripada memihak demokrasi. Maka dari itu perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme tidak lagi dilakukan secara mutlak bersikap anti. Ada kebersamaan yang mendekatkan kaum nasionalis dengan penguasa kolonial, yaitu mempertahankan demokrasi terhadap bahaya fasisme. Kesadaran itu muncul lebih dahulu di kalangan Perhimpunan Indonesia yang mulai melakukan haluan kooperasi. Pergerakan nasional yang berada di Indonesia juga mulai bersikap kooperatif.
2. Aksi GAPI: "Indonesia Berparlemen"
Progam konkret yang dilakukan GAPI terwujud pada rapat 4 Juli 1939, di sini GAPI memutuskan untuk mengadakan Kongres Rakyat Indonesia yang akan memperjuangkan penentuan nasib bangsa Indonesia sendiri serta kesatuan dan persatuan Indonesia. Dalam aksi GAPI ini memiliki semboyan "Indonesia berparlemen." Saat Jerman melakukan penyerbuan ke Polandia pada 20 September 1939, GAPI mengeluarkan suatu pernyataan yang dikenal dengan Manifest GAPI. Isinya mengajaknya rakyat Indonesia dan Negeri Belanda untuk bekerjasama menghadapi bahaya fasisme di mana kerja sama itu akan lebih berhasil apabila kepada rakyat Indonesia diberikan hak-hak baru dalam urusan pemerintahan. Dalam usaha mencapai tujuannya tersebut, GAPI disokong oleh pers Indonesia yang memberitakan dengan panjang dan lebar, dan sikap beberapa negara di Asia dalam menghadapi bahaya fasisme.
Gapi juga mengadakan rapat umum yang mencapai puncak pada 12 Desember 1939 dimana tidak kurang 100 tempat di Indonesia mengadakan propoganda tujuan GAPI. Jadi, saat itu Indonesia seakan bergemuruh dengan seruan Indonesia Berparlemen. Kongres Rakyat Indonesia (KRI) pertama, 25 Desember 1939 di Jakarta. [4]Tujuannya yaitu Indonesia Raya, bertemakan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia dan kesempurnaan cita-citanya dan sasaran pertama yang ingin dicapai adalah Indonesia Berparlemen penuh. KRI  ditetapkan sebagai sebuah badan tetap dengan GAPI sebagai badan eksekutifnya. Keputusan lainnya dari kongres ialah penetapan bendara Merah Putih, dan lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia serta peningkatan pemakaian bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia. Pada awal Januari datang jawaban dari Menteri Jajahan Welter selaku menteri jajahan mengenai masalah aksi "Indonesia Berparlemen." "Tidak dapat dipenuhi keinginan rakyat Indonesia akan Indonesia Berparlemen, karena rakyat Indonesia umumnya tidak mempunyai kekuatan ekonomi yang cukup dan perkumpulan-perkumpulan politik hanya mewakili sebagian kecil dari rakyat Indonesia." 23 Februari 1940 GAPI menganjurkan untuk mendirikan pendirian Panitia Perlemen Indonesia untuk meneruskan aksi "Indonesia Berparlemen." Kesempatan bergerak bagi GAPI ternyata tidak ada lagi, sebab Belanda diduduki Jerman pada perang dunia II. Sebab dengan alasan keadaan sedang perang, maka perubahan ketatanegaraan harus ditunda sampai perang selesai. Namun sebuah tuntutan GAPI pada bulan Agustus 1940, "Meminta pemerintah Belanda mempergunakan hukum tatanegara dalam masa genting untuk melangsungkan perubahan-perubahan ketatanegaraan dan diadakan perlemen penuh menggantikan Volkstraad yang ada." Tuntutan ini dijawab oleh Dr. H.J. Levetl pada 23 Agustus 1940, "Bahwa belum waktunya mengadakan suatu rancangan perubahan ketatanegaraan Indonesia, namun pemerintah akan membentuk suatu komisi untuk peninjauan dan pengumpulan alasan-alasan yang terdiri dari cerdik pandai bangsa Indonesia."
3.Terbentuknya Komisi Vishment dan Menyerahnya Belanda ke Jepang
14 September 1940 dibentuk komisi Visman. Tugas panitia adalah mengungkapkan keinginan, cita-cita, serta harapan-harapan politik yang hidup di pelbagai golongan dan lapisan masyarakat mengenai perubahan ketatanegaraan yang menyangkur posisi mereka. Pada umumnya partai politik di Dewan Rakyat, tidak menyetujui pendirian komisi ini. Laporan panitia baru diumumkan lebih dari satu tahun kemudian (Desember 1941) serta kesimpulan yang pokok ialah rakyat ada umumnya puas dengan pemerintahan Belanda.
Keadaan yang semakin genting menuntut kaum pergerakan menginginkan perubahan ketatanegaraan yang cepat dan jelas, pembentukan komisi Visman ini tentunya akan memperlambat sebab akan membutuhkan pembahasan dan perdebatan. Belum banyak yang dilakukan oleh komisi Vissman, keluar pernyataan dari Ratu Wilhelmina pada 10 Mei 1941 dan diperjelas lagi dengan pidato Gubernur Jendral dalam pembukaan sidang Volkstraad, yang intinya mengadakan larangan dan pembatasan tentang rapat-rapat dan konsultasi komite-komite parlemen. 14 Juni 1941 dikeluarkan peraturan pelarangan untuk kegiatan politik dan rapat tertutup, rapat lebih 25 orang dilarang. Pada bulan Juni dan Juli pemerintah HB mengeluarkan peraturan milisi orang-orang bumi putera (inhemse militie) walau tak mendapatkan sambutan oleh kaum pergerakan. Ini dimanfaatkan oleh R.P. Suroso untuk menyatukan semua kalangan yang ada di dalam dan di luar Volkstraad, dalam rangka menuju Indonesia Merdeka. Untuk itu perlu dibentuk badan baru yang merupakan tandingan dari Volkstraad.
Usaha itu menuai hasil ketika terjadi Kongres Rakyat Indonesia pada 13-14 September 1941. badan baru itu dikenal dengan nama Majelis Rakyat Indonesia (MARI), yang menggantikan KRI. 16 November 1941 berhasil memilih pemimpin yaitu Ketua (Mr. Sartono), Penulis (Sukardji Wirjopranoto), dan Bendahara (Atik Suardi). Tidak lama setelah terbentuknya badan baru tersebut, tanggal 7 Desember 1941 Jepang menyerang pakalan militer Aerika Serikat di Pearl Harbour. Mengetahui kejadian ini Mr. Sartono dan Sukardjo Wirjopranoto mengeluarkan anjuran agar rakyat Indonesia berdiri di belakang Belanda untuk mempertahankan Hindia Belanda. Anjuran ini menimbulkan perselisihan, yang menyebabkan Abikusno keluar dari MARI dan GAPI, sebab anjuran itu dikeluarkan tanpa persetujuan dari anggota-anggotanya. Perselisihan ini kemudian tertutup dengan keberhasilan Jepang dalam mengalahkan pasukan sekutu. Kekalahan pasukan A-B-C-D (Amerika, British, China Deutch), hanya menunggu waktu bagi Jepang masuk ke Hindia Belanda. Jepang mampu menghancurkan pertahanan Belanda di Indonesia, lalu pada 8 Maret 1942 Belanda menyerah kalah. Penyerahan tanpa syarat itu dilakukan oleh Jendral Ter Poorten (Belanda) kepada Jendral Hitoshi Imamura (Jepang) di lapangan terbang dekat Bandung. Sejak saat itu, pergantian kekuasaan dari Belanda ke Jepang. Di mulailah babak baru, pemerintahan Jepang di nusantara.
4. Penyatuan dalam GAPI
Kemunduran PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Partai-Partai Kebangsaan Indonesia) yang dipelopori oleh oleh-oleh Parindra tersebut. Terutama ketika para tokohnya ditangkap dan di asingkan. PPPKI pun mengalami kemunduran, sebagai organisasi yang menyatukan kaum perjuangan, PPPKI dinilai gagal. Kegagalan dari Petisi Sutardjo, dan kemunduran dari PPPKI menjadi alasan langsung untuk membentuk sebuah organisasi yang menyatukan semua organasisasi nasional ini dalam sebuah wadah. Sebelum di bentuk GAPI, ada sebuah badan yang dikenal dengan BAPEPI (Badan Perantara Partai-Partai Politik Indonesia) yang bertujuan untuk memberi wadah bagi kerja sama partai-partai politik Indonesia memberi wadah bagi kerja sama partai-partai politik Indonesia yang mempunyai cita-cita memajukan Indonesia. Namun, nasib badan ini kurang beruntung, berdasarkan pendiriannya saja sudah mengalami kontroversi, dan banyak alasan untuk organisasi lainnya untuk tidak masuk.
Lalu, datang inisiatif dari Thamrin, tokoh Parindra untuk membentuk suatu badan konsentrasi nasional. Hal ini didukung oleh keadaan dunia ketika itu yang semakin genting, serta kemungkinan Indonesia terlibat langsung dalam perang. 19 Maret 1939 usul THamrin ini disetujui  dan secara umum mendapatkan persetujuan dari organisasi lainnya. Dua bulan kemudian pada 21 Mei 1939, panitia persiapan menyelenggarakan persiapan menyelenggarakan rapat umum di Gedung Permufakatan. Di sini Thamrin menerangkan bahwa, tujuannya adalah membentuk suatu badan persatuan yang akan mempelajari dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Dalam pelaksanaan tiap-tiap organisasi tetap bebas untuk melakukan programnya sendiri.
Pada hari itu, pendirian GAPI disetujui dan diresmikan. Dalam anggaran dasarnya, tujuan pendirian GAPI ialah mengusahakan kerja sama antara partai-partai politik Indonesia serta menjalankan aksi bersama. Asas yang digunakan ialah penentuan nasib sendiri, kesatuan, dan persatuan nasional serta demokrasi dalam segi politik, sosial dan ekonomi. Di sini juga disetujui untuk mengadakan Kongres Rakyat, di kemudian waktu.Dalam pengurusan sehari-hari dibentuklah kesekretariatan bersama yang diketuai oleh Abikusno (PSII) dan di bantu M.H Thamrin (Parindra) dan Amir Syarifudin (Gerindo). Di dalam anggaran dasarnya GAPI berdasarkan pada:
1.Hak untuk menentukan nasib diri sendiri.
2.Persatuan nasional dari seluruh bangsa Indonesia, dengan berdasarkan kerakyatan dalam Paham politik, ekonomi, dan sosial.
3.persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia.
Notes :
[1]Sartono Kartodirdjo.  1993. Pengantar  Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional, Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama. Hal: 180
[2]
Cahyo Budi Utomo, Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia Dari Kebangkitan Hingga Kemerdekaan, IKIP Semarang Press, Semarang, 1955, hal. 149-150
[3]Cahyo, op.cit, hal.157
[4]
Sartono Kartodirdjo. 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional Jilid 2. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hal.145-150.
Daftar Pustaka
Kartodirdjo, Sartono. (1990). Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme. Jakarta: Gramedia
Notosusanto, Nugroho. (1993). Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka
Utomo, Cahyo Budi. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Semarang: IKIP Semarang Press
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1992. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka.
Sartono Kartodirdjo. 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional Jilid 2. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
"Gabungan Politik Indonesia" diperoleh dari:
www.wikipedia.co.id diakses pada: Thursday, March 11, 2010, 4:12:29 PM.