Merri Padrita
Pertempuran
Ambarawa atau palanagan Ambarawa adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat
terhadap sekutu yang terjadi di Ambarawa, sebelah selatan Semarang, Jawa Tengah
atau dikenal juga sebagai pertempuran Ambarawa yang berlangsung sejak tanggal
20 oktober hingga 15 Desember 1945. [1]
latar belakang peristiwa ini dimulai dengan insiden yang terjadi di
Magelang setelah mndaratnya Brigade Altileri dari devisi India ke-23 di
Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. Oleh pihak Ri mereka diperkenankan untuk
mengurus tawanan perang yang berada di penjara Ambarawa dan mengelang, ternyata
mereka di boncengi oleh tentara NICAyang kemudian mensenjatai bekas tawanan
tersebut.
Awal mula konflik terjadinya perang di Ambarawa adalah Tentara sekutu yang mendarat diboncengi NICA yang mearasa berhak atas Indonesia berdasarkan perjanjiab yang dilakukan Inggris dengan Belanda yang di sebut civil Affairs Agreement pada 24 Agustus 1945 yang mengatur pemindahan kekuasaan di Indonesia dari British Military Administration kepana NICA, Pelanggaran pihak sekutu terhadap persetujuan yang telah di setujui oleh kedua belah pihak, yaitu pertama, sekutu menerima pennyerahan kekuasaan dari tangan Jepang, kedua membebaskan para tawanan perang dan interniran sekutu. Ketiga , melucuti dan menggumpylakan orang jeapang untuk kemudian di pulanhkan, keempat menengakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil, kelima yaitu menghimpun keterangan teentang san menuntut penjabat perang, tetapi malah memeprsenjatai para tawanan perang Belanda dan menimbulkan insiden bersenjata di Magelang, serta pengorbonan yang dilkukan sekutu terhadap kampong-kampung yang berada di sekitar Ambarawa.[2]
Pada tanggal 26 Oktober 1945 pecah
insiden magelang yang berkembang menjadi pertempuran antara TKR dan tentara
sekutu. Insiden itu berhenti setelah kedatangan soekarno dan Brigadir Jendral
Bathell di Magelang pada tanggal 2 November 1945.[3]
mereka mengadakan perundingan guncetan senjata dan tercapai kata sepakat yang
diruangkan kedalam 12 pasal, ternyata pihak sekutu ingkar janji.
Pada 20
November 1945 pertempuran kembali terjadi antara TKR pimpinan Walikota Sumarto,
rakyat dan tentara Inggris karena perjanjian yang tidak
disepakati. Perjanjian memberikan manfaat untuk memberikan bantuan sekutu
dan mendatangkan bala bantuan. Berita akan peristiwa militer di Surabaya pada
10 November, juga tembak menembak yang menewaskan tiga perwira Inggris di Jawa
Tengah membuat Brigadir Bethell menyalahkan RI. Pada 18 Oktober 1945 ia
kemudian memerintahkan penangkapan Gubernur Wongsonegoro.
Pasukan
sekutu di Magelang ditarik untuk melindungi pertahanan ke Ambarawa pada tanggal
21 November dengan dilindungi pesawat tempur. Pertempuran kemudian pecah
di dalam kota dan kampung – kampung di sekitar Ambarawa yang dibom sekutu.
Pasukan TKR bertahan di kuburan Belanda bersama pasukan pemuda dari Boyolali,
Salatiga, dan Kartasura. Mereka membentuk garis pertempuran di sepanjang
rel kereta Ambarawa. Dari arah Magelang datang pasukan TKR Divisi V / Purwokerto
pimpinan Imam Androngi pada melakukan serangan fajar 21 November 1945. Tujuan
serangan tersebut adalah untuk memukul mundur pasukan Inggris di desa Pingit.[4]
Mereka
berhasil desa Pingit dan merebut desa lainnya, kemudian merebut pengejaran
terhadap sekutu. Pasukan mendapatkan tambahan tiga batalion dari
Yogyakarta, yaitu Batalion Sugeng 10 dipimpin Mayor Soeharto dan Batalion 8
dipimpin Mayor Sardjono. Sekutu yang terkepung mencoba menerobos dengan
menggunakan tangki dari arah belakang. Pasukan TKR kemudian mundur ke
Bedono agar tidak ada korban jiwa.
Tanggal 21
November 1945 sekutu diam – diam mundur ke Ambarawa dan dikejar oleh resimen
Kedu Tengah pimpinan Kolonel M. Sarbini setelah sejarah museum
Jenderal Sudirman Magelang dan sejarah museum
Jenderal Sudirman Yogyakarta. Sekutu
karena kembali dihadang oleh pasukan Angkatan Muda pimpinan Oni Sastrofihardjo
dan tertahan di Desa Jambu. Pasukan Oni keluar oleh gabungan pasukan dari
Ambarawa, Suruh dan Surakarta. Batalyon I Sorjosoempeno kembali menghadang
sekutu di Ngipik. Para komandan pasukan
kemudian melakukan rapat koordinasi dengan pimpinan Kolonel Holland Iskandar
dan membentuk komando bernama Markas Pimpinan Pertempuran di
Magelang. Ambarawa dibagi menjadi empat sektor yaitu utara, selatan, timur
dan barat.
Kekuatan
pasukan tempur akan disiagakan bergantian. Sekutu mencoba pengadilan dua
desa di sekitar Ambarawa. Pasukan pimpinan Letkol Isdiman berusaha
membebaskan desa tersebut tetapi sang Letkol bunuh diri. Setelah gugurnya
Letkol Isdiman pada 26 November 1945, Kolonel Soedirman langsung turun ke
lapangan dan memimpin strategi pertempuran sejarah perang Ambarawa. kehadiran
Kolonel Soedirman di lapangan memberikan semangat baru bagi pejuang
RI. Bala bantuan kemudian terus berdatangan dari Yogyakarta, Solo,
Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang dan lainnya.
5
Desember 1945 Pasukan TKR Berhasil
memukul mundur pasukan Sekutu yang
semakin terjepit di Banyubiru, begitu
juga lapangan Terbang Kalibenteng
berhasil Direbut, Jalan Raya Ungaran-
Ambarawa berhasil dikuasai TKR,
Selanjutnya Jalan Semarang- Yogyakarta sepenuhnya dikuasai Untuk mempermudah pengangkutan Barang dan personel.11 Desember 1945, Kolonel
Sudirman memanggil semua komandan sektor dan komandan laskar untuk mengatur
strategi pertempuran. Susunan rencana tersebut sebagai berikut:Serangan dimulai
pukul 04.30.[5]
menjelang fajar pada 12 Desember
1945, Serangan umum dilakukan secara serentak dan mendadak di semua lini sektor
di Ambarawa pada jam dan detik yang sama, Komando penyerangan dipimpin oleh
para komandan TKR, Pasukan laskar perjuangan sebagai barisan lapis kedua.
Strategi
yang direncanakan 11 Desember 1945 ini
adalah serangan di seluruh penjuru
Ambarawa secara serentak di segala
sektor pada jam dan detik yang sama, dimulai pada pukul 04.30 WIB, 12 Desember
1945 dengan strategi yang dinamakan ‘Supit Urang’ yang dirancang oleh Kolonel
Sudirman.Pada 12 Desember 1945 jam 04.30 Pagi, serangan mulai dilancarkan.
Pembukaan serangan dimulai dari Tembakan mitraliur terlebih dahulu, Kemudian
disusul oleh penembak-Penembak karaben.
Dalam
waktu setengah jam Pasukan TKR berhasil mengepung Pasukan musuh yang ada di
Dalam kota. Pertahanan musuh Yang terkuat diperkirakan di Benteng Willem yang
terletak di Tengah-tengah kota Ambarawa. Pejuang yang telah bersiap-siap di
Seluruh penjuru Ambarawa mulai Merayap mendekati sasaran yang Telah ditentukan,
dengan siasat Penyerangan mendadak secara Serentak di segala sektor. Serangan
Dadakan tersebut diikuti serangan Balasan musuh yang kalang kabut. Satu
setengah jam kemudian, Jalan raya Semarang-Ambarawa Dikuasai oleh
kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa Berlangsung sengit. Kolonel
Sudirman langsung memimpin Pasukan dengan menggunakan Taktik ‘supit urang’,
sehingga musuh Benar-benar terkurung.[6]
Sekitar
pukul 16.00 WIB, TKR Berhasil menguasai jalan raya Ambarawa Semarang, dan
Pengepungan musuh dalam Kota Ambarawa berjalan dengan Sempurna. Terjadilah
pertempuranJarak dekat. Musuh mulai mundur
Pada 14 Desember 1945. Setelah bertempur selama 4 hari, Pada 15 Desember
1945 pukul 17.30 WIB. Pertempuran berakhir dengan Kemenangan pihak TKR, yang Berhasil memukul mundur pasukan Sekutu sehingga meninggalkan kota Ambarawa
menuju Semarang Kemenangan palagan Ambarawa ini Memberi efek besar bagi TKR.
Karena Dunia menyaksikan pagelaran militer Yang dipimpin Kolonel Sudirman
Tersebut terbukti memiliki strategi Yang
cakap dan mampu mengalahkan Kekuatan militer sekutu dan Belanda. Karena
keberhasilan dalam perang Ambarawa ini,
pada 18 Desember 1945, Kolonel Sudirman
diangkat Oleh Presiden Sukarno sebagai
Panglima Besar TKR dengan Pangkat
Jenderal di gedung Negara.
Dampak
Positif Pertempuran Ambarawa: Dampak pertempuran Ambarawa yang positif adalah
ketika nyali pihak Belanda menjadi ciut karena kekalahan pihak sekutu dan
melemahkan kekuatan mereka sehingga posisinya semakin terdesak di wilayah
Indonesia, Pasukan militer dan pejuang rakyat Indonesia berhasil dalam upayanya
memukul mundur pihak sekutu dan NICA ke Semarang, juga berhasil merebut kembali
wilayah kedaulatan Indonesia. Sekutu berhasil dipukul mundur ke Semarang dan
melepaskan kedudukan mereka di Ambarawa, Dampak pertempuran Ambarawa yang
berhasil tersebut membuat semangat juang di daerah – daerah lain di Indonesia
juga semakin berkobar tinggi, Pertempuran Ambarawa berhasil menambah semangat
rakyat untuk bergotong royong dan menumbuhkan semangat nasionalisme untuk
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Mengenalkan strategi “Supit
Urang” yaitu siasat dalam mengepung musuh yang dilakukan secara serentak dari
dua sisi sekaligus, secara bersamaan dan langsung, TNI menjadikan tanggal 15
Desember sebagai Hari Infanteri atau Hari Juang Kartika sebagai dampak
pertempuran Ambarawa, Sejarah Monumen Palagan Ambarawa dibuat untuk mengenang pertempuran tersebut. Ketahui juga
mengenai sejarah museum Ambarawa yang tadinya berupa
stasiun kereta api militer.[7]
Dampak
Negatif Pertempuran Ambarawa: Banyaknya
pejuang dari pihak Indonesia yang kehilangan nyawa sebagaimana yang terjadi
dalam setiap pertempuran adalah dampak pertempuran Ambarawa yang negative,
Peristiwa gugurnya Letkol Isdiman Suryokusumo karena serangan dari pesawat
Mustang, yang mengakibatkannya terluka di bagian paha dan wafat dalam
perjalanan menuju ke rumah sakit. Ia adalah salah satu orang kepercayaan
Kolonel Sudirman pada saat pertempuran itu terjadi, Dampak dari pertempuran
Ambarawa yang negatif adalah bahwa pada saat itu keamanan rakyat setempat
terancam, begitu juga dengan rakyat di Magelang dan juga memakan korban
penduduk sipil, Terhentinya aktivitas perekonomian dan kehidupan sosial di
wilayah pertempuran sebagai dampak pertempuran Ambarawa, yang bisa dilakukan
oleh penduduk hanya mencari perlindungan dari pertempuran tersebut.
KESIMPULAN
Pertempuran
Ambarawa atau palanagan Ambarawa adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat
terhadap sekutu yang terjadi di Ambarawa, sebelah selatan Semarang, Jawa Tengah
atau dikenal juga sebagai pertempuran Ambarawa yang berlangsung sejak tanggal
20 oktober hingga 15 Desember 1945.
Pertempuran itu terjadi karena datangnya pasukan sekutu yang diboncengi oleh
pasukan NICA.
Tanggal
20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell
mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang
yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA.
Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah Mr
Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi
kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu
kedaulatan Republik Indonesia. Pada tanggal 23 November 1945 ketika matahari
mulai muncul, mulai baku tembak dengan pasukan Sekutu yang selamat di gereja
Belanda dan kompleks kerkhop di Jl. Margo Agoeng. Pasukan Indonesia terdiri
dari Yon. Imam Adrongi, Yon. Suharto dan Yon. Soegeng. Pasukan Sekutu
mengerahkan tahanan Jepang dengan tank yang diperkuat, menyusup ke kursi
Indonesia dari belakang, oleh karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono.
Pada 11 Desember 1945, Kolonel Sudirman
mengadakan pertemuan dengan Komandan dan Tentara Sektor TKR. Pada 12 Desember
1945 pukul 4.30 pagi, serangan dimulai. Pembukaan serangan dimulai dengan
menembak pertama kali, kemudian diikuti oleh penembak karabin. Pertempuran
pecah di Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa
dikendalikan oleh unit TKR. Pertempuran Ambarawa sangat sengit. Kol. Sudirman
segera memimpin pasukannya untuk menggunakan taktik gelar supit urang, atau
pengepungan ganda di kedua sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Pasokan
dan komunikasi dengan kekuatan utama sepenuhnya terputus. Setelah berjuang
selama 4 hari, pada 15 Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia
berhasil membawa Ambarawa dan Sekutu kembali ke Semarang.
[1] Indah Tjahjawulan. Peperangan dan Serangan. Kementerian dan Pendidikan Republik Indonesia. Jakarta. 2017. Hal. 74
[2] Ibid., hlm 75
[3] Kementerian pendidikan dan kebudayaan. Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas IX Semester 2. Kementerian pendidkan dan kebudayaan. Jakarta. 2014. Hal. 142
[4] Reporter satu. “ Pertempuran Ambarawa, perjuangan Indonesia Belanda di tanah Ambarawa.”, https://www.google.com/search?q=PERTEMPURAN+AMBARAWA&safe=strict&sxsrf=ALeKk00Z0_f6wrVk0yfaozUgzz8A4MwSug:1606742972200&ei=vPPEX8jYC9QPemZSwba&start=10&sa=N&VED=2AHuKEwjlpumAsKrtAhVYWHOKHd4MBUYQ8tMDegQIBRAI&iw=1366&bih=659. Diakses 30 November 2020.
[5] Indah Tjahjawulan, op.cit. hlm 79
[6] Devita Retno. “ 12 Dampak Pertempuran Ambarawa bagi Indonesia.” , https://sejarahlengkap.com/indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/dampak-pertempuran-ambarawa. Diakses 30 November 2020.
[7] Ibid., hlm 1
Daftar Pustaka
Devita Retno. “ 12 Dampak Pertempuran Ambarawa Bagi Indonesia. “(https://sejarahlengkap.com/indonesia/kemerdekaan/pasca-kemerdekaan/dampak-pertempuran-ambarawa) .
Indah Tjahjawulan. 2017. Peperangan dan serangan. Kementrian dan pendidikan kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta.
Kementerian pendidikan dan kebudayaan. 2014. Sejarah Indonsesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas IX semester 2. Kementrian pendidikan dan kebudayaan. Jakarta.
Reporter satu. “ Pertempuran
Ambarwa, perjuangan Indonesia Belanda di tanah Ambarawa.” https://www.google.com/search?q=PERTEMPURAN+AMBARAWA&safe=strict&sxsrf=ALeKk00ZO_f6wrVk0yfaozUgzz8A4mWsUg:1606742972200&ei=vPPEX8jYC9iw9QPemZSwBA&start=10&sa=N&ved=2ahUKEwjIpumAsKrtAhVYWH0KHd4MBUYQ8tMDegQIBRA1&biw=1366&bih=659.
Also Check suffolk probate family court
ReplyDelete