TARI OKTA AYUMI/ PIS/ 17 A
Negara Mongolia adalah sebuah Negara yang terkurung daratan di asia timu, berbatasan dengan rusia di sebelah utara, dan Republik Rakyat Tiongkok di selatan. Mongolia merupakan pusat kekaisaran mongol pada abad ke – 13 tetapi dikuasai dinasti Qing sejak akhir abad 17 hingga sebuah pemerintah merdeka dibentuk dengan bantuan uni soviet pada 1921. Seperti yang dikatakan ahli militer ternama, Sunzi alias Sun- tzu, sang guru perang, perang adalah hal penting bagi suatu negara, yang menentukan hidup- matinya negara itu. Oleh karena itu , perang tidak boleh dilakukan sembarangan tanpa kalkulasi yang matang, sehingga dibutuhkan strategi perang yang brilian, dijalankan oleh paglima atau pemimpin yang bijaksana yang mampu mengalkulasikan untung- ruginya memulai perang dan meprediksikan hasil akhir yang bisa diraih. Jika menguntungkan, maka perang bisa dikobarkan dan jika tidak ada untungnya lebih baik mundur atau mencari jalan damai. Genghis khan pun demikian. Keberhasilan yang ia capai bukan karena keberuntungan semata, atau karisma yang ia miliki mampu meraih dukungan banyak orang saja, namun didasarkan geneniusannya dalam memimpin pasukan dan menyusun strategi perang yang jitu, yang membuahkan kemenangan bagi pasukannya. Lantas strategi apa yang ia susun, yang menjadikannya salah satu ahli strategi genius sepanjang masa.
Pada waktu itu, suku mongol adalah suku yang relatif kecil jika dibandingkan dengan bangsa- bangsa besar disekelilingnya. Jumlah rakyat suku mongol tidaklah banyak, laki-laki usia produktif yang mampu mengangkat senjata pun jumlahnya jauh lebih sedikit lagi. Meskipun para pria suku mongol sudah belajar menunggang kuda dan memanah dari atas punggung kuda sedari usia belia,namun dari sisi jumlah pasukan, mereka tidak sangat diuntungkan.
Genghis menyadari benar hal ini. Maka, mengorbankan pasukan yang berharga di meda perang bukanlah menjadi pilihan utama baginya. Baginya, setiap orang dalam pasukannya sangat berharga. Ia pernah berkata,"Setiap orang memiliki kegunaannya sendiri, meskipun hanya sekedar mengumpulkan kotoran sapi yang sudah kering di gurun gobi dipakai untuk bahan bakar." Kemampuannya menghargai kegunaan setiap orang dan membuat orang- orangnya menyadari bahwa sang Khan benar- benar menghargai mereka, adalah kunci dari dukungan yang begitu besar dari rakyat mongol pada Genghis Khan.
Maka untuk menutup kelemahan pasukannya dalam hal jumlah orang, ia menekankan pada kegeniusan strategi perang yang bisa membuat pasukan sedikit mampu mengalahkan pasukan yang banyak jumlahnya, jika perlu, tanpa bertempur sedikit pun, seperti yang diungkapkan oleh Sun- tzu bahwa kemenangan yang paling utama atau yang paling tinggi nilainya adalah , " menang tanpa berperang". Artinya, meraih kemenangan tanpa harus mengorbankan perang atau menumpahkan darah sedikit pun.
Ini yang menjadi salah satu inti strategi perang Genghis, sekaligus menjadi awal kemasyhuran suku mongol yang terkenal bengis dan ganas. Perang psikologis, begitu sekarang strategi ini disebut, menekankan pada menghancurkan sisi psikologis musuh sehingga mereka bersedia takluk dan menyerah tanpa harus diserang sekali pun. Untuk mempengaruhi agar musuh menyerah dengan sukarela, Genghis menggunakan ancaman seperti pembantaian tak kenal ampun bagi mereka yang tak mau menyerah, dan penghancuran total dari kota- kota yang menolak tunduk padanya. Ini yang menciptakan reputasi suku mongol sebagai gerombolan suku barbar perampok yang ganas dan kejam, yang meluluh-lantahkan apa saja yang mereka lalui seperti korban api yang melahap padang rumput kering di musim kemarau. Reputasi ini yang kemudina menobatkan Genghis Khan sebagai salah satu penguasa terkejam dalam sejarah umat manusia.
Itulah sebabnya, berbagai kota dan kerajaan yang ada dijalur pasukannya memilih untuk tunduk sukarela dari pada dihancurkan dan dibumi- hanguskan jika menolak untuk menyerah. Selain itu, Genghis juga orang yang menepati janjinya; ia menjadikan mereka yang menyerah dengan sukarela sebagai sekutu yang diandalkan dan dihormati setara dalam jajaran pemerintahannya. Strategi "tongkat atau wortel", atau "ancaman dan imbalan" ini masih dipraktikan sampai saat ini.
Apabila ancaman ini masih tidak mempan juga, Genghis pun tidak segan memilih jalan darah dan melancarkan penyerbuan. Namun lagi- lagi, menghemat pasukan yang berharga tetap menjadi prinsip utamanya. Pasukan mongol berusaha menghindari pertempuran secara langsung satu-lawan-satu dimana masing- masing pasukan akan beradu fisik dengan senjata pendek di medan perang. Mereka lebih memilih untuk membunuh jarak jauh, yaitu dengan menggunakan anak panah yang ditembakkan dari atas punggung kuda. Setelah musuh terkena tembakan, barulah mereka maju menghampiri musuh untuk menghabisi dengan sekali tebasan pedang.
Genghis pun tak segan menggunakan orang-orang bukan mongol sebagai pasukan garis depan, sementara pasukan mongolnya dijadikan kekuatan inti untuk menghancurkan musuh. Memancing musuh dengan umpan untuk masuk kedalam jebakan juga menjadi strategi inti Genghis Khan. Ia akan menggunakan berbagai umpan, seperti pura- pura kalah dan mundur ke tempat jebakan, atau dengan sengaja membuang barang beharga seperti emas, perhiasan, atau baju zirah agar diambil musuh. Ketika musuh lengah dan terbuai dalam perebutan barang gratis yang dibuang begitu saja, barulah pasukan mongol balik dan menyerang dengan ganas, seperti yang mereka tunjukkan saat merebut juyongguan (dalam bahasa mongol disebut " Gerbang Chapchiyal") dari kekaisaran Jurchen Jin di tiongkok utara.
Oleh karena jumlah pasukan manjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pertempuran, Ghenghis harus memutar otak untuk mengakali jumlah pasukannya yang tak seberapa. Agar musuh mengira kalau pasukan mongol berjumlah sangat banyak, Genghis sering mengelabui mereka dengan cara mengikat ranting pepohonan diekor kuda- kuda perangnya sehingga saat berlari maju, mereka menerbangkan debu tanah dibelakang mereka, sehingga membuat seolah-olah ada banyak sekali pasukan berkuda yang tengah maju menyerang musuh. Cara lain adalah menyalakan lima obor setiap pasukan yang berkemah ditengah malam, seperti yang ia tunjukkan saat pertempuran melawan Tayang Khan dari suku naiman. Genghis juga tak segan mendadani perempuan dan anak-anak dengan baju perang lalu menyuruh mereka menunggang kuda di belakang pasukan utama untuk membuat seolah-olah pasukannya berlipat ganda.
Genghis juga terkenal sangat peduli dengan nyawa pasukannya. Jika memang pasukannya tewas terbunuh karena bertempur, itu sudah hal lumrah di medan perang. Namun jika mereka terbunuh gara-gara kelalaian atau kesalahan komandannya, Genghis tak segan-segan menghukum komandan itu dengan keras. Hal ini terus dilestarikan oleh penerusnya yang mendirikan kekaisaran-kekaisaran mongol sepeninggal para Khan Agung.
Kecepatan adalah hal berikutnya. Pasukan mongol dikenal mampu bergerak dengan cepat, dan dalam waktu yang sama mereka mampu mencapai jarak yang lebih jauh dibanding pasukan lainnya. Contohnya ketika Genghis memimpin pasukannya dari baiman ke ghazna di daerah yang sekarang adalah Pakistan-Afganistan, pasukan mongol menempuh jarak sepanjang lebih 200 km hanya dalam waktu dua hari saja! Ini dimungkinkan karena prajurit kavaleri mongol memiliki displin keras yang teruji; mereka sudah terbiasa menunggang kuda sejak umur tiga tahun, dan mereka sudah terbiasa melakukan kebiasaan sehari-hari di atas punggung kuda, atau hanya tidur sebentar sambil tetap menggunakan baju zirahnya saat kawanan kuda mereka beristirahat untuk merumput atau minum. Mereka juga bisa bergerak selama tiga hari sampai empat hari non stop, yang hanya dimungkinkan oleh adanya kuda cadangan berjumlah tiga sampai empat ekor, yang mereka pergunakan berganti-ganti sehingga kuda mereka tidak kelelahan. Selain itu, mereka bisa menghabiskan 10 hari dengan ransum berupa makanan mentah, keju kasar, atau kumiss, yaitu semacam arak hasil fermentasi susu kuda betina atau onta.
Meskipun terkenal ganas dan berani, Genghis juga tidak segan memerintahkan pasukannya untuk mundur dan kembali mengatur kekuatan jika memang itu diperlukan. Lari, juga tidak dipandang sebagai langkah pengecut jika itu memang harus dilakukan. Bahkan bab terakhir dari kitab strategi perang klasik Tiongkok yang terkenal ,yaitu "Tiga Puluh Enam Strategi". Artinya, jika memang diperlukan, mundur dari medan perang juga merupakan strategi yang brilian, yang berguna menghemat kekuatan yang tersisa dan menghindari kekalahan yang lebih besar, yang bisa berakibat pada kehancuran total yang sia-sia. Genghis juga menempuh jalan ini saat orang-orang merkit menyerbu perkemahannya dan merebut istrinya. Ia konon pernah berujar bahwa, " Hanya panglma yang bijak kapan tau kapan harus menghindari pertempuran yang tidak perlu."
Secara garis besar, urgunge onon dalam terjemahannya mengenai sejarah rahasia menyebutkan ada enam belas taktik perang yang digunakan oleh Genghis Khan dan penerusnya, namun intinya ada lima hal, yaitu:
· Kecepatan yang memungkinkan pasukan bisa mencapai jarak yang jauh diluar antsipasi musuh
· Keganasan yang mampu mengancam musuh agar mau menyerah dengan sukarela
· Perubahan taktik yang fleksibel sehingga dapat disesuaikan dengan kondisi yang berubah-ubah
· Disertai disiplin yang keras yang ditunjukkan seluruh jajaran pasukannya dari atas sampai bawah sehingga rantai komando tidak pernah terputus dari pucuk pimpinan sampai ke pasukan yang ada di garis depan.
Kelima hal ini nantinya akan mengantarkan Genghis dan keturunanya menciptakan kekaisaran terbesar sepanjang masa hanya dalam waktu singkat, namun mampu bertahan cukup lama dibandingkan kekaisaran- kekaisaran besar sebelumnya.
Daftar pustaka
Michael wicaksono Genghis Khan Sang Penakluk dan Strategi Perang Suku Mongol, Jakarta, PT. Elex Media Komputindo
Juvani, 'Aladdin 'Ata- Malik. Diterjemahkan oleh Boyle, J,A. (1997) Genghis Khan: The History of The World Conqueror. Manchester : Manchester University Press. ISBN: 0-7190-5145-2.
Onon, urgunge. ( 2001) The SecretHistory of The Mongols: The Life and Times of Chinggis Khan. London: Routledge Curzon. ISBN: 0-7007-1335-2.
No comments:
Post a Comment