Halaman

SEJARAH AWAL KABUPATEN KAMPAR


YODHI EDYA PRATAMA/SR/015A

            Kabupaten kampar Kampar adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, lahir pada tanggal 06 februari 1950, hal ini tertuang dalam Perda Kabupaten Kampar Nomor 02 tahun 1999 dengan rujukan peraturan undang-undang ketetapan Gubernur Militer Sumatera Tengah, Nomor : 3 / DC / STG / 50 tanggal 06 Februari 1950. Secara administratif pemerintahan Kabupaten Kampar dipimpin oleh Bupati pertama pada tahun 1958. Jauh sebelumnya Kampar telah memiliki sejarah panjang dengan Limo Kotonya, dimana daerah ini, dulunya adalah bagian dari persukuan Minangkabau di Sumatera Barat, semasa pemerintahan sistem adat kenegerian yang dipimpin oleh datuk atau ninik mamak, Pemerintahan Kampar dikenal dengan sebutan "Andiko 44" yang termasuk kedalam wilayah pemerintahan Andiko 44 adalah XIII Koto Kampar, VIII Koto Setingkai (Kampar Kiri), daerah Limo Koto (Kuok, Bangkinang, Salo, Airtiris dan Rumbio), X Koto di Tapung (Tapung Kiri VII dan Tapung Kanan III), III Koto Sibalimbiong (Siabu), Rokan IV Koto dan Pintu Rayo.

            Adat istiadat hingga bahasa sehari - hari (bahasa Ocu) hampir mirip dengan Minangkabau dan demikian pula semacam seni budaya, alat musik tradisional ( Calempong dan Oguong) dan beberapa kebiasaan lainnya. Kampar sebagai Kabupaten tertua di Provinsi Riau hingga hari ini (2008) memiliki luas 27.908.32 Km2, dengan beberapa kali pemekaran wilayah, seperti lahirnya Kabupaten Pelalawan dan Rokan Hulu, sementara jumlah penduduknya berkisar 750.000 jiwa/km2 dengan batasan - batasan wilayah, sebelah utara dengan Kabupaten Siak, sebelah Timur dengan Kota Pekanbaru dan Kabupaten Pelalawan, sebelah Selatan dengan Kabupaten Kuantan Singingi dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Lima Puluh Kota (Sumatera Barat). Baghandu Sudah menjadi pemandangan umum bagi masyarakat Limo Koto (Kampar) pada masa dahulu, bertani secara berpindah - pindah adalah rutinitas dalam menjalani kehidupan.
            Kampar memiliki catatan sejarah yang membuktikan asal usul dan identitas diri masyarakatnya dengan adanya situs - situs kerajaan seperti terdapat di Darussalam.  Pemerintah Darussalam di Kabupaten Kampar, Riau, sampai saat ini masih menyisakan kejayaannya. Hal itu bisa terlihat dari masih berdirinya situs bersejarah Istana Kerajaan Darussalam, hingga kini.Istana Kerajaan Darussalam berdiri di Kecamatan Gunung Sahilan, Kabupaten Kampar. Tidak ada keterangan pasti tentang kapan raja Darussalam pertama berkuasa. Literatur Sejarah Melayu pun tidak banyak menjelaskan asal - usul kerajaan di pinggir Sungai Kampar ini. Hanya saja, para tokoh adat di Gunung Sahilan, memperkirakan Kerajaan Darussalam diperkirakan berdiri sekitar tahun 1901.
            Selanjutnya, setelah Indonesia merdeka, kekuasaan raja diambil alih pemerintah Republik Indonesia. Sayangnya, meski bernilai sejarah tinggi, istana dan benda pusaka Kerajaan Darussalam tidak terawat dengan baik. Beberapa bagian istana terlihat rusak, bangunan yang sudah berdiri ratusan tahun ini lapuk dimakan usia. Selain Kerajaan Darussalam di Provinsi Riau, juga pernah berdiri sejumlah kerajaan Melayu, antara lain Kerajaan Siak, Kunto Darussalam, Indragiri dan Pelalawan. Umumnya, kekuasaan kerajaan - kerajaan ini berada di bawah pengaruh dua kerajaan besar, yakni Malaka dan Kerajaan Pagaruyung. Dalam rentang waktu yang cukup panjang Kabupaten Kampar telah mengalami banyak perubahan dan kemajuan yang tidak bisa kita pungkiri, ini merupakan hasil dari proses pembangunan selama ini.
            Perubahan - perubahan itu dapat kita lihat dan rasakan pada hampir seluruh aspek kehidupan, tentunya sebagai bagian integral dari wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia. Perkembangan yang terjadi disini sangat dipengaruhi dan diwarnai pula oleh perkembangan Negara secara keseluruhan. Pembentukan Kabupaten Kampar tidak lepas dari proses sejarah yang cukup panjang yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi pada saat itu dimulai dari zaman penjajahan Belanda, zaman pemerintahan Jepang, zaman kemerdekaan hingga era otonomi daerah.
            Pada awalnya Kampar termasuk sebuah kawasan yang luas, merupakan sebuah kawasan yang dilalui oleh sebuah sungai besar, yang disebut dengan Sungai Kampar. Berkaitan dengan Prasasti Kedudukan Bukit, beberapa sejarahwan menafsirkan Minanga Tanvar dapat bermaksud dengan pertemuan dua sungai yang diasumsikan pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri. Penafsiran ini didukung dengan penemuan Candi Muara Takus di tepian Sungai Kampar Kanan, yang diperkirakan telah ada pada masa Sriwijaya.
            Berdasarkan Sulalatus Salatin, disebutkan adanya keterkaitan Malaka dengan Kampar. Kemudian juga disebutkan Sultan Malaka terakhir, Sultan Mahmud Syah setelah jatuhnya Bintan tahun 1526 ke tangan Portugal, melarikan diri ke Kampar, dua tahun berikutnya wafat dan dimakamkan di Kampar. Dalam catatan Portugal, disebutkan bahwa di Kampar waktu itu telah dipimpin oleh seorang raja, yang juga memiliki hubungan dengan penguasa Minangkabau. Tomas Dias dalam ekspedisinya ke pedalaman Minangkabau tahun 1684, menyebutkan bahwa ia menelusuri Sungai Siak kemudian sampai pada suatu kawasan, pindah dan melanjutkan perjalanan darat menuju Sungai Kampar. Dalam perjalanan tersebut ia berjumpa dengan penguasa setempat dan meminta izin menuju Pagaruyung.
            Sedangkan pada Zaman Belanda, pembagian wilayah secara Administrasi dan Pemerintahan masih berdasarkan persekutuan Hukum Adat, yang meliputi beberapa kelompok wilayah yang sangat luas yakni :
·         Desa Swapraja meliputi : Rokan, Kunto Darussalam, Rambah, Tambusai dan Kepenuhan, yang merupakan suatu landscappen atau Raja - raja dibawah district loofd Pasir Pengaraian yang dikepalai oleh seorang Belanda yang disebut Kontroleur (Kewedanaan) Daerah/Wilayah yang masuk Residensi Riau.
·         Wilayah Bangkinang, membawahi  Batu Bersurat, Kuok, Salo, Bangkinang dan Air Tiris termasuk Residensi Sumatera Barat, karena susunan masyarakat hukumnya sama dengan daerah Minang Kabau yaitu Nagari, Koto dan Teratak.
·         Desa Swapraja Senapelan / Pekanbaru meliputi wilayah Kampar Kiri Senapelan dan Swapraja Gunung Sahilan, Singingi sampai Kenegerian Tapung Kiri dan Tapung Kanan termasuk Kesultanan Siak (Residensi Riau).
·         Desa Swapraja Pelalawan meliputi Bunut, Pangkalan Kuras, Serapung dan Kuala Kampar (Residensi Riau), Situasi genting antara Republik Indonesia dengan Belanda saat itu tidak memungkinkan untuk diresmikannya Kabupaten Kampar oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Tengah pada bulan Nopember 1948.
            Saat itu guna kepentingan militer, Kabupaten Kampar dijadikan suatu Kabupaten, dengan nama Riau Nishi Bunshu (Kabupaten Riau Barat) yang meliputi wilayah Bangkinang dan wilayah pasir Pengaraian. Dengan menyerahnya Jepang ke pihak sekutu dan setelah proklamasi Kemerdekaan, maka kembali Bangkinang ke status semula, yakni Kabupaten Lima Puluh Kota, dengan ketentuan dihapuskannya pembagian Administrasi Pemerintahan berturut-turut seperti : Cu (Kecamatan), Gun (wilayah), Bu (kabupaten), Wilayah Bangkinang dimasukkan ke dalam Pekanbaru Bun (Kabupaten) Pekanbaru.
            Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, atas permintaan Komite Nasional Indonesia Pusat wilayah Bangkinang dan pemuka - pemuka Masyarakat wilayah Bangkinang meminta kepada Pemerintah Riau dan Sumatera Barat agar wilayah Bangkinang dikembalikan kepada status semula, yakni termasuk Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat dan terhitung mulai tanggal 1 Januari 1946 wilayah Bangkinang kembali masuk Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. Untuk mempersiapkan pembentukan Pemerintah Provinsi dan Daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri, maka komisariat pemerintahan pusat di Bukit Tinggi menetapkan peraturan tentang pembentukan Kabupaten dalam Provinsi Sumatera Tengah yang bersifat sementara, dengan pembagian 11 (sebelas) Kabupaten, yakni:
1.      Kabupaten Singgalang Pasaman dengan Ibukota Bukit Tinggi.
2.      Kabupaten Sinamar dengan Ibukota Payakumbuh.
3.      Kabupaten Talang dengan Ibukota Solok.
4.      Kabupaten Samudera dengan Ibukota Pariaman.
5.      Kabupaten Kerinci / Pesisir Selatan dengan Ibukota Sei. Penuh.
6.      Kabupaten Kampar dengan Ibukota Pekanbaru, meliputi Daerah wilayah Bangkinang, Pekanbaru, kecuali Kecamatan Singingi, Kecamatan Pasir Pengaraian dan Kecamatan Langgam.
7.      Kabupaten Indragiri dengan Ibukota Rengat.
8.      Kabupaten Bengkalis dengan Ibukota Bengkalis, meliputi wilayah Bengkalis, Bagan Siapi-api, Selat Panjang, Pelalawan kecuali Kecamatan Langgam dan wilayah Siak.
9.      Kabupaten Kepulauan Riau dengan Ibukota Tanjung Pinang.
10.  Kabupaten Merangin dengan Ibukota Muara Tebo.
11.  Kabupaten Batang hari dengan Ibukota Jambi.
            Berdasarkan pembagian tersebut, diketahui bahwa tanggal 1 Desember 1948 adalah proses yang mendahului pengelompokan wilayah kabupaten Kampar. Pada Tanggal 1 Januari 1950 ditunjuklah Datuk Wan Abdul Rahman sebagai Bupati Kampar pertama dengan tujuan untuk mengisi kekosongan pemerintah, karena adanya penyerahan kedaulatan Pemerintah Republik Indonesia hasil Konferensi Meja Bundar. Tanggal  6 Februari 1950 adalah saat terpenuhinya seluruh persyaratan untuk penetapan hari kelahiran, hal ini sesuai ketetapan Gubernur Sumatera Tengah No. : 3 / DC / STG / 50 tentang penetapan Kabupaten Kampar, yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Sejak tanggal 6 Februari 1950 tersebut Kabupaten Kampar telah resmi memiliki nama, batas-batas wilayah, dan pemerintahan yang sah dan kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang pembentukan otonomi daerah Kabupaten Kampar dan lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Tengah.
            Secara yuridis dan sesuai persyaratan resmi berdirinya suatu daerah, dasar penetapan hari jadi Kabupaten Kampar adalah pada saat dikeluarkannya Ketetapan Gubernur Sumatera Tengah No. 3/ DC / STG /50 Tanggal 6 Februari 1950, yang kemudian ditetapkan dengan peraturan daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar No. : 02 Tahun 1999 tentang hari jadi daerah tingkat II Kampar dan disahkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingakt I Riau No. : kpts.06 / 11 / 1999 Tanggal 4 Februari 1999 serta diundangkan dalam lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingat II Kampar Tahun 1999 No. : 01 Tanggal 5 Februari 1999 Dalam perkembangan selanjutnya sesuai dengan perkembangan dan aspirasi masyarakat berdasarkan undang-undang No. 53 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam. Kampar dimekarkan menjadi 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Rokan Hulu. Dua Kabupaten baru tersebut yaitu Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Pelalawan sebelumnya merupakan wilayah pembantu Bupati wilayah I dan Bupati Wilayah II.

DAFTAR PUSTAKA
Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 1988.
Luthfi, A., Pola hukum kewarisan adat dan hak ulayat daerah Kampar, Yayasan Lembaga Studi dan Pengembangan Masyarakat dengan bantuan biaya dari Pemerintah Daerah Tingkat II Kampar, 1992.
Purna, I. M., Sumarsono, Astuti, R., Sunjata, I. W. P., Sistem pemerintahan tradisional di Riau, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997.

No comments:

Post a Comment