TITIN ARTIKA/16B/SIII
Pada masa pemerintahan Sultan AgungAnjokrokusumo sistem pemerintahan ditandai oleh ekspedisi dan peperangan yang kesemuannya dalam rangka politik ekspansi yang diwarisinya dari ayahnya.Berbagai penaklukkan dan pertempuran pertama Sultan Agung anjokrokusumo setelah pengangkatannya terjadiantara 1613-1619M, diawali dengan serangan militer atas sebuah aksi perampokan ke ujung Timur Jawa pada tahun 1614M hinggakemudian dilanjutkan berbagai penaklukan di Wirasaba, Lasem, Pasuruan, Tuban, Surabaya, hingga ia bertekad untuk menaklukkan Batavia. Aksi-aksi Ekspansike Ujung Timur Jawa, 1614Raja ketiga kerajaan Islam Mataram yakni Sultan Agug anjokrokusumo tidak segera mengikuti jejak ayahnya.Peperangan terhadap Surabaya dilajutkannya, akan tetapi dengan cara lain. Sebelum tahun 1620 tidak ada petunjuk dilancarkannya serangan langsung terhadap Surabaya, yang jelas ialah petunjuk dilancarkannya serangkaian seranganterhadap sekutu-sekutu atau jajahan Surabaya yang sebagian sangatberhasil.
Serangan militer pertama pada tahun 1614 adalah sebuah aksi perampasan sampai jauh ke daerah Timur.Dalam Babad Tanah Jawidisebutkanbahwa pada suatu pertemuan Sultan Agungmemberitugas kepada Tumenggung Suratani untuk bergerak menuju wilayahTimur. Pada waktu itu,Sultan berkata kepada Suratani, ''Suratani datanglah ke Bang Wetan, bawalah semua pasukan Mataram dan adulah mereka untuk berperang. Engkaulah yang saya angkat sebagai Senopati Menggala Yuda.Jika ada tentara Mataram yang mundur dalam peperangan, akhiri saja hidupnya''.Tumenggung Suratani siap melaksanakan perintah Raja.Setelah semuanya siaga berangkatlah pasukan Mataram itu.Para bupati di daerah pesisir Utara serta daerah–daerah lain yang sudah dikuasai Sultan juga ikut memperkuat ekspedisi itu.Dengan demikian, semakin besarlah jumlah pasukan dan perlengkapan perangnya.Setelah barisan Suratani lepas dari Mataram, Sultan agung memerintahkan kepada Raden Jaya Supanta untuk mengawal dari belakang dan memerintahkan agar Pasuruan sementara dikesampingkan saja.Kemudian perjalanan mereka langsung menuju didaerah Winongan. Bupati Blambangan dan bupati lain yang belum tunduk kepada Mataram sudah mendengar bahwa negara mereka akan digempur pasukan Mataram. Hal ini menyebabkan mereka sangat berhati-hati.Graff yang mengutip dari Serat Kandha menjelaskan bahwa paman raja, yakni Pangeran Mangkubumi juga turut serta.Perjalanan yang mereka tempuh melewati daerah Kediri, tetapi tentang pertempuran tidak dibicarakan. Bupati Pasuruan, putra Pangeran Surabaya, melarikan diri ke tempat ayahnya sehingga yang tinggal di Pasuruan hanya Tumenggung Kapulungan, tetapi kotanya tidak diserang, hanyadiancam secara lisan. Tidak lama kemudian Pasuruan dikabarkan menyerah, tetapi setelah itu tidak terdapat kabar tentang perilaku mereka sebagai orang taklukkan.Di Winongan Tumenggung Suratani mengirim pasukan di bawah pimpinan Tumenggung Alap-Alap untuk merebut Lumajang dan Renong. Mereka akan disertaiempat orang Bupati lengkap dengan prajuritnya. Akan tetapi, kedua bupati itu melarikan diri.Akhirnya, harta milik mereka di rampas, dan wanita-wanita dibawa pulang.Setelah Tumenggung Alap-alap kembali dari Winongan,para prajurit bersama Suratani dan Raden Jaya Supantamengepung kota Malang. Bupati Malang yang bernama Rangga Toh Jiwa siap menghadapi pertempuran dengan pasukan Mataram.Mereka sempat bersembunyi di dalam benteng. Tetapi, setelah dipertimbangkan mereka tidak akan mampu dan akhirnya pada malam hari mereka meloloskan diri. Prajurit Mataram pun mengejarnya hingga membuat prajurit Malang bubar.Setelah Malang dikuasai, pasukan Suratani berangkat kearah Barat Laut.Penaklukkan Wirasaba Pada tahun 1615, Sultan Agung berhasil menduduki Wirasaba (sekarang ini letaknya berada di dekat kota Mojoagung). Sultan Agung menganggap Wirasaba sebagai tempat yang sangat penting karena secara strategis Wirasaba menguasai daerah yang pernah menjadi lokasi Majapahit yang letaknya berada di pintu gerbang ke Delta Brantas serta pintu masuk ke ujung Jawa Timur. Pertahanan yang dipimpin oleh Pangeran Arya dan Rangga Pramana sangat kuat, maka setelah dilakukan serangan berkali-kali, barulah kemudian kota tersebut dapat dikalahkan. Dalam Babad Tanah Jawidijelaskan bahwa waktu itu Sultan Agung Anjokrokusumo mengutus Tumenggung Martalaya untuk mengerahkan pasukan pesisir dan pasukan dari wilayah lain yang sudah dikuasai Mataram. Jumlah prajurit dan senjatanya sangat besar.Sempat dikabarkan bahwa Sultan Agung berkehendak agar kembali ke Mataram dikarenakan tentara Mataram banyak yang luka bahkan meninggal.Akan tetapi, Pangeran Purbaya dan Tumenggung Martalaya tetap teguh untuk menaklukkan Wirasaba.Jika Wirasaba tidak dapat dikalahkan, lebih baik mati saja.Akhirnya, kemenangan pun berpihak kepada pihak Mataram.Jelas bahwa penaklukkan Wirasaba oleh orang Mataram adalah suatu kejadian penting dan mudah dipercaya jika diperhartikan letak geografis tempat ini. Akan tetapi, sekarang ini nama Wirasaba tidak akan ditemukan di peta tanah Jawa, bahkan sebagai nama desa sudah tidak ada. Meskipun demikian, Raffles masih mencantumkan Wirasaba dalam petanya ''map of Java''baik untuk menunjukkan sebuah ibu kota maupun sebuah kabupaten di tikungan Sungai Brantas.
Penaklukkan Wirasaba oleh Raja Mataram dapat memungkinkan terjadi aksi-aksi perampokan dan perampasan sampai di depan tembok-tembok pertahanan Surabaya.Pertempuran di Siwalan, 1616 Jatuhnya Wirasaba sepertinya mengakibatkan timbulnya kerja samayang lebih erat di antara anggota persekutuan sehingga mereka berani menyerang pusat kerajaan Mataram. Para Bupati daerah Timur berkumpul di Surabaya dan memutuskan untuk memimta do'a restu kepada pemuka ulama di Giri tentang sesuatu yang akan mereka lakukan terhadap Mataram. Namun, Sunan Giri menolak karena mendapat petunjuk dari Tuhan.Meskipun demikian, mereka tetap melaksanakan rencana itu. Mereka sangat percaya dengan jumlah pasukan yang besar dan pada kerja sama mereka yang baik. Kronik-kronik menyebutkan bahwa persekutuan Surabaya menjadi lemah dalam peperangan yang menentukan ini karena adanya anggapan saling curiga antara Surabaya dan Tuban.Akan tetapi, ancaman nyata yang diperlihatkan oleh kemajuan yang dicapai Sultan Agung mendorong para sekutu Surabaya untuk bersatu lagi.Akhirnya mereka berusaha melakukan serangan dari pantai Utara menuju Pajang, di mana mereka mengharapkan penguasa setempat bergabung dengan mereka.Sultan memastikan loyalitas Pajang untuk sementara, seorang mata-mata Mataram di Tuban tampaknya mengelabui tentara dari pantai agar tidak mengikuti rute yang terbaik, dan di Siwalan, tentara Surabaya itu dikepung oleh musuh tanpa memperoleh dukungan dari pihak penguasa.Pada bulan Januari 1616 itulah terjadi pertemupuran di Siwalan di mana Sultan Agung membinasakan ekspedisi Surabaya.
Penaklukan Lasem,Pasuruan dan Tuban, 1616-1619. Graff menyebutkan dalam bukunya yang berjudul''Puncak Kekuasaan Mataram'' bahwa pasukan Mataram dikirimke Lasem untuk menaklukkannya dan mengutus Tumenggung Martalaya untuk menjadi pemimpinnya.Ia diperintahkan agar mengikutsertakan pasukan Pati. Seluruh kota dikepung oleh tentara Mataram dan penduduknya diliputi ketakutan sehingga mereka menyebrang ke pihak Pati, kemudian pasukan Mataram menyerang dan memasuki kota. Tidak ada perlawanan, senjata-senjata pun dikumpulkan.Adapun mengenai penaklukkan Pasuruan, Tumenggung Martalaya dikirim oleh Sultan untuk menaklukkan Pasuruan.Tentara Mataram bergerak dari Solo kearah Timur sambil melakukan perusakan hebat.Tumenggung Kapulungan, yang telah dikenal sejak tahun 1615, menjaga Pasuruan. Pada Kamis malam, ia menyerukan kepada pasukannya untuk menyerang, sebaliknya ia mengutus istri-istrinya untuk mundur. Istri-istrinya naik kuda sambil mengangkut bahan makanan, dan setelah serangan terhadap Mataram dimulai, tiba-tiba Tumenggung Kapulungan membelok kearah Barat dan pergi ke Surabaya, sedangkan pasukannya kembali pulang dalam keadaan kacau. Keesokan harinya, Mataram menyerang kota, mendudukinya sambil merampas dan membakar. Tumenggung Kapulungan yang dikejar oleh musuh, nyaris tertangkap dan istri-istrinya jatuh di tangan pasukan Mataram.Adapun mengenai penaklukan kota pelabuhan Tuban, Sultan Agung memerintahkan dua pemimpin pasukan yakni Martalaya dan Jaya Supanta untuk bergerak melawan Tuban. Mereka singgah sebentar di Pati.Ketika mereka mendekati kotatersebut, rakyat melarikan dirike ibu kota. Di antara mereka terdapat orang Lasem. Adipati Tuban sempat meminta bantuan kepada Surabaya dan Madura, akan tetapi, Adipati Surabaya menjaga kotanya sendiri dan hanya mengirim senjata dengan beberapa bala tentara yang jumlahnya 1000 orang. Pasukan Tuban membawa meriam mereka ke garis depan. Sebuah pusaka tua akhirnya meledak dan hal ini dianggap sebagai pertanda kekalahan merekaDalam Babad Tanah Jawidijelaskan bahwa harta kekayaan rakyat Tuban dirampas, istri-istrinya dibawa ke Mataram.Sejak saat itulah Tumenggung Jaya Supanta mendapat gelar Dipati Sujana Pura.Setelah Tuban berhasil dijatuhkan oleh Mataram, tidak lama kemudian Sultan Agung memerintahkan untuk merebut Surabaya. Kota Surabaya memang sebuah kota yang kuat. Kekuatan posisi Surabaya didasarkan atas beberapa faktor.Pertama, kedudukannya sebagai pusat perdagangan serta segala kekayaan dan hubungan yang dihasikannya.Kedua, kepetingan ekonomis bersama di antara kota-kota pelabuhan Jawa Timur membentuk solidaritas yang terwujud sebagai aliansi pesisir. Ketiga,daerah pedalaman yang subur dan maju pertaniannya sehingga hasil berasnya dapat menopang fungsi Surabaya sebagai entrepot.
Untuk mematahkan kekuatan Surabaya maka strategi Mataram tampak jelas bahwa faktorfaktor di atas diperhitungkan dan satu per satu ditanganinya.Daritahun1620-1625, secara periodik Sultan Agung mengepung Surabaya dan membinasakan hasil-hasil panennya. Akhirnya, sungai Brantas dibendung dan jatah air untuk kota diputus. Selama masa itu, pasukan Mataramdisibukkan oleh penaklukan-penaklukan lain yang berkaitan. Pada tahun 1622, pasukan Sultan Agungberhasil menaklukkan Sukadana sehingga terputuslah sumber suplai ke kota Surabaya. Ekspedisi ke Sukadana itu dilakukan dua kali, yang pertama terdiri atas 59 perahu dan 20.000 prajurit yang dipimpin oleh Temenggung Baurekso.Operasinya hanya merupakan suatu pendaratan dan perampasan.Dalam ekspedisi kedua permaisuri raja delapan sampai sembilan puluh orang tertawan dan dibawa ke Mataram.Tempat penimbunan barang yang belum jelas diketahui tujuannya.Pada tahun 1624, setelah melakukan seranganyang melelahkan dan menderita kerugian yang cukup besar, pasukan Sultan Agung berhasil menaklukkan Madura yang mengakibatkan Surabaya terputus dari sumber suplai penting yang lainnya.Meskipun ada pertahanan yang gigih, tetapi kota-kota di Madura seperti Bangkalan, Arosbaya, Balega, Sampang, dan Pakacangan berhasil diduduki oleh Mataram.Sebulan kemudian, seluruh Madura termasuk Pamekasan dan Sumenep dikuasai oleh Mataram.Akhirnya, pada tahun 1625 Surabaya sendiri berhasil ditaklukkan, bukan karena diserang melainkan karena rakyatnya mati kelaparan.Dapat diakui bahwa Sultan Agung adalah raja yang paling kuat di Nusantara dan paling luas wilayah kekuasaannya. Di Jawa, hanya Banten dan Batavia yangtidak berhasil ditaklukkannya. Sementara itu, sebagian wilayah di Sumatera, Kalimantan, dan Bali menyatakan tunduk kepada Mataram.Dengan jatuhnya Surabaya maka seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur (kecuali Blambangan) menjadi bersatu di bawah naungan Mataram.Persatuan ini diperkuat lagi oleh Sultan Agung dengan mengikat para adipatinya dengan tali perkawinan dengan putri-putri Mataram.Ia sendiri menikah dengan putri Cirebon, sehingga daerah ini juga mengakui kekuasaan Mataram.Dan pada masa pemerintahannya, mataram mencapai puncak kejayaan sebagai kerajaan terbesar di pulau jawa.Saat bersamaan, kedaulatan mataram terancam oleh koloni Belanda.
DAFTAR PUSTAKA
Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 1993), halaman 131-134.
Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, halaman 85.Graff, Puncak Kekuasaan Mataram, 49.
Gunawan Sumodiningrat, Riant Nugroho. Membangun Indonesia Emas: model pembangunan Indonesia Baru menuju Negara-Bangsa yang Unggul dalam.
R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia III (Yogyakarta: Kanisius, 1987), halaman 61.
Salman Inskandar, 99 Tokoh Muslim Indonesia (Bandung: MIZAN, 2009), halaman 76.
Asril, M.Pd, sejarah Indonesia, zama penjajahan bangsa eropa.
No comments:
Post a Comment