Halaman

SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI MALAYSIA


SAID JANATUN NAIM / P. I. S/1A

A.        Sejarah Masuknya Islam ke Malaysia
            Banyak pendapat pendapat dari pakar sejarah yang menyatakan tentang sejarah masuknya islam di Malaysia diantaranya Wan Hussein Azmi, dalam kitabnya Islam di Malaysia Kedatangan  dan Perkembangan ( Abad 7-20 M), berargumen bahwa Islam datang pertama kali ke Malaysia sejak abad ke 7 M. Pendapat in berdasarkan pada sebuah argumen bahwa pada pertengahan abad tersebut pedagang Arab sudah sampai pada gugusan pulau-pulau Melayu, dimana Malaysia secara geografis tidak dapat dipisahkan darinya. Para pedagang Arab yang singgah dipelabuhan dagang Indonesia pada paruh ketiga abad tersebut, menurut Azmi tentu juga singgah di pelabuhan- pelabuhan dagang di Malaysia.

Sejalan dengan pendapat Wan Hussein Azmi, Hashim Abdullah dalam kitabnya Perspektif Islam di Malaysia, menegaskan bahwa para pedagang Arab singgah di pelabuhan-pelabuhan sumatera untuk mendapatkan barang-barang keperluan dan ada diantara mereka yang singgah di pelabuhan-pelabuhan tanah melayu seperti Kedah, Trengganu dan Malaka. maka bolehlah dikatakan bahwa islam telah masuk di tanah Melayu pada abad ke 7 M. Namun pendapat / teori ini masih sangat meragukan karena hipotesis tersebut terlalu umum dan masih dapat diperdebatkan.
Pendapat lain dikemukakan oleh S. Q Fatimi, dalam bukunya Islam Comes To Malaysia, menjelaskan bahwa Islam masuk ke Malaysia sekitar abad ke 8 H (14 M). Ia berpegang pada penemuan batu bersurat di daerah Trengganu yang bertanggal 702 H (1303 M). Batu bersurat tersebut di tulis dengan aksara Arab. Pada sebuah sisinya memuat pernyataan yang memerintahkan para penguasa dan pemerintah untuk berpegang teguh pada keyakinan Islam dan ajaran Rasulullah Saw. Dan  pada  sisi lainnya memuat 10 aturan dan mereka yang melanggarnya akan mendapat hukuman.
Namun pendapat S. Q Fatimi juga tidak dapat diterima, karena ada bukti yang lebih kuat yang menunjukkan bahwa Islam telah sampai ke Malaysia jauh sebelum itu yakni pada ke 3 H (abad 10 M). Pendapat terakhir ini berdasarkan pada penemuan batu nisan di Tanjung Ingris, Kedah pada tahun 1965. Pada batu nisan tersebut tertulis nama Syekh Abdu Al Qadir Ibnu Husayn syah yang meninggal pada tahun 291 H (940 M). Menurut sejarawan, Syekh Abdu Al Qadir adalah seorang Da'i keturunan Persia. Penemuan ini merupakan suatu bukti bahwa Islam telah datang ke Malaysia pada sekitar abad ke 3 H (10 M).
Tanjung Ingris Kedah tempat ditemukannya batu nisan tersebut merupakan daerah yang tanahnya lebih tinggi dari daerah sekitarnya. Lebih strategis dan layak dijadikan sebagai tempat  persinggahan pedagang- pedagang. Disekitar  makam tersebut juga terdapat banyak batu nisan dan ini memperlihatkan bahwa tempat tersebut merupakan sebuah perkampungan lama bagi orang Islam dan menjelaskan bahwa Tanjung Ingris Kedah adalah tempat persinggahan pedagang- pedagang Arab dan Persia.
Menyangkut penyebaran Islam di Malaysia, peranan Malaka sama sekali tidak dapat dikesampingkan. Karena koversi Melayu terjadi terutama selama periode kesultanan Malaka pada abad ke 15 M, dari sekitar tahun 1402 hingga 1511 M. Malaka dalam sejarah di nukilkan bahwasanya pembentukan dan pertumbuhannya ada kaitannya dengan perang saudara dikerajaan Majapahit setelah kematian Hayam Wuruk (1360-1389 M). Pada tahun 1401 M meletus perang saudara untuk merebut tahta kerajaan antara Wira Bumi dengan raja Wikrama Wardhana. Dalam perang tersebut Parmewara (Putra Raja Sriwijaya dari Dinasti Seilendra) turut terlibat karena ia menikahi salah seorang putri Majapahit. Oleh karena pihak yang ia bantu mengalami kekalahan maka parmewara dan pengikutnya melarikan diri kedaerah Temasek (singapura) yang berada di bawah kekuasaan empair Siam pada saat itu.
Temasek pada masa itu lebih merupakan sebuah perkampungan kaum nelayan, diperintah oleh seorang wakil raja Siam yang bernama Tamagi. Oleh karena inginkan kekuasaan akhirnya Parmewara membunuh Tamagi dan berhasil menjadi penguasa di Temasek. Peristiwa terbunuhnya Tamagi diketahui oleh raja Siam yang kemudian memutuskan untuk menuntut balas atas kematian Tamagi. Parmewara dan para pengikutnya mengundurkan diri ke Muar dan akhirnya sampai ke Malaka. Malaka ketika itu merupakan sebuah kampung kecil yang didiami oleh sebagian kecil kaum- kaum nelayan yang kerja mereka sebagian perampok kapal-kapal dagang yang datang dari Barat ke Timur. Sesampainya di Malaka, parmewara dilantik menjadi penguasa oleh pengikut-pengikutnya dan penduduk asli disana, dan kemudian mendirikan kerajaan Malaka pada tahun 1402 M.   
Berdasarkan faktor-faktor yang ada, Malaka tumbuh dengan pesat terutama dalam bidang perdagangan. Dengan berkembangnya Malaka sebagai daerah pelabuhan yang bertaraf internasional, secara tidak langsung telah mengundang orang-orang Arab dan khususnya para pedagang dari bangsa tersebut untuk masuk ke daerah tersebut dan melakukan transaksi perdagangan. Dan puncaknya Islam mendapatkan tempat di Malaka tak kala seorang ulama dari Jeddah yang Syeikh Abdul Aziz berhasil mengislamkan Parmewara pada tahun 1414 M (abad ke 15).
Setelah Parmewara masuk islam, ia mengganti namanya dengan Sultan Megat Iskandar Shah. Kitab sejarah Melayu menceritakan bahwa Raja Malaka Megat Iskandar Shah adalah orang pertama kali di kerajaan tersebut yang memeluk agama Islam. Selanjutnya ia memerintahkan segenap warganya menjadi muslim. Dalam proses Islamisasi berikutnya, para Sultan memberi dukungan yang besar dengan turut meningkatkan pemahaman tentang Islam dan berpartisipasi dalam pengembangan wacana, kajian dan pengamalan Islam.
Dalam sejarah di nukilkan bahwasanya para sultan Malaka mulai dari sultan pertama dan sultan yang berkuasa belakangan sangat berminat terhadap ajaran Islam. Banyak di antara mereka yang berguru kepada ulama-ulama yang terkenal. Sebagai contoh sultan Muhammad Shah berguru kepada Maulana Abdul Aziz, Sultan Mansur Syah berguru kepada Kadi Yusuf dan Maulana Abu Bakar. Dengan adanya para Sultan tersebut belajar Islam dengan para ulama-ulama yang ada saat itu dan telah memiliki pengetahuan agama yang luas maka para sultan tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh A.C Milner dalam bukunya Islam and The Muslim State menjelaskan, bahwasanya Sultan Malaka sebagai orang yang telah mengajarkan pengetahuan Agama Islam kepada para raja di negeri-negeri melayu lainnya.
Respon sultan dan rakyat Malaka yang antusias terhadap kedatangan Islam telah mengangkat posisi Malaka sebagai pusat kegiatan berdakwah. Selain rakyat Malaka menyebarkan dakwah keluar negeri, banyak pula orang luar yang datang ke Malaka untuk menuntut ilmu. Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga, dua ulama terkenal di pulau Jawa ini menamatkan pengajiannya di Malaka. Peran Malaka yang begitu penting dalam upaya Islamisasi makin berkembang setelah sultan Muzzafar Shah yang berkuasa sekitar tahun 1450 M menyatakan Islam sebagai agama resmi kerajaan Malaka, sultan Muzzafar shah juga telah menyusun perundang-undangan di negerinya yang sebagian isinya diambil dari ajaran Islam, yang mana undang-undang tersebut dikenal dengan nama Hukum kanun Malaka. Hukum kanun Malaka tersebut menjadi kitab sumber hukum dalam menangani beberapa pekara hukum di kesultanan Malaka. Dengan demikian, Malaka dapat dianggap sebagai kerajaan Melayu pertama yang menyusun perundangan yang mempunyai unsur-unsur syari'ah Islam.

B.        Islam Masa Malaya Kolonial
Kolonialisasi tanah Melayu telah menyebabkan nilai-nilai dan tatanan Islam dalam kehidupan masyarakat tradisional Melayu mengalami kemerosotan. Kebijakan kolonial portugis selama 130 tahun sejak 1511 M cenderung mencegah penyebaran Islam dan perkembangan usaha dagang Muslim. Namun Portugis gagal dalam usaha ini terutama karena terus menerus mendapat perlawanan orang Melayu. Belanda yang datang setelah mengalah Portugis pada tahun 1641 M agak lebih toleran kepada para penguasa Melayu. Pada tahun 1795 M Belanda dapat ditaklukan oleh kekuasaan Inggris. Di bawah kolonialisasi Inggris, perkembangan ajaran agama Islam dan pengaruhnya pada kehidupan Melayu menjadi terbatas.
Ada beberapa aspek yang dapat dicatat mengenai intervensi kolonial sehingga ruang gerak, perkembangan, dan pelaksanaan Islam menjadi terbatas, antara lain menyangkut hukum Islam, paradigma politik Islam serta munculnya permasalahan terkait dengan demografi penduduk.
Pertama, berkaitan dengan perkembangan hukum Islam. Sebagaiman dijelaskan sebelumnya hukum Islam menempati posisi dasar dikesultanan-kesultanan Melayu. Namun demikian, setelah kekuasaan kolonial mulai kokoh melalui perjanjian pihak Inggris berhasil menekan para penguasa Melayu untuk menerima semua usulan Inggris dalam berbagai hal, termasuk yang berkaitan dengan hukum Islam. Pada saat yang sama, kolonial Inggris memperkenalkan dan menerapkan sistem hukum dan admistrasi hukum sipil yang berbeda dengan sistem hukum dan pengadilan Islam.
Kedua, dampak lain yang juga terkait dengan kolonialisasi Inggris adalah kemerosotan paradigma politik Islam. Menurut Azyumardi Azra, kolonialisme yang kemudian disusul dengan penyebaran gagasan-gagasan dan konsep politik modern, seperti nasionalisme merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kemerosotan paradigma politik islam di kawasan ini sebagaimana direfleksikan dalam bahasa politik yang digunakan.
Ketiga, aspek lain dari kebijakan Inggris ini adalah masalah Demografi. Pada saat yang sama dengan pembatasan pelaksanaan hukum islam, demografi mengalami perubahan. Masyarakat menjadi lebih pluralis akibat imigrasi besar-besaran orang-orang non muslim Cina dan India yang sengaja didatangkan Inggris untuk bekerja disektor industri, pertambangan dan perkebunan.
Pluralitas masyarakat dengan multi agama dan budayanya jelas menjadi penghambat bagi perkembangan ajaran agama Islam. Karena berbagai aspek yang terkait dengan masyarakat yang berbeda agama dan budaya perlu menjadi pertimbangan dalam merumuskan setiap kebijakan dan peraturan kenegaraan pada sebuah negara yang baru tebentuk. Sehingga dampaknya setiap kebijakan dan aturan bersifat netral. Dengan demikian, itulah salah satu sebab mengapa sistem pemerintahan, bentuk negara dan sistem hukum yang berlaku pada negara Malaysia tidak dapat menerapkan kembali sistem pemerintahan dan hukum yang pernah berlaku pada masa kesultanan.

C.Kebangkitan Islam di Malaysia.
Pengamalan islam menjadi lebih tampak jelas terutama setelah kebangkitan Islam di Malaysia yang terjadi pada tahun 1970-an. Dan mencapai puncaknya pada tahun 1980 an. Kebangkitan Islam di Malaysia terlihat jelas pada upaya muslim Malaysia untuk mengamalkan ajaran islam secara lebih serius seperti: aktif shalat berjamaah di masjid, menghadiri wirid pengajian, banyak beramal sholeh, mengucapkan salam saat bertemu, berhati-hati saat membeli makanan agar tidak termakan pada yang haram, memakai busana muslim seperti jubah, jilbab atau baju kurung dan telekung bagi wanita, memakai sarung, serban dan peci atau pakaian lainnya yang jelas jelas mencirikan ketaatan sebagai muslim.
Gerakan kebangkitan islam juga terlihat dikalangan mahasiswa di kampus-kampus Malaysia. Dikalangan mahasiswa terdapat sekelompok-sekelompok pengajian yang dikenal dengan 'dakwah'. Mereka secara aktif mengadakan pengajian, puasa bersama, shalat malam bersama, dan tidak jarang juga mengadakan zikir dan renungan malam bersama. Hal yang sama juga terjadi di kalangan mahasiswa yang belajar diluar negeri, baik yang belajar di inggris maupun di amerika.
Dilatar belakangi oleh pendekatan dan pandangan internasionalis FOSIS yang umum tentang islam, mahasiswa asal Malaysia membutuhkan persiapan diri untuk perjuangan islam di Malaysia kembali, diawal tahun 1975, dua organisasi islam yang baru yang lebih militan terbentuk dikalangan mahasiswa Malaysia di London, yaitu Suara Islam dan Islam Representation Council  (IRC). Berpegang pada ajaran-ajaran al-maududi, serta terinspirasi dari jamaah islami dari Indo-Pakistan dan Ikhwan al- muslimin dari mesir, para mahasiswa yang tergabung dalam dua organisasi ini menjadi punya interpresentasi Islam yang radikal. Terutama Suara Islam, saat itu berobsesi untuk melaksanakan perjuangan islam di Malaysia (revolusi islam), dengan perjuangan ideology yang akan menyoroti konflik fundamental antara islam dan bukan islam.
Berbeda dengan suara Islam, IRC dengan mengikuti garis Ikhwanul muslimin, berupaya mendirikan sel-sel rahasia sebagai alat terbaik untuk menyebarluaskan ajaran Islam. Strategi mereka adalah menyelinap kedalam organisasi yang ada dan berupaya memprakarsai perubahan melalui partai politik islam, IRC menekankan pendidikan, dengan menyebarluaskan alternatif islam sebagai milik tunggal jalan sejati menuju cara hidup yang sempurna, melalui pembentukan dan penyebaran sel-sel rahasia kecil di kalangan mahasiswa. Selain itu mahasiswa yang mempunyai kesadaran islam yang begitu tinggi ini, telah kembali ke Malaysia, mengabdi kepada Negara dan masyarakatnya. Dengan demikian, kebangkitan islam di Malaysia yang terlihat dari kesadaran muslim Malaysia untuk mengamalkan ajaran islam yang lebih serius, juga turut menguat nuansa islam di Malaysia.

DAFTAR PUSTAKA
Dardiri, Dkk. 2006. Sejarah Islam Asia Tenggara. Pekanbaru: Institute for Southeast Asian Islamic Studies (ISAIS) dan Alif Riau.
Gusrianto. 2012. Diktat Sejarah dan Perkembangan Islam di Asia Tenggara. Pekanbaru.
tugas-makalah.blogspot.co.id/2012/06/islam-di-malaysia.html diakses pada tanggal 15 november 2015.

No comments:

Post a Comment