RAHMAT ARIFAN/SI IV
Pergerakan nasional di indonesia, di awali dengan berdirinya sebuah organsasi yang bernama organisasi budi utomo pada awal abad kedua puluh yaitu tepat pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa stovia di batavia dengan Sutomo sebagai ketuanya. Terbentuknya organisasi tersebut atas ide dr. Wahidin Sudirohusodo yang sebelumnya telah berkeliling Jawa untuk menawarkan idenya membentuk Studiefounds.
Gagasan Studiesfounds bertujuan untuk menghimpun dana guna memberikan beasiswa bagi pelajar yang berprestasi, namun tidak mampu melanjutnya studinya. Gagasan itu tidak terwujud, tetapi gagasan itu melahirkan Budi Utomo. Tujuan Budi Utomo adalah memajukan pengajaran dan kebudayaan.
Tujuan tersebut ingin dicapai dengan usaha-usaha sebagai berikut:
1) memajukan pengajaran;
2) memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan;
3) memajukan teknik dan industri
4) menghidupkan kembali kebudayaan.[1]
Tiga tahun setela berdirinya Budi Utomo, maka pada tahun 1911 didirikanlah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang awalnya diberinama Sarekat Dagang Islam (SDI) di kota Solo oleh Haji Samanhudi. Haji Samanhudi sendiri adalah seorang pengusaha batik di Kampung Lawean (Solo) yang mempunyai banyak pekerja. Perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika Tjokroaminoto memegang tampuk pimpinan dan mengubah nama perkumpulan itu menjadi Sarekat Islam. Kata Dagang dalam Serikat Dagang Islam dihilangkan dengan maksud agar ruang geraknya lebih luas tidak dalam bidang dagang saja.
Pada periode antara tahun 1911-1923 Sarekat Islam menempuh garis perjuangan parlementer dan evolusioner. Artinya, Sarekat Islam mengadakan politik kerja sama dengan pemerintah kolonial. Namun setelah tahun 1923, Sarekat Islam menempuh garis perjuangan nonkooperatif. Artinya, organisasi tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial, atas nama dirinya sendiri.
Latar belakang dibentuknya perkumpulan ini adalah reaksi terhadap monopoli penjualan bahan baku oleh pedagang China yang dirasakan sangat merugikan pedagang Islam. Namun, para pendiri Sarekat Islam mendirikan organisasi itu bukan hanya untuk mengadakan perlawanan terhadap orang-orang Cina namun untuk membuat front melawan penghinaan terhadap rakyat bumi putera. Juga merupakan reaksi terhadap rencana krestenings politik (politik pengkristenan) dari kaum Zending, perlawanan terhadap kecurangan-kecurangan dan penindasan-penindasan dari pihak ambtenar bumi putera dan Eropa.
Pokok utama perlawanan Sarekat Islam ditujukan terhadap setiap bentuk penindasan. Jadi dapat disimpulkan yang menjadi latarbelakang berdirinya Sarekat Islam (SI) yaitu :
1. Faktor ekonomi, yaitu untuk memperkuat diri menghadapi Cina yang mempermainkan penjualan bahan baku batik
2. Faktor agama, yaitu untuk memajukan agama Islam.
Tujuan utama SI pada awal berdirinya adalah menghidupkan kegiatan ekonomi pedagang Islam Jawa. Keadaan hubungan yang tidak harmonis antara Jawa dan Cina mendorong pedagang-pedagang Jawa untuk bersatu menghadapi pedagang-pedagang Cina. Di samping itu agama Islam merupakan faktor pengikat dan penyatu kekuatan pedagang-pedagang Islam.
Adapun Tujuan Serikat Islam (SI) di tinjau dari anggaran dasarnya meliputi
1. Mengembangkan jiwa dagang,
2. Membantu para anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha,
3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang menaikkan derajat rakyat bumiputera
4. Menentang pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam, dan
5. Hidup menurut perintah agama.[2]
Indische Partij adalah organisasi modern ketiga yang berdiri setelah Budi Utomo dan Sarekat Islam. Organisasi ini merupakan organisasi pertama yang secara tegas menyatakan berpolitik. Dengan demikian indische partij adalah partai politik pertama di Indonesia. Indische Partij ingin menggantikan Indische Bond yang berdiri pada tahun 1898. Indische Bond adalah organisasi kaum Belanda yang berdarah indonesia dengan pimpinan K. Zaalberg. Tujuan dibentuknya indische partij ini adalah untuk memperbaiki keadaan kaum Indo. Pada masa itu kaum Indo (darah campura belanda dengan Indonesia) menaruh dendam kepada bangsa Belanda dan segala sesuatu yang bercorak Belanda. Hal ini disebabkan kaum Indo seolah-olah menjadi golongan yang dilupakan oleh bangsa Belanda.
Douwes Dekker melihat keganjilan-keganjilan dalam masyarakat kolonial khususnya dalam hal diskriminasi antara keturunan Belanda asli dan orang Belanda campuran (Indo). Nasib para Indo tidak ditentukan oleh pemerintahan kolonial, namun terletak pada bentuk kerjasama dengan penduduk Indonesia lainnya. Bahkan menurut Douwes Dekker yang kemudian dikenal dengan nama Danudirdja Setyabudhi, ia tidak mengenak supremasi Indo atas penduduk bumi putera malah ia menghendaki hilangnya golongan Indo dengan cara bercampur dengan bumi putera.[3]
Douwes Dekker, seorang Indo, berusaha mempengaruhi Indische Bond. Menurutnya, segala keluh kesah dan bantahan-bantahan tidak akan ada gunanya. Sumber dari segala kesukaran itu dikarenakan ketergantungan pada pemerintah kolonial yang menyebabkan kaum Indo menderita dan dicampakan. Pendirian organisasi ini dipertegas lagi pada sidang Indische Bond yang diselenggarakan di Jakarta tanggal 12 desember 1911, dengan pokok pidato "Gabungan kulit putih dengan sawo matang". Ia berkata, bahwa jumlah kaum Indo sangat sedikit, sehingga jika ia bertindak seorang diri,maka ia tak mungkin memperoleh keuntungan. Syarat untuk memperoleh kemenangan dalam pertentangan dengan penjajah Belanda ialah menggabungkan diri dengan bangsa Indonesia agar kedudukan organisasinya makin bertambah kuat.
Pendapat Douwes Dekker berbeda dengan pendapat Zaanberg, pemimpin Indische Bond. Ia menerima ketergantungan terhadap pemerintah kolonial. Menurut Zaanberg, dalam ketergantungan itu, kaum indo akan hidup berbahagia, asalkan pemerintah dan orang-orang Eropa lapisan atas suka menolongnya. Zaalberg ingin mengekalkan penjajahan sedangkan Douwes Dekker ingin menghapuskan penjajahan itu.
Untuk persiapan pendirian Indische Partij, maka mulai tanggal 15 September - 3 oktober 1912, Douwes Dekker mengadakan perjalanan Propaganda di Pulau Jawa. Di Surabaya, ia mendapat sokongan dari Dokter Tjipto Mangoen Koesoemo. Di Bandung ia mendapat sokongan dari R.M. Soewardi Soerjaningrat, juga Abdul Muis yang pada saat itu telah menjadi pimpinan Sarekat Islam cabang Bandung. Di Yogyakarta mendapat sambutan baik dari pengurus Budi Utomo, juga daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka merupakan tiga serangkai yang sangat ditakuti oleh Belanda. Mereka ialah tokoh-tokoh Indische Partic yang didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 yang mana semboyannya yaitu Hindia for Hindia yang berarti Inodnesia hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang menetap dan bertempat tinggal di Indonesia tanpa terkecuali.
Tujuan Indische Partij
Dalam anggaran dasar indische partij (Pasal 2) dirumuskan tujuan sebagai berikut
1. Untuk membangun patriotisme semua Indiers kepada tanah air yang telah memberi lapangan hidup kepada mereka.
2. Menganjurkan kerjasama atas dasar persamaan ketatanegaraan.
3. Memajukan tanah air Hindia.
4. Mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka.
Adapun saha-usaha untuk mencapai tujuan itu adalah sebagai berikut
1. Memelihara Nasionalisme Hindia, dengan cara meresapkan cita-cita kesatuan bangsa terhadap semua bangsa Hindia, meluaskan pengetahuan umum tentang sejarah kebudayaan Hindia, menyatupadukan intelek secara bertahap kedalam golongan-golongan bangsa yang masih hidup bersama dalam keadaan terpisah karena ras masing-masing, menghidupkan kesadaran diri dan kepercayaan terhadap diri sendiri.
2. Menyingkirkan kesombongan rasial dan keistimewaan ras, baik dalam bidang ke tatanegaraan maupun dalam bidang kemasyarakatan, melawan usaha untuk membangkitkan kebencian terhadap agama dan sektarisme yang bisa mengakibatkan bangsa Hindia tidak mengenal satu sama lain, dan memajukan kerjasama nasional.
3. Memperkuat tenaga bangsa Hindia dengan cara mengembangkan individu ke arah aktivitas yang lebih besar lagi dan memperkuat kekuatan batin dalam hal kesusilaan.
4. Mengusahakan persamaan hak bagi semua orang Hindia.
5. Memperkuat pertahanan bangsa Hindia untuk mempertahankan tanah air dari serangan asing.
6. Mengusahakan unifikasi, perluasan, pendalaman dan Hindianisasi pengajaran, yang di dalam semua hal harus ditujukan kepada kepentingan ekonomis Hindia, dimana tidak diperbolehkan adanya perbedaan perlakuan ras, seks atau kasta dan harus dilaksanakan sampai tingkat setinggi-tingginya yang bisa di capai.
7. Memperbesar pengaruh Pro-Hindia ke dalam pemerintahan.
8. Memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Hindia, terutama dengan memperkuat yang lemah ekonominya.
Sejak semula Indische Partij memang menunjukkan keradikalannya sehingga pemerintah kolonial Belanda merasa perlu untuk cepat-cepat menghentikannya. Itulah sebabnya organisasi ini tidak dapat berumur panjang karena pada akhirnya pemimpinnya dibuang ke luar negeri (1913). Adalah menarik, bahwa persoalan yang menyangkut nasib tiga serangkai tersebut erat hubungannya dengan tindakan Belanda pada tahun 1913, dalam rangka memperingati bebasnya negeri Belanda dari penindasan Prancis pada tahun 1813. Adalah suatu ironi bahwa negara yang menjajah, merayakan kebebasan negerinya itu di negeri yang dijajahnya sendiri, lebih-lebih untuk perayaan tersebut pemerintah akan memungut biaya dari rakyat Hindia.[4]
DAFTAR PUSTAKA
[3]suwarno,Drs,MSi.2011.latar belakang dan fase awal pertumbuhan kesadaran nasional.purwokerto.diterbitkan oleh program studi pendidikan sejarahfakultas keguruan dan ilmu pendidikan universitas muahamadyah purwokerto.
No comments:
Post a Comment