Halaman

Mengenang Kembali Pertempuran Medan Area

SITI WULANDARI/SI V


            Ketika mengingat kembali Kota Medan dan sejarahnya dahulu maka kita akan teringat pula dengan perjuangan fisik rakyat Medan ketika melawan penjajahan. Perjuangan ini dikenal dengan nama peristiwa Medan Area.
            Latar Belakang Pertempuran Medan Area: 

1.      Bekas tawanan yang menjadi arogan dan sewenang-wenang
2.      Ulah seorang penghuni hotel merampas dan menginjak-injak lencana merah putih
3.      Pemberian batas daerah Medan secara sepihak oleh Sekutu dengan memasang papan pembatas yang bertuliskan "Fixed Boundaries Medan Area (Batas Resmi Medan Area)" di sudut-sudut pinggiran Kota Medan.
            Peristiwa ini diawali dengan mendaratnya pasukan Serikat di bawah pimpinan Brigadir Jenderak T.E.D Kelly pada tanggal 9 Oktober 1945. Kekuatan mereka adalah 1 Brigade- 4 dari Divisi India ke 26. Sehari setelah menddarat, AFNEI membebaskan tawanan perang yang kebanyakan orang Belanda. Para tawanan itu kemudian di persenjatai dan di bentuk menjadi Medan Batalyon KNIL.
Sikap arogan batalyon tersebut memancing perlawanan dari pihak pemuda. Pertempuran pertama meletus di Medan pada tanggal 13 Oktober 1945. Pertempuran menyebar ke kota-kota lain, seperti Pematang Siantar dan Brastagi. Guna menyusun kekuatan militer, para bekas Giyugun dan Heiho membentuk TKR Sumatera Timur. Seorang mantan Giyugun bernama Ahmad Taher bertindak sebagai Komandan. Di samping itu, para pemuda membentuk organisasi kelaskaran, seperti Pemuda Republik Indonesia Sumatera Timur.[1]
Sebenaranya pasukan serikan yang datang adalah orang-orang yang di persiapkan untuk mengambil alih pemerintahan  yang di boncengi oleh NICA. Sikap pemerintah RI Sumut memberikan izin mereka untuk tinggal di hotel-hotel yang ada di Kota Medan seperti, Hotell Astoria, Hotel de Boer, Grand Hotel dan lain-lainnya.
Karena merasa telah memiliki kekuatan yang lebih maka pasukan ini merasa congkak dan angkuh. Terbukti dengan insiden pertama yang terjadi di sebuah hotel di Jalan Bali Medan. Insiden ini terjadi pada tanggal 13 Oktober 1945, di awali dengan seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana merah putih yang di pakai oleh seorang yang di temuinya, maka terjadilah kerusuhan yang terjadi di hotel tersebut. Hotel tersebut di serang oleh para pemuda dan dalam pertempuran ini jatuh korban sebanyak 96 orang dan sebagaian besar adalah pasukan NICA.
Pada tanggal 15 Oktober di bentuk Badan-badan perjuangan  yang pada akhirnya di ubah menjadi Pemuda Republik Indonesia Sumatera Timur dan sebulan kemudian di ubah menjadi Pesindo. Setelah terbentuknya partai-partai politik pada bulan November 1945 terbentuklah laskar-laskar partai. PNI memiliki Nasional Pelopor Indonesia (Napindo), PKI mempunyai barisan merah, Masyumi memiliki Hizbullah, Parkindo membentuk Pemuda Parkindo.[2]
Semakin lama keadaan di kota Medan semakin tidak aman dan kondusif. Karena bnayak terjadi aksi-aksi yang dilakukan oleh pemuda-pemuda dan pasukan NICA. Jelas terlihat dari sisi inii bahwa NICA sangat ingin menguasai Kota Medan sebagai daerah kekuasaan NICA dan Inggris.  Sama halnya seperti daerah-daerah lainnya di Indonesia, di Medan pun terjadi pelucutan senjata. Rakyat Medan harus menyerahkan senjata kapada NICA, pasukan NICA di dukung oleh Inggris sehingga NICA semakin kuat dan mendapat keleluasaan di Medan.
Pada saat itu juga pasukan NICA melancarkan aksi teror sehingga terjadi permusuhan kepada pemuda, dan hal ini membuat suasana di Kota Medan mencekan dan tidak aman. Disamping itu pihak Indonesia tidak mendukung atau melindungi patroli yang di lakukan oleh pihak Nica sehingga banyak jatuh korban jiwa dari pihak pasukan serikat. Karena hal ini pulalah pasukan serikat mengambil tindakan sendiri. Dan pada tanggal 1 Desember 1945 mereka memasang papan-papan yang bertuliskan "Fixed Boundaris Medan Area" di sepanjang jalan-jalan yang ada di kota Medan. Sejak saat inilah Medan Area menjadi terkenal dan di ketahui oleh rakyat Indonesia.
Inggris melakukan pembersihan di Kota Medan. Ini adalah tantangan yang harus dilakukan pihak Inggris atas NICA. Hal ini adalah pembersihan yang dilakukan untuk menghilangkan unsur unsur Indonesia yang ada di Kota Medan. Para pemuda yang tidak terima dengan aksi pembersiahan tersebut membalas dengan melawan aksi pasukan NICA dan Inggris dengan pengusiran. Dan setiap aksi pengusiran yang dilakukan pemuda selalu di balas dengan aksi pengepungan oleh pihak NICA bahkan terjadi aksi tembak-menembak yang menelan korban jiwa.
Pada tanggal 10 Desember 1945, pasukan Inggris dan NICA berusaha menghancurkan konsentrasi TKR di Trepes berhasil di gagalkan. Selanjutnya seorang perwira Inggris di culik oleh pemuda beberpa truk berhasil di hncurkan. Dengan peristiwa ini Jenderal T.E.D. Kelly kembali mengancam para pemuda agar meyerahkan senjata mereka. Barang siapa yang nyata-nyata melanggar akan di tembak mati. Daerah yang di tentukan adalah kota Medan dan delapan setengah kilometer dari batas kota Medan dan Belawan.[3]
Perlawanan terus memuncak. Pada bulan April 1946 tentara Inggris mulai berusaha mendesak pemerintah RI ke luar Kota Medan. Gubernur, markaas divisi TKR, Walikota RI pindah ke Pematang Siantar. Dengan demikian Inggris berhasil menguasai Kota Medan.
Pada bulan April 1946, Sekutu berhasil menduduki kota Medan. untuk sementara waktu Pusat perjuangan rakyat Medan kemudian dipindahkan ke Siantar, sementara itu perlawanan para laskar pemuda dipindahkan keluar kota medan,perlawanan terhadap sekutu semakin sengit pada tanggal 10 Agustus 1946 di Tebing Tinggi diadakan pertemuan diantara para Komandan pasukan yang berjuang di Medan Area dan memutuskan dibentuk nya satu komando yang bernama komando resimen laskar rakyat untuk memperkuat perlawanan di kota medan, setelah pertemuan para komando itu pada tanggal 19 Agustus 1946 di Kabanjahe telah terbentuk barisan pemuda indonesia (BPI)dan berganti nama menjadi Komando resimen laskar Rakyat cabang Tanah Karo, dipimpin oleh Matang Sitepu.
Sebagai ketua umum dibantu oleh Tama Ginting, Payung Bangun, Selamat Ginting,Rakutta Sembiring, R.M. Pandia, dari N.V mas Persada Koran Karo-karo dan Keterangan Sebayang. Di dalam Barisan laskar rakyat ini semua potensi pimpinan pemuda dengan berisan-barisan perjuangannya, dirangkul, bergabung ke dalam Barisan Pemuda Indonesia termasuk bekas Gyugun atau Haiho seperti: Djamin Ginting, Nelang Sembiring, Bom Ginting. Sedangkan dari Talapeta: Payung Bangun, Gandil Bangun, Meriam Ginting, Tampe Malem Sinulingga.
Dari N.V. mas Persada: Koran Karo-karo. Dari Pusera Medan: Selamat Ginting, Rakutta Sembiring dan tampak sebayang. Demikian pula dari potensi-potensi pemuda lain seperti: Tama Ginting, Matang Sitepu. Dalam proses sejarah selanjutnya, komando laskar rakyat kemudian berubah menjadi BKR (Badan Keselamatan Rakyat) yang merupakan tentara resmi pemerintah dimana Djamin Ginting's ditetapkan sebagai komandan pasukan teras bersama-sama Nelang Sembiring dan Bom Ginting yang anggotanya antara lain Selamat Ginting's, Nahud Bangun, Rimrim Ginting, Kapiten Purba, Tampak Sebayang dan lain-lain. Pada umumnya yang menjadi anggota BKR ini adalah para bekas anggota Gyugun atau Heiho dan berisan-barisan bentukan Jepang. Djamin Ginting.S bekas komandan pleton Gyugun ditunjuk menjadi Komandan Batalyon BKR Tanah Karo.[4]
Komandan ini terus mengadakan serangan terhadap Sekutu diwilayah Medan. Hampir di seluruh wilayah Sumatera terjadi perlawanan rakayat terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Pertempuran itu terjadi, antara lian di Pandang, Bukit tinggi dan Aceh.
Dalam waktu 3 minggu Komando Medan Area (KMA) mengadakan konsolidasi, disusun rencana serangan baru terhadap Kota Medan. Kekuatannya sekitar 5 batalyon dengan pembagian sasaran yang tepat. Hari "H" ditentukan 15 Februari 1947 pukul 06.00 WIB. Untuk masing-masing sektor telah ditentukan Komandannya yakni pertempuran di front Medan Barat dipimpin oleh Mayor Hasan Achmad dari Resimen Istimewa Medan Area atau RIMA.
Pertempuran di front Medan Area Selatan dipimpin oleh Mayor Martinus Lubis dan pertempuran di front Koridor Medan Belawan berasal dari pasukan Yahya Hasan dan Letnan Muda Amir Yahya dari Kompi II Batalyion III RIMA.
Sayang karena kesalahan komunikasi serangan ini tidak dilakukan secara serentak, tapi walaupun demikian serangan umum ini berhasil membuat Belanda kalang kabut sepanjang malam. Karena tidak memiliki senjata berat, jalannya pertempuran tidak berubah. Menjelang subuh pasukan pemuda yang ada di  kota Medan mundur ke Mariendal.                                                                                             Serangan umum 15 Februari 1947 ini merupakan serangan besar terakhir yang dilancarkan oleh pejuang-pejuang di Medan.[5]
            Dalam peristiwa ini terdapat banyak hal yang menjadi pelajaran bahwa semua elemen dalam setiap barisan harus memiliki koordinasi yang baik dan kuat. Inggris yang seharusnya menjadi pihak penengah justru menjadi pemecah perang. Peristiwa ini membuktikan bahwa betapa uletnya para pemuda yang berjuang dengan gigih mengusir penjajah tanpa mmengenal lelah. Jika pemuda dahulu saja bisa menjadi pahlawan bangsa mengapa kita yang telah maju dan modern tidak bisa mengukir prestasi demi nama bangsa? Sejarah telah membuktikan betapa besar dan kuatnya motivasi dan perjuangan bangsa kita.

Kutipan :
[1]. Matroji.2008.Sejarah 3 SMA/MA.Jakarta: Bumi Aksara   Hal. 38
[2] Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto.1984.Sejarah Nasional    Indonesia VI. Jakarta: PN Balai Pustaka.   Hal 120
[3] Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto.1984.Sejarah Nasional    Indonesia VI. Jakarta: PN Balai Pustaka.   Hal 120
[4] Wikipedia.com


No comments:

Post a Comment