Halaman

DWI FUNGSI ABRI


Aditya Putra Gumesa S/A

A.PENGERTIAN DWI FUNGSI ABRI
Konsep Dwi Funsi ABRI yang berawal dari konsep"jalan tengah" yang di kemukakan oleh Jendral A.H.Nasution.Dwi Fungsi ABRI sendiri mengenai konsep jalan tengah sebelumnya sudah direncanakan oleh presden Soekarno berserta kabinet dan pimpinan Angkatan Perang pada saat itu,dimana akan diberi kesempatan kesempatan yang luas kepada pewira pewira tentara atas dasar perorangan tetapi sebagai eksponen tentara untuk berpartisipasi secara aktif dalam bidang non militer dalam menentukan kebijakan Nasional Pada tingkat Tinggi,termasuk dalam bidang keuangan,ekonomi,politik dan sebagainya.

Dwi Fungsi ABRI ialah suatu doktrin dilingkungan militer Indonesia,yang menyebutkan bahwa ABRI memiliki dua tugas,yaitu pertama menjaga keamanan dan ketertiban Negara,dan kedua memegang kekuasaan dan mengataur Negara.dengan peran ganda ini,militer diizinkan untuk memegang posisi di dalam pemerintahan.pernyataan diatas berdasarkan beberapa pidato Soeharto,yang mengatakan bahwa sejalan dengan pelaksanaan tugasnya sebagai alat pertahanan Negara dan keamaan,maka ABRI harus dapat dengan tepat melaksanakan peranannya sebagai kekuatan sosial dan politik.
            Sedangkan dalam bentuknya ABRI sebagai kekuatan sosial,memliki dua buah fungsi,yaitu fungsi stabilisator,dan fungsi dinamisator.
a.ABRI sebagai fungsi dinamisator
1. Kemampuan ABRI untuk berkominikasi dengan rakyat,untuk merasakan dinamika masyarakat,dan untuk memahami serta merasakan aspirasi serta kebutuhan kebutuhan rakyat,memungkinkan ABRI secara nyata membimbing,menggugah dan mendorong masyarakat untuk lebih giat ,melakukan partisipasi dalam pembangunan.
2.  kemampuan tersebut dapat mengarahkan kepada dua jurusan.disatu pihak hal tersebut merupakan potensi nyata ABRI untuk membantu masyarakat menegakan asas asas serta tata cara kehidupan bermasyarakat dan bernegara,dan ABRI juga berfungsi sebagai penyalur aspirasi masyarakat.
3. Untuk dapat lebih meningkatkan kesadaran Nasional dan untuk mensukseskan pembangaunan,diperlukan suatu disiplin sosial dan dispiln nasional yang mantap.oleh karena itu disiplin ABRI bersumber dari pada saptamaga dan sumpah prajurit
4.  sifat ABRI yang modern serta penguasaan ilmu dan teknologi serta peralatan yang maju,memberikan kemampuan kepada ABRI untuk juga melopori usaha usaha moderinisasi.

b.ABRI sebagai fungsi Stabilisator
1.Kemampuan ABRI untuk berkomunkasi dengan rakyat,untuk merasakan dinamika masyarakat,dan untuk memahami aspirasi aspirasi yang hidup dalam masyarakat,membuat ABRI sebagai jalur penting dalam rangka pengawasan sosial
2.Kesadaran Nasional yang tinggi,yang dimiliki oleh setiap prajurit ABRI merupakan penangkal yang efektif terhadaa pegaruh sosial yang bersifat negatif dari budaya serta nilai nilai asing yang kini membanjiri masyarakt Indonesia
3.Sifat ABRI yang realistis dan pragmatis dapat mendorong masyarakat agar dalam menanggulangi masalah masalah berlandaskan tata pilir yang nyata dan berpijak pada kenyataan situasi serta kondisi yang dihadapi,dengan mengutamakan nilai kemanfaatan bagi kepentingan nasional kemudian rakyat akan dapat secara tepat waktu menentukan prioritas prioritas permasalhan dan sasaran sasaran yang diutamakan
4.dengan demikian akan dapat dinetralisasi atau dikurangi ketegangan,gejolak gejolak,dan keresahan keresahan yang pasti akan melanda masyarakt yang sedang giat giatnya melaksanakan pembanguanan.[1]



B.PELAKSANAAN DWI FUNGSI ABRI PADA ORDE BARU
            Ketika Soeharto ditunjuk sebagai Presiden berdasarkan ketetapan MPR No.IX/MPRS/1966 Soeharto kemudian menerima penyerahan kekuasaan pemerintah dari Presiden Soekarno,pada saat sidang istimewa MPRS yang dilaksanakan pada tanggal 7 sampai dengan 11 Maret 1967.Soeharto ditunjuk oleh MPRS sebagai pejabat Presiden sampai terpilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilihan Umum.Jendral Soeharto dilantik menjadi Presiden pada tanggal 27 Maret 1968 dengan berdasarkan TAP MPRS No.XLIV/MPRS/1968 pada saat sidang istimewa.[2]
Pada perkembangannya ABRI menjadi kekuatan dominan dalam pemerintahan.presiden berasal dari ABRI,dan juga banyak mentri dari ABRI.bahkan pada kurun waktu 1960 an dan 1970 an hamper semua Gubenur danBupati/walikota berasal dari ABRI,ditambah pula dengan kopkamtib(komando pemulihan keamanan dan ketertiban) yang mempunyai peranan yang cukup besar pada waktu itu.partai partai politik pun menjadi kurang berpengaruh dan mengalami intervensi dari pihak militer untuk menjamin agar pemimpin pemimpinya tidak mengganggu stabilitas politik.
Selain itu,pengaruh yang cukup besar dalam implementasi peran social politik ABRI ini juga terasa dalam parlemen.berawal dari penetapan Presiden No.4 Tahun 1960 menegenai pembentukan DPR baru yang disebut DPR-GR(gotong royong).komposisi DPR-GR adalah 130 orang wakil dari partai politik dan 152 orang dari perwakilan golongan fungsionil(karaya) serta seorang wakil dari Irian Barat.TNI memporel jatah 35 kursi sebagai bagian dari golongan fungsionil(karya) angkatan bersenjata.[3]
Ini merupakan saat pertama TNI memiliki wakil dalam lembaga legislatif.posisi ini kemudian di ikuti dengan penempatan wakil TNI di DPRD,baik daerah tingkat I maupun tingkat II.pada perkembangan berikutnya,posisi parlemen semakin kuat.masa orde baru dibawah Soeharto ini menempatakan TNI dalam posisi strategis.pada perkembangan selanjutnya jumlah kursi TNI di DPR mengalami peningkatan.TNI memperoleh 100 kursi,sedangkan di DPRD I dan DPRD II memperoleh 20% jatah kursi dari total anggota yang ada dalam lembaga perwakilan tersebut.
Posisi ABRI yang menjadi mayoritas di parlemen pun mau tidak mau ikut mempengaruhi dari setiap kebijakan yang dihasilkan.secara tidak langsung Soeharto mengendalikan lembaga legislative ini melalui anggota anggota ABRI yang duduk di Parlemen.sehingga kebijakan kebijkan yang bisa mengancam stabilitas pemerintahannya dapat di minimalisir dengan adanya peran militer di dalamnya.dengan masuknya ABRI dalam parlemen,makasemakain memperkokoh kedudukan dan posisi militer,serta pengaruh militernya dalam bidang social politik di Indonesia.ada beberapa faktor yang menyebabkan militer berperan dalam bidang sosial politik:
1.      Adanya anggapan bahwa militer berperan menegmban tugas sebagai penyelamat Negara.anggapan ini muncul karena pada awalnya mereka dibentuk sebagai alat pertahanan Negara.oleh karena itu tugas ini pula,rasa nasionalisme yang melekat pada militer kelihatan lebih kuat
2.      Ada semacam kepercayaan pada golongan militer bahwa mereka memiliki identitas khusus dalam masyrakat,mereka mengidentifikasikan dirinya sebagai pelindung kepentingan nasional.
3.      Militer mengidentifikasikan dirinya sebagai artiber atau stabilisator bagi negaranya.peran ini sering diartikan bahwa jika militer mengambil alih kekuasaan politik selalu disertai pernytaan pengambil alihan peranan politik itu bersifat sementara sampai stabilitas dan ketertiban umum terpenuhi.
4.      Militer mengidentifikasi dirinya sebagai pelindung kebebasan umum
Sama halnya dengan di Indonesia,militer merasa dirinya sangat mempunyai peran yang terpenting dalam Negara,bukan hanya sebagai alat pertahanan keamanan saja,tetapi juga pelindung nasional yang mengintergreasikan dirinya dalam kancah politik di Indonesia.dengan kebijkan Dwi Fungsi ABRI yang dimilikinya,militer merasa bahwa tindakan tindakan yang dilakukannya adalah semata mata untuk kepentingan rakyat,walau pun pada perjalanannya peran militer mempunyai perluasan peran yang menjadikan militer sebagai kekuatan yang mendominasi dalam pemerintahan.[4]


C.PENGARUH KEBIJAKAN DWI FUNGSI ABRI TERHADAP PERAN MILITER DALAM BIDANG SOSIAL DAN POLITIK
Mantan Kepala Staf Teritorial TNI Agus Widjojo mengatakan bahwa implementasi dari Dwi Fungsi ABRI oleh Soeharto telah bergeser amat jauh dari konsep yang dibayangkan oleh Jendral A.H.Nasution,awalnya Dwi Fungsi digagas sebagai kekuatan pertahan keamanan dan sosial,tetapi di bawah kepemimpinan Soeharto Dwi Fungsi menjadi alat pertahan keamanan dan sosial poloyik demi melindungi pemerintahan Soeharto.
Ada beberapa pengaruh yang terjadi selama penerapapan Dwi Fungsi ABRI di bawah kendali oleh Soeharto:
1.      Penyederhanaan Partai Partai politik,penyederhanaan atau peleburan partai politik pada awal tahun 1973,hal tersebut dikuatkan dengan adanya UU No.3 Tahun 1975 dan pada perkembangannya menjadi UU No.3 Tahun 1985 tentang partai politik dan Golongan Karya.dari semula berjumlah 10 partai menjadi hanya 3 partai,yaitu PPP,Golkar dan PDI.penyederhanaan partai partai politik ini dimaksudkan untuk mencegah konflik konflik politik di kalangan masyarakat
2.      Pemberlakuan "asas Tunggal" yaitu diberlakukannya Pancasila sebagai satu satunya asas bagi seluruh organisasi masyrakat(ormas) maupun organisasi politik lainnya di Indonesia sejak tahun 1985.kebijkan ini dimaksud untuk mencegah kembalinya apa yang dikenal sebagai "politik aliran".dengan diberlakukannya Pancasila sebagai asas tunggal diharapkan tidak ada lagi ormas tau orsospol yang mendasarkan dirinya pada ideologi lain.dalam pelaksanaannya,hal tersebut mendapat pertentangan dari kalangan organisasi organisasi yang menolak diberlakukan asas asa tunggal.
3.      Menguatnya solusi Civil Society,mulai mengutnya peranan civil society(masyarakat madani) ditandai dengan disahkannya Undang Undang Peradilah Tata Usaha Negara(PTUN) pada 1986,munculnya KOMNAS HAM,tampinya politisi sipil sebagai ketua umum Golkar untuk pertama kalinya,serta menguatnya LSM telah memperkokoh posisi sipil dalam organisasi kemasyrakatan.fenomena ini tidak terlepas dari bertambahnya golongan masyarakat terdidik,sebagai damapak dari pesatnya pembanguan ekonomi serta adanya pengaruh dari arus demokratisasi yang melanda dunia internasional setelah runtuhnya ideologi komunismes di Uni Soviet dan Eropa Timur
4.      Pesatnya pembangunan ekonomi,salah satu yang bisa dibanggakan dari pemerintah Soeharto adalah pesatnya kemajuan di bidang pembangunan ekonomi.ini memang merupakan konsekuensi logis dari pilihan kebijakan yang diambil sejak awal,yaitu lebih memprioritaskan aspek pembangunan ekonomi.meningkatnya pembangunan ekonomi mengakibatkan bertambahnya jumlah kaum terdidik yang dengan sendirinya meningkat pula jumlah kalangan kritis di Indonesia.mereka inilah yang sering menuntut adanya perbaikan di hampir segalaa bidang termasuk politik.
5.      Meningkatnya stabilitas politik,salah satu perubahan yang cukup penting dalam kehidupan sosial politik nasional selama pemerintahan Soeharto adalah semakin mantapnya stabilitas politik.walaupun di sejumlah tempat masih ada berbagai peristiwa politik yang cukup serius,namun keseluruhan gangguan terhadap stabilitas nasional bisa dikatakan berkurang.
Selain dari hal tersebutpengaruh kebijakan Dwi Fungsi ABRI terhadap kehidupan sosial politik juga berawal dari masuknya militer ke dalam parlemen,dimana pada perkembangannya itu ABRI seolah olah menjadi penentu arah kebijakan di Parlemen.hal itu tersebut membuat pemerintah Soeharto selalu stabil dan aman samapai akhirnya pada tahun 1998 mulai terjadi sebuah peristiwa sejarah dalam kancah domokrasi di Indonesia,ketika Soeharto meninggalkan jabatan kepresidenananya.[5]

Kesimpulan
Secara umum,pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI dimaksudkan untuk membentuk profesionalisme dalam tubuh militer,dimana militer bukan hanya bertindak sebagai alat pertahanaan keamanan Negara saja,melainkan juga harus mampu melakukan tugas serta peran lainnya di bidang non hankam.
Namun pada proses pelaksanaannya,kebijakan Dwi Fungsi mengalami perluasan peran yang di gunakan oleh Soeharto sebagai penguasa pada saat itu untuk ikut  menompang kekuasaannya serta mengamankan kekuasaannya dari siapa pun.perluasan peran ABRI ini menyebabkan Dominasi militer dalam politik dan birokrasi pada masa pemerintahaan Soeharto .
Pengaruh kebjikan DWI FUNGSI ABRI pada bidang pertahan dan keamanan pada pemerintahan Soeharto ini lebih menggunakan militer sebagai alat keamanan yang bertugas untuk meminilimalisir segala bentuk ancaman yang timbul dan mengancam stabilitas negara serta kekuasaan Soeharto.pada saat itu,peran ABRI sebagai alat pertahanan dan keamanan seakan di nomor duakan setelah fungsi ABRI sebagai kekuatan sosial politik yang dianggaap lebih penting.namun keterlibatan ABRI dalam kehidupan sosial politik yang semakin dalam pada bidang bidang sosial politik yang luas telah menimbulkan sesuatu yang tidak diharapkan.ABRI seolah olah terjebak menjadi alat kekuasaan yang senantiasa melakukan pembenaran atas setiap kebikan pemerinah

Kutipan
[2]. Nasution,A.H.(1971).Kekaryaan ABRI.Jakarta:Seruling Masa
[3]. Haris,S. dan Sihbudi, R.(1995).Menelaah Kembali Format Politik Orde Baru.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama
[4]. Anwar,D.F. et al(2002).Gus Dur Versus Militer:Studi Tentang Hubungan Sipil-Militer di Era Transisi.Jakarta:PT.Grasindo
[5].Samego,I, et al.(1998).Bila ABRI Menghendaki:Desakan Kuat Reformasi Atas Dwifungsi ABRI.Bandung:Mizan

Daftar Pustaka
Anwar,D.F. et al(2002).Gus Dur Versus Militer:Studi Tentang Hubungan Sipil-Militer di Era Transisi,Jakarta:PT Grasindo
Haris,S.dan Sihbudi, R(1995).Menelaah Kembali Format Politik Orde Baru.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama
Nasution,A.H.(1971).Kekaryaan ABRI.Jakarta:Seruling Masa
Samego,I. et al.(1998).Bila ABRI Menghendaki:Desakan Kuat Reformasi Atas Dwi Fungsi ABRI.Bandung:Mizan

No comments:

Post a Comment