Halaman

PELAKSANAAN PELITA DI PROVINSI RIAU

MELDA ARIANI/ S V/ B

Pada pelaksaan Pembangunan Lima Tahun yaitu pada Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada saat itu di riau juga di bawah kepemimpinan gubernur baru yaitu Gubernur Arifin Ahmad. Dengan kepemimpinan Gubernur Arifin Achmad maka membawa babak baru bagi Riau, kondisi yang kacau pada kepemimpinan sebelumnya berangsur-angsur pulih. Gubernur Arifin Achmad mulai mengadakan pembangunan secara berangsur-angsur, dan pada saat inilah pembangunan Indonesia di kenal dengan nama
Repelita. Repelita ini di mulai pada tahun 1969 sampai dengan tahun 1998, Repelita ini merupakan suatu karya, suatu karya rencana yang dapat di katakan relatif baik jika di bandingkan dengan rencana-rencana sebelumnya, karena ini pembangunan untuk jangka yang panjang yang memikirkan untuk kedepannya.
Masyarakat Underdeveloped seperti Indonesia, melihat pembangunan sebagai suatu usaha yang sangat khusus sifatnya, dengan  masalah-masalah yang khusus pula. Bahkan pembangunan di pandang sebagai masalah pemerintah dan dengan sendirinya menjadi masalah politik, sedangkan masyarakat seolah-olah hanya merupakan bagian yang menaruh harapan pada pembangunan, akan tetapi tidak sadar bahwa mereka juga ikut bertanggung jawab. Dengan demikian usaha pembangunan di lemparkan menjadi tanggung jawab dan kewajiban pemerintah semata.[1]
Dalam pelaksanaan Pelita I Provinsi Riau di pimpin oleh Gubernur Arifin Achmad. Ia adalah putra daerah pertama yang menjadi Gubernur Riau. Ia menjabat menjadi Gubernur selama 12 tahun dan di pandang sebagai Gubernur paling lama memangku jabatannya. Pada masa kepemimpinannya telah di lakukan berbagai pembangunan seperti Jembatan Rantau Berangin, Jembatan Sungai Siak, Kantor Gubernur, dan Kampus UNRI. Selain itu juga di lakukan pengelolaan pendidikan seperti TK, SD, SLTP, dan SMU di bawah asuhan H. Soeman Hs dan H. Zaini Kunin.[2]
Pada sektor ekonomi dalam Pelita I di bidang ekspor perkebunan rakyat merupakan sektor yang memegang peranan penting, maka dari itu di laksanakannya peningkatan produksi perkebunan rakyat dengan peremajaan dan penanaman baru  terutama untuk kelapa dan karet. Perikanan di Riau yaitu pada sungai dan rawa, maka untuk menggairahkan perkolaman maka dibangunlah balai benih ikan dan diadakan survei lokasi dan jenis ikan hias. Dengan usaha yang telah di lakukan tersebut maka produksi ikan dapat di tingkatkan. Sedangkan untuk bidang peternakan yaitu dengan cara memasukkan bibit unggul ternak dari daerah lain, melakukan pemeliharaan lokasi, serta vaksinisasi.
Dalam bidang kehutanan karena Riau banyak hutannya, selama Pelita I Riau  merupakan salah satu daerah yang telah banyak menyumbang untuk meningkatkan devisa negara. Selain itu dalam sektor industri, ekspor hasil industri dari sektor pertanian dan minyak bumi dari daerah Riau merupakan sumbangan pada jumlah ekspor dari seluruh Indonesia. Dalam pelita I sampai dengan tahun keempat telah dilaksanakan pembangunan jalan di daerah Riau.
Dibidang sosial budaya telah dilaksanakan pemberian bantuan  untuk mendirikan gedung-gedung sekolah seperti Sekolah Dasar teladan di Pekanbaru, Bangkinang,  Rengat, dan Tanjung Pinang. Selain itu  pembangunan gedung IAIN Sultan Syarif Qasim  Pekanbaru, pemberian bantuan dalam rangka peningkatan mobilitas, serta perluasan dan perbaikan gedung Universitas Riau.  Sedangkan pembangunan kesejahteraan sosial di laksanakan oleh Djawatan Sosial yang sebelumnya dinamai Inspeksi Sosial yang berkedudukan di Tanjung Pinang. Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat yaitu penyantunan anak yatim terutama melalui panti asuhan resmi.
Pelaksanaan Pelita II masih di awali oleh Arifin Achmad dan kemudian dilanjutkan oleh Brigjen Purn. R. Soebrantas Siswanto sebagai Gubernur Riau yang keempat.  Pada wal kepemimpinan Soebrantas mewujudkan proyek pertama berupa pembangunan Balai Wartawan di Jl. Sumatera. Setelah Gubernur Soebrantas meninggal di gantikan oleh Prapto Prayitno, yang sebelumnya merupakan duta Besar RI di Swiss, tetapi yang telah disiapkan menjadi Gubernur yang ke lima adalah Imam Munandar .
Pelita II dimulai pada tanggal 1 April 1974 – 31 Maret 1979 daerah Riau pada Pelita II ini menitik beratkan pada masalah-masalah yang sejak semula disadari belum akan terpecahkan selama Pelita I. Masalah-masalah tersebut antara lain perluasan kesempatan kerja, penyebaran hasil-hasil pembangunan secara merata, usaha perbaikan struktur pasar yang masih pincang, peningkatan partisipasi rakyat  dalam pembangunan melalui koperasi, perhatian lebih pada masalah-masalah pendidikan serta faktor-faktor non ekonomi lainnya. [3]
Pelita II merupakan lanjutan dari Pelita I serta kebijaksanaan operasional yang benar-benar terarah dan merupakan kesatuan yang lengkap dan serasi. Pola pembangunan jangka panjang yang diprioritaskan adalah pembangunan ekonomi yang di titik beratkan pada sektor pertanian. Selama Pelita II dilaksanakan program peningkatan produksi pangan  meliputi luas areal pertanian, menambah frekwensi hasil serta penyempurnaan alat-alat pengolahan hasil pertanian. Serta telah dapat dikembangkan Sentra Produksi seperti kabupaten Kampar, Indragiri Hilir, dan Bengkalis. Pada pelita II ini pelayanan pada masyarakat yang membutuhkan sudah mulai di dasarkan pada pekerjaan yang berlandaskan konsep dan sasaran garapan, dan mulai dirintis penanggulangan kenakalan remaja.
Pelita III di Riau dibawah kepemimpinan Gubernur Mayjen TNI Purn. H. Imam Munandar, ia merupan Gubernur yang membangun kebudayaan melayu berupa pembangunan gapura bernuansa Melayu dan selembayung yang menghisi gedung-gedung pemerintahan. Di bidang pendidikan tinggi Imam Munandar memprakarsai berdirinya Universitas Lancang Kuning. Setelah Imam Munandar wafat di gantikan oleh H. Baharuddin Yusuf. Pelaksanaan Pelita III di Riau bertolak dari hasil yang di capai pada Pelita II, dengan landasan pelaksanaan trilogi pembangunan yaitu: pemerataan pembangunan dan hasil-hasil yang menuju pada terciptanya keadilan sosial pada seluruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, serta stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Berdasarkan landasan trilogi tersebut maka ditetapkanlah tujuan Pelita II yaitu:
a.       Meningkatkan taraf  hidup, kederdasan, dan kesejahteraan seluruh rakyat yang makin merata dan adil
b.      Meletakan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya. [4]
Pada Pelita III di Riau di adakan pembangunan PLTA di Koto Panjang yang sebenarnya telah berlangsung dari September 1979-2000, yang pada saat itu di ketahui potensi kelistrikan di Riau mendukung untuk dijadikan PLTA.  Dan dari hasil pra studi kelayakan  TEPSCO memiliki kecenderungan membangun bendungan tunggal berskala besar di Koto Panjang, karena dianggap biayanya lebih murah dan kapasitas listrik yang dihasilkan jauh lebih besar.
Pelaksanaan Pelita IV di riau pada masa kepemimpinan Gubernur Soeripto, pada saat itu pelaksanaan pembangunan selama 1984-1989 di lanjutkan dan di tingkatkan kebijaksanaan pembangunan yang berdasarkan trilogi pembangunan, yaitu pemerataan, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Dan pada pelita IV  pembangunan PLTA Koto Panjang terus di lanjutkan tetapi secara bertahap untuk pemenuhan kebutuhan energi listrik bagi daerah Riau. Tetapi proses pembangunannya mengalami pasang surut dengan adanya sksi penolakan dan unjuk rasa di kantor perwakilan OECF di Jakarta dan Kedutaan Besar Jepang.
Dalam hal sarana untuk tempat ibadah sampai dengan akhir Pelita IV jumlah tempat ibadah di Riau sudah relatif mencukupi, dan sudah terjadi peningkatan di bidang pendidikan khususnya tingkat sekolah menengah. Serta telah dilakukannya kegiatan pencegahan  dan pemberantasan penyakit malaria dan penyakit menular lainnya. Selama Pelita IV sudah ada kegiatan kewanitaan yaitu PKK, meningkatnya  pelayanan sosial, dan pembangunan kesejahteraan sosial.
Pada Pelita IV telah di capai hasil-hasil yang menggembirakan, seperti sasaran produksi beras Provinsi Daerah Tingkat I Riau meningkat, serta peningkatan produksi Palawija. Pada bidang pendidikan lebih pada peningkatan mutu dan perluasan pendidikan untuk pelaksanaan Wajib Belajar, penyebaran tenaga kependidikan yang merata, dan kesejahteraan guru diperhatikan. Sedangkan pada bidang kesejahteraan sosial merupakan proses tahap akhir dari pembanguana jangka panjang tahap I yaitu masyarakat Indonesia tinggal landas.
Dengan semakin terbukanya Provinsi Riau dengan segala sektor pembangunan, maka mungkin akan bermuculan masalah baru seperti HIV/AIDS serta korban Narkotika dan Prostitusi. Sehingga pada tahap ini institusi sosial memonitori pencegahan penyakit masyarakat yang bersumber dari tempat hiburan.
Kemudian pada Pelita V ini muncul kembali ide untuk memperjuangkan Tuanku Tambusai sebagai Pahlawan Nasional, maka pada tanggal 7 Agustus 1995 di kukuhkanlah Tuanku Tambusai sebagai pahlawan  Nasional I Riau.
Pada masa Pelita VI ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi, pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan bidang industri dan pertanian, serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Namun tidak seperti yang diharapkan karena pada saat itu Indonesia di landa kriss ekonomi yang sulit, yang berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi hingga menjadi krisis kepercayaan  terhadap pemerintah, sehingga Pelita VI pun kandas di tengan jalan, serta pembangunan yang dilakukan hanya dapat di nikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat saja.[5]
Pada saat itu Riau di pimpin oleh Gubernur H. Saleh Djasit dari pemerintahan warisan Orde Baru  dan di awal masa Reformasi. Perkembangan Indistri di Riau pada masa ini mengalami kemajuan pesat, seperti halnya industri perkebunan kelapa sawit. Dengan semakin berkembangnya berbagai macam industri di Provinsi Riau terutama di sektor non-migas secara perlahan menyaingi industri perminyakan PT. Caltex Pacific Indonesia.
Tetapi lain halnya dalm bidang kesejahteraan sosial, situasi yang tidak kondusif menyebabkan kebijakan yang diambil kurang berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bahkan pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial mengalami hambatan karena situasi politik nasional yang tidak stabil, hal ini karena dukungan dana hampir seluruhnya berasal dari APBN.

Notes:
[1] Sumawita Sarbini (1989). Menuju Masyarakat Adil Makmur. PT. Gramedia. Jakarta. Hal 140
[2] Suwardi dkk (2004). Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002. Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau. Pekanbaru. Hal 72
[3] Suwardi dkk (2004). Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002. Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau. Pekanbaru. Hal 89
[4] Suwardi dkk (2004). Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002. Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau. Pekanbaru. Hal 100
Daftar Pustaka
Sumawita Sarbini, Menuju Masyarakat Adil Makmur, PT. Gramedia, Jakarta, 1989.
Suwardi dkk, Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002, Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau, Pekanbaru. 2004.

No comments:

Post a Comment