Halaman

Gerakan Tri Koro Dharmo

Meza Arianti
 
Sebelum Indonesia merdeka, negara kita memiliki berbagai organisasi kepemudaan yang beranggotakan para pemuda-pemudi Indonesia baik yang bersifat nasional maupun kedaerahan. Gerakan pemuda Indonesia sebenarnya telah ada dimulai sejak berdirinya Budi Utomo. Sebab para pendiri Budi Utomo, sebenarnya para pemuda yang masih menjadi murid-murid STOVIA. Namun sejak kongresnya yang pertama, Budi Utomo telah diambil oleh kaum priyayi (bangsawan) dan para pegawai negeri, sehingga para pemuda kecewa lalu keluar dari Budi Utomo.
Organisasi yang pertama kali didirikan dikalangan pemuda ialah Tri Koro Dharmo (Tiga Tujuan Mulia). Organisasi ini berdiri pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta dr.R.Satiman Wiryosandjoyo, Kadarman, Sunardi dan beberapa pemuda lainnya bermufakat untuk mendirikan perkumpulan pemuda yang mana diterima sebagai anggota hanya anak-anak sekolah menengah yang berasal dari pulau Jawa dan Madura. Perkumpulan yang diberi nama Tri Koro Dharmo merupakan gerakan pemuda pertama yang sesungguhnya. Pada tahun itu juga didirikan cabang di Surabaya. Pada mulanya cabang Jakarta mempunyai lebih kurang 50 anggota. Majalah perkumpulannya juga bernama Tri Koro Dharmo yang diterbitkan buat pertama kalinya pada tanggal 10 November 1915. Tujuan perkumpulan yakni mencapai Jawa-Raya dengan jalan memperkokoh rasa persatuan antara pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali dan Lombok. Tri Koro Dharmo berarti tiga tujuan yang mulia : sakti, budhi, bakti.[1]
1.      Budi artinya dengan kepribadian bangsa Indonesia mengusir kaum penjajah.
2.      Bakti artinya seluruh rakyat Indonesia punya kewajiban menyerahkan jiwa raga untuk membela tanah air.
3.      Sakti artinya dengan ilmu. [2]
Dr.R.Satiman Wiryosanjoyo sebagai ketua, dia adalah seoarang mahasiswa kedokteran dimana,  pada tahun 1912 untuk pertama kalinya ai menjadi berita, ketika dengan keras memprotes peraturan tentang pakaian disekolah kedokteran di Batavia. Para pelajar Jawa waktu itu diwajibkan mengenakan jarik (kain) dan udheng (ikat kepala). Sementara wakil ketuanya adalah Sunardi Wongsonegoro dan sekretarisnya adalah Sutomo. Sementara itu para anggotanya Muslich, Musodo, dan Abdul Rachman. Adapun tujuan Tri Koro Dharmo adalah
1.      Menimbulkan pertalian antara murid-murid bumi putera pada sekolah menengah, kursus perguruan sekolah guru, dan sekolah kejuruan.
2.      Berusaha menambah pengetahuan para anggotanya
3.      Membangkitkan dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan budaya Indonesia, khususnya Jawa. [3]
Tujuan ini menyatukan dua prinsip dasar yang hidup di kalangan pemuda itu. Yang pertama adalah perlunya edukasi, penge­tahuan, pendidikan. Ini berarti pertama-tama pengetahuan Barat yang merupakan prasyarat mutlak kemajuan masyarakat Jawa. Pengetahuan mengenai ilmu dan teknologi Barat, pengetahuan tentang bahasa-bahasa Eropa merupakan kunci kemajuan. Yang kedua adalah cinta kepada budaya Jawa. Para pemuda priyayi itu menaruh hormat kepada tradisi Jawa, budaya nenek-moyang yang pernah menjadi penguasa-penguasa perkasa kerajaan Majapahit dan Mataram.
Karena sifatnya yang sentris, Tri Koro Dharmo kurang dapat berkembang. Dalam kongres pertama yang diadakan di Solo 12 Juni 1918, nama Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java. Perubahan ini di maksudkan untuk menghindari terjadinya perpecahan diantara para anggota Tri Koro Dharmo. Kegiatan Jong Java ini berkisar pada masalah sosial dan kebudayaan, misalnya pemberantasan buta huruf, kepanduan, kesenian. Jong Java tidak terjun dalam dunia politik dan tidak pula mencampuri urusan agama tertentu. Bahkan para anggotanya dilarang menjalankan politik atau menjadi anggota partai politik.
Perubahan nama Tri Koro Dharmo menjadi Jong Java tersebut dimaksudkan untuk mempermudah kerjasama antara para pemuda pelajar Sunda, Madura, Bali dan Lombok. Dalam kongres tersebut menghasilkan dua keputusan penting tentang ruang lingkup keanggotaan dan nama organisasi serta mengenai kepengurusan. Adanya pendapat yang sama dalam hasil kongres yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah  perubahan nama tersebut, dibutuhkan rasa solidaritas yang tinggi antar anggota, agar tidak terjadi perselisihan diantara anggotanya. Maka Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java, yang tidak merubah pendirian mereka untuk menyatukan Jawa Raya, hanya saja nama dari perkumpulan pemuda ini berubah menjadi Jong Java.
Dengan berganti nama menjadi Jong Java organisasi ini mengalami kemajuan dibidang keanggotaannya, namun dalam perkembangannya masih terasa adanya azas kebudayaan Jawa Raya dengan menonjolkan kebudayaan  Jawa Tengah. Tetapi hal tersebut tidak berarti bahwa Jong Java tidak memperhatikan adanya kerja sama dengan organisasi pemuda lain, karena diantara organisasi-organisasi yang ada akan melakukan fusi untuk membentuk suatu persiapan menuju persatuan. Perubahan nama tersebut menunjukkan perubahan yang positif karena perhatiannya akan pentingnya pendidikan, kedudukan wanita, keolahragaan dan kepramukaan agar semakin maju dan berkembang.[4]
Pada tahun 1919 diadakan kongres ke II yang diadakan di Yogyakarta yang dihadiri oleh banyak murid-murid Jawa dan sedikit anggota yang tidak tidak berbahasa Jawa. Namun dalam kongres ini dibicarakan beberapa hal besar antara lain:
1.      Milisi untuk bangsa Indonesia
2.      Mengubah bahasa Jawa menjadi lebih demokratis
3.      Perguruan tinggi
4.      Kedudukan wanita Sunda dan
5.      Arti pendirian nasional Jawa dalam pergerakan rakyat.
Menurut anggaran dasar yang ditetapkan tahun 1920 pada kongres ke III, Jong Java bertujuan mendidik para anggota supaya ia kelak dapat memberikan tenaganya untuk pembangunan Jawa Raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan anggota serta berusaha menimbulkan rasa cinta akan budaya sendiri. Dalam kongres ke V bulan Mei 1922 ditetapkan bahwa Jong Java tidak mencampuri urusan politik, anggota-anggota dilarang menjalankan politik, atau menjadi anggota perkumpulan politik. Jong Java menjauhkan dirinya dari medan aksi dan propaganda politik. Diakui sebagai badan hukum oleh pemerintah setelah anggaran dasarnya diubah dan disesuaikan dengan permintaan pemerintah tahun 1923. Perkembangan gerakan politik ternyata juga menyeret Jong Java, Sehingga masalah ini menjadi hangat dalam kongres ke-VII tahun 1924. Ada usul supaya Jong Java tetap tidak dijadikan perkumpulan politik. Sikap ini disokong oleh H.Agus Salim yang mencoba memasukkan soal agama dalam Jong Java dengan pendapat bahwa soal agama ini adalah sangat besar pengaruhnya dalam mencapai cita-cita. Usul ini ditolak, yang setuju berpolitik kemudian mendirikan Jong Islamieten Bond. Dengan agama Islam sebagai dasar perjuangan. [5]
Pada kongres Jong Java di Solo tahun 1926, anggaran dasar organisasi diperbaiki, di mana cita-cita dan orientasi Jong Java diarahkan untuk menghidupkan rasa persatuan dengan seluruh bangsa Indonesia, serta mengembangkan kerja sama dengan semua organisasi pemuda dalam rangka meningkatkan identitas ke Indonsia-an. Dalam tahun 1928, Jong Java berfungsi ke dalam organisasi Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI). PPPI itu sendiri dibentuk pada tahun 1926 oleh para mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum (Rectschogescool). PPPI berasas kebangsaan (nasionalisme), dan bertujuan untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Jasa terbesar PPPI adalah memprakarsai persatuan dari seluruh organisasi atau perkumpulan kepemudaan bangsa Indonesia melalui fusi. [6]
Jong Java yang saat itu menjadi organisasi besar dan mempunyai pengaruh yang besar pula terhadap perkembangan nasional, maka fusi tersebut menjadi jalan awal untuk membentuk suatu kesatuan dan hasil dari fusi ini salah satunya adalah tercetuskannya Sumpah Pemuda yang mempunyai pengaruh besar atas simbol persatuan bangsa, karena Sumpah Pemuda tersebut merupakan hasil dari pemikiran-pemikiran para pemuda yang sudah terorganisir dan menjadi langkah awal persatuan Indonesia.
Fusi yang dialakukan Jong Java mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan nasionalisme, karena dengan adanya fusi ini Jong Java tidak lagi berjuang sendiri untuk membentuk kesatuan, meskipun Jong Java dengan adanya fusi ini dinyatakan bubar namun tidak serta merta hilang bubar begitu saja, Jong Java tetap meneruskan tujuannya namun  dengan wadah yang berbeda yaitu Indonesia Muda. Aktifitas Jong Java terhadap perkembangannya dapat  di lihat dari keikutsertaannya dalam fusi yang tujuannya unutuk membentuk persatuan Indonesia yang labih megarah ke politik untuk mencapai kemerdekaan dan lepas dari Belanda.
Sejalan dengan munculnya Jong Java berdiri pula perkumpulan-perkumpulan pemuda yang berdasarkan kedaerahannya seperti Pasudan, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Ambon dan Jong Celebes (Sulawesi) yang kesemuanya bercita-cita ke arah kemajuan   Indondesia, terutama kemajuan budaya dan daerah masing-masing.
Pada tahun 1929, Jong Java dibubarkan dan kemudian diganti dengan Indonesia Muda. Hal ini menandakan adanya perubahan cita-cita dan orientasi dari regionalisme menuju nasionalisme yang sebenarnya.[7]. Perkembangan Indonesia Muda juga menjadi perkembangan dari semua organisasi kepemudaan yang telah melebur  menjadi satu seperti Jong Java, tujuan Indonesia Muda mempererat persatuan dikalangan pelajar-pelajar, dan untuk mencapai tujuan ini Indonesia Muda berusaha memajukan rasa saling menghargai dan memelihara persatuan, meskipun para anggota dari Indonesia Muda tidak berpolitik namun itu hanya kedok untuk mempertahankan Indonesia Muda untuk mewuudkan cita-cita persatuan.
Referensi
1. Sartono, 1975: 194-195
5.  Sartono, 1975: 195
6. Suwarno, 2011: 89
7. Suwarno, 2011: 89
Daftar Pustaka
Kartodirdjo.Sartono.dkk.1975.Sejarah Nasional Indonesia.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Suwarno.2011.Latar belakang dan Fase Awal Pertumbuhan Kesadaran Nasional.Pustaka Pelajar:Yogyakarta

No comments:

Post a Comment