Nurlina/SP
Prancis merupakan salah satu negara di benua Eropa yang sangat terkenal keberadaannya. Prancis adalah negara yang terletak di Eropa Barat dan memiliki berbagai pulau yang terletak di benua lain. Prancis berbatasan dengan Belgia, Luksemburg, Jerman, Swiss, Italia, Monako, Andorra, dan Spanyol. Karena memiliki departemen seberang laut, Prancis juga berbagi perbatasan tanah dengan Brazil dan Suriname.
Prancis adalah negara maju, dengan ekonomi terbesar keenam (PDB nominal) atau kedelapan (PPP) terbesar di dunia. Prancis merupakan negara yang paling banyak dikunjungi di dunia, menerima 82 juta turis asing per tahun (termasuk pelancong bisnis, tapi tak termasuk orang yang menetap kurang dari 24 jam di Prancis). [1]
Selain terkenal dengan tempat-tempat wisata yang menakjubkan bagi para turis asing, Prancis juga terkenal dengan pendidikannya. Di Prancis, ada sekitar 300.000 mahasiswa asing dari berbagai negara, sehingga tidak heran negara Prancis menduduki peringkat keenam sebagai tujuan favorit pelajar Internasional. Prancis memilki sistem pendidikan tinggi untuk pemberian gelar dan kuliah yang rumit. Namun, kini gelar di Prancis distandarisasi menjadi Licence, Master, dan Doctorat. Hal ini sama dengan gelar Sarjana, Master, dan Doktor di Indonesia. Secara berturut-turut, pendidikan di tiga level ini membutuhkan waktu selama dua dan tiga tahun.
Salah satu pendidikan yang terkenal di Prancis adalah pendidikan Seni dan Arsitektur. Seni dan Arsitektur termasuk salah satu program pilihan dalam pendidikan tinggi di Prancis. Disini, sekolah Seni (terapan) adalah institusi negeri yang berkualitas tinggi yang mengeluarkan ijazah nasional setelah tiga atau lima tahun masa studi. Ada juga sekolah swasta yang mengeluarkan ijazah dari sekolah mereka sendiri. Baik sekolah negeri maupun swasta, mempunyai karakteristik yang sangat selektif dalam penerimaan mahasiswa.
Selain itu, sebanyak 20 sekolah Arsitektur Nasional dibawah naungan Departemen Kebudayaan, mengeluarkan ijazah khusus untuk pendidikan dalam bidang arsitektur selama 6 tahun masa pendidikan, dimana nantinya siswa dapat melakukan manajemen proyek dan berhak menandatanganinya atas nama sendiri. [2]
a. Seni
Di Prancis seni ukir pada abad ke-10 dan ke-11 belum berkembang pesat dan tidak banyak digunakan dalam membuat bangunan gereja atau katedral. Sebagai contohnya seni ukir gaya fresco yang masih sangat sederhana. Karya-karyanya masih kaku, berbentuk kasar dan tidak menarik, belum banyak menggunakan warna, dan sebagian besar ukirannya berupa pepohonan dan gambar binatang.
Selain itu, seni lukis pada abad ke-12 dan ke-13 di Prancis banyak mengalami kemajuan pesat dalam sejarahnya. Lukisan banyak dijumpai pada kaca-kaca jendela katedral dan puri yang berwarna-warni. Salah satu contoh lukisan itu ada di istana Paus di kota Avignon. Lukisan itu bertemakan keindahan alam yang hijau, gambaran kehidupan kerajaan, serta bertemakan keagamaan.
Seni lukis pada saat itu sudah banyak mendapat ide dan teknik dari Italia, terutama dari kota Sienne, yang mulai menggunakan kanvas sebagai medianya. Pelukis terkenal pada saat itu adalah Jeanne-Puchele yang karyanya lebih mengutamakan kehalusan, kecantikan, bentuk, dan keindahan model.
Seni lukis dengan media kayu juga berkembang berkat pengaruh seniman-seniman Italia, terutama di kota Trecento. Lukisan-lukisan itu biasanya bertemakan kematian orang-orang yang sangat mengharukan.
Ada juga lukisan kanvas yang diilhami pelukis-pelukis dari Italia dan Flamnde yang sangat maju dan terkenal disetiap provinsi pada saat itu. Misalnya, La Pitie Divilleneuve-Les Avignon, Le Couronnement de la Vierge d'Eguerrand Charton, lukisan Raja Charles VI, Etienne Chevalier, Juneval d'Ursin, Vierge sous les traits d'Agnes Sorel. Semua itu karya Jean Fouquet. Juga le Maitre de Moulin dan le Rentable de la Katedral de Moulins karya Jean Perreal. [3]
Disamping seni lukis, seni tenun bersulam juga berkembang di Prancis, terutama di kota Ambouson dan Felin. Seni tenun bersulam mendominasi dalam dekorasi puri dan gereja. Karya besar yang terkenal saat itu adalah Apocalypse d'Angers yang berkembang di Paris, Arras Tourna dan Tours.
Sedangkan seni musik di Prancis yang berkembang pada abad ke-10 sampai ke-12 adalah musik Nova. Misalnya, karya Philipe de Vitry. Bahasanya halus, sensitif, dan dapat dirasakan. Biasanya lagu-lagu yang digubah menggunakan tangga nada mayor dan minor, pada nada ketiga dan keenam. Pada abad ke-12 lahir musik dengan teknik beberapa suara yang dikenal dengan istilah Polyphonie. Musik yang sangat sederhana ini menggunakan alat seperti seruling yang berkantung dan orgel (sejenis biola yang dimainkan dengan memetik senarnya) yang sangat mudah dibawa kemana-mana.
Seni Polyphonie ini diciptakan oleh Perotin dan diberi nama seni suara Antiqua, yang telah menumbangkan seni yang lahir pada abad ke-10, yitu seni Nova karya Philipe de Vitry. Kemudian musikus Guillaum mengembangkan seni Polyphonie dari tahun 1300 sampai 1377. Dia menciptakan lagu-lagu gereja dengan empat suara. Seni ini menyebar ke Prancis Utara, Bourgoignon, Atois, dan Flamand. Musisi terkenal pada saat itu antara lain Guillaum Dufay, Gilles Biscois, Jan Van Ockeyhem Jos Quin Des Pres, dan Jacob Obrecht. Mereka menciptakan beraneka ragam musik gereja seperti lagu-lagu Misa, Motets (lagu-lagu gereja dengan beberapa nada), dan Psarmes (syair Mazmur).
Selain seni Polyphonie, di Prancis juga muncul roman-roman yang bertemakan cinta, puisi-puisi satiris yang penuh sindiran, dan dongeng-dongeng binatang (Fabliaux). Kemidian, muncul juga lagu-lagu atau puisi yang dibawakan oleh para penyanyi jalanan. Para penyanyi jalanan yang terkenal antara lain Adam de la Halle dan Le Bossu yang mengarang lagu Jeu de Robin et de Marion. [4]
Seni sastra juga terkenal pada saat itu. Molier adalah penulis ternama dari Prancis. Para penulis lainnya adalah Perrout de Saint Cloude dan Francois Rabelais. Selama abad ke-17 muncul karya-karya Pierre Corneille, Jean Racine, Blaise Pascal, dan Rene Descartes yang memengaruhi aristokrasi dan meninggalkan warisan penting bagi penulis di masa yang akan datang. Pada abad ke-18 dan ke-19 literatur dan syair Prancis mencapai masa kejayaan. Sedangkan para penulis fiksi yang terkenal pada abad ke-19 lainnya adalah Emile Zola, Guy de Maupassant, Theophile Gautier, Stendhal, Paul Verlaine, dan Stephane Mallarm.
b. Arsitektur
Prancis terkenal dengan gaya arsitekturnya yang unik dan kaya. Oleh karena itu, banyak sekolah-sekolah arsitektur di Prancis. Pendidikan dalam bidang arsitektur ini juga sangat diminati oleh para mahasiswa karena sangat kagum dengan arsitektur yang ada di Prancis sendiri.
Secara teknis, tidak ada arsitektur yang diberi nama Arsitektur Prancis. Nama lama arsitektur Gothic adalah arsitektur Prancis, sebutan "Ghotic" muncul sebagai bentuk bergaya dan digunakan secara luas.
Sebelum munculnya arsitektur Gothic ini, Prancis telah menggunakan arsitektur Romawi seperti sebagian Eropa Barat (dengan pengecualian Semenanjung Iberia yang menggunakan arsitektur Moor). Beberapa contoh hebat gereja Romawi di Prancis adalah Basilika Saint Sernin di Toulouse dan reruntuhan Biara Cluny (hancur semasa Revolusi dan Perang Napoleon). [5]
Akhir perang seratus tahun menandakan tahap penting dalam perubahan arsitektur Prancis. Itulah masa Renaissans Prancis dan beberapa seniman dari Italia dan Spanyol di undang ke Prancis. Banyak istana kediaman, rancangan Italia, dibangun, terutama di Lembah Loire. Setelah Renaissans dan berakhirnya Abad Pertengahan, arsitektur Baroque menggantikan Ghotic. Tetapi di Prancis, arsitektur Baroque menuai kesuksesan besar dalam dominan sekuler daripada keagamaan. Dalam dominan sekuler, istana Versailles memiliki banyak fitur Baroque.
Setelah Revolusi Prancis, kaum republika memuja Neoklasikisme meskipun diperkenalkan sebelum revolusi dengan bangunan seperti Pantheon Paris atau Capitole de Toulouse. Dibangun selam kekaisaran Prancis, Arc de Triomphe dan Sainte Marie-Madeleine menampilkan tren ini sbagai yang terbaik.
Dibawah Napoleon III sebuah gelombang baru urbanisme dan arsitektur dilakukan. Bila beberapa bangunan menarik seperti Palais Garnier neo-baroque dibangun, maka perencanaan urban pada waktu itu sangat rapi dan hebat, misalnya, Baron Houssman membangun kembali Paris. Pada abad ke-19 Gustave Eiffel merancang banyak jembatan, antara lain Jembatan Gerabit, dan menjadi salah satu perancang jembatan berpengaruh pada masa itu meskipun dia berhasil dikenang karena Menara Eiffel, yang sampai sekarang banyak dikunjungi oleh turis dari berbagai belahan dunia.
Dahulu, di Prancis setiap bangsawan yang berkuasa pada abad ke-10 dan ke-11 mempunyai puri yang sangat kuat terbuat dari batu sebagai benteng pertahanan dan tempat tinggal. Namun, pembangunan puri pada saat itu masih sangat sederhana, lembab, gelap, dan dingin karena hanya terdapat sedikit jendela. Sejalan dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknik, pembuatan puri pada abad ke-12 dan ke-13 sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan pembuatan puri pada abad ke-10 dan ke-11. Ruang-ruangnya tidak begitu gelap, tidak dingin, tidak lembab, dan banyak jendela. Contohnya, Chateau de Gailard dan Chateau de Coucy. Perabotannya juga lebih bagus, misalnya kursi-kursi yang bagus, peti, dan lemari berukir, dinding rumahnya dihiasi dengan kain renda yang bersulam dan lantainya dihiasi dengan permadani.
Berkat kemajuan pendidikan inilah , maka pada abad ke-13 Paris menjadi pusat kebudayaan dan seni di Eropa. Perkembangan ilmu matematika juga sangat mendukung perkembangan teknik arsitektur pada saat itu. Seni di Prancis pun semakin berkembang. Rasa seni yang tinggi telah mendorong rakyat Prancis untuk membangun katedral dengan gaya yang lain, yang sangat megah dan mengagumkan seperti digambarkan oleh seorang penulis terkenal Raoul Glaber.
Seluruh rakyat Prancis turut berpartisipasi dalam pembangunan katedral-katedral tersebut. Pembuatan katedral tersebut sering kali sangat lama. Misalnya pembangunan Katedral Notre Dame di Paris yang menghabiskan waktu selama 75 tahun (1160-1235). Arsitek-arsitek dari Prancis juga pergi ke luar negeri untuk membangun gereja dengan gaya Gothic di Inggris, Jerman, Spanyol, dan Italia.
Notes :
[1] Susilo, Taufik Adi (2009). Mengenal Benua Eropa. GARASI. Jogjakarta. Hal : 152
[2] http://www.lib.unair.ac.id/warungprancis/indeks.php/study/13-jenis-perguruan-tinggi-di-prancis-selain-univesitas-negeri
[3] Susilo, Taufik Adi (2009). Mengenal Benua Eropa. GARASI. Jogjakarta. Hal : 48
[4] Susilo, Taufik Adi (2009). Mengenal Benua Eropa. GARASI. Jogjakarta. Hal : 53
[5] http://adhityapunks76.blogspot.com/2010/05/arsitektur-prancis.html
No comments:
Post a Comment