Halaman

SISTEM PEMERINTAHAN HINDIA - BELANDA

M. NUR/SI 3 B

Pemerintahan Hindia-Belanda berupaya menggunakan sistem pemerintahan desentralisasi untuk mengatur kekuasaan di wilayah jajahannya.Pada dasarnya pemerintahan desentralisasi hindia-Belanda bertujuan untuk membuka kemungkinan diadakannya daerah-daerah yang memiliki pemerintahan sendiri namun tetap memiliki tanggung jawab dan berada di bawah pengawasan pemerintah pusat.
Pada awalnya gubernur jenderal yang merupakan wakil ratu belanda memiliki kekuasaan yang sanagt luas, sehingga untuk melaksanakan tugasnya dibantu oleh organisasi-organisasi pemerintah yang diisi oleh pejabat-pejabat baik pusat maupun daerah.Namun kekuasaan yang tak terbatas menuai protes dari komunitas-komunitas pengusaha Belanda, karena mereka juga ingin menyuarakan pendapatnya dalam menentukan kebijakan.
Untuk mengatasi hal itu diusulkan untuk membentuk gewestelijk raden, yaitu suatu dewan dimana warga eropa dapat berbicara untuk menyuarakan isi hatinya. Inilah yang mengawali terbentukany decentralisatie wet, kurang lebih pasalnya berisi tentang pemerintah di daerah-daerah jajahan kerajaan Belanda.
Sebelum tahun 1900 (sebelum sistem politik Etis) sistem pemerintahan untuk daerah jajahan (Hindia Belanda) masih bersifat sentralistis. Dimana:
·         Tidak ada partisipasi dari perangkat lokal segala sesuatu diatur oleh pemerintah pusat.
·         Tidak ada sama sekali otonomi untuk mengatur sendiri rumah tangga daerah sesuai dengan kepentingan daerah.
Mengapa menerapkan sentralisasi?
·         Sentralisasi dipandang sebagai cara terbaik oleh pemerintah Belanda untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Oleh karena itu, dengan sentralisasi Belanda dapat mempertahankan tanah jajahannya.
·         Sentralisasi sebagai bentuk ketakutan Belanda untuk kehilangan tanah jajahannya sebagai "daerah keuntungan".
·         Bagi Belanda "kehilangan Indonesia berarti sebuah malapetaka".
Pada perkembangannya muncul tuntutan adanya desentralisasi sejak tahun 1854 dimana parlemen Belanda berhak mengawasi pelaksanaan pemerintahan di Hindia Belanda.Tuntutan tersebut secara perlahan terwujud diawali dengan adanya desentralisasi keuangan (1903), kemudian baru adanya pemerintahan daerah baru (1922). Berdasarkan Undang-undang Perubahan tahun 1922 Hindia Belanda dibagi dalam provinsi dan wilayah (gewest)
1. Provinsi memiliki otonomi.Tiap provinsi dikepalai oleh seorang gubernur.Ada 3 provinsi yaitu Jawa Barat (1926),Jawa Timur (1929), dan Jawa Tengah(1930).
2. Gewest (wilayah)Gewest tidak memiliki otonomi.
Sampai tahun 1938 Hindia Belanda terbagi menjadi 8 gewest yang terdiri dari:
·         3 Provinsi : Jawa Barat,Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
·         5 Gewesten : Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Gewest Sumatera, Gewest Kalimantan (Borneo), Gewest Timur Besar (Grote Oost) yang terdiri dari Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan Irian Barat.
·         Untuk Surakarta dan Yogyakarta termasuk Gubernemen yaitu wilayah yang langsung diperintah oleh pejabat-pejabat gubernemen.
Desentralisasi adalah pembagian wewenang atau urusan penyelenggaraan pemerintahan.Dengan adanya keinginan desentralisasi maka Belanda membutuhkan orang-orang pribumi bukan hanya sebagai penguasaan daerah tetapi juga untuk mengerjakan keperluan administrasi pemerintah.Belanda juga membutuhkan tenaga terlatih (tenaga kesehatan, kehutanan, kemiliteran, kepolisian). Orang-orang pribumi tersebut akan dijadikan pelaksana, pelayan pemerintah, serta perantara antara Belanda dan penguasa daerah. Tetapi untuk dapat bekerja di pemerintah maka mereka harus sekolah.Keinginan desentralisasi menyebabkan adanya desentralisasi antara negara induk (Belanda) dengan Hindia Belanda, antara pemerintah Batavia dengan daerah, dan antara Belanda dengan pribumi.Dengan adanya keinginan desentralisasi tersebut maka memerlukan adanya daerah otonom.
Akibat adanya desentralisasi:
· Munculnya kebebasan yang semakin besar dari penguasa kolonial.
·   Memunculkan proses Indonesianisasi (sistem kepengurusan Indonesia, sejauh mungkin dilakusanakan oleh orang Indonesia. Hingga lahirlah Volksraad (Dewan Rakyat).
Struktur Birokrasi Pemerintah Kolonial
Pemerintah VOC
1. Gubernur Jenderal Merupakan penguasa tertinggi di Hindia.Kekuasaannya menjadi sangat tak terbatas karena ada undang-undang yang khusus mengatur hak-hak dan kewajibannya.
2. Raad van Indie (Dewan Hindia)Merupakan pendampingan gubernur jenderal dalam melaksanakan pemerintahannya. (terdiri dari 6 orang anggota dan 2 orang anggota luar biasa dimana gubernur jenderal merangkap sebagai ketua).
Setiap laporan dikirim pada Heeren XVII sebagai pimpinan pusat VOC yang berkedudukan di Amsterdam.VOC lebih banyak melakukan pemerintahan tidak langsung, dimana kaum bumiputera tidak terlibat dalam struktur kepegawaian VOC. Meskipun terkadang mereka terlibat dalam pemerintahan tetapi stasus mereka bukan pegawai VOC dan tidak digaji secara tetap. Mereka hanya mitra dalam bekerja demi kepentingan VOC.

Setelah VOC bubar maka pemerintahan Indonesia di pegang oleh pemerintah Belanda.
Belanda lebih cenderung melakukan kolonialisme (negara menguasai rakyat dan sumber daya negara lainnya/pendudukan suatu wilayah oleh suatu negara lain dimana daerah koloni masih berhubungan dengan negara induk dan memberi upeti kepadanya.

Pemerintahan Kolonial
1. Gubernur Jenderal didampingi oleh Raad van Indie (beranggota 4 orang) yang disebut sebagai Pemerintah Agung di Hindia Belanda.
2. Dibantu oleh :
Ø  Sekretaris Umum (Generale Secretarie) untuk membantu Commisaris General
Ø  Sekretaris Pemerintah (Gouvernement Secretarie) untuk membantu Gubernur Jenderal.
Pada tahun 1819 keduanya diganti oleh Algemene Secretarie yang bertugas membantu Gubernur Jenderal (terutama memberikan pertimbangan keputusan).
Pemerintahan kolonial pada dasarnya sama dengan masa VOC perbedaanya terletak pada:
a.       Kewenangan gubernur jenderal.
§  VOC :tidak ada aturan khusus yang mengatur kewenangan gubernur jenderal
§  Hindia Belanda :terdapat peraturan yang mengatur kewenangan gubernur jenderal yang tertuang dalam Regeering Reglement (RR)
b. Laporan Peranggungjawaban.
§  VOC :Gubernur Jenderal memberikan laporan pada Heeren XVII
§  Hindia Belanda:bertanggungjawab langsung pada raja melalui menteri jajahan. Laporan diberikan pada parlemen Belanda (Staten Generaal).
Menurut Undang-undang Hindia Belanda sebagai bagian kerajaan Belanda, maka:
1. Pemerintahan tertinggi berada di tangan Raja yang dilaksanakan oleh menteri jajahan atas nama raja. Bertanggung jawab pada Parlemen Belanda (staten general).
2. Pemerintahan Umum diselenggarakan oleh Gubernur Jenderal atas nama Raja yang dalam prakteknya atas nama menteri jajahan.
Raja bertugas :
· Mengawasi pelaksanaan/ penyelenggaraan pemerintahan Gubernur Jenderal
· Pengangkatan pejabat penting, memberikan petunjuk kepada Gubernur Jenderal dalam mengambil keputusan apabila terjadi perselisihan antara Gubernur jenderal dengan Dewan Hindia Belanda.
Urusan dalam negeri Hindia Belanda diserahkan pada Gubernur Jenderal dan Dewan Rakyat.Hindia Belanda disubordinasikan kepada kerajaan Belanda di Eropa tetapi diberi otonomi yang cukup luas.Pemerintah Belanda yang mengurus Indonesia adalah kementrian Jajahan yang kemudian pada perkembangannya diubah namanya menjadi kementrian urusan seberang lautan.Pemegang pemerintahan atas wilayah Indonesia adalah Gubernur Jenderal.Dia adalah pemegang kekuasan tertinggi. Dia menguasai kerajaan-kerajaan dan meminta mereka bekerja sama, sehingga peran raja tidak dapat lagi memerintah secara turun temurun tetapi dikendalikan Belanda. Kerajaan harus menyesuaikan dengan sistem pemerintahan Belanda.
Struktur Birokrasi Kolonial masa sentralisasiRaja Belanda (pemerintahan tertinggi) dilaksanakan oleh Menteri JajahanGubernur Jenderal (penyelenggara pemerintahan umum) didampingi raad van indie(dewan hindia)
Kerajaan
Gubernur Jenderal pada perkembangan di dampingi oleh departemen (direksi) yang masing-masing berdiri sendiri. Pada tahun 1933, terdapat 6 departemen, sebagai berikut:
a. Departemen van Justitie (kehakiman)
b. Departemen van Financiean (keuangan)
c. Departemen van Binenland Bestuur (dalam negeri)
d. Departemen van Onerwijs en Eredeinst (pendidikan dan kebudayaan)
e. Departemen Economische Zaken (ekonomi)
f. Departemen Verkeer en waterstaat (pekerjaan umum)
Selain 6 departemen sipil, terdapat 2 departemen militer :
a. Departemen angkatan perang (Oorlog)
b. Departemen angkatan laut (Marine)
Direktur dari departemen-departemen sipil diangkat oleh gubernur jenderal sedang panglima angkatan darat dan laut diangkat oleh raja (Kroon).
Tahun 1903 diberlakukan Undang-undang Desentralisasi dimana dengan Undang-undang tersebut dibentuklah Dewan Lokal yang memiliki otonomi.Dengan adanya dewan lokal maka pemerintah lokal perlu dibentuk dan disesuaikan. Maka terbentuklah: Provinsi, kabupaten, kotamadya, dan kecamatan serta desa.
Meskipun ada upaya untuk modernisasi struktur birokrasi tetapi tetap saja masih mempertahankan beberapa bagian struktur politik sebelumnya. Hal ini dilakukan demi kepentingan praktis dan untuk mempertahankan loyalitas, khususnya loyalitas elit bumi putra.Untuk jabatan teritorial diatas tingkat kabupaten dipegang oleh orang-orang Belanda/ Eropa.Pada perkembangannya, karena semakin luas Hindia Belanda maka dibutuhkan tenaga kerja untuk mengelola administrasi negara semakin meningkat. Sehingga ada pendamping pejabat teritorial yang disebut pejabat non teritorial yang setingkat kabupaten (asisten residen), kawedanan (asisten wedono).
Struktur Birokrasi Kolonial setelah desentralisasi
Raja Belanda (pemerintahan tertinggi) dilaksanakan oleh Menteri Jajahan
Ø    Gubernur Jenderal (penyelenggara pemerintahan umum) Dewan Rakyat (volsraad)
Ø    Badan Perwakilan
Ø    Dewan Hindia Badan Penasehat
Ø    Departemen-Departemen
Ø    Provinsi (Gubernur)
Ø    Karisidenan/afdeling (Residen) dibantu asisten residen + controleur (pengawas)
Ø    Kabupaten (bupati/regent) jabatan tertinggi, dibantu oleh seorang patih
Ø    Kawedanan (wedana)/Distrik asisten wedana
Ø    Kecamatan (camat)
Ø    Desa (kepala desa) jabatan ini tidak termasuk dalam struktur birokrasi pemerintah kolonial/ bukan anggota korp pegawai dalam negeri Hindia Belanda (Departemen Dalam Negeri).Kepala desa dibantu pejabat desa (pamong desa)
Ø    Pejabat pribumi (inland bestuur) yang termasuk dalam binenland bestuur (departemen dalam negeri) disebut Pangreh Praja (pemangku Kerajaan) yang dikenal dengan sebutan Priyayi.
Kepala desa tidak diangkat maupun digaji oleh pemerintah.Mereka dipilih langsung oleh rakyat dan digaji oleh rakyat pula melalui tanah desa (tanah bengkok) yang diserahkan kepadanya selama menjadi kepala desa.
A. Sistem Pemerintahan Desentralisasi
Pemerintahan Hindia-Belanda berupaya menggunakan sistem pemerintahan desentralisasi untuk mengatur kekuasaan di wilayah jajahannya.Pada dasarnya pemerintahan desentralisasi hindia-Belanda bertujuan untuk membuka kemungkinan diadakannya daerah-daerah yang memiliki pemerintahan sendiri namun tetap memiliki tanggung jawab dan berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. 
Pada awalnya gubernur jenderal yang merupakan wakil ratu belanda memiliki kekuasaan yang sanagt luas, sehingga untuk melaksanakan tugasnya dibantu oleh organisasi-organisasi pemerintah yang diisi oleh pejabat-pejabat baik pusat maupun daerah.Namun kekuasaan yang tak terbatas menuai protes dari komunitas-komunitas pengusaha Belanda, karena mereka juga ingin menyuarakan pendapatnya dalam menentukan kebijakan.
Untuk mengatasi hal itu diusulkan untuk membentuk gewestelijk raden, yaitu suatu dewan dimana warga eropa dapat berbicara untuk menyuarakan isi hatinya. Inilah yang mengawali terbentukany decentralisatie wet, kurang lebih pasalnya berisi tentang pemerintah di daerah-daerah jajahan kerajaan Belanda.
B. Birokrasi Pada Masa Pemerintah Hindia-Belanda
sebagai bangsa pendatang yang ingin menguasai wilayah nusantara, baik secara politik maupun ekonomi, pemerintah kolonial menyadari bahwa keberadaannya tidak selalu aman. untuk itu pemerintah kolonial menjalin hubungan politik dengan pemerintah kerajaan yang masih disegani, hal ini bertujuan untuk menanamkan pengaruh politiknya terhadap elite politik kerajaan.
Terjadi dualisme sistem birokrasi pemerintahan pada saat pemerintahan kolonial berlangsung, yaitu mulai diperkenalkannya sistem administrasi kolonial (Binnenlandsche Bestuur) yang memperkenalkan sistem administrasi dan birokrasi modern yang puncaknya pada ratu Belanda dan sistem administrasi tradisional (inheemche Bestuur) masih dipertahankan oleh pemerintah kolonial.
Dalam struktur pemerintahan di nusantara, Belanda menempatkan Gubernur Jenderal yang dibantu oleh gubernur dan residen. Gubernur merupakan wakil pemerintah pusat yang berkedudukan di batavia, setingkat wilayah propinsi. Sedangkan untuk tingkat kabupaten terdapat asisen residen dan pengawas (Controleur).keberadaan asisten residen diangkat oleh gubernur jenderal untuk mengawasi bupati dan wedana dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari. Pengawasan dari raa hanya ditunjukkan pada saat-saat tertentu, seperti pengiriman upeti kepada raja.bupati tidak memiliki kekuasaan yang otonom lagi, akan tetapi selalu mendapat kontrol dari pengawas yang ditunjuk pemerintah pusat. perubahan birokrasi pemerintahan tersebut mendorong Belanda untuk mengadakan perubahan hak pemakaian tanah.
struktur administrasi pemerintah kolonial belanda di indonesia sebagai berikut. gubernur jenderal memegang kekuasaan tertinggi sebagai wakil dari Ratu Belanda yang berkedudukan di propinsi. dikabupaten diperintah oleh gubernur, sub kabupaten oleh residen, dibawahnya ada asisten residen yang mengawasi para patih dan bupati, dibawahnya ada pengawas yang bertugas mengawasi wedana dan asisten wedana.
C. kebijakan yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda
setelah VOC dibubarkan maka indonesia berada di bawah pemerintah Hindia-belanda, sehingga beberapa kebijakan yang diterapkan langsung berasal dari keputusan pemerintah Belanda di Amsterdam. beberapa kebijakan yang sempat diterapkan oleh pemerintah belanda yaitu:
·         kuota pajak dan sumbanagn pajak, yaitu kewajiban rakyat untuk membayar pajak (uptei hasil pertanian) kepada pemerintah belanda melalui para bupati
·         sistem pajak bumi, para pemilik tanah wajib membayar pajak tanah kepada pemerintah sebagai bentuk biaya penyewaan
·         sistem tanam paksa, masyarakat jawa dipaksa untuk menanam tanaman komositi perdagangan eropa yang menguntungkan belanda
·         liberalisasi tanah, pemerintrah banyak menjual kavling-kavling tanah kepada pihak sawasta, sebagian besar tanah juga disewakan untuk mendirikan perkebunan
·         tenaga kerja, penduduk pribumi dijadikan tenaga kuli di perkebunan belanda baik itu dibayar, maupun bekerja secara paksa
Walaupun beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah belanda mengalami perubahan dari cara yang dilakukan oleh VOC namun masih ada beberapa hal yang masih dipertahankan seperti zaman VOC berkuasa. seperti jasa blandonng yang masih digunakan pada masa pemerintahan Deandles dan rafles.  kebijakan-kebijakan dibawah pemerintahan Belanda tidak membawa perubahan signifikan karena sistem perdagangan yang dianut oleh pemerintah belanda masih menggunakan sistem perdagangan yang digunaka oleh VOC. selain itu juga cara para pejabat dan pegawai yang bekerja dipemerintah belanda masih sama dengan cara kerja paad zaman VOC.

DAFTAR PUSTAKA
2.      Marwati, djoened poesponegoro,nugroho notosusanto, 1992,sejarah nasional Indonesia: Jakarta, balai pustaka

No comments:

Post a Comment