Halaman

TOKOH-TOKOH PENENTANG TANAM PAKSA DAMPAK TANAM PAKSA


DARMAWAN/A/SI3

          Golongan yang menentang tanam paksa di Indonesia sendiri terdiri atas golongan bawah yang merasa iba mendengar keadaan petani yang menderita akibat tanam paksa. Mereka menghendaki agar tanam paksa dihapuskan berdasarkan peri kemanusiaan. Kebanyakan dari mereka diilhami oleh ajaran agama. Sementara itu dari golongan menengah yang terdiri dari pengusaha dan pedagang swasta yang menghendaki agar perekonomian tidak saja dikuasai oleh pemerintah namun bebas kepada penanam modal. Tokoh Belanda yang menentang pelaksanaan Sistem tanam paksa di Indonesia, antara lain sebagai berikut.

1. Eduard Douwes Dekker (1820–1887)
Eduard Douwes Dekker atau Multatuli sebelumnya adalah seorang residen di Lebak, (Serang, Jawa Barat). Ia sangat sedih menyaksikan betapa buruknya nasib bangsa Indonesia akibat sistem tanam paksa dan berusaha membelanya. Ia mengarang sebuah buku yang berjudul Max Havelaar (lelang kopi perdagangan Belanda) dan terbit pada tahun 1860. Dalam buku tersebut, ia melukiskan penderitaan rakyat di Indonesia akibat pelaksanaan sistem tanam paksa. Selain itu, ia juga mencela pemerintah Hindia-Belanda atas segala kebijakannya di Indonesia. Eduard Douwes Dekker mendapat dukungan dari kaum liberal yang menghendaki kebebasan. Akibatnya, banyak orang Belanda yang mendukung penghapusan Sistem Tanam Paksa.

2. Baron van Hoevell (1812–1870)
Selama tinggal di Indonesia, Baron van Hoevell menyaksikan penderitaan bangsa Indonesia akibat sistem tanam paksa. Baron van Hoevell bersama Fransen van de Putte menentang sistem tanam paksa. Kedua tokoh itu juga berjuang keras menghapuskan sistem tanam paksa melalui parlemen Belanda.

3. Fransen van der Putte (1822-1902)
Fransen van der putte yang menulis 'Suiker Contracten' sebagai bentuk protes terhadap kegiatan tanam paksa.

4. Golongan Pengusaha
      Golongan pengusaha menghendaki kebebasan berusaha, dengan alasan bahwa sistem tanam paksa tidak sesuai dengan ekonomi liberal. Akibat reaksi dari orang-orang Belanda yang didukung oleh kaum liberal mulai tahun 1865 sistem tanam paksa dihapuskan. Penghapusan sistem tanam paksa diawali dengan penghapusan kewajiban penanaman nila, teh, kayu manis (1965), tembakau (1866), tanaman tebu (1884) dan tanaman kopi (1916). Hasil dari perdebatan di parlemen Belanda adalah dihapuskannya cultuur stelsel secara bertahap mulai tanaman yang paling tidak laku sampai dengan tanaman yang laku keras di pasaran Eropa. Secara berangsur-angsur penghapusan cultuurstelsel adalah sebagai berikut.
  • Pada tahun 1860, penghapusan tanam paksa lada.
  • Pada tahun 1865, penghapusan tanam paksa untuk the dan nila.
  • Pada tahun 1870, hampir semua jenis tanam paksa telah dihapuskan.

       Karena banyaknya protes dan reaksi atas pelaksanaan sistem tanam paksa yang tidak berperikemanusiaan tidak hanya di negara Indonesia namun di negeri Belanda, maka sistem tanam paksa dihapuskan dan digantikan oleh politik liberal kolonial.
DAMPAK  TANAM PAKSA

1. Bagi Belanda
Positif
a)      Meningkatnya hasil tanaman ekspor dari negeri jajahan dan dijual Belanda di pasaran Eropa.
b)      Perusahaan pelayaran Belanda yang semula hampir mengalami kerugian, tetapi pada masa tanam paksa mendapatkan keuntungan.
c)      Belanda mendapatan keuntungan yang besar, keuntungantanam paksa pertama kali pada tahun 1834 sebesar 3 juta gulden, pada tahun berikutnya rata-rata sekitar 12 sampai 18 juta gulden.
d)     Kas belanda yang semula kosong dapat dipenuhi.
e)      Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja.
f)       Belanda tidak mengalami kesulitan keuangan lagi dan mampu melunasi utang-utang Indonesia.
g)      Menjadikan Amsterdam sebagai pusat perdagangan hasil tanaman tropis.
1.      Negative
h)      Meluasnya bentuk milik tanah bersama(komunal) tujuannya mempermudah menetapakan target yang harus dicapai oleh masing-masing desa sebagai satu keseluruhan. Hal ini berarti kepastian hukum individu telah lepas.
i)        Meluasnya kekuasaan bupati dan kepala desa yang digunakan pemerintah Belanda sebagai alat organisir masyarakat. Menimbulkan banyak penyelewengan salah satunya dari cultuurprocenten.
j)        Tanah tanah pertanian  yang harus dijadikan untuk tanaman dagang sering melebihi seperlima dari seluruh tanah pertanian di desa.
k)      Disintegrasi struktur sosial masyarakat desa.

II. Bagi Indonesia
1.      Positif
l)        Belanda menyuruh rakyat untuk menanam tanaman dagang yang bernilai jual untuk diekspor Belanda. Dengan ini rakyat mulai mengenal tanamn ekspor seperti kopi, nila, lada, tebu.
m)    Diperkenalkannya mata uang secara besar – besaran samapai lapisan terbawah masyarakat Jawa.
n)      Perluasan jaringan jalan raya. Meskipun tujuannya bukan untuk menaikan taraf hidup masyarakat Indonesia melainkan guna kepentingan pemerintah Belanda sendiri, tetapi hal ini mencipatakan kegiatan ekonomi baru orang Jawa dan memungkinkan pergerakan penduduk desa masuk ke dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan uang. 
o)      Berkembangnya industialisasi di pedesaan
2.      Negative
p)      Kemiskinan dan penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan.
q)      Beban pajak yang berat.
r)       Pertanian, khusunya padi banyak mengalami kegagalan panen.
s)       Kelaparan dan kematian terjadi di mana-mana.
t)       Pemaksaan bekerja sewenang-wenang kepada penduduk pribumi.
u)      Jumlah penduduk Indonesia menurun.
v)      Segi positifnya, rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru.
w)    Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang laku dipasaran ekspor Eropa.
x)      Memperkenalkan teknoligo multicrops dalam pertanian.


DAFTAR PUSTAKA

Ø  Aziz, ddk,2006.'sejarah Indonesia III. Pekanbaru.cendikia insane.
Ø  Parakitri T. simbolun.September 2006Menjadi Indonesia,pt, kompas mesia nusantara
Ø   

No comments:

Post a Comment