Halaman

Sistem Tanam Paksa


Ridho Arif P/ SI3/12B
Tahun 1830 pemerintahan hindia belanda mengangkat gubernur jendral yang baru untuk Indonesia, yaitu Johannes van den bosch, yang diserahi tugas utama untuk meningkatkan produksi tanaman ekspor yang terhenti selama sistem pajak tanah yang dilakukan oleh raffles. Van den bosch di bebani oleh tugas yang tidak mudah,hal ini didorong oleh keadaan yang parah dari keuangan negeri belanda. Akhirnya van den bosch mempunyai gagasan yaitu melakukan sistem tanam paksa. Sistem tanam paksa mewajibkan para petani di jawa untuk menanam tanaman-tanaman dagangan untuk diekspor ke pasar dunia.
Ciri utama dari sistem tanam paksa adalah keharusan bagi rakyat di jawa untuk membayar pajak mereka dalam bentuk barang, yaitu hasil-hasil pertanian mereka dan bukan dalam bentuk uang seperti yang mereka lakukan selama sistem pajak tanah berlangsung, van den bosch mengharapkan dengan pajak dalam bentuk barang ini bisa dikirimkan ke negri belanda dan dijual disana kepada pembeli-pembeli seluruh eropa dengan keuntungan yang besar bagi pemerintah dan pengusaha-pengusaha belanda.
Sedangkan untuk daerah parahiyangan di jawa barat, di daerah ini diwajibkan menanam kopi, dan pajaknya adalah dalam bentuk kopi edangkan segala bentuk pajak dibebaskan
Penerapan sistem tanam paksa berhasil dalam memulihkan kembali keuangan pemerintahan dan menghidupkan kembali perekonomian negri belanda. Pelayaran dan perdagangan belanda kembali mengambil peran dalam lalu lintas pemasokan komoditas untuk pasar internasional di eropa yang dijalankan oleh sebuah perusahaan dagang Nederlandsche Handelsmaatschappij (NHM). Bahkan NHM juga berfungsi sebagai badan yang melayani kebutuhan keuangan pemerintah dan menyediakan modal untuk perusahan perkebunan.
Sistem tanam paksa mempunyai ketentuan, hal ini tertera dalam lembar Negara tahu1834, no. 22 yaitu:
1.persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian dari tanah mereka untuk penanaman tanaman dagang yang dapat dijual di pasaran eropa.
2.bagian dari tanah pertanian yag disediakan penduduk untuk tujuan ini tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
3.pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman dagangan tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.
4.bagian dari tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagang dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
5.tanaman dagang an yang dihasilkan di tanah-tanah yang disediakan , wajib diserahkan kepada pemerintah hindia belanda, jika hasil panen melebihi pajak maka akan dikembalikan kepada rakyat.
6.panen tanaman dagang yang gagal dibebankan kepada pemerintahan.
7.penduduk desa mengerjakan tanah-tanah mereka dibawah pengawasan kepala-kepala mereka, sedangkan pegawai eropa hanya membatasi diri dari pada pengawasan apakah membajak tanah, panen, dan pengangkutan tanaman-tanaman berjalan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Ketentuan-ketentuan di atas memang kelihatan tidak terlalu menekan rakyat, walaupun dalam perinsipnya dapat mengajukan keberatan-keberatan mengenai unsur paksaan yang terdapat dalam sistem tanam paksa itu. Dalam prakteknya ternyata pelaksanaan sistem tanam paksa sering sekali jauh dan menyimpang dari ketentuan-ketentuan pokok, sehingga rakyat dirugikan.
Setelah pertengahan abad ke-19, penerapan sistem tanam paksa mulai memperlihatkan penyimpangan-penyimpangan. Dalam upaya mengejar keuntungan dari persentase penanaman, para pelaksana penanaman sering melakukan pemaksaan. Di perkebuna tebu, penanaman dilakukan bergiliran dengan penanaman padi karna tebu dibudidayakan dengan pola persawahan. Penanaman kopi dilakukan didaerah dataran tinggi yang jauh dari perdesaan sehingga tidak jarang para pekerja harus menginap selama beberapa waktu. Pola seperti ini sering mengganggu penyediaan tanaman pangan penduduk perdesaan. Oleh karena itu, tingkat kesejahteraan petani di beberapa lokasi penanaman memperlihatkan penurunan.
Selain itu yang paling menekan rakyat adalah kerja rodi untuk membangun dan memelihara benteng-benteng untuk tentara kolonial. Untuk pekerjaan ini para pekerja didatangkan dari tempat yang jauh.
Pada dasarnyasistem tanam paksa merupakan suatu sistem eksploatasi yang sama seperti yang dilakukan oleh VOC. Dalam eksploatasi ini baik VOC maupun Kolonial memanfaatkan ikatan-ikatan feudal dan tradisional yang terdapat di jawa antara rakyat dan penguasa-penguasanya untuk kepentingan sendiri.
Selama tahun-tahun pertama, sistem tanam ppaksa membuktikan diri sebagai sustu sistem eksploatasi yang efesien yang berhasil meningkatkan penerimaan pemerintah kolonial dan melalui bating slot dalam anggaran.berhasil menutup deficit yang di terita pemerintah belanda sendiri maupun meningkatkan kemakmuran bangsa belanda. Di lain pihak sitem tanam paksa pada umum ya tidak menguntungkan rakyat Indonesia sendiri, malah sebaliknya menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan yang besar.
Sistem tanam paksa membawa akibat ganda: keuntungan besar dipihak belanda, dan kemiskinan bagi rakyat pribumi. Pemusatan perhatiaan pada tanaman ekspor menyebabkan produksi pangan menurun, dan menimbulkan kelaparan dimana-mana. Situasi diperburuk oleh rupa-rupa pajak dan kerja paksa yang dikenakan oleh rakyat dengan upah rendah. banyak orang meninggalkan tempat asal mereka, untuk mencari tempat aru, untuk menghidarai kekerasan sistem ini. Walaupun kemudian dalam kurun waktu 1848-1900 pemerintah menempuh kebijakan liberal dan mengurangi penderitaan rakyat, tetapi secara mendasar tidak menghapuskan tanam paksa.
Kemajuan-kemajuan tertentu yang terlibat selama sistem tanam paksa berlangsung, misalnya perluasan jaringan jalan raya yang sebetulnya tidak disebabkan oleh keinginan pemerintah kolonial untuk meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia. Dalam tahun-tahun terakhir makin  jelas bahwa sistem tanam paksa sebagai suatu sistem eksploatasi kolonial tidak begitu efesien. Oleh sebab itu, dan pula oleh adanya keinginan pihak swasta belanda untuk memegang peranan utama dalam eksploatasi sumber-sumber alam hindia-belanda.
 Setelah sistem tanam paksa dihapuskan, perekonomian negeri jajahan mulai mengenal modal-modal swasta, baik dari negeri belanda maupun Negara lainnya seperti inggris, amerika dan china. Modal-modal itu lebih banyak ditanamkan disektor perkebunan. Sector pertambangan kemudian memperoleh perhatian setelah masalah energy mulai menjadi bagian kehidupan masyarakat. Penemuan listrik dan penerangan mengubah pola kehidupan dan perekonomian masyarakat dan kebutuhan ini memuncak pada akhir abad ke-19.
Daftar Pustaka
Poesponegoro,Marwati djoened.Nugroho notosusanto,1984,Sejarah Nasional Indonesia IV, Jakarta: Balai Pustaka.
Ranoh,Ayub, 2006, Kepemimpinan Kharismatis, Tinjauan Teologis-etis atas Kepemimpinan Kharismatis Sukarno, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

No comments:

Post a Comment