Halaman

Batavia sebagai Pusat VOC Sejak Tahun 1619

Oleh : Siti Khairiah/B/SI3
Pelayaran di mulai pada awal abad XVI tercantum nama salah satu nama kota pelabuhan di pantai Utara Jawa Barat , Kalapa atau Sunda Kalapa. Diberitakan lebih lanjut bahwa Sunda Kalapa adalah Pelabuhan dari kerajaan Pajajaran yang mempunyai ibu kota di pedalaman, pada tahun 1522 Hendrique Leme singgah di kalapa untuk mengadakan hubungan dengan raja Sunda dan ketika kembali pada tahun 1528 untuk mengadakan perjanjian, situasi telah berubah, Kalapa telah dikuasai oleh Banten sejak tahun 1527 dan diberi nama Jayakarta. Pada awal abad XVII Jayakarta ada di bawah Suzerianitas Banten dan pemguasanya, Pangeran Jayakarta, masih warga Wangsa Banten. Dalem terletak ditepi kiri sungai Ciliwung menghadap suatu paseban di mana kemudian dibangun loji Inggris dan Gereja Potrugis. Beberapa ratus rumah dari bambu terletak di tepi sungai membujur mudik sampai satu mil dari pantai. Pemukiman itu di pihak daratan di kelilingi oleh semak-semak dan hutan rimba. Dalam musim hujan berubah menjadi tanah berpaya – paya.
Jakarta pada kedatangan bangsa Barat sudah kurang berarti sebagai pelabuhan, hanya tempat singgah untuk mengambil air bersih dan bahan makanan segar, sebagai pelabuhan yang telah lama di bawah bayangan Banten. Kalau titik pangkal di daerah Indonesia Timur bagi VOC telah berwujud benteng dan faktorai dan pada pertengahan abad XVII telah berhasil memegang monpili rempah – rempah di bagian Barat, Indonesia rendez-vous ( tempat pertemuan) dan faktorai pusat dimana kegiatan VOC dapat di atur dan di kelola.  Selain itu pembangunan benteng di tempat itu juga harus di kelola juga, pada awalnya di pikirkan untuk menjadikan Malaka, Johor, Aceh, Bangka, Singapore, dan Jepara sebagai tempat rendez-vous.
Meskipun VOC telah mempunyai faktorai di Banten sejak 1603 dan perdagangannya yang ramai, akan tetapi kondisi tempat itu tidak menguntungkan,karena: pertama, keadaan keamanan yang menyedihkan, banyak terjadi pencurian, perampokan, dan pembunuhan. Kedua , kehadiran Inggris dan Portugis di tempat itu meninbulkan hubungan politik yang komleks sehingga serig terjadi bentrokan. Pada tahun 1609 Pieter Both sebagai Gubernur Jendral VOC pertama,berusaha melaksanakan rencana konsentrasi pemerintahan VOC, maka mohon izin pangeran Jakarta untuk membangun suatu benteng dengan yurisdiksi sendiri dan bebas dari bea-cukai. Persetujuan dari tuan-tuan XVII ( Heren XVII ) terunda – tunda saja, oleh karena pertimbangan yang pokok sekali ialah bahwa pendirian benteng di Jakarta itu tidak menimbulkan permusuhan dari pihak Banten. Pada bulan Januari 1611 maka di buat kontrak yang berisikan pemberian izin kepada VOC untuk membuat bangunan dari batu dan kayu di suatu lapangan di pecinan dengan ukuran 50 dan 50 vadem, dan sebagai ganti rugi VOC membayar 1200 real kepada pangeran Jakarta.
Kedudukan Banten sebagai pusat perdagangan lada tetap kuat dengan kedatangan pedagang Barat membawa banyak keuntungan serta kekayaan bagi pengusaha da pedagang Cina, Khususnya  Pangeran Aria Ranamenggala, paman dari wali raja Banten, setelah pedagang asing kuat kedudukannya dan mulai menyisihkan peranan perantara pengusaha dan pedagang tersebut di atas pihak terakhir , mulai mempersulit transaksi dengan bermacam – macam cara: antara lain menuntut persekot tetapi tidak menjamin ketertiban , menyediakan barangnya, menaikkan harga, melarang pembuatan gedung, dan sebagainya. Penderian rendez-vous di Jakarta oleh VOC perlu diterangkan dengan latar belakang percaturan politik yang berkaitan dengan hubungan multilateral antara kerajaan – kerajaan dan badan- badan perdagangan asing. Antagoisme antara Banten dan Mataram selama bagian pertama pada abad XVII sedemikian kuatnya sehingga dalam menghadapi lawan yang sama ialah VOC tidak terjadi pendekatan, jangankan aliansi. Kondisi politik di Jawa hanya menguntungkan VOC saja. Meskipun Jakarta berstatus vasal terhadap Banten akan tetapi cukup mempunyai otonomi untuk melakukan kontrak sendiri dengan kumpeni dan badan pedagangan asing lainnya. Kedua kerajaan ini dengan pelabuhannya ada rivalitas dan kemajuan Banten hanya menimbulkan iri hati pada pangeran Jakarta, maka maksud VOC mendirikan loji di Jakarta di sambut dengan baik, dengan hadirnya pedagang – pedagang asing d harapkan dapat meningkatkan perkembangannya serta membawa keuntungan. Oleh karena itu para pedagang Inggris juga di berikan izin untuk mendirikan faktorai disana, kecuali menjunjung tinggi prinsip perdagangan terbuka, dengan maksud supaya persaingan di antara pedagang dapat mencegah pengaruh yang di pelopori satu pihak yaitu pihak yang mendomisili perdagangan. Sehubungan dengan itu pula Pangeran Jakarta tidak menghendaki adanya benteng di teritoriumnya.
Sebaliknya, rencana VOC, khususnya J.P.Coen, membangun benteng tidak hanya untuk melindungi perdagangannya, tetapi juga menjadi basis politik untuk mempertahankan kedudukannya dalam menghadapi keadaan darurat atau krisis politik. Di mata Pangeran Jakarta, mengizinkan pendirian benteng berarti " memasukkan kuda Troya".
Persaingan antara Belanda dan Inggris menambah proses politik, suatu faktor yang menjadi keuntungan bagi kerajaan – kerajaan, karena pihak Inggris merupakan potensi berharga sebagai sekutu. Meskipun Belanda dan Inggris bersekutu di medan perang eropa dalam melawan Spanyol, di Indonesia mereka melakukan persaingan hebat dengan segala pertentangan dan bentrokan – bentrokan. Salah satu alasan untuk mencari lokasi brau untuk kantor pusatnya ialah bahwa di Banten sering terjadi Insiden anatara anak buah Kumpeni dan orang Inggris. Pada tahun 1617 dua kapal Inggris di sita oleh VOC di Maluku di mana perdagangan rempah – rempah di tutup bagi bangsa Inggris. Pendirian faktorial Inggris yang terletak di seberang sungai Ciliwung mwrupakan " Duri di Mata" Kumpeni. Penyerangan loji Jepara pada tanggal 8 Agustus 1618 mendorong Coen untuk memperkuat lojinya di Jakarta, maka di buatnya bangunan pertahanan yang agak tinggi di tepi sungai. Pangeran Jakarta menganggap hal itu sebagai pelanggaran dalam perjanjian dan ancaman terhadap dalem-nya. Oleh karena itu, ia juga mulai membangun tembok juga di tepi pantai untuk melindungi istananya. Pada akhir tahun 1618 pertentangan memuncak dengan adanya konsentrasi angkatan laut Inggris di Banten. Pada tanggal 15 Desember 1618 sebuah kapal Belanda di sita. Tindakan balasan Coen ialah penyerbuan loji Inggris di Jakarta dan penghancuran kampung di dekatnya, bangunan pertahanan di tambah dan di perkuat, sedangkan angkatan lautnya di kerahkan di sekitar Pulau Onrust, orang lebih cendrung dan mempertahankan benteng dari pada mengosongkannya dan mengungsi ke Ambon. Strategi Coen kemudian ialah melakukan serangan terhadap angkatan laut Inggris. Pertempuran pada tanggal 2 Januari 1619 tidak memberikan kemenangan pada pihak mana pun, tetapi karena menghadapai kekuatan yang lebih besar, delapan lawan empat belas kapal, kompeni bersiap – siap untuk mengungsi ke Maluku.
 Mendengar pertempuran tersebut Pangeran Aria Ranamanggala mengirimkan angkatan laut Banten ke Jakarta untuk menengahi pertikaian itu. Tujuannya ialah untuk mencegah pengusiran Belanda karena kehadiran mereka di Banten dibutuhkan, maka dari itu ia lebih memihak VOC yang sedang menghadapi Inggris dan Pangeran Jakarta. Diharapakannya agar dihapuskannya loji VOC di Jakarta membawa keuntungan bagi Banten. Pada tanggal 4 Januari 1619 tejadilah pertempuran , sepuluh hari kemudian Pangeran Jakarta telah memerintahkan untuk menghentikan pertempuran itu, selain itu pangeran Jakarta juga membuka perundingan dengan VOC, perjanjian yang di tanda tangani pada tanggal 19 Januari menentukan bahwa pangeran Jakarta menyetujui berlakunya kontrak – kontrak terdahulu dan suatu status quo mengenai keadaan bangunan di loji. Beberapa hari kemudian pimpinan VOC P. Van den Broeke beserta beberapa pengikutnya di tangkap waktu menghadap Pangeran Jakarta antara lain,  karena kompeni tidak mau memenuhi tuntutannya yaitu membongkar tembok bentengnya. Untuk memenuhi kehendaknya kompeni memutuskan akan menyerahkan benteng seluruhnya, sementara itu diplomasi dari Loji Banten berhasil membebasakan para tawanan dan merundingkan soal nasib benteng VOC di Jakarta dengan P.A Ranamanggala. Atas perintahnya Inggris di suruh meninggalkan faktorianya dan Pangeran Jakarta di hentikan jadi penguasa Jakarta. Dengan demikian kemenangan ada di pihak VOC yang berhasil mempertahankan kedudukannya di Jakarta, pada tanggal 12 Maret 1619 benteng secara resmi di beri nama Batavia. Coen sebenarnya menghendaki nama benteng itu adalah Nieuw Hoorn karena dia sendiri berasal dari Hoorn . keputusan pimpinan VOC memilih nama Batavia ialah untuk memuaskan ketujuh provinsi. Menurut Hadrianus Julinus, Batavia berarti Bato's have, tempat tinggal Bato, yaitu pahlawan suku(stamhero). Sementara itu, pasukan Bantam lah yang menduduki Jakarta. Sebalinya dari Maluku, Coen terlebih dulu membebasakan orang kumpeni yang tertawan di Banten. Pada tanggla 30 Mei di jadikan hari pendirian Batavia. Pada akhir abad ke 18 kumpeni mundur dengan cepat, kumpeni tidak berhasil mengatasi pukulan – pukulan di bidang keuangan yang di deritanya selama perang Inggris – Belanda pada tahun 1780 – 1784 . tahun 1796 para direktur VOC terpaksa menyerahkan kekuasaan mereka kepada panitia pro-Prancis, 31 Desember 1799 VOC di bubarkan. Dalam jangka waktu 16 tahun setelah itu, Inggris dan Prancis menguasai harta Belada di Indonesia, sampai tahun 1811 bangsa Beanda secara nominal masih memerintah Indonesia, tetapi penguasa yang sebenarnya berasal dari Kepulauan Hindia dan juga negeri Belanda sendiri adalah Napoleon.
            September 1811 , Jawa jatuh ketangan Inggris sampai tahun 1816 , dimana seluruh bekas milik Belanda di kembalikab kepada Belanda sesuai dengan konvensi London. Pemerintahan Hindia – Belanda di lantik di Batavia pada 19 Agustus 1816 , dan tetap memegang kekuasaan Belanda di Indonesia, sampai mereka di usir oleh Jepang tahun 1942.
Pemerintahan baru itu membawa ke Indonesia suatu jenis tata pemerintahan yang lain dari suatu jenis tata pemerintahan yang ada di negeri ini sebelumnya. Kumpeni Hindia – Belanda merupakan perusahaan dagang yang mengejar laba, yang hanya memikirkan transaks jual beli dengan mengesampingkan apa saja. Kumpeni tidak memiliki misi budaya , tidak berhasrat melakukan campur tangan terhadap tatanan hidup rakyat yang di ajak berniaga. Ia hanya mendorong produksi barang ekspor, tetapi dalam hal kopi dan gula,.
Pemerintah Hindia – Belanda pada abad ke 19 dan ke 20 merupakan usahawan besar. Tanpa di sadari lambat laun Indonesia di jadikan mesin produksi model barat. Dalam proses ini mereka memperkenalkan perkebunan, dinas – dinas sosial, dan sedikit industrialisasi, sedangkan berbagai peraturan serta ordonasi pemerintahan mulai melibatkan jutaan penduduk indonesia yang nenek moyangnya hampir tidak menyadari kehadiran kompei Hinda Timur Belanda.
DAFTAR PUSTAKA
Sartono Kartodirdjo.Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500 – 1900 Dari Emporium Sampai Imperium Jilid 1. GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA, JAKARTA.
Ali Mohammad, Soedjatmoko, G.McT.Kahin, G.J.Resink, Historiografi Indonesia Sebuah Pengantar , Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 10270.
 

No comments:

Post a Comment