Halaman

KEKUASAAN LOKAL & KEKUASAAN BARAT DAN KEUNGGULAN VOC

JUMIATI/A/SI3
            Antara 1619, kapal-kapal VOC di Nusantara mengggelandang saja di sembarang pelabuhan. Koordinasi sulit dan VOC terancam rugi karena setiap kapten kapal berhak  terancam oleh inggris dan banteng, portugis dan spanyol. Orang-orang Belanda di banten, termasuk Jan Pieterszoon Coen, direktur jendral, jadi orang kedua setelah gubernur jendral, tidak disukai oleh pembesar-pembesar banten. De Heveren XVII menyadari bahwa kalau mau bertahan VOC harus memiliki pangkalan tetap ( rendez-vous) bagi kapal-kapal nya.
3.1 Batavia sebagai tempat Rendez-Vous bagi kapal VOC           
Memang, pangkalan (rendez-vous) bukan markas besar, yang semula dikehendaki oleh dereksi VOC. Konon dalam pelayarannya pada 1607 seorang pelaut Belanda, Matelieff, pernah mendengar keinginan penguasa Jayakarta, pangeran Wiyaja Krama, untuk membangun benteng di sekeliling ndalem-nya. Ketika atas sarannya, Pieter Both diangkat sebagai gubernur jendral VOC yang pertama pada 27 november 1609, Matelieff berhasil membujuk de Heeren XVII untuk menyuruh Both menjadikan Jayakarta sebagai tempat rendes vous itu.
Sementara Both terus ragu-ragu, pada november 1610 Laksemana Voorhoeven, laksana kontrak dengan pihak asing, mengutus derektur loji di Banten ketika itu, Jacques L" Hermite, untuk memperoleh kontrak dari pangeran Wijaya Krama. Hasilnya, Pietr Both mendatangi kontrak dengan sang pangeran (Belanda menyebut Conink) jayakarta,januari 1611 kontrak tersebut memberi hak pada pedagang belanda untuk memakai sebidang tanah di desanya,dan ketika itu Cuma berpenduduk sekitar 8 ribu jiwa.
Resminya di jaya krama yunduk kepada kekuasaan banten,yang rajanya,abdul kadir,masoh du bawah perwalian pqngeran arya ranamanggala.kendati demikin piterbon tidak menghiraukan hal itu dalam kontrak.di sepakati,dengan pembayarqn sebayak 1200 ringgit (rijksdaalder),wijaya krama mengizinkan VOC menggunakan sekitar satu hektar tanah (50x50 vadem), tetapi tidak boleh membangun benteng seperti dikehendaki oleh both. Tanah satu hektar itu terletak di wilayah kediaman pedagang-padagang China, dan berada disisi timur kali ciliwung, seberang ndalem pangeran (pasar ikan sekarang ini).
Tentunya both tidak pernah membayangkan bahwa jayakarta, yang menjadi batavia pada 30 Mei 1619, akan melebihi fungsinya sebagai tempat rendez-vous. Lebih tak terbayangkan lagi oleh nya bahwa kota itu akan menjadi pusat kekuasaan belanda di nusantara selama 350 tahun, dan karena itu menjadi tungku masak bagi bangunan kebangsaan (nation-building) indonesia.
Yang menjadikan jayakarta, pusat kekuasaan VOC adalah serangkaian peristiwa lain. Satu diantaranya, terpilihnya jan pieterszoon coen sebagai gubernur jendral ke-4 juni 1618. Selain jeli, pemuda pemuda berusia 31 tahun itu konon seorang yang ssaleh, tegas, dan tekun. Rupanya ia dapat melihat bahwa banten,mataram, dan inggris saling menunggu umtuk menyerangnya. Tunggu-menunggu ini adalah karena mereka saling curiga, padahal mereka sama-sama berkeingiinan menghabisiVOC.
Peristiwa lain adalah kedatangan pangeran gabang ke jayakarta lengkap dengan pengawal, 20 agustus 1618. Pangeran gabang adalah saudara pangeran  arya ranamangala wali kerajaan banten, sehingga kedatangannya mencemaskan coen. Secepatnya ia menyingkir dari banten kejaya karta, di desa nelayan ini dia membangun benteng ditanah yang sudah disewa tersebut, walaupun hal itu bertentangan dengan perjanjian. Didalam benteng yang dibangun dengan diam-diam didirikan pula dua bangunan pertahanan (mauritius dan nasau). Dan di isi dengan seratus serdadu.
Peristiwa lain adalah munculnya ancaman nyata dari pihak mataram dan inggris. Kebetulan 8 agustus 1618 logi VOC di jepara terbakar habis. Coen curiga mataram dan banten sekongkol melakukannya. Delapan bulan sebelumnya, coen pernah merampas kapal inggris di selat sunda. Pada desember 1618, coen mendengar armada inggris yang terdiri dari 14 kapal dibawah komando. Thomas dale sudah berada di selat sunda. Coen mengira armada itu akan membalas dendam, padahal VOC hanya punya 8 kapal didaerah tersebut.
Memang benar thomas dale menembaki kapal-kapal VOC pada 15 desember 1618, Cuma saja pertempuran itu terjadi dibanten bukan di jayakarta, dan memutuskan duluan menyerang logi di tepi ciliwung lalu membombardir ndalem, sebelum menyingkir ke maluku disana coen sudah lebih dulu menempatkan sebagian besar kapal-kapal VOC sehingga ia merasa lebih aman. Kepada pasukannya yang ditinggal dijayakarta ia berpesan agar berunding dengan inggris dan pangeran jayakarta. Kalau terpaksa, lebih baik menyerahkan benteng kepada inggris, tetapi isinya diberikan kepada pangeran jayakarta maksudnya jelas mengadu domba.
5 bulan kemudian coen kembali dengan tambahan 1000 serdadu. Ternyata, ia menemukan bentengnya masih utuh, dijaga oleh seratus serdadu saja. Rupanya, baik inggris, banten, maupun mataram betul saling mengharap untuk menyerang benteng voc itu. Tetapi akibatnya tak satu pihak pun rela duluan bertindak. Coen memasuki benteng membakar habis komplek ndalem penguasa jayakarta, dan terus ke banten menyelamatkan sisa-sisa armada voc. Seluruh penduduk bumi putera jayakarta diusir atau lari menyelamatkan diri. Yang boleh tinggal hanyalah beberapa orang cina yang sudah lebih dulu hidup disana sebagai pembuat arak dan tentunya serdadu VOC serta jongos mereka.
Pada 30 mei 1619, coen meresmikan jayakarta sebagai batavia ia sendiri lebih suka memberi nama Nieuw Hoorn , untuk mengenang hoorn, kota asalnya namun, penamaan batavia sesuai dengan perintah markas  di VOC belanda. Perintah  ini diulangi lagi pada oktober 1617, dengan penegasan bahwa daerah mana pun yang dipilih sebagai kenangan pada uni provinsi-provini nederland merdeka (republik bataaf), yang melawan penjajahan spanyol.
3.2 Kepentingan dagang VOC dan pemilahan penduduk
Begitulah jayakarta berubah menjadi Batavi, hampir tanpa rencana. Begitu pulalah cara VOC berubah menjadi kekuasaan negara. Sebab, selain berdagang ia harus mengurus kehidupan kota, yang akan menjadi markas besarnya. Ini petama-tama berarti mengendalikan penduduk kota (inggezetenem), selain juga melindungi kota serta penduduknya dari penngaruh asing disekitarnta (vreemdelingen). Sedikitnya selama 50 tahun pertama kekuasaan VOC, kedua persoalan itu saling berkaitan dengan erat sehingga sangat menentukan dalam proses terserapnya masyarakat setempat kedalam kepentingan VOC.
            Karena takut terhadap pengaruh masyarakat sekitar, hampir semua penduduk awal kota batavia dibawa masuk oleh VOC darii luar nusantara. Mereka terdiri dari penjabat tinggi dan kryawan VOC,para serdadu,termasuk serdadu sewaaann assal jepang, beberapa penerjemah asal china, dan ratusan budak. Hal yang tersebut terakhir ini dirampas  dari tangan portugis di pantai-pantai india, seperti surat,benggala,coromandel. Jadi apa yang dianggap orang asing (vreemdelingen) adalah penduduk asli setempat.
            Dibawa masuk ke dalam batavia sesuai dengan kepentingan VOC yang berbeda-beda, penduduk itu diperlakukan secara berbeda pula sesuai dengan ragam kepetingan tersebut. Demikianlah, pada 6 juli 1619, hanya 36 hari setelah jayakarta diresmikan sebagai batavia, penduduknya sudah harus dipilah-pilah demi pembagian satu bulanan. Kecuali penjabat tinggi VOC, seluruh warga kota dikelompokkan berdasarkan campur-baur antara ras (warna kulit), daerah asal, dan status ikatan kerja mereka  dalam perdagangan VOC, maka terbentuklah lima kelompok dengan jumlah satu berbeda-beda.
            Pertama, kelompok eropa yang bekerja sebagai srdadu, tukang, dan magang, berhak atas daging dua kali seminggu. Kedua, kelompok swarten (hitam)  dan chineezen (china) yang bekerja pada VOC mendapat sembilan pon beras dua kali seminngu dan uang dua setengah gulden setiap bulan. Ketiga, para istri dan budak yang tak  bekerja pada VOC tidak mendapat catu, tetapi suami atau tuan mereka boleh membeli lebih banyak daripada catunya. Keempat, anak-anak karyawan VOC berhak atas separo catu orangtua mereka. Kelima, golongan burghers (warga biasa) atau vrijmen (preman, warga bebas), tidak diberi catu tetapi boleh membeli beras selama persediaan masih ada.
            Demi kestabilan kota batavia, VOC melarang penduduk keluar, dan segera kemudian melarang juga orang luar masuk. Untuk itu dibangunlah dinding tembok disekelilingi kota. Ordonansi 6 september 1619, misalnya menunjukkan bahwa yang masuk hutan dan memetik sebutir kelapa diancam denda setengah guldden, untuk satu buah pisang diancam dua setengah gulden,dan untuk sebatang pohon buah yang ditebang 50 gulden.
            Reaksi warga kota terhadap tindakan main kuasa VOC ketika itu dapat dipandang sebagai contoh awal perbenturan yang meletakkan akar kebangsaan nusantara. Maksudnya dasar perbenturan untuk mencapai keseimbangan telah ditanam. Di satu pihak, bagi VOC, ordonansinya sangat masuk akal untuk menjamin keamanan kota. Dipihak lain, bagi warga, ordonansi itu mirip penjara seumur hidup.
            " penjara seumur hidup" memang bukan tamsil yang berlebihan. Gaji karyawan VOC sangat kecil. Pembantu tukang, yang dihargai cukup tinggi, dan  tentara sama-sama bergaji sekitar 20-30 gulden sebulan, tidak termasuk catu. Gaji mereka ini bolehlah dianggap tingkat gaji menengah kalau dilihat dari jenjang pangkat dan jabatan. Gaji kelassi dan prajurit lebih rendah lagi, hanya sembilan gulden sebulan, belum termasuk catu. Dalam pada itu , biaya hidup sekitar 15-20 gulden sebulan. Tak bisa lain, untuk mempertahankan hidup saja warga kota terpaksa berusa keluar untuk mencari tambahan penghasilan, seperti mengumpulkan atau berjualan buah-buahan dan kayu api.
            Tiidak seimbangangnya kepentingan warga dan kepentingan kekuasaan mengakibatkan timbulnya pelanggaran yang terus-menerus oleh pihak warga. Sebaliknya, kekuasaan malah memperbanyak ordonansi. ketika orang luar mulai masuk kota seiring dengan perkembangan kota tersebut, maka      VOC pun sudah siap dengan ordonasi yang sepadan.
            Karena orang luar yang masuk kota kebanyakan berasal dari banten dan mataram, yang semuanya disebut orang jawa (javannen), sangat mudah bagi VOC menunduh mereka sebagai orang asing (vreemdelingen) yang berbahaya. Mereka dipersalahkan masuk diam-diam ke batavia dengan prauwen (perahu) sambil menyandang krissen (keris) atau lanck (tombak), dan bisa membahayakan hidup gubernur jendral. Oleh sebab itu, sejak 19 oktober 1619 VOC mengeluarkan larangan masuk kota bagi mereka.
Sementara itu, perkembangan kota memerlukan orang lebih banyak. Karena penduduk sekitar sudah dilarang masuk, maka jalan keluarnya adalah mendatangkan lebih banyak lagi kelompok-kelompok orang dari luar nusantara.  Salah satu kelompok orang luar yang pertama-tama dikumpulkan adalah orang china. Dalam benteng VOC, sejak awal sudah ada orang china sebagai penerjemah. Orang china yang pernah bekerja sebagai penyuling arak di jayakarta diizinkan kembali. Ketika benten dikepung oleh coen, orang china dibujuk agar pindah ke batavia, kalau perlu diculik. Bujukan coen memang menggiurkan. Kepada orang china yang akan pindah ditawarkan upah 2 gulden perhari. Jumlah ini sangat besar bila di bandingkan  dengan gaji rata-rata kariwan VOC yang berkisar pada 20 sampai 30 gulden sebulan untuk jabatan menengah, apalagi dengan 15 sampai 20 gulde untuk jabatan lebih rendah.
            Kelompok penduduk lain  dari luar nusantara yang dibawa masuk adalah serdadu sewaan asal jepang dan budak-budak. Pada 1623, akhir masa jabatan coen yang pertama, penduduk batavia berjumlah sekitar 6.000 jiwa diantara adalah  serdadu eropa, 100 jiwa serdadu sewaan asal jepang, dan sekitar 1.500 jiwa orang china, maka jumlah budak bisa mencapai 4.000 jiwa. Budak-budak itu dirampas dari daerah-daerah yang  sebelumnya dikuasai, dan arakan: atau daerah-daerah yang dikuasai oleh spanyol,seperti manila dan maluku. Tampaknya, baru ada pertengah 1624 VOC mengizinkan "orang jawa" memasuki kota. Itu pun hanya untuk berdagang dipasar-pasar yang sudah ditentukan. Ketika mataram mengempur dan mengepungbatavia selama empat bulan terakhir 1628 dan 1629,kembali orang jawa  dilarang keras mendekati kota .demikian juga halnya dengan ketika banten mengganggu monopoli  VOC dimaluku pada 1633. Ketika pada 1636  banten sudiberunding dan mataram makin lemah,untuk pertama kalinya voc mengakui kelompok jawa dalam kota batavia.
3.3. Kepentingan Agama Voc Dan Pemilihan Penduduk
 Hal yang tak kurang penting perananya dalam pemilihan itu adalah agama .voc tentu mengutamakan agama kristen,tetapi bukan  seluruh kristen apalagi  katolik,melaikan hervormde kerk (kristen prostentan belanda )saja. Dibelanda  serindiri penganut  agama kristen katolik dianggap  wakga kelas dua  selama  beratus  tahun .dengan sikap merendahkan,mereka   menyebut  mereka penganut agama  kristen katolik sebagai  papen(anjing-anjing paus),dan melarang kelompok ini masuk ke hindia  - belanda sampai 1768.
            Sebenarnya,piagam voc sendiri  sama  sekali tidak memasukkan agama  dalam tugas-tugas voc.hanya kemudian ,november 1617,penguasa terttinggi voc di belanda(de herren xvii)memerintahkan pejbatnya  hindia untuk melaporkan tugasnya ,termasuk didalamnya  de voortplanting de christelijke religie  (tepatnya pelaksana morol kristen).
            Perintah ini keluar karena rupanya terjadi kerawanan  moral  dikota batavia.betapa tidak.waktu itu  tidak  mungkin membawa perempuan dari belanda.oleh sebab itu  voc terpaksa  menyediakan budak-budak perempuan bagi kariawan. Sebagian besar  dari mereka bekas milik orang  portugis diseputar  pantai anak india  dan maluku.voc menyediakan asrama-asrama  khusu  untu budak-budak  perempuan itu dan karyawan boleh membelinya disana.
            Mestinya budak  perempuan yang sudah  dibeli resmi dijadikan istri.itu berati si budak terlebih dulu dipermandikan dak tidak harus menjadi budak.nyatanya,banyak karyawan dan serdadu voc tidak melakukan hal itu,tetapi langsung kumpul  kebo.  Dengan perempuan yang tetap budak.tidak jarang jugak  terjadi pergundikan ,yakni satu lelaki memiliki beberapa  budak perempuan yang berfungsi juga sebagai gundik,perzinahan(overspel)dan  persumbangan (bloedshande).
            Sebab itu ditetapkan status perkawinan diakui bila berkati digereja.artinya,kedua pengantin atau salah satu yang tidak kristen harus  menjadi kristen.budak yang dimiliki orang kristen harus diajari agama kristen,dimandikan,dan dimemerdekakan.majikan yang bukan kristen dilarang menghambat budak-budak mereka di kristen kan.akibatnya,  cukup banyak budak yang dikristenkan suka atau tidak.
            Lalu peraturan yang sangat aneh yaitu "budak kristen"tak boleh di jual dan "orang kristen"tak boleh dijadikan budak .aneh karena tidak  mungkin ada,"budak kristen"jika setiap budak milik orang kristen harus dikristen kan dan oleh itu di memerdekakan .juga tidak mungkin orang kristenyang diperbudakan dengan alasan yang sama.tidaklah aneh kalau peraturan amburadul ini banyak dikecam sebagai upaya  pengkristenan orang tanpa pengijilan,tetapi dengan semata-mata dengan paksaan.
            Budak-budak yang menjad ikristen dan  di merdekakan ,beserta keturunan mereka lambat  laun   menjadi  kelompok sendiri.kelompok ini yang disebut mardijkers  (budak yang dimerdekakan), pada masanya sangat terkenal dibatavia. menjelang bubarnya voc ,banyak dari mereka memeluk agama islam.sedikit yang bertahan sebagai kristen menurunkan sekelompok warga jakarta yang berdiam didaerah tugu  sekarang ini.
            Perkawinan atau pergundikan  dan  tidak mustahil persumbangan,antara perempuan lokal dan orang eropa juga menurunkan kellompok tersendiri,dikenal dngan blastera.kendati diperlakukan lebih baik dari pada orang non-eropamerka tetap dipan oleh voc sebagai orang rendah dari pada orang eropa.banyak dari mereka yang nanti bergabung dengan mardijkers,dan beralih ke agama islam.
            Begitu penting nya agama sebagai pemelihan ,sehingga tidak jarang berbagai kelompok menurut daerah asal, pekerjaan, dan daerah tempat tinggal ( wijk atau kwartier) disatukan dibawah nya. Demikianlah halnya dengan kelompok koja atau mooren, terdiri dari mereka yang bukan kristen dan berasal dari coromandel serta pantai  india lainnya. Sebutan kota terkenal di kallangan penduduk  bukan eropa, dan modern di kalangan voc (portugis menyebutnya mouro, pengikut  nabi muhammad S.A.W). sebagai kelompok, mereka dibedakan dari mereka yang berasal sama tetapi kristen ( indiaense christenen).
3.4 Pemilihan Penduduk Dan Penataan Kekuasaan  VOC
masyarakat nusantara kemudian), dengan rumit, ketat,hirarkis, dan sepenuhnya bergantung  pada VOC. Tak kurang dari  pada 40 kelompok masyarakat diciptakan secara demikian, dan diperlakukan dengan berbeda. Suka atau tidakk suka , pemilihan warga kota dalam kelompok-kelompok yang begitu ruumit dan diperlakukan dengan berbeda lama-kelamaan  memerlukan instansi baru untuk mengatur pergaulan diaantara mereka. Hal ini menandakan bahwa VOC sebagai kongsi dagang sudah semakin terdesak oleh VOC sebagai kekuasaan negara.
            Pada 29 maret 1620, resmilah dibentuk suati instansi baru dalam pemerintahann sipil untuk menangani perselisihan hukunm yang timbul antara VOC dan para  warga kota. Instansi itu disebut bailluw, semacam polisi merangkap jaksa dan hakim, atau sheriff. Pada 1 juli 1620, dibentuk pula instansi baru yang lain lagi untuk menangani masalah hukum antara warga VOC dan orang asing. Namanya collegie van schepenen ( dewan pemangku hukum), berangota enam orang. Mereka mewakili tiga dua orang wakil, warga bebas eropa(burghers) tiga orang wakil, dan kelompok china satu orang wakil. Untuk menampung mereka  dibentuklah suatu organisasi yang bertugas  menjaga kota siang dan malam (schutteri) pada 4 desember 1622. Didalam organisasi ini dimaksudkan sebagai satu kesatuan semua orang yang  bersal  dari pantai-pantai india dan dari banda, yang hampir semuanya merupakan budak atau bekas budak.
3.5 Kekuasaan VOC dan pemilahan penduduk
            jika pemilahan dan perlakuan yang berbeda atas penduduk memerlukan tertatanya kekuasaan, maka pada gilirannya kekuasaan yang tertata itu lebih jauh lagi memengaruhi pemilahan dan perlakuan tersebut.  Demi kekuasaan monopoli yang sudah mapan,  misalnya usaha swasta dilarang.namun demikian, kekuasaan tersebut tidak  sudi memikul beban dana maupun tenaga untuk tugas-tugas pemerintahan. Urusan kekuasaan hanyalah menjamin keamanan sumber-sumber barang dagangan. Dengan cara seperti itu si pemborong masih tetap tergantung pada VOC walaupun sudah memberi keuntungan yang tanpa biaya dan resiko kepada VOC.ketergantung itu diperlihara dangan surat izin usaha (licintie), surat jalan (passen briefies), dan surat pajak(belasting). Pada  1 oktober 1620,  diresmikanlah berfungsinya dua jawatan pokok dibidang ini. Jawatan yang satu berwenang menerima barang, pajak, dan memberi lisensi (ontvanger). Jawatan lain berwenang mengeluarkan surat jalan (syahbandar).
            Boleh jadi, izin usaha yang pertama dibawah VOC diberikan pada 1 november 1620 oleh ontvanger. Izin itu memberi kuasa untuk menimbang semua barang dagangan yang masuk ke batavia dari berbagai wilayah nusantara. Orang yang mendapatkannya. Adalah silauw bing kong alias bencon dan gouw tjai alias jancon. Bencon ialah kepala (  kapiten) yang pertama  buat kelompok masyarakat china di batavia , yang diangkat oleh VOC pada 11 oktober 1619. Ketika collegie van schepenen dibentuk pada 1 juli 1620, bencon jugalah yang duduk mewakili masyarakat china. Jancon seorang china yang sudah masuk islam, dan praktis jadi orang keduua buat masyarakat chiina. Tindakan mengutamakan masyarakat china dianggap begitu strategis  bagi kepetingan moonopoli VOC sehingga j.p coen sendiri secara tegas menyatakan hal itu dalam laporannya kepada de heeren xvii.
            Kepentingan ekonomi tampak merupakan puncak semua pemilahan. Hal ini terlihat dari kenyataan bahwa sekalipun orang eropa (burgeri), mereka tidak diikut kan dalam kegiataan ekonomi diluar monopoli VOC.  Ketentuan tersebut berlaku, tidak peduli apakah orang eropa itu masih bekerja pada VOC atau sudah bebas kontrak kerja mereka selesai . jadi, selama pemilahan masih berdasarkan kegiatan dagang,  agama, dan kekuasaan VOC,orang eropa digolongkan ke dalam kelompok atas. Kepentingan ekonomi VOC  yang jadi pertimbangan , golongan  eropa sama ekonomi VOC yang jadi pertimbangan, golongan eropa sama  sekali tidak lagi memiliki keistimewaan.
3.6 Keunggulan VOC
            Pada 1641, malaka berhasil direbut oleh VOC dari  tangan portugis. Pada  1645, maluku bebas dari gangguan banten, dan mataram mau berdamai dengan VOC setelah sultan agung wafat (februari 1646). Sekitar tahun-tahun itu, seluruh kawasan india aman bagi VOC sejak jatuhnya langka (ceilon) dalam pada itu, penduduk  batavia sudah tertib dan terkendali. Dengan kata lain, dalam tempo sekitar 30 tahun VOC telah berhasil merebut hemegoni.
            Salah satu cermin keberhasilan ini adalah konsolidasi peraturan kota batavia dalam suatu kodifikasi hukum (destatuten van batavia), yang diresmikan pada 5 juli 1642. Kodifikasi ini, yang merupakan akar hukum hindia-belanda , menetapkan dengan jelas peranan setiap alat kekuasaan (termasuk agama kristen)dan kelompok masyarakat. Setelah kestabilan batavia terjamin, dalam 10 tahun berikutnya VOC dapat memusatkan tenaga untuk melemahkan kekuasaan lokal, seperti bantten, mataram, dan makasar.
            Semakin berhasi VOC melemahkan kekuasaan lokal, semakin  banyak penduduk dari nusantara yang masuk batavia. Itu berarti semakin rumit pemilahan yang harus dilakukan. Sesuai dengan hukum kota batavia yang baru disusun itu, keluarlah peraturan-peraturan yang menegaskan kembali prinsip-prinsip penataan dan pemilahan penduduk pada 9-24 februari 1651.
            Ditegaskan dua minggu setelah peraturan itu  resmi diumumkan, semua oranng berumur 12 tahun atau lebih harus melapor kepada suatu komite yang baru dibentuk, disebut komite bumiputera(gecomitterde over de inlanders).  Kalau mau menetap di batavia, mereka harus mengelompok dalam jumlah sekitar 25 orang. Setiap kelompok wajib memilih kepala kelompoknya. Setiap  orang harus memproleh kartu penduduk dari komite. Lewat pukul sembilan malam, orang harus tinggal dirumah  atau didalam perahu masing-masing. Dilarang membawa senjata, terutama keris. Dengan keluarnya ordonansi ini, maka diletakkanlah lahan subur bagi pemilahan masyarakat batavia. Diatas lahan tersebutlah kelak akan tertanam akar-akar kebangsaan indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho susanto.1975.Departemen pendidikan sejarah nasional Indonesia
Aziz,maliha.asril.2006.Sejarah Indonesia lll.Pekanbaru: Cendikia Insant

No comments:

Post a Comment