PENDIDIKAN DI SELANDIA BARU

Fera Andini


Pendidikan di Selandia Baru berawal pada tahun 1800-an. Ini di buktikan dengan didirikan sekolah dasar nasional pertama.  Pada saat itu sekolah-sekolah dasar didirikan oleh tiap pemerintah provinsi, selain itu ada juga beberapa sekolah yang didirikan oleh gereja-gereja dan ada juga yang dibangun oleh swasta. Pada saat itu penduduk yang ada di pedesaan menganggap bahwa anak-anak lebih baik bekerja dari pada berangkat ke sekolah.

Untuk mengatasi masalah banyaknya anak-anak usia sekolah yang bekerja pemerintah yang berwenang pada saat itu mengeluarkan peraturan wajib belajar. Peraturan wajib belajar mengatur bahwa anak-anak yang berusia 7 hingga 14 tahun diwajibkan mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah yang berwenang berkewajiban untuk membebaskan biaya pendidikan.[1]

Kebijakan ini ternyata bisa menyadarkan penduduk akan pentingnya pendidikan, dan pada akhirnya penduduk

DR. SUN YAT-SEN

DESI WIDIA YANTI 

 

            Sun Yat-Sen (Sūn Yì-xian) , lahir 12 November 1866 – meninggal 12 Maret 1925 pada umur 58 tahun) adalah seorang pemimpin kunci revolusi Tiongkok dan diakui secara luas sebagai Bapak Negara Tiongkok Modern, baik di Tiongkok Daratan maupun Taiwan.Pada waktu itu, Tiongkok diperintah oleh seorang kaisar yang memerintah seolah-olah seperti dewa. Sun Yat-sen yakin bahwa Tiongkok perlu ditata dengan cara yang baru melalui revolusi. Pada tahun 1895, ia memimpin suatu pemberontakan di Kanton, tetapi dapat diredam. Secara keseluruhan, ia memimpin sebelas kali revolusi terhadap Dinasti Qing dan akhirnya berhasil menumbangkan kekaisaran, sehingga kaisar harus meletakkan jabatannya. Tiongkok selanjutnya menjadi Republik Tiongkok pada tahun 1911 yang didirikan oleh Sun Yat-sen. Ia juga pendiri partai tertua dalam sejarah modern Tiongkok, Kuomintang (KMT), menjadi pejabat presiden pada tahun 1912, dan presiden pada tahun 1923-1925.Pada tahun 1925, ia meninggal di Tiongkok. Tiga tahun kemudian, salah seorang pengikutnya, Chiang Kai-shek, terpilih menjadi presiden.

KEMISKINAN DAN KESENJANGAN SOSIAL DI INDONESIA PRA DAN PASCA RUNTUHNYA ORDE BARU


SUCI PURNANDES/14B/PIS

Semenjak gejolak dan kerusuhan sosial merebak di berbagai daerah, kesenjangan sosial banyak dibicarakan. Beberapa pakar dan pengamat masalah sosial menduga bahwa kerusuhan sosial berkaitan dengan kesenjangan sosial. Ada yang sependapat dengan dugaan itu, tetapi ada yang belum yakin bahwa penyebab kerusuhan sosial adalah kesenjangan sosial. Tidak seperti kesenjangan ekonomi, kesenjangan sosial cukup sulit diukur secara kuantitatif. Jadi, sulit menunjukkan bukti-bukti secara akurat. Namun, tidaklah berarti kesenjangan sosial dapat begitu saja diabaikan dan dianggap tidak eksis dalam perjalanan pembangunan selama ini. Di bagian ini dicoba menunjukkan realitas dan proses merebaknya gejala kesenjangan sosial.Untuk mempermudah pembahasan, kesenjangan sosial diartikan sebagai kesenjangan ketimpangan atau ketidaksamaan akses untuk mendapatkan atau memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya bisa berupa kebutuhan primer, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, peluang berusaha dan kerja, dapat berupa kebutuhan sekunder, seperti sarana pengembangan usaha, sarana perjuangan hak azasi, sarana saluran politik, pemenuhan pengembangan karir, dan lain-lain.

Perlawanan Rakyat Banten Terhadap VOC (1651 - 1682)

NURHASANAH

 

A.Kondisi, Posisi, dan Kedudukan Banten

Kondisi geografis Banten pada awal abad ke 16 dilukiskan oleh Couto, yaitu Banten terletak di pertengahan teluk yang memiliki lebar sekitar 3 mil dan panjang sekitar 850 depa serta dari tepi laut memiliki panjang sekitar 400 depa. Untuk melindungi kota Banten, terdapat sebuah benteng yang dinding setebal tujuh telapak tangan laki-laki terbuat dari bata dan pada bagian pertahanannya terbuat dari kayu setinggi dua tingkat dengan dilengkapi oleh persenjataan yang baik. Pusat kota terletak pada lapangan raja (alun-alun) yang disebut paseban dengan masjid dan pasar disekitarnya. Jalan-jalan dibuat secara simetris, membentuk palang silang yang sempurna. Banten memiliki luas sekitar 10.000 km2, wilayah yang tidak lebih luas dari sebuah kabupaten yang besar di Perancis. Wilayah Banten membentang dari Tangerang sampai Tulang Bawang dan dari Pelabuhan ratu sampai Silebar dengan jumlah penduduk sekitar 80.000 sampai 100.000 orang pada penghujung abad  ke16.

PERUBAHAN ARAH JONG JAVA DARI NON POLITIK KE POLITIK PERSATUAN INDONESIA, TAHUN 1918-1930

NURBANI

 

1.    Tri Koro Dharmo dan Organisasi Pemuda Kedaerahan Tahun 1915-1925

Pemuda menjadi salah satu penggerak dalam mewujudkan tujuan, dalam mewujudkan tujuan tersebut dapat dijadikan dalam satu wadah yaitu sebuah organisasi. Dengan adanya organisasi dapat menyatukan pemikiran maupun ideologi dari setiap individu agar dapat mewujudkan cita-cita yang di inginkan, dengan berorganisasi juga dapat dijadikan pembelajaran bahwasanya hidup dalam kebersamaan lebih mudah dalam mewujudkan suatu tujuan. Pada mulanya bentuk organisasi-organisasi pemuda tersebut berdasarkan kesukuan atau kedaerahan, yang mengutamakan ikatan antara sesama pelajar sedaerah serta membangkitkan perhatian terhadap kebudayaan daerah masing-masing.