SISTEM PENDIDIKAN DI BRAZIL

Natasya Polikasari/SP
   Brasil adalah satu- satunya negara Amerika Latin yang berasal bahasa dan budaya dari Portugal. Para penduduk asli sebagian besar terdiri dari nomaden Indian Tupi – Guarani. Adm Pedro Alvares Cabral mengklaim wilayah untuk Portugal pada tahun 1500. Awal penjelajah membawa kembali kayu yang menghasilkan pewarna merah, pau – brasil, dari mana tanah menerima namanya. Portugal mulai kolonisasi pada tahun 1532 dan membuat daerah koloni kerajaan pada 1549.
Selama Perang Napoleon, Raja João VI, takut tentara Prancis maju, melarikan diri Portugal pada tahun 1808 dan mendirikan pengadilan di Rio de Janeiro. João ditarik pulang pada tahun 1820 oleh sebuah revolusi, meninggalkan anaknya sebagai bupati. Ketika Portugal mencoba menerapkan kembali kekuasaan kolonial, pangeran mendeklarasikan kemerdekaan Brazil pada 7 September 1822, menjadi Pedro I, kaisar Brasil. Dilecehkan oleh parlemen nya, Pedro I mengabdikasikan tahun 1831 dalam mendukung putranya yang berumur lima tahun lamanya, yang menjadi kaisar pada tahun 1840 ( Pedro II ). Anak adalah seorang raja populer, tetapi ketidakpuasan dibangun, dan pada tahun 1889, setelah pemberontakan militer, ia turun tahta. Meskipun republik diproklamasikan, Brasil diperintah oleh diktator militer sampai pemberontakan diizinkan kembali secara bertahap ke stabilitas di bawah presiden sipil.[1]
Presiden Wenceslau Braz bekerja sama dengan Sekutu dan menyatakan perang terhadap Jerman selama Perang Dunia I. Pada Perang Dunia II, Brasil kembali bekerja sama dengan Sekutu, menyambut Sekutu pangkalan udara, patroli Atlantik Selatan, dan bergabung dengan invasi Italia setelah menyatakan perang terhadap kekuatan Poros.
Setelah kudeta militer pada tahun 1964, Brasil memiliki serangkaian pemerintahan militer. Jenderal João Baptista de Oliveira Figueiredo menjadi presiden pada 1979 dan berjanji kembali ke demokrasi pada tahun 1985. Pemilihan Tancredo Neves pada tanggal 15 Januari 1985, presiden sipil pertama sejak tahun 1964, membawa gelombang optimisme nasional, tetapi ketika Neves meninggal beberapa bulan kemudian, Wakil Presiden José Sarney menjadi presiden. Collor de Mello memenangkan pemilihan akhir tahun 1989, berjanji untuk hiperinflasi rendah dengan ekonomi pasar bebas. Ketika Collor menghadapi impeachment oleh Kongres karena skandal korupsi di Desember 1992 dan mengundurkan diri, Wakil Presiden Itamar Franco menjadi presiden.
Seorang mantan menteri keuangan, Fernando Cardoso, memenangkan kursi kepresidenan dalam pemilu 1994 Oktober dengan 54 % suara. Cardoso dijual efisien monopoli milik pemerintah di bidang telekomunikasi, tenaga listrik, pelabuhan, pertambangan, kereta api, dan industri perbankan.
Pada Januari 1999, krisis ekonomi Asia menyebar ke Brasil. Daripada menopang mata uang melalui pasar keuangan, Brasil memilih untuk membiarkan mata uang mengambang, yang dikirim nyata jatuh – pada satu waktu sebanyak 40 %. Cardoso sangat dipuji oleh masyarakat internasional untuk cepat berbalik krisis ekonomi negaranya. Meskipun ia sudah berusaha, namun, perekonomian tetap lamban sepanjang tahun 2001, dan negara juga menghadapi krisis energi. IMF menawarkan Brasil paket bantuan tambahan dalam Agustus 2001. Dan pada Agustus 2002, untuk memastikan bahwa Brasil tidak akan terseret oleh tetangga masalah ekonomi Argentina bencana, IMF setuju untuk meminjamkan Brasil fenomenal $ 30000000000 lebih dari lima belas bulan. Pemerintahan Lula Mengawasi Reformasi Ekonomi dan Sosial.[2]
Brasil mencakup hampir setengah dari Amerika Selatan dan merupakan negara terbesar di benua itu. Ini memperluas 2.965 mil ( 4.772 km ) utara-selatan, 2.691 mil ( 4.331 km ) timur – barat, dan berbatasan setiap bangsa di benua kecuali Chili dan Ekuador. Brasil dapat dibagi menjadi dataran tinggi Brasil, atau dataran tinggi, di selatan dan Sungai Amazon Basin di utara. Lebih dari sepertiga Brasil dikeringkan oleh Amazon dan lebih dari 200 anak sungai yang. Amazon adalah dilayari untuk kapal uap samudra ke Iquitos, Peru, 2.300 mil ( 3.700 km ) hulu. Brasil Selatan dikeringkan oleh sistem -the Plata Paraguay, Uruguay, dan sungai Paraná.
Pendidikan di Brasil diatur oleh Pemerintah Federal, melalui Departemen Pendidikan, yang mendefinisikan prinsip-prinsip panduan bagi organisasi program pendidikan. Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk membuat negara dan program pendidikan mengikuti panduan dan menggunakan dana yang diberikan oleh Pemerintah Federal. anak-anak Brasil harus menghadiri sekolah minimal 9 tahun, tetapi sekolah biasanya tidak memadai. Ketika Kerajaan penjelajah Portugal menemukan Brasil pada abad ke 15 dan mulai menjajah prosesi baru di Dunia Baru, wilayah ini dihuni oleh berbagai masyarakat adat dan suku-suku yang belum dikembangkan tidak menulis atau sistem pendidikan sekolah.[3]
Sistem Pendidikan Brasil mencakup lembaga-lembaga pemerintah (federal, negara-negara bagian dan kotamadya), serta lembaga swasta. Jenjang pendidikan dimulai dari tingkat prasekolah, sekolah dasar (Tingkat Dasar- I Grau ), dan tingkat menengah (Tingkat Kedua- II Grau ) sampai universitas dan tingkat pasca sarjana. Pendidikan wajib bagi anak usia 7-14 tahun. Undang-Undang Dasar Brasil 1988 mengalokasikan sekurang-kurangnya 25% dari pendapatan pajak negara bagian untuk pendidikan. Di tahun 2000, 91% dari semua anak-anak Brasil usia 10-14 tahun bersekolah. Pemerintah Federal mendirikan sekurang-kurangnya satu universitas federal di setiap negara bagian. Pada tahun 1996 amandemen baru Undang-Undang Dasar dibuat, memungkinkan bagi para professor dan ilmuwan asing untuk menjadi pengajar di universitas Brasil. Kini di Brasil ada lebih dari 1.000 program pasca sarjana yang memiliki dosen pengajar yang mutunya setara dengan institusi sejenis di negara-negara maju. Masa depan ekonomi Brasil terletak paling vital pada perbaikan pendidikan guna mencapai hasil produktivitas yang "besar sekali", "Kurangnya modal manusia menjadi penghalang tunggal terutama bagi pertumbuhan produktivitas," Organisasi bagi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan mengatakan dalam sebuah survei terhadap ekonomi Brasil. "Ada kesepakatan luas bahwa hasil yang akan diperoleh dari akumulasi modal manusia yang lebih cepat besar sekali." Indikator pendidikan yang jelek adalah lebih merupakan masalah kualitas pendidikan daripada pendanaan. Brasil memiliki sejarah meledak dan melambat, dan OECD mengatakan potensi bagi pertumbuhan tanpa overheating kini "agak rendah" pada sekitar 3,0-3,5% per tahun. Di wilayah OECD yang terdiri dari negara-negara industri utama, potensi pertumbunan adalah sekitar 2,5% dan diperkirakan akan naik menjadi 3,0-3,5%. Brasil harus mengejar reformasi untuk meningkatkan sekitar lima poin lebih baik, menyiratkan pertumbuhan sekitar 8,0%, untuk diraih seperempat abad mendatang, laporan itu mengatakan. OECD juga mendapati bahwa "pengurangan hambatan perdagangan nampaknya telah memainkan peran krusial dalam peningkatan produktivitas", dan program privatisasi yang besar juga telah membantu. Ekonomi telah tumbuh dengan 2,3% tahun lalu sesudah 4,9% pertumbuhan pada 2004 dan 0,5% pertumbuhan pada 2003.

Memuji reformasi belakangan ini di Brasil untuk menstabilkan inflasi, memperkuat mata uang dan mengurangi utang, OECD mengatakan bahwa "prospeknya bagus bagi pemulihan yang luas." Namun laporan itu menyoroti tiga bidang dimana aksi yang perkasa diperlukan:
1. Tantangan "dominan" akan "terus berlanjut guna mengurangi utang publik yang mengancam" sementara memperbai keuangan publik dengan kendali pengeluaran bukan terutama dengan kenaikan pajak sejauh ini. Reformasi pensiun khususnya penting.
2. Suatu "tantangan kebijakan utama adalah dengan meningkatkan inovasi di sektor bisnis" karena, meskipun kinerja inovasi membaik dengan cepat, masih terlalu rendah dan didorong terutama oleh negara dan universitas.
3. Kualitas pendidikan harus membaik karena sementara pendanaan naik hingga tingkat OECD hal itu tidak mendukung dengan cukup cepat kualifikasi angkatan kerja.

Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mengurangi pasar tenaga kerja yang tak didiumumkan -- tinggi dan merugikan -- laporan tersebut menandaskan, menyebutkan sebuah terbitan bahwa buruh yang tak dideklarasikan berjumlah 37,0% dari angkatan kerja pada 1999. Dan institut itu mendesakkan diciptakannya "sistem sertifikasi keterampilan nasional".

Apa yang disebut "keajaiban Brasil" pada 1960-an dan 1970-an telah menaikkan produk domestik bruto dengan sekitar 7,5% per tahun, namun kebijakan peningkatan tidak berkelanjutan dan pertumbuhan menurun hingga sekitar 2,5% dari 1980 sampai 2005, karena lonjakan diikuti kemerosotan. "Hasilnya adalah bahwa kesenjangan dalam pendapatan per kapita Brasil dibandingkan dengan wilayah OECD (negara-negara industri maju) telah melebar dari sekitar 60% pada 1980 hingga hampir 70% sejak 2000."Untuk menutup kesenjangan ini dalam seperempat abad".
Seperti halnya Ki Hajar Dewantara, Imam Syafii, Bu Kasur, dan tokoh pendidikan yang lainnya, di Brasil juga terdapat tokoh yang dikenal dunia, yakni Paolo Freire, yang telah menyampaikan pemikiran-pemikiran kritisnya tentang realitas pendidikan. Bahwa pendidikan hanya ditakdirkan untuk melayani dominasi atau reproduksi bentuk-bentuk dominasi dari sebuah kekuasaan, telah diuraikan secara panjang lebar oleh Freire dalam sejumlah bukunya.
Menelaah sejumlah karyanya, tampak bagaimana Freire mengkritisi tentang peran reproduksi sekolah atau pendidikan sistematis terhadap ideologi dominan atau ideologi yang berkuasa. Tugas utama pendidikan sistematis adalah reproduksi ideologi kelas dominan, reproduksi kondisi-kondisi untuk memelihara kekuasaan mereka atau kekuasaan kaum borjuis. Namun tepatnya karena hubungan antara pendidikan sistematis sebagai suatu subsistem dengan sistem sosial merupakan hubungan pertentangan dan kontradiksi timbal balik.
Gambaran Freire tentang kondisi pendidikan di Brazil ini tak jauh berbeda ketika masa pemerintahan orde baru. Instrumen-instrumen pendidikan seperti kurikulum, pengajar maupun siswa berada dalam sebuah sistem yang berfungsi untuk mengamankan kekuasaan yang ada. Maka tidak heran jika fungsi pendidikan bukan lagi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, melainkan sebuah bentuk indoktrinasi untuk melanggengkan pemerintahan yang berkuasa.

Terhadap kondisi dunia pendidikan seperti ini, tokoh pendidikan asal Brazil ini memaparkan sejumlah solusinya. Bahwa ketika bicara reproduksi sebagai tugas kelas-kelas dominan, maka ada kemungkinan tugas tandingan terhadap reproduksi ideologi dominan. Kedua tugas ini bersifat dialektik, yang pertama adalah tugas reproduksi dan kedua adalah tugas oposisi pendidikan. Tugas oposisi pendidikan ini adalah bagaimana mengembalikan fungsi pendidikan agar tidak menjadi pelayan dari sebuah kekuasaan dan dinikmati oleh golongan tertentu seperti kaum borjuis melainkan kembali ke cita-citanya untuk membangun manusia yang seutuhnya.

Tantangan yang kemudian muncul dalam menjalankan tugas oposisi pendidikan ini adalah bagaimana memperjuangkan transformasi revolusioner masyarakat borjuis untuk membangun masyarakat sosialis. Revolusi perlu menciptakan dan membantu lahirnya masyarakat baru dan proses kelahiran masyarakat baru ini ada di dalam pendidikan revolusioner. Ketika revolusi meraih kekuasaan itu merupakan bantuan fantastik yang diperlukan untuk membaharui sistem pendidikan. Satu hal yang menjadi pekerjaan sekarang adalah melawan sistem borjuis melalui korps revolusioner untuk mencipta melalui pendidikan.[4]
NOTES:
[1] Pearl S. Buch (2002).Negara dan Bangsa. PT.Ikrar Mandiri Abadi. Jakarta.
[2] Maleha Aziz dan Santi Paradila Sandi (2007). Sejarah Pendidikan. Cendikia Insani. Pekanbaru
[3] I. Djumhur. Sejarah Pendidikan. Jakarta: Djembatan H.J. An Den Berg, Kroeskamp, dan J.P. Simandjoentak. 1951
[4] http://silvayulianti.blogspot.com/2011/02/artikel-pendidikan-di-negara-brazil.html

Karakter dan konsep pendidikan cina

Dini Miranda / sp
Pendidikan berperan strategis dalam membangun suatu bangsa. Melalui pendidikan suatu bangsa dapat mengembangkan masyarakatnya menjadi masyarakat yang maju. Karena melalui pendidikan dapat dikembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini terlihat dari kenyataan bahwa suatu bangsa yang maju pasti memiliki suatu sistem pendidikan yang baik, seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Singapura, Finlandia, dll.
Kemajuan pendidikan suatu bangsa salah satunya terjadi karena pemerintahnya memiliki komitmen yang tinggi terhadap pendidikan. Pengalaman negara yang baru saja memasuki dalam kelompok negaran maju, seperti Malaysia dan Cina menunjukan hal itu. Kemajuan kedua negara ini karena mereka memiliki komitmen yang kuat dan kepedulian yang tinggi akan dunia pendidikan.
Cina sudah berhasil membuat prestasi yang sangat mengagumkan, yaitu merubah kondisi sosial ekonomi masyarakatnya, yang tadinya hanya sebagai negara berkembang, yang hanya mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakatnya, kemudian berubah dan masuk ke tahap awal menjadi masyarakat yang makmur. Perubahan yang dialami Cina merupakan perubahan yang sangat berarti.
Semua keberhasilan Cina tidak terlepas dari upaya yang dilakukan oleh para pemimpin Cina dalam melakukan reformasi, terutama pendidikan. Keyakinan mereka membangun Cina melalui sektor pendidikan terlihat dari upaya ekspansi yang berkelanjutan yang dilakukan sejak tahun 1980 sampai awal tahun 1990. Selama periode ini, pendidikan Cina terus mengalami kemajuan secara cepat, dan banyak inovasi. Kemajuan pendidikan Cina tidak lepas dari upaya secara serius dalam mengembangkan Pendidikan Karakter.
Berdasarkan paparan diatas, tulisan ini akan memaparkan pendidikan Cina dan bagaimana Indonesia bisa belajar dari Cina, khsususnya dalam pengimplementasian pendidikan karakter.
           
Hakikat karakter
            Wyne dalam mulyasa [1] mengemukakan bahwa karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti "to mark' (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari. Oleh sebab itu, seseorang yang berperilaku tidak jujur, curang, kejam, dan rakus dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter jelek, sedangkan yang berperilaku baik, jujur, dan suka menolong dikatakan sebagai sebagai orang yang memiliki karakter baik/mulia.
            Muchlas Samani dan Hariyanto menjelaskan karakter  dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari . [2] dari pendapat ini jelas bahwa  karakter  terbentuk karena bawaan maupun karena lingkungan.
            Suyanto dalam Masnur Muslich menyatakan bahwa karakter yaitu cara berpikir dan berperilaku seseorang yang menjadi ciri khas dari tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam keluarga, masyarakat, dan Negara. [3] dari pendapat ini jelas bahwa  karakter  berkaitan dengan cara berpikir dan berperilaku individu.
Helen G. Douglas dalam Muchlas Samani menjelaskan bahwa character is not inhereted. One builds its daily by the way one thinks an act, thought by thought, Action by action [4]. (Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari, melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, dan tindakan demi tindakan.
            Hermawan kertajaya [5].  mengemukakan mengemukakan bahwa karakter adalah "ciri khas" yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut mengakar padakepribadian benda atau individu tersebut. Ciri khas inipun diingat oleh orang laintentang orang tersebut, dan menentukan suka atau tidak sukanya mereka terhadapindividu tersebut. Karakter memungkinkan individu untuk mencapai pertumbuhanyang berkesinambungan karena karakter memberikan konsistensi, integritas, danenergi. Orang yangmemiliki karakter kuat, akan memiliki momentum mencapai tujuan.Sebaliknya orang yang memiliki karakter lemah dan mudah goyah, maka mereka akan lebih lambat untuk bergerak dan tidak bisa menarik orang lain untukbekerjasama dengannya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat dinyatakan bahwa karakter adalah kualitas mental individuyang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak,serta membedakan dengan individu lain. Seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakatserta digunakan sebagai kekuatan moral dalam kehidupannya.
Adapun yang dimaksud dengan pendidikan karakter adalah upaya membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun batin, dari sifat kodratinya menuju ke arah peradaban yang manusiawi dan lebih baik. Pendidikan karakter merupakan penyatuan antara niat, kata-kata dan perilaku dalam kesatuan.  
 Agar uapaya pendidikan karakter berhasil, ada baiknya kita lihat dari Negara Republik Rakyat Cina yang sudah berhasil menjadikan pendidikan sebagai alat untuk membentuk karakter bangsa Cina yang siap menghadapi tantangan global. 
Pendidikan Karakter di Cina
Pendidikan karakter di Cina dimulai dengan merumuskan filsafat pendidikan karakter yang  meliputi pembahasan mengenai: hakikat dari pendidikan karakter yaitu "to transform a huge population from being a burden to being superior human resources", alasan mengapa pendidikan karakter dibutuhkan yaitu untuk membangun budaya dan etika sosialis, politik yang berkeadaban, dan membangun masyarakat yang sejahtera, tujuan akhir dari pendidikan karakter yaitu membentuk pelajar yang memiliki semangat berinovasi, memiliki keterampilan praktis, memiliki keunggulan moral, intelektual, fisik, seni dan disiplin, mengatasi pandangan yang berorientasi bahwa hasil ujian dalam pendidikan adalah segala-galanya sedangkan pendidikan karakter menekankan bahwa pendidikan adalah pengembangan potensi terbaik yang ada dalam diri siswa, pendidikan karakter menekankan pada pengembangan seluruh kemampuan otak manusia yaitu kecerdasan berbahasa, matematika, spatial (ruang), kinistetik, musik, interpersonal, intrapersonal dan kecerdasan mengenal alam, mengejar pencapaian pendidikan karakter akan sejalan dengan tujuan pendidikan nasional. Implementasi pendidikan karakter di Cina diperkuat dengan peningkatan pendidikan moral di sekolah yang dilakukan melalui: merumuskan tujuan dan syarat dasar untuk pendidikan moral di sekolah sesuai dengan keadaan jaman yaitu keunggulan moral, terdidik, disiplin tinggi. Mengimplementasikan Marxism-Leninism, Mao Zedong Thought, dan Deng Xiaoping Theory dalam pendidikan.Dalam memperkuat pendidikan karakter, Cina senantiasa menerapkan tradisi dan nilai-nilai Cina dalam pendidikan seperti kejujuran dan dapat dipercaya, toleransi, spirit kesetiaan pada satu pekerjaan, patriotik, heroik, kesetiaan pada keluarga, rajin, pekerja keras, dan disiplin. Melakukan penyerapan budaya terbaik dari bangsa lain karena memiliki 2 (dua) keuntungan yaitu dapat meningkatkan budaya sendiri dan meningkatkan persahabatan dengan bangsa lain. Melakukan upaya pendidikan moral melalui penjagaan moral seperti sekarang, merencanakan target moral di masa depan dan meningkatkan efektivitas waktu. Melakukan kegiatan pendidikan moral secara intensif secara nasional. Membentuk team spirit dan kegiatan bersama diantara para pendidik karena tidak ada orang yang sukses hanya karena upaya dirinya sendiri seperti Bill Gate dan Edison. [6]
Pendidikan karakter dan mutu pendidikan dilakukan juga dengan reformasi kurikulum, buku teks, sistem tes dan sistem evaluasi. Reformasi kurikulum dilakukan dengan cara antara lain: memperbaiki kompetensi profesional guru yaitu guru harus memperbaiki cara mengajar dengan mambawa para siswa ke dunia nyata (real situation), mengajarkan murid untuk mengerti kehidupan sosial dan memahami pentingnya kerja keras. Guru SD dan SMP diharuskan mengurangi beban belajar siswa yaitu beban belajar yang ringan tetapi tepat lebih berguna daripada beban belajar yang banyak. Melakukan revisi buku teks untuk mengurangi tumpang tindih dan kesulitan, salah referensi, dan kesalahan konten. Melakukan reformasi kurikulum dengan tepat waktu, jangan ditunda-tunda. Dalam pendidikan karakter, Cina melakukan reformasi cara mengajar bahasa asing dengan memperhatikan 6 (enam) hal yaitu: mengajar dengan menarik, rajin, terus berlatih, semangat, sabar, dan percaya diri. Tidak mewajibkan siswa untuk dapat menulis kaligrafi huruf Cina. Mengajarkan  cara penulisan kaligrafi huruf cina yang  sederhana tetapi harus mempelajari bentuk aslinya. Mempercepat dan mewajibkan menggunakan bahasa Putonghua (bahasa ibu di cina) dan mempromosikan bahasa ini dimulai dari pendidikan dasar hingga ke tingkat selanjutnya. Cina melakukan reformasi sistem tes dan sistem evaluasi karena sistem ini sangat berpengaruh terhadap pendidikan karakter di sekolah dengan cara: menghapuskan sistem nilai (skala 1-100), evaluasi siswa harus dilakukan secara berkelanjutan setiap hari melalui penilaian kinerja dan hasil tes, tingkatan penilaian harus ditambahkan dengan komentar-komentar berupa pujian, kritik yang membangun, dengan cara penyampaian yang baik, semua aturan penilaian dicantumkan didalam kurikulum dan tidak ada aturan yang tidak sesuai dari yang sudah ditentukan, memberikan kesempatan untuk melakukan tes ulang jika ada mahasiswa yang tidak lulus tes masuk PT dalam kesempatan pertama, sistem tes yang dilaksanakan harus bervariasi tidak hanya tes tertulis tetapi dapat berupa berbagai bentuk tes. [7]
Pendidikan karakter di sekolah dilakukan dengan cara membuat mental dan fisik siswa yang lebih baik. Hal ini dilakukan dengan cara memperkuat konsep bahwa kesehatan adalah yang paling utama  dalam hidup. Hal ini dapat diimplimentasikan dengan cara menyelenggarakan pendidikan olahraga yang dimulai dari Preschool sampai ke pendidikan tinggi, mengkondisikan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman salatunya dengan menerapkan konsep sekolah alarm. Hal lain yang dilakukan guna mendukung kesehatan fisik dan mental yaitu dengan kebijakan jangan pernah mengabaikan keamanan dan kesehatan sekolah sedikitpun. [8]
Pendidikan karakter juga diperkuat dengan penguatan pendidikan aesthetik dan seni melalui cara sebagai berikut: memperkuat konsep pentingnya aesthetik dan seni dalam pendidikan yaitu pendidikan aesthetik dapat mengembangkan spirit
Pendidikan Karakter
 konsep dan pelaksanaan pendidikan karakter di Cina .
1.      Cina menjadikan pendidikan karakter sebagai pendidikan yang paling utama. Hakikat pendidikan karakternya yaitu: "to transform a huge population from being a burden to being superior human resources"
2.      Pendidikan karakter di Cina ditekankan pada pengembangan seluruh kecerdasan yaitu: berbahasa, matematika, spatial (ruang), kinistetik, musik, interpersonal, intrapersonal dan kecerdasan mengenal alam.
3.      Cina menerapkan tradisi dan nilai-nilai Cina dalam pendidikan seperti kejujuran, dapat dipercaya, toleransi, spirit kesetiaan pada satu pekerjaan, patriotik, heroik, kesetiaan pada keluarga, rajin, pekerja keras, dan disiplin.
4.      Menyelenggarakan pendidikan olahraga dari Preschoolsampai ke pendidikan tinggi, mengkondisikan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman dengan menerapkan konsep sekolah alam.
5.      Menyiapkan lingkungan masyarakat yang positive dalam menciptakan pendidikan karakter
6.      Menjalankan prinsip bahwa karakter pendidikan tidak dapat efektif tanpa guru dan kepala sekolah yang baik [9]
 kemanusiaan dan mendorong kesehatan mental. Menghubungkan seni dan ilmu pengetahuan karena terbukti karyawan HSBC yang memiliki nilai seni mampu menjadi ahli keuangan yang hebat-hebat. Memperkuat kursus-kursus musik, seni lukis dan kaligrafi di sekolah dasar dan SMP. Mendorong generasi muda untuk berkarya dalam seni suara. Tidak membatasi pertunjukan musik yang hanya disebabkan musik tersebut memiliki pengikut yang terbatas. Mengembangkan pendidikan musik Cina dan meningkatkanya ke level nasional. Menjadikan filem Madame Curie dan A Song to Remember sebagai filem dan orkestra yang direkomendasikan untuk para mahasiswa. Mendekatkan mahasiswa dengan  berbagai orkestra dengan prinsip "the more one learns the more one sees the need to learn". [10]
Pendidikan karakter juga dilakukan dengan menciptakan masyarakat sebagai lingkungan terbaik dalam pendidikan karakter melalui: menjalankan prinsip bahwa karakter pendidikan tidak dapat efektif tanpa guru dan kepala sekolah yang baik, mengadopsi berbagai variasi ukuran untuk membentuk tim guru yang berkualitas, menerapkan berbagai kegiatan ekstra kurikuler yang positive dan menyehatkan untuk SD dan SMP. Menyiapkan lingkungan masyarakat yang positive dalam menciptakan pendidikan karakter.
Secara singkat pengembangan pendidikan karakter di Cina  menekankan pada pengembangan aspek-aspek individu yang dirangkum dalam slogan: "Morally, Intelectually, Physically, Aesthetically". Sumber konsep pendidikan karakter ini sendiri didasarkan pada pernyataan Deng Xiaoping bahwa secara keseluruhan reformasi sistem pendidikan mendesak dilakukan untuk membawa pikiran bahwa reformasi adalah untuk tujuan yang mendasar memutar setiap warga negara ke dalam manusia yang berkarakter dan membina anggota masyarakat yang lebih konstruktif. Di samping itu juga didasarkan pada pendapat Jiang Zemin bahwakita harus menempatkan pendidikan dalam posisi yang strategis dan memberi prioritas untuk pengembangannya, bekerja keras untuk menaikan ideologi, moral, ilmu pengetahuan, dan budaya nasional secara keseluruhan. [11]
                      Para pemimpin Cina sangat percaya bahwa pendidikan yang berkualitas bagi seluruh rakyat Cina akan mengantarkan bangsa Cina ke arah kesejahteraan. Kini keyakinan itu terbukti: ekonomi, politik dan militer Cina tumbuh signifikan.  Visi, misi dan implementasi reformasi pendidikan di Cina cukup jelas dan semua sumber daya di Cina dikerahkan untuk membangun pendidikan. Indonesia walau memiliki visi, misi dan implementasi kebijakan pendidikan namun tidak sungguh-sungguh dalam melaksanakannya. Keberhasilan pendidikan Cina selain dibangun oleh guru-guru yang berkualitas juga karena mendahulukan pendidikan karakter yang didukung dengan perbaikan moral, intellektual, kesehatan jasmani, dan seni budaya atau dalam semboyan singkat: Morally, Intelectually, Physically, Aesthetically.   Indonesia melalui kurikulum 2013 ingin meningkatkan pendidikan karakter, namun menjadi pertanyaan ketika nasib guru belum baik, apakah pendidikan karakter itu akan efektif. [12]
NOTE
Mulyasa , manajement pendidikan karakter, Jakarta : bumiaksara , 2011. [1]
Muchlas samani dan hariyanto , konsep dan model pendidikan karakter , bandung : rosdakarya , 2001. [2] [4]
Masnur muslich , pendidikan karakter menjawab tantangan krisis multidimensional . Jakarta : bumi aksara , 2013. [3]
Hermawan kertajaya , grow with character : the model marketing . Jakarta : gramedia pustaka utama , 2010 . [5]
Khaerudin,li-lanqing-reforme-pendidikancina.phphttp://www.ilmupendidikan.net/2008/04/14/ [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12]

Sejarah Pendidikan di Jepang

DEVI ANGGRAEINI / SP

Jepang merupakan negara maju diberbagai bidang kehidupan seperti : politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, dll. Kemajuan-kemajuan yang dimiliki Jepang tentu saja mempengaruhi sarana dan prsarana serta kualitas pendidikan yang ada di negara tersebut. Sejarah membuktikan bahwa pendidikan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Yunani, Jerman, serta negara-negara maju lainnya membangun kemajuan bangsa dengan memprioritaskan pendidikan yang ada di negaranya dimana negara berupaya mencerdaskan kehidupan bangsa serta menghargai terhadap setiap perkembangan ilmu pengetahuan.
          Bagi negara Jepang pendidikan merupakan alat yang berperan sangat penting guna meningkatkan Sumber Daya Manusia. Dimana kualitas pendidikan harus terus ditingkatkan karena mampu menentukan kualitas Sumber Daya Manusia pada suatu negara itu sendiri. Pendidikan diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dan watak setiap individu di tengah peradaban bangsa. Jepang dianggap unggul dalam memajukan pendidikan yang ada di negaranya diamana Jepang terpilih sebagai negara dengan kualitas dan sistem pendidikan terbaik se-Asia dan tercatat sejak tahun 1970 negara Matahari Terbit ini mampu mengemban setiap tujuan-tujuan pendidikan yang telah dicanangkannya hanya dalam kurun waktu 25 tahun.
Berbagai keunggulan pendidikan di negara Jepang seperti pada jurusan : kedokteran, teknologi, sastra, dan seni serta masih banyak lagi merupakan keberhasilan sistem pendidikan Jepang yang secara gemilang telah mampu menjawab berbagai permasalahan mengenai Sumber Daya Manusia yang di butuhkan diberbagai bidang lapangan pekerjaan.
Dari rangkuman diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa negara Jepang mampu menjadi negara yang unggul di berbagai bidang seperti : politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi, dll. Karena memiliki Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan hal tersebut dapat terwujud apabila adanya kesadaran antara pemerintah dan warga masyarakat untuk memprioritaskan pendidikan guna mempersiapkan diri dalam tantangan lapangan pekerjaan, masa depan, serta kamajuan zaman yang kian menuntut keahlian setiap individunya. Budaya disiplin dan kerja keras orang Jepang turut berperan serta dalam pencapaian kesuksesan.[2]
Kurikulum dan kebijakan pada sistem pendidikan dijepang.
Pembuatan kurikulum pendidikan Jepang juaga diawasi oleh The Board of Education yang terdapat pada tingkat perfectur dan munipal.  Karena kedua lembaga ini masih terkait erat dengan MEXT, maka pengembangan kurikulum Jepang masih sangat kental sifat sentralistiknya.  Namun rekomendasi yang dikeluarkan oleh Central Council for Education (chuuou shingi kyouiku kai) pada tahun 1997 memungkinkan sekolah berperan lebih banyak dalam pengembangan kurikulum di masa mendatang.
Beberapa hal berikut harus diperhatikan ketika sekolah menyusun kurikulumnya:
1.  Mengacu kepada standar kurikulum nasional
2. Mengutamakan keharmonisan pertumbuhan jasmani dan rohani siswa
3. Menyesuaikan dengan lingkungan sekitar
4. Memperhatikan step perkembangan siswa
5. Memperhatikan karakteristik course pendidikan/jurusan pada level SMA.
Secara garis besar penyusunan kurikulum sekolah adalah sebagai berikut :
1. Menetapkan tujuan sekolah
2. Mempelajari standar kurikulum, dan korelasinya dengan tujuan sekolah
3. menyusun course wajib dan pilihan untuk SMP dan SMA
4. Mengalokasikan hari efektif sekolah dan jam belajar.
 Sementara aturan pendidikan yang ada di negara Jepang terbagi atas dua periode yaitu periode sebelum Perang Dunia II dan periode setelah Perang Dunia II dimana kedua periode tersebut memiliki butir-butir perbedaan mengenai kebijakan yang diterapkan dalam pendidikan Jepang.
Sebelum Perang Dunia ke II diberlakukan kebijakan pendidikan yang terangkum dalam salinan Naskah Kekaisaran mengenai pendidikan atau yang disebut dengan Imperial Rescript on Education. Dimana pada zaman dahulu para kaisar telah dididik berbasis nilai yang luas dan kekal, serta menanam nilai-nilai positif secara mendalam dan kokoh dalam pribadi setiap kaisar. Materi yang diajarkan pada zaman dahulu lebih cendrung mengarah pada kesetiaan dan kepatuhan dari generasi kegenerasi dengan tetap menerapkan estetika.
Nilai-nilai positif dari para kaisar di Jepang inilah yang diterapkan pada pendidikan yang ada di negara tersebut. Dimana setiap individu harus mampu menjalin hubungan yang harmonis, mencurahkan kasih sayang terhadap orang-orang di sekelilingnya, kesetiaan, dan kepatuhan kepada orang tua, suami, istri, sahabat, menjadi diri sendiri yang moderat dan sederhana, serta menuntut ilmu sedalam mungkin dan diimbangi dengan jiwa seni.
Setelah berakhirnya Perang Dunia ke II yaitu pada tanggal 3 November 1946, kebijakan pendidikan Jepang mulai dirubah berbasis Hak Asasi Manusia, kebebasan hati nurani, jaminan setiap individu untuk mengembangkan kebebasan berfikir, kebebasan akademik dimana setiap individu memperoleh hak untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan kemampuannya.
Maret 1947, Peraturan Pendidikan Nasional Jepang(School Education Law) menentapkan susunan pendidikan dasar pendidikan yang keseluruhannya terdiri atas 6-3-3-4. Yang artinya tahap-tahap pendidikan Jepang terdiri atas empat tahapan yang memiliki tujuan, visi, misi, yang khusus pada setiap jenjang tahapannya.[3]
Sistem pendidikan di negara jepang.
Perlu kita ketahui bahwa sistem pendidikan Jepang dibangun atas dasar prinsip-prinsip:
1.      Legalisme : Pendidikan di Jepang tetap mengendepankan aturan hukum dan melegalkan hak setiap individu untuk memperoleh pendidikan tanpa mendiskriminasikan siapapun, suku, agama, ras, dan antar golongan berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
2.      Adminstrasi yang Demokratis : Negara memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk memperoleh pendidikan dengan biaya yang masih terjangkau oleh masyarakatnya. Biaya pendidikan Jepang di usahakan untuk bisa dijangkau sesuai keuangan masyarakatnya, memberikan beasiswa bagi siswa yang berprestasi ataupun kurang mampu.
3.      Netralitas : Pendidikan Jepang diberikan kepada setiap siswa dengan tingkat     pendidikan masing-masing dengan mengedepankan pandangan persamaan derajat setiap siswanya tanpa membeda-bedakan latar belakang materil, asal-usul keluarga, jenis kelamin, status sosial, posisi ekonomi, suku, agama, ras, dan antar golongan.
4.       Penyesuaian dan penetapan kondisi pendidikan : Dalam proses pengajaran memiliki tingkat kesulitan masing-masing yang disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pendidikan yang ditempuh.
5.      Desentralisasi :  Penyebaran kebijakan-kebijakan pendidikan dari pemerintah pusat secara merata kepada seluruh sekolah yang ada dinegara tersebut sehingga perkembangan dan kemajuan sistem pendidikan sehingga dapat diikuti dengan baik.[4]

Tujuan-tujuan yang menjadi target yang ingin dicapai pendidikan Jepang yaitu :
1.            Mengembangkan kepribadian setiap individu secara utuh.
2.            Berusaha keras mengembangkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas baik pikiran maupun jasmani.
3.            Mengajarkan kepada setiap siswa agar senantiasa memelihara keadilan dan kebenaran.
4.            Setiap siswa dididik untuk selalu menjaga keharmonisan dan menghargai terhadap lingkungan sosialnya.
5.            Setiap siswa dituntut untuk disiplin, menghargai waktu, dan memiliki etos kerja.
6.            Pengembangan sikap bertanggungjawab terhadap setiap pembebanan pelajaran dan tugas yang diberikan kepada siswa sesuai dnegan tingkat pendidikannya masing-masing.
7.            Meningkatkan semangat independen setiap siswa untuk membangun negara dan menjaga perdamaian dunia.

Pendidikan Jepang terdiri atas sistem 6-3-3-4 dimana siswa wajib mengemban:
1.    6 tahun Sekolah Dasar (Shōgakkō)
2.     3 tahun Sekolah Menengah Pertama (Chūgakkō)
3.    3 tahun Sekolah Menengah Atas (Koutougakkou)
4.     4 tahun atau lebih untuk jenjang Perguruan Tinggi (Daigaku).
Pembagian tingkat pendidikan Jepang memiliki persamaan dengan negara Indonesia dimana siswa harus melewati jenjang 9 tahun wajib bersekolah dan melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi yaitu Sekolah Menengah Atas dan Perguruan Tinggi. Jepang juga menyediakan pendidikan lembaga Taman Kanak-kanak yang lebih ditekankan pada pendidikan terhadap pelatihan dan kebiasaan sehari-hari anak usia dini.
Penjelasan:
1. Sekolah Dasar (Shōgakkō)
Pendidikan 9 tahun dari SD hingga SMP merupakan pendidikan wajib yang harus diikuti oleh setiap siswa yang ada di Jepang dimana pendidikan tersebut menjadi dasar-dasar pembentukan kepribadian, watak, dan prilaku. Sehingga pemerintah Jepang sengaja membebaskan biaya pendidikan untuk tingakat SD hingga SMP. Pendidikan wajib di Jepang diikuti oleh siswa yang berusia 6-15 tahun. Setiap tanggal 1 April Sekolah Dasar di Jepang mulai membuka tahun ajaran baru dan membuka pendaftaran bagi para calon-calon siswa tingkat Sekolah Dasar.
Pada Sekolah Dasar, murid-murid akan diajarkan bahasa Jepang, pengenalan lingkungan hidup, musik, menggambar, olahraga, kerajinan tangan, pelajaran-pelajaran topik, ilmu-ilmu sains, aritmatik, homemaking, dan sosial. Pada pelajaran mengenai ilmu sosial murid-murid Sekolah Dasar ini diberikan pendidikan moral, berpartisipasi dalam aktivitas sosial, dll. Pada Sekolah Dasar dipimpin oleh seorang guru kelas yang menguasai seluruh mata pelajaran yang akan diajarkan kepada para siswanya.
2. Sekolah Menengah Pertama (Chūgakkō)
Murid SMP diajarkan pendidikan bahasa Jepang, bahasa Inggris, bahasa asing, ilmu-ilmu sosial, matematika, sains, musik, kesehatan, pendidikan jasmani, seni, industri, kesejahtraan keluarga, homemaking. Semua pelajaran tersebut diberikan pada hari-hari berbeda dalam seminggu tanpa ada pengulangan mata pelajaran yang sama dalam seminggu. Pada pelajaran mengenai ilmu sosial murid-murid SMP juga diberikan pendidikan moral, berpartisipasi dalam aktivitas sosial, dll. Setiap mata pelajaran di kelas dipimpin oleh guru-guru yang berbeda sesuai dengan mata pelajaran masing-masing. Untuk pendidikan wajib (SD dan SMP) tidak dikenakan biaya apapun terkecuali untuk biaya makan siang, kunjungan lapangan, tamasya, dan alat tulis menjadi tanggungan orang tua murid masing-masing.
Pada pendidikan wajib Jepang memiliki prosedur yang sama dengan negara Indonesia dimana siswa harus melewati jenjang secara bertahap, murid tidak diperbolehkan mengambil jenjang keatas sebelum tuntas pelajaran, murid bisa tinggal kelas apabila tidak memenuhi nilai-nilai yang layak atau dianggap belum mampu menguasai ilmu-ilmu yang diberikan guru kelas.
3. Sekolah Menengah Atas (Koutougakkou)
Untuk melanjutkan pendidikan pada tingkat SMA setiap calon siswa harus mengikuti ujian saringan masuk pada SMA tujuan masing-masing.
Karena ujian tersebut dikatakan cukup sulit makan setiap calon siswa yang akan mengikuti ujian saringan masuk disarankan untuk mengikuti bimbingan belajar di sebuah lembaga khusus seperti di juku atau yobiko untuk meningkatkan kemampuan dan kesiapan siswa pada tes saringan masuk menuju jenjang SMA.
Pendidikan tingkat ini terbagi atas 3 jenis kelas :
a)      Full Time : Berlangsung selama 3 tahun penuh, sesuai dengan Sekolah Menengah Atas pada umumnya dan rata-rata siswa Jepang memilih pendidikan Full Time seperti ini. Siswa dituntut harus mengikuti 80 kredit mata pelajaran, siswa kelas satu harus mengikuti mata pelajaran wajib, sedangkan untuk siswa kelas dua dan tiga diperbolehkan memilih 4 mata pelajaran wajib ditambah 14 kredit mata pelajaran sesuai dengan kebutuhannya pada perencanaan karier masa depannya.
b)      Part Time  :  Pendidikan ini diberikan pada waktu malam hari disesuaikan dengan waktu yang dimiliki mahasiswa yang mengikuti kerja part time dan dianggap setara dengan Diploma dan memakan waktu lebih dari 3 tahun. Jenis pendidikan ini hanya berlaku di universitas pada kelas-kelas karyawan seperti di Indonesia. Part Time pada pendidikan Jepang terbagi menjadi dua kelas yaitu:
● Daytime Part Time Course : Siswa dinyatakan lulus apabila telah mengambil mata kuliah sebanyak 74 kredit. Dalam menempuh pendidikan tersebut siswa dapat menghabiskan waktu selama empat hingga 6 tahun dibangku sekolah, mata pelajaran yang ditawarkan berupa mata pelajaran berupa pilihan dengan sistem belajar menyerupai pola pembelajaran di universitas dimana siswa tersebut menentukan sendiri mata pelajaran yang akan diambil pada setiap semesternya. Sehingga jenis pendidikan ini dapat dikatakan setara dengan Diploma.
●Evening Part Time Course : Siswa dinyatakan lulus apabila telah menempuh 74 kredit mata pelajaran sama seperti pendidikan Daytime Part Time Course dengan lama waktu pendidikan sekitar tiga hingga 4 tahun. Jenis pendidikan ini diperuntukan bagi siswa yang bekerja pada siang hari sehingga siswa dapat mengambil kelas pada waktu sore ataupun malam disesuaikan dengan waktu kerjanya.
C. Correspondence : Jenis pendidikan ini merupakan kombinasi antara Full Time dan Part Time dengan menawarkan cara pembelajaran yang khas yaitu siswa tidak perlu setiap hari menghadiri pelajaran dikelas dan cukup hadir tiga kali dalam satu bulan dengan kredit yang harus dikumpulkan sebanyak 74 kredit, course ini juga diperuntukan bagi siswa yang hanya ingin sekedar belajar dan meningkatkan pengetahuan tanpa berniat untuk mendapatkan ijazah atau kelulusan. Rata-rata yang mengambil course ini siswa-siswa yang berusia sekitar 15-30 tahun.
            Tugas siswa pada course ini lebih ditingkatkan pada pembelajaran sendiri dirumah. Siswa diberikan tugas-tugas yang diselesaikan dirumah berdasarkan buku panduan, dengan tetap mengikuti ujian pada tiap-tiap semester. Tugas membuat laporan menentukan nilai siswa tersebut dan tugas dikirimkan melalui pos ke sekolah dan guru akan segera menilai hasil pekerjaan yang dibuat oleh siswa-siswanya. Setelah pemeriksaan guru akan mengirim balik hasil tugas tersebut disertai dengan penilaian. Untuk mendaftar pada jenis pendidikan ini setiap calon siswa harus mengikuti tes.
Jurusan pada SMA di Jepang dikategorikan kedalam beberapa jenis yaitu jurusan umum (akademis), pertanian, teknik, perdagangan, perikanan, ekonomi, dan perawatan. Semua jursan tersebut disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di negara tersebut.
4.Pendidikan Tinggi (Daigaku)
Ada tiga jenis pendidikan pada Perguruan Tinggi Jepang :
a.    Universitas
Pada universitas terdapat pendidikan untuk menempuh gelar sarjana S1 bergelar Bachelor's Degree ditempuh selama 4 tahun (untuk mahasiswa kedokteran dan dokter gigi menempuh pendidikan selama 6 tahun) dan Pascasarjana S2 Master's Degree ditempuh selama 2 tahun dan S3 Doctor's Degree ditempuh selama 5 tahun.
b.    Junior College
Membutuhkan waktu sekitar tiga hingga 4 tahun masa pendidikan bagi para lulusan SMA. Junior College cukup memenuhi setengah dari kredit yang harus ditempuh Bachelor's Degree. Calon-calon mahasiswa Universitas dan Junior College dipilih berdasarkan hasil ujian serta prestasi calon-calon mahasiswa ketika berada di SMA. Untuk universitas negri calon-calon mahasiswa dipilih berdasarkan dua tahap penyeleksian yaitu tes gabungan kecakapan dan ujian masuk universitas sebagai tahap akhir penyeleksian.
c.    Technical College
Dapat diambil bagi calon mahasiswa yang tamat pendidikan SMP. Technical College menghasilkan lulusan-lulusan tenaga teknisi.
Pendidikan di Jepang dipegang tiga lembaga pengelolaan yaitu :
1.      Pemerintah Pusat.
2.       Pemerintah Daerah.
3.       Swasta.
Dengan sistem admistrasi pendidikan dibangun atas empat tingkatan yaitu:
1.      Sistem administrasi pusat
2.      Sistem administrasi prefectural (Provinsi dan Kabupaten)
3.      Sistem administrasi municipal (Kabupaten dan Kecamatan)
4.      Sistem administrasi sekolah.
Masing-masing sistem administrasi tersebut memiliki tingkatan dan perananya dan kewenangannya masing-masing untuk saling mengisi dan berkerjasama dalam mengatur setiap sistem administrasi pada pendidikan Jepang. Di samping itu terjalin kohesi yang baik antara pemerintah, kepala sekolah, guru, murid dan orang tua sehingga dukungan terhadap perkembangan dan kemajuan pendidikan berlangsung dengan baik.
Selain itu bisa dikatakan bahwa sistem pendidikan pada negara Jepang memiliki kemiripan pada sistem pendidikan di negara kita dimana jenjang pendidikannya melalui 4 tahap secara umum yaitu 6-3-3-4 artinya siswa harus melewati 6 tahun untuk tahap pendidikan dasar, 3 tahun Sekolah Menengah Pertama, 3 tahun Sekolah Menengah Atas, 4 tahun Perguruan Tinggi. Hal tersebut dikarenakan karena negara kita merupakan negara bekas jajahan Jepang sehingga sebagian sistem pendidikan negara Jepang masih diterapkan di negara kita dengan sedikit perubahan dimana negara kita lebih memfokuskan pada pelajaran logika dan penilaian hasil akhir semester sebagai penentu kelulusan siswa sedangkan di negara Jepang lebih difokuskan pada pengembangan watak kepribadian dalam kaitannya terhadap kehidupan sehari-hari dan penilaian ditentukan oleh guru/dosen kelas dengan melihat kinerja belajar siswa sehari-hari sebagai penentu kelulusan.[1]
Negara Jepang merupakan negara yang sukses dalam memajukan pendidikannya terlihat pada pengaturan sistem pendidikannya yang tertata dengan baik dimana seluruh lembaganya berkerjasama dan melaksanakan peranannya masing-masing secara optimal mulai dari lembaga administrasi, lembaga pendidikan, lembaga pengawas kurikulum dll. Serta adanya dukungan yang baik antara pemerintah, kepala sekolah, guru, murid dan orang tua yang turut berperan terhadap majunya pendidikan di negara tersebut. Kerjasama yang baik antar seluruh komponen negara inilah yang mampu membawa kesuksesan negara Jepang hingga mampu mencapai seluruh tujuan-tujuan pendidikan yang dicanangkannya kurang dari 25 tahun dan tercatat sebagai negara dengan kualitas dan sistem pendidikan terbaik se-Asia, sungguh prestasi yang mengagumkan.
Pendidikan wajib yang diberikan secara gratis di negara tersebut menandakan bahwa pemerintahan disana memang amat memperdulikan Sumber Daya Manusia di negaranya dan menjadi bukti bahwa sistem administrasi negara Jepang memang berjalan dengan baik dan bertanggungjawab terhadap pemenuhan kebutuhan negaranya termasuk memfasilitasi sarana dan prasarana yang bermutu dalam proses belajar menagajar.
Budaya disiplin waktu dan kerja keras negara Jepang yang sejak dahulu diajarkan dari leluhur-leluhur mereka selalu mereka tanamkan di dalam kehidupan sehari-hari turut berpengaruh pada kemajuan negara ini.
Kesuksesan dari negara maju inilah yang patut kita contoh bagi negara kita dimana harus ada kerjasama yang baik antar berbagai sistem yang ada di negara terutama sistem pendidikan yang kaitannya dengan peningkatan kualitas manusia. Apabila sistem-sistem tersebut berjalan dengan baik maka kemajuan suatu negara akan tercapai dan yang teramat penting perlu adanya pembinaan moral yang baik dalam setiap individu-individu suatu negara karena awal dari kesuksesan diawali dari karakteristik pribadi suatu bangsa.
NOTES:
[1] Syarwi, Pangi. 2011. Comperative Sistem Pendidikan Jepang Dengan Indonesia.