SEJARAH INDRAGIRI HILIR


NURLIZA SEMBIRING/015A/SR

Tembilahan merupakan sebuah Kota ibukota  Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau.  Tembilahan memiliki luas wilayah 297,62 km², terdiri dari 6 kelurahan. Ibu kota kecamatan adalah Kota Tembilahan. Jumlah penduduk Tembilahan tahun 2002 adalah 52.773 jiwa.

Batas wilayah Kota Tembilahan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
·         Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Batang Tuaka.
·         Sebelah timur berbatasan dengan Kec. Kuala Indragiri dan Tanah Merah.
·         Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Enok.
·         Sebelah barat berbatasan dengan Kec. Tembilahan Ulu dan Batang Tuaka


Keadaan tanah daerah ini sebagian besar terdiri dari tanah gambut dan endapan sungai serta rawa-rawa. Pusat Pemerintahan Wilayah Kecamatan dari permukaan laut adalah 1 s/d 4 meter. Ditepi-tepi sungai dan muara parit-parit banyak terdapat tumbuh-tumbuhan seperti pohon Nipah. Karena kecamatan ini merupakan daerah gambut, maka daerah ini digolongkan daerah beriklim tropis basah, apabila diperhatikan jumlah hari hujan daerah ini yang memiliki ketinggian rata-rata 2,5 meter dari permukaan laut, tercatat hari hujan yang tertinggi pada bulan Maret 1999 yaitu 11 hari, sedangkan angka yang terendah pada bulan Juni 1999 yaitu 4 hari.
Penduduk
Penduduk Kecamatan Tembilahan terdiri dari berbagai suku bangsa yaitu suku Banjar, suku Bugis, suku Melayu, suku Minang, suku Jawa, suku Batak serta warga negara keturunan Tionghoa. Mata pencaharian utama penduduk Kecamatan Tembilahan adalah di sektor pertanian.
Kecamatan
Batang Tuaka • Enok • Gaung • Gaung Anak Serka • Kateman • Kemuning • Keritang • Kuala Indragiri • Mandah • Pelangiran • Pulau Burung • Reteh • Tanah Merah • Teluk Balengkong • Tembilahan • Tembilahan Hulu • Tempuling

SEJARAH INDRAGIRI HILIR
            Untuk melihat latar belakang sejarah berdirinya Kabupaten Indragiri Hilir sebagai salah satu daerah otonom, dapat ditinjau dalam dua periode, yaitu periode sebelum kemerdekaan dan periode sesudah kemerdekaan Republik Indonesia.
1. Periode Sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia
a. Kerajaan Keritang
            Kerajaan ini didirikan sekitar awal abad ke-6 yang berlokasi di wilayah Kecamatan Keritang sekarang. Seni budayanya banyak dipengaruhi oleh agama Hindu, sebagaimana terlihat pada arsitektur bangunan istana yang terkenal dengan sebutan Puri Tujuh (Pintu Tujuh) atau Kedaton Gunung Tujuh. Peninggalan kerajaan ini yang masih dapat dilihat hanya berupa puing.
b. Kerajaan Kemuning
            Kerajaan ini didirikan oleh raja Singapura ke-V yang bergelar Raja Sampu atau Raja Iskandarsyah Zulkarnain yang lebih dikenal dengan nama Prameswara. Pada tahun 1231 telah diangkat seorang raja muda yang bergelar Datuk Setiadiraja. Letak kerajaan ini diperkirakan berada di Desa Kemuning Tua dan Desa Kemuning Muda. Bukti-bukti peninggalan kerajaan ini adalah ditemukannya selembar besluit dengan cap stempel kerajaan, bendera dan pedang kerajaan.
c. Kerajaan Batin Enam Suku
            Pada tahun 1260, di daerah Indragiri Hilir bagian utara, yaitu di daerah Gaung Anak Serka, Batang Tuaka, Mandah dan Guntung dikuasai oleh raja-raja kecil bekas penguasa kerajaan Bintan, yang karena perpecahan sebagian menyebar ke daerah tersebut. Diantaranya terdapat Enam Batin (Kepala Suku) yang terkenal dengan sebutan Batin Nan Enam Suku, yakni : Suku Raja Asal di daerah Gaung. Suku Raja Rubiah di daerah Gaung. Suku Nek Gewang di daerah Anak Serka. Suku Raja Mafait di daerah Guntung. Suku Datuk Kelambai di daerah Mandah. Suku Datuk Miskin di daerah Batang Tuaka
d. Kerajaan Indragiri
            Kerajaan Indragiri diperkirakan berdiri tahun 1298 dengan raja pertama bergelar Raja Merlang I berkedudukan di Malaka. Demikian pula dengan penggantinya Raja Narasinga I dan Raja Merlang II, tetap berkedudukan di Malaka. Sedangkan untuk urusan sehari-hari dilaksanakan oleh Datuk Patih atau Perdana Menteri. pada tahun 1473, waktu Raja Narasinga II yang bergelar Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alam ( Sultan Indragiri IV ), beliau menetap di ibu kota kerajaan yang berlokasi di Pekan Tua sekarang.Pada tahun 1815, dibawah Sultan Ibrahim, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Rengat. dalam masa pemerintahan Sultan Ibrahim ini, Belanda mulai campur tangan terhadap kerajaan dengan mengangkat Sultan Muda yang berkedudukan di Peranap dengan batas wilayah ke Hilir sampai dengan batas Japura.Selanjutnya, pada masa pemerintahan Sultan Isa, berdatanganlah orang – orang dari suku Banjar dan suku Bugis sebagai akibat kurang amannya daerah asal mereka. Khusus untuk suku Banjar, perpindahannya akibat dihapuskannya Kerajaan Banjar oleh Gubernement pada tahun 1859 sehingga terjadi peperangan sampai tahun 1963.
e. Masa Penjajahan Belanda
            Dengan adanya tractaat Van Vrindchaap ( perjanjian perdamaian dan persahabatan ) tanggal 27 September 1938 antara Kerajaan Indragiri dengan Belanda, maka Kesultanan Indragiri menjadi Zelfbestuur. berdasarkan ketentuan tersebut, di wilayah Indragiri Hilir ditempatkan seorang Controlleur yang membawahi 6 daerah keamiran : Amir Tembilahan di Tembilahan. Amir Batang Tuaka di Sungai Luar. Amir Tempuling di Sungai Salak. Amir Mandah dan Gaung di Khairiah Mandah. Amir Enok di Enok. Amir Reteh di Kotabaru Controlleur memegang wewenang semua jawatan, bahkan juga menjadi hakim di pengadilan wilayah ini sehingga Zelfbestuur Kerajaan Indragiri terus dipersempit sampai dengan masuknya Jepang tahun 1942.
f. Masa Pendudukan Jepang
            Balatentara Jepang memasuki Indragiri Hilir pada tanggal 31 Maret 1942 melalui Singapura terus ke Rengat. Tanggal 2 April 1942 Jepang menerima penyerahan tanpa syarat dari pihak Belanda yang waktu itu dibawah Controlleur K. Ehling . Sebelum tentara Jepang mendarat untuk pertama kalinya di daerah ini dikumandangkan lagu Indonesia Raya yang dipelopori oleh Ibnu Abbas.
            Pada masa pendudukan Jepang ini Indragiri Hilir dikepalai oleh seorang Cun Cho yang berkedudukan di Tembilahan dengan membawahi 5 Ku Cho, yaitu : Ku Cho Tembilahan dan Tempuling di Tembilahan. Ku Cho Sungai Luar. Ku Cho Enok. Ku Cho Reteh. Ku Cho Mandah.Pemerintahan Jepang di Indragiri Hilir sampai bulan Oktober 1945 selama lebih kurang 3,5 tahun.
2. Periode Setelah Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia
            Pada awal Kemerdekaan RI, Indragiri (Hulu dan Hilir) masih merupakan satu kabupaten. Kabupaten Indragiri ini terdiri atas 3 kewedanaan, yaitu Kewedanaan Kuantan Singingi dengan ibukotanya Taluk Kuantan, Kewedanaan Indragiri Hulu dengan ibukotanya Rengat dan Kewedanaan Indragiri Hilir dengan ibukotanya Tembilahan.
Kewedanaan Indragiri Hilir membawahi 6 wilayah yaitu : Wilayah Tempuling/Tembilahan. Wilayah Enok. Wilayah Gaung Anak Serka. Wilayah Mandah/Kateman. Wilayah Kuala Indragiri. Wilayah Reteh Perkembangan tata pemerintahan selanjutnya, menjadikan Indragiri Hilir dipecah menjadi dua kewedanaan masing-masing : a. Kewedanaan Indragiri Hilir Utara meliputi kecamatan : Kecamatan Tempuling. Kecamatan Tembilahan. Kecamatan Gaung Anak Serka. Kecamatan Mandah. Kecamatan Kateman. Kecamatan Kuala Indragiri dengan ibukotanya Tembilahan. b. Kewedanaan Indragiri Hilir Selatan meliputi kecamatan : Kecamatan Enok. Kecamatan Reteh dengan ibukotanya Enok.
3. Pemekaran Kabupaten Indragiri Hilir
            Merasa persyaratan administrasinya terpenuhi maka masyarakat Indragiri Hilir memohon kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Riau, agar Indragiri Hilir dimekarkan menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II yang berdiri sendiri (otonom).Setelah melalui penelitian, baik oleh Gubernur maupun Departemen Dalam Negeri, maka pemekaran diawali dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau (Propinsi Riau) tanggal 27 April 1965 nomor 052/5/1965 sebagai Daerah Persiapan Kabupaten Indragiri Hilir.Pada tanggal 14 Juni 1965 dikeluarkanlah Undang-undang nomor 6 tahun 1965 Lembaran Negara Republik Indonesia no. 49, maka Daerah Persiapan Kabupaten Indragiri Hilir resmi dimekarkan menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II Indragiri Hilir (sekarang Kabupaten Indragiri Hilir) yang berdiri sendiri, yang pelaksanaannya terhitung tanggal 20 November 1965. Sumber :
II. ARTI LAMBANG
Motif-motif yang terdapat pada Lambang Daerah Kabupaten Indragiri Hilir mempunyai pengertian sebagai berikut :
A.    Sket Puri Tujuh : Melambangkan aspek sejarah/kebudayaan daerah Kabupaten Indragiri Hilir pada periode Melayu Tua seperiode dengan kerajaan Sriwijaya, maka di Indragiri Hilir ada sebuah Kerajaan Melayu yang bernama Keritang terkenal karena Puri Tujuh yang Gapura (Pintu Gerbang) sebanyak tujuh lapis. Dapat pula diartikan sebagai sampiran bahwa di daerah Kabupaten Indragiri Hilir mengalir tujuh buah sungai besar. Landasan Puri Tujuh yaitu Sket Perahu dengan Perigi memiliki nilai historis yaitu kebesaran Indragiri Hilir lama, juga mempunyai makna masa depan kejayaan di laut dan di sungai dengan semangat yang tidak kunjung padam.

B.     Warna Dasar Hijau Daun Tua : Melambangkan kesuburan tanah Indragiri Hilir.
C. Simpul Tali 65 Pintal :
1. Melambangkan persatuan rakyat.
2. Tahun terbentuknya Kabupaten Indragiri Hilir.
D. Padi dan Kelapa : 1. Melambangkan hasil utama daerah Kabupaten Indragiri Hilir

2. Empat belas butir padi merupakan tanggal terbentuknya Kabupaten Indragiri Hilir.
3. Enam buah bibit kelapa merupakan bulan terbentuknya Kabupaten Indragiri Hilir.
E. Gelombang 5 Lapis :Melambangkan bahwa Indragiri Hilir adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berfalsafah Pancasila.Top of Form


DAFTAR PUSTAKA
Proof.Drs.suwardi MS, Drs.Kamaruddin,M.Si, Asril.M.Pd, Sejarah Lokal,PT. Sutra Benta Perkasa,2014
Hamidy.U.U, Khazanah, Sedari. Melongok 99 Kisah Mengabadi, Bahana Mahasiswa,Bahana Press, Juli 2013
http://www.sejarahnya.com/2017/04/sejarah-umum-kabupaten-indragiri-hilir.html

2 comments: