KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA PADA ZAMAN PENJAJAHAN JEPANG DAN BELANDA


VISKA SEPTIANI/14B/SI IV

A.    Pendahuluan
Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara sadar, terkonsep, terpola secara teratur, dan dapat dievaluasi dengan model janga panjang atapun jangka pendek yang dilakukan oleh pendidik untuk mengetahui, menumbuhkan serta mengembangkan potensi yang ada dalam peserta didik. Arah pendidikan bangsa dalam tataran kebijakan diselenggarakan dalam rangka untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang dilandasi keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa segala kegiatan pendidikan diIndonesia dilaksanakan dalam suatu sistem yang mengupayakan secara maksimal tercapainya tujuan pendidikan Nasional, yaitu mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia di Indonesia, baik sosial, intelektual, spiritual, maupun kemampuan profesional. Dalam tataran praktek, pelaksanaan pendidikan di indonesia belum terimplementasikan secara benar sesuai dengan arah kebijakan pendidikan. Untuk itu, perlu ada koreksi terhadap proses pelaksanaan pendidikan untuk mencapai arah kebijakan pendidikan yang menghasilkan kualitas sumber daya manusia unggul, bertakwa dan berakhlak mulia.


B.     Kebijakan Pendidikan Di Indonesia Dalam Tiga Masa.
1.      Kondisi umum kehidupan di indonesia pada zaman penjajah ( belanda, jepang dan pasca kemerdekaan)
Sejarah sebuah bangsa tidak dapat dilepaskan dari pendidikan yang dienyam masyarakatnya, begitu pula dengan bangsa Indonesia. Perjalanan bangsa Indonesia yang masuk dalam pembahasan makalah ini mencangkup tiga zaman penting dalam kebangkitan indonesia, yaitu zaman pemerintah kolonial Belanda, pemerintah pendudukan Jepang, hingga masa awal kemerdekaan Indonesia yang semua itu tidak bisa lepas dari peran pendidikan yang berlaku pada masa itu. Masing-masing zaman atau pemerintahan memiliki ciri khas kebijakan dalam pendidikan. Dan pendidikan dari masing-masing zaman memberikan pengaruh bagi perkembangan bangsa yang terus berkembang hingga sampai saat ini.Kurikulum pendidikan yang selalu mengalami pergantian seiring dengan pergantian zaman maupun pergantian kebijakan yang bertujuan untuk menyesuaikan dengan keadaan zaman dan tuntutan sumber daya manusia.
Indonesia dalam perjalanan sejarahnya juga bergerak dengan proses, pergerakan, dan perkembangan pendidikannya. Kita dapat ketahui bahwa tokoh-tokoh pemimpin bangsa Indonesia juga merupakan lulusan lembaga pendidikan. Apabila di lihat sejarah perkembangan Indonesia, pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Pendidikan adalah kebutuhan mendasar suatu bangsa, begitu pula bangsa Indonesia, pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa di mata dunia dan mensejahterakan rakyatnya. Penjajah Belanda dalam perjalanan sejarahnya menunjukkan bagaimana ia menerapkan kebijakan pendidikan yang diskriminatif dan menghalangi pertumbuhan pendidikan lokal masyarakat yang sudah ada. Pada 1882, Belanda membentuk pristerraden yang mendapat tugas mengawasi pengajaran agama di pesantren-pesantren. Pada 1925, Belanda mengeluarkan peraturan bahwa orang yang akan memberi pengajaran harus minta izin dulu. Pada 1925,yang menetapkan bahwa para kiai yang akan memberi pelajaran, cukup memberitahukan kepada pihak Belanda. Peraturan-peraturan itu semua merupakan rintangan perkembangan pendidikan yang diselenggarakan oleh para pengikut agama Islam. Pada tahun terakhir di masa pemerintahan belanda di indonesia, baru dikeluarkan peraturan persekolahan yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai pengawasan dan penyelenggaraan pengajaran. Ide-ide Daendels pada masa sebelumnya yang ingin memperluas kesempatan memperoleh pendidikan bagi penduduk jajahan tidak dilanjutkan pada masa ini. Hal tersebut sangat jelas karena dalam ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan pada masa ini sangatlah sedikit yang membahas masalah pengajaran untuk penduduk jajahan. Salah satunya adalah peraturan umum tentang pendidikan sekolah yang berisi bahwa pendidikan hanya untuk orang Belanda saja, Dan bahkan peraturan ini berlaku hingga tahun terakhir pemerintahan Gubernur Jenderal Van der Capellen.
Meski pada tahun 1818 telah dikeluarkan Regeringsreglement untuk Hindia Belanda yang isinya antara lain membahas bahwa semua sekolah di Hindia Belanda dapat dimasuki baik orang Eropa maupun penduduk jajahan. Namun pada kenyataannya yang memasuki sekolah sekolah tersebut hanya sedikit sekali yang berasal dari kalangan pribumi. Menurut Kartodirdjo sistem pendidikan yang dualitas pada masa ini juga membuat garis pemisah yang tajam antara dus subsistem: sistem sekolah Eropa dan sistem sekolah pribumi. Tetapi pada tahun 1892 akhirnya dilakukan restrukturisasi terhadap persekolahan karena kebutuhan yang sangat besar terhadap pegawai rendahan yang bisa berbahasa Belanda, sebagaimana berikut:
1.      Sekolah kelas satu atau eerste klasse untuk anak-anak golongan priyayi dengan pelajaran bahasa Belanda;
2.      Sekolah kelas dua atau tweede klasse untuk rakyat kebanyakan tanpa pelajaran bahasa Belanda.
Peraturan Pendidikan lebih dikhususkan pada anak-anak golongan priyayi. Dengan kebijakan tersebut, diharapkan penduduk yang lebih rendah status sosialnya dapat mudah ditundukkan karena pemerintah Belanda telah memegang golongan priyayi yang merupakan kaum elit
Menurut Ary Gunawan dalam prinsip kebijakan pendidikan kolonial yaitu:
a.       Pemerintah kolonial berusaha tidak memihak salah satu agama tertentu.
b.      Pendidikan diarahkan agar para lulusannya menjadi pencari kerja, terutama demi kepentingan kaum penjajah.
c.       Sistem persekolahan disusun berdasarkan stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat.
d.      Pendidikan diarahkan untuk membentuk golongan elite sosial Belanda.
e.       Dasar pendidikannya adalah dasar pendidikan Barat dan berorientasi pada pengetahuan dan kebudayaan barat.
Kesempatan mendapatkan pendidikan diutamakan kepada anak-anak bengsawan bumiputera serta tokoh-tokoh terkemuka dan pegawai kolonial yang diharapkan kelak akan menjadi kader pemimpin yang berjiwa kebarat-baratan atau condong ke Belanda dan merupakan kelompok elite yang terpisah dengan masyarakatnya sendiri. Mereka akan menjadi penyambung tangan-tangan penjajah sebagai upaya Belanda untuk memerintah secara tidak langsung kepada masyarakat dan bangsa Indonesia. Pada masa ini sekolah-sekolah diperdasaan diperbanyak. Namun demikian, masih ada perbedaan pelayanan bagi anak-anak bumiputera dengan anak-anak Belanda, yaitu diturunkannya uang sekolah untuk sekolah Belanda. Anak-anak Indonesia diterima di sekolah Belanda masih dengan ragu-ragu sehingga dengan dalih yang dibuat-buat akhirnya anak-anak Indonesia banyak yang tidak diterima di sekolah-sekolah Belanda. Secara tegas, tujuan pendidikan selama periode kolonial Belanda memang tidak pernah dinyatakan, tetapi dari uraian-uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pendidikan antara lain adalah untuk memenuhi keperluan tenaga buruh kasar kaum modal Belanda, disamping ada sebagian yang dilatih dan dididik untuk menjadi tenaga-tenaga administrasi, tenaga teknik, tenaga pertanian, dan lain-lain yang dianggap sebagai pekerja-pekerja kelas dua atau kelas tiga.
Menurut Ki Hajar Dewantara dalam salah satu pidatonya mengatakan bahwa Politik Etis penjajah sepertinya akan lunak dengan kemajuan pendidikan pribumi, tetapi tetap saja pola kebijakan pendidikan kolonial tersebut menunjukkan sifat intelektualis, alitis, individualis dan materialis. Setelah 1870, tak ada lagi pusat-pusat karena pendidikan dan pengajaran semakin diperluas.Pada 1871, keluarlah UU Pendidikan yang pertama, yaitu pendidikan dan pengajaran makin diarahkan kepada kepentingan penduduk bumiputra. Secara tidak langsung, pengaruh Politik Etis terutama bidang pendidikan memberikan dampak positif bagi munculnya kaum pendidik dan pergerakan Indonesia. Kesadaran akan pentingnya pendidikan dan kemajuan bagi rakyat Indonesia dapat ditengarai dengan kemunculan tokoh-tokoh pergerakan dan tokoh yang memerhatikan pendidikan bagi rakyat.Meski zaman pendudukan Jepang di bumi Nusantara sangatlah singkat, tetapi pengaruhnya bagi perkembangan dunia pendidikan di Indonesia sangatlah besar. Tujuan pendidikan pada masa itu telah disisipi misi Nipponisasi dan juga upaya-upaya pemberdayaan bangsa Indonesia untuk membantu kepentingan perang Jepang. Bangsa Jepang muncul sebagai negara kuat di Asia. Ketika kondisi dunia saat terjadi perang, Jepang tak tinggal diam dan menampilkan diri ikut dalam peperangan tersebut. Jepang mendapatkan prestasinya ketika menghadapi Rusia. Jepang bercita-cita besar, yaitu menjadi pemimpin Asia Timur Raya dan berhasil menakhlukkan Belanda yang telah lama menjajah Indonesia. Sekolah-sekolah yang ada di zaman Belanda diganti dengan sistem Jepang. Selama Jepang menjajah Indonesia, hampir sepanjang hari hanya diisi dengan kegiatan latihan perang atau bekerja. Pelajaran-pelajaran yang diberikan meliputi Sejarah Ilmu Bumi, Bahasa Indonesia, Adat Istiadat, Bahasa Jepang, Ideologi Jepang, dan Kebudayaan Jepang. Untuk menyebarluaskan ideologi dan semangat Jepang, para guru ditatar secara khusus oleh pemimpin-pemimpin Jepang selama tiga bulan di Jakarta. Mereka diharuskan dan diwajibkan meneruskan materi yang telah diterima kepada teman-temannya. Sebenarnya tujuan pendidikan Jepang di zaman penjajahan Jepang tidaklah banyak yang dapat diuraikan sebab murid disibukkan dengan peperangan sehingga perhatian terhadap pendidikan sangat sedikit. Rayuan Jepang kepada bangsa Indonesia mengatakan bahwa Jepang adalah saudara tua yang akan datang ke Indonesia untuk mencapai kemakmuran bersama di Asia Timur Raya atau yang terkenal dengan hakkoichiu sebagai landasan utama pendidikan pada zaman pendudukan Jepang. Penjajah Jepang mengambil kebijakan bahwa bahasa Belanda dilarang dipergunakan sama sekali. Bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar resmi, baik di kantor-kantor maupun di sekolah-sekolah.Dapat kita lihat bahwa secara konkret tujuan pendidikan pada zaman Jepang di Indonesia adalah menyediakan tenaga kerja cuma-cuma yang disebut romusha dan prajurit-prajurit untuk membantu peperangan demi kepentingan Jepang. Pengaruhnya adalah para pelajar diharuskan mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran, dan indoktrinasi ketat.Kebijakan di bidang pendidikan yang dikeluarkan oleh Jepang memang banyak yang terlihat seolah-olah ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia mulai dari pemberlakuan sekolah gratis, pemberian tambahan insentif guru, hingga penyederhanaan sistem persekolahan, tetapi pada kenyataannya kebijakan tersebut sarat dengan muatan politis yang membawa misi Nipponisasi dan pemberdayaan bangsa Indonesia untuk perburuhan dan mobilisasi militer.
Dengan adanya penyederhanaan sistem pendidikan dan sekolah di zaman Jepang, kesempatan belajar terbuka lebar bagi semua golongan penduduk di Indonesia, semua mendapat kesempatan yang sama. Jalur-jalur sekolah dan pendidikan menurut penggolongan keturunan bangsa, strata, ataupun strata sosial telah dihapuskan.Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, perubahan-perubahan tidak hanya terjadi dalam bidang pemerintahan saja, tetapi juga dalam bidang pendidikan.perubahan yang menyangkut penyesuaian kebijakan pendidikan dengan dasar dan cita-cita suatu bangsa yang merdeka dan negara yang merdeka. Untuk mengadakan penyesuaian dengan cita-cita bangsa Indonesia yang medeka itulah, bidang pendidikan mengalami perubahan, terutama dalam landasan utamanya, tujuan pendidikan, sistem persekolahan, dan kesempatan belajar yang diberikan kepada rakyat Indonesia
Pada masa awal-awal kemerdekaan Indonesia, situasi politik belum stabil hingga menyebabkan terjadinya perubahan pada kelembagaan pendidikan Indonesia. Pada awal kemerdekaan pemerintah Republik Indonesia (RI) telah membentuk kementerian yang mengurus dunia pendidikan disebut sebagai "Kementerian Pengajaran." Ketika terjadi agresi Belanda, Kementerian Pengajaran ditempatkan di Surakarta, pemindahan tersebut terjadi pada Januari 1946. Pada waktu itu juga nama kementerian diubah menjadi "Kementerian Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan" atau yang disingkat menjadi Kementerian PP dan K Dengan demikian hal utama yang harus diingat adalah: pendidikan sekadar sebagai tuntunan di dalam hidup dan tumbuh kembangnya anak-anak kita. Hal itu artinya kehidupan anak-anak tersebut berada di luar kemampuan dan kehendak kita kaum pendidik, anak-anak harus dilihat sebagai manusia yang memiliki kehendak dan fitrahnya sendiri, hingga biarkanlah mereka untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrah kehidupannya sendiri.
Pendidikan zaman kemerdekaan ini, dalam kondisi sulit tersebut hebatnnya mampu menghasilkan produk hukum tentang pendidikan, yaitu Undang-Undang Pendidikan Nomor 4 Tahun 1950. Itulah produk hukum pendidikan nasional pertama, terlepas kemudian kita memandang bahwa produk hukum tersebut kurang terang memberikan definisi tentang konsep dan sistem pendidikan nasional. Tata sekolah sesudah Indonesia kemerdekaan yang berdasarkan satu jenis sekolah untuk tiap tingkatan seperti  pada zaman Jepang tetap diteruskan, sedangkan rencana pelajaran pun pada umumnya sama dan bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pengantar untuk seluruh sekolah. Pada tahun 1945-1950 juga menghasilkan kurikulum nasional, yaitu pendidikan rendah, pendidikan guru, pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan teknik, dan pendidikan tinggi. Berkaitan dengan keperluan bangunan sekolah, tindakan utama adalah mengatasi bangunan rusak atau hancur lebur akibat revolusi fisik atau bangunan tersebut dipakai oleh pemerintah. Di samping dilakukannya usaha-usaha pemerintah dalam mengatasi kekurangan bangunan sekolah tersebut, juga tidak ketinggalan partisipasi masyarakat yang bergotong royong membangun bangunan sekolah dengan peralatannya dan yang kemudian disumbangkan kepada pemerintah.Penjajah Belanda dalam perjalanan sejarahnya menunjukkan bagaimana ia menerapkan kebijakan pendidikan yang diskriminatif dan menghalangi pertumbuhan pendidikan lokal masyarakat yang sudah ada. Konteks pendidikan dan pengajaran ini pada prinsipnya adalah untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan di kantor-kantor pamong praja atau kantor-kantor yang lain. Pendidikan lebih dikhususkan pada anak-anak golongan priyayi. Dengan kebijakan tersebut, diharapkan penduduk yang lebih rendah status sosialnya dapat mudah ditundukkan karena pemerintah Belanda telah memegang golongan priyayi yang merupakan kaum elit. Secara tidak langsung, pengaruh Politik Etis terutama bidang pendidikan memberikan dampak positif bagi munculnya kaum pendidik dan pergerakan Indonesia. Kebijakan diskriminatif di bidang pendidikan
C.    Pendidikan agama islam di masa penjajahan dan problemnya
Sejarah perkembangan islam bisa dikatakan melalui banyak proses diantaranya adalah melalui kontak perdagangan yaitu yang dibawa oleh para pedagang muslim, mereka berdagang sambil menyiarkan Agama Islam, kebudayaan dan kadang juga penyebaran Islam melalui kontak intelektual, ketika ilmu dipertentangkan atau dipertemukan ataupun kepercayaan pada dunia lama mulai menurun.Kolonial Belanda menancapkan kukunya di bumi nusantara ini dengan membawa misi ganda yaitu imperialisme dan kristenisasi, dan itu sangat menusuk tatanan yang sudah ada termasuk dalam bidang pendidikan Islam.Bangsa Belanda sangat menekan penduduk pribumi dengan berbagai kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan termasuk masalah pendidikan Islam yang tidak mereka ijinkan karena mereka khawatir para pemuda Islam Memberontak. Pada akhirnya juga kekhawatiran itu benar adanya mereka mendapat perlawanan dari berbagai tokoh-tokoh Islam yang sangat gigih mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia.

DAFTRA PUSTAKA
-          K.H. Dewantara. 2004.  Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
-          Muhammad Said dan Junimar Affan. 1987. Mendidik dari Zaman Ke Zaman. Bandung: Jemmars.
-          Najamuddin. 2005. Perjalanan Pendidikan Di Tanah Air (Tahun 1800-1945). Bandung: Rineka Cipta.
-          Ricklefs, M.C. 2001. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi.
-          Sjamsudin. 1993. Sejarah Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Depdikbud, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.
-          Subkhan, Edi. 2010. Ki Hajar Dewantara Peletak Dasar Pendidikan Indonesia.
-          Supriadi, Dedi (Ed.). 2003. Guru di Indonesia: Pendidikan, Pelatihan, dan Perjuangan Sejak Zaman Kolonial hingga Era Reformasi. Jakarta: Depdikbud.

No comments:

Post a Comment