Sejarah Peradaban Islam Indonesia


INDAH APRITASARI/S/B

A.    Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia
1.      Teori tentang masuknya Islam di Indonesia
      Islam di Indonesia baik secara historis maupun sosiologi sangat kompleks, terdapat banyak masalah, misalnya tentang sejarah dan perkembangan awal Islam. Suatu kenyataan bahwa kedatangan Islam di Indonesia dilakukan secara damai.[1] berbeda dengan penyebaran Islam di Timur Tengah yang dalam beberapa kasus disertai dengan pendudukan wilayah oleh militer Muslim. Islam dalam batas tertentu disebarkan oleh pedagang, kemudian dilanjutkan oleh para guru agama  (da'i) dan pengembara sufi. Bersamaan dengan para pedagang datang pula da'i-da'i dan musafir-musafir sufi. Melalui jalur pelayaran itu pula mereka dapat berhubungan dengan pedagang dari negeri-negeri diketiga Benua Asia itu. Hal ini memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik, sehingga terbentuklah perkampungan masyarakat Muslim. Pertumbuhan perkampungan ini makin meluas sehingga perkampungan itu tidak hanya bersifat ekonomis, tetapi membentuk struktur pemerintahan dengan mengangkat Meurah Silu, kepad suku Gampung Samudra menjadi Sultan Malik as-Sholeh.[2]

Dari paparan diatas dapat dijelaskan bahwa tersebarnya Islam ke Indonesia adalah saluran-saluran sebagai berikut.
1.      Perdagangan, yang mengunakan sarana pelayaran
2.      Dakwah, yang dilakukan oleh mubalig yang berdagang bersama para pedagang. Para mubalig itu bisa jadi juga para sufi pengembara.
3.      Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang Muslim, mubalig dengan anak bangsawan Indonesia.
4.      Pendidikan, setelah kedudukan para pedagang mantap, mereka menguasai kekuatan ekonomi dibandar-bandar seperti Gresik. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam. Pusat pendidikan di Samudra Pasai berperan sebagai pusat dakwah pertamayang didatangi pelajar-pelajar dan mengirim mubalig lokal, diantaranya mengirim Maulana Malik Ibrahim ke Jawa.
5.      Tasawuf dan tarekat. Sudah diterangkan bahwa bersama dengan perdagang, datang pula para ulama, da'i, dan sufi pengembara. Para ulama atau sufi itu ada yang kemudian diangkat penasehat dan atau pejabat agama di kerajaan. Di Aceh ada Syaikh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, Nuruddin ar-Raniri, Abd Rauf Singkel. Demikian juga kerajaan-kerajan di Jawa mempunyai penasihat yang bergelar wali, yang dikenal adalah Wali Songo.
6.      Kesenian. Saluran yang banyak sekali dipakai untuk menyebarkan Islam terutama di Jawa adalah seni. Wali Songo, terutama Sunan Kali Jga, mempergunakan banayk cabang seni untuk Islamisasi, seni arsitektur, gamelan, wayang, nyanyian, dan seni busana.
Para sufi menyebarkan Islam melalui dua cara:
a.       Dengan membentuk kade mubalig, agaar mampu mengajarkan serta menyebarkan agama Islam di daerah asalanya. Dengan demikian, Abd Rauf mempunyai murid yang kemudian menyebarkan Islam ditempat asalnya, diantaranya Syaikh Burhanuddin Ulakan, kemudian Syaikh Abd Muhyi Pamijahan Jawa Barat, Sunan giri mempunyai muri Sultan Zaenul Abidin dari Ternate; Dato Ri Bandang menyebarkan Islam ke Sulawesi , Bima dan Buton; Khatib Sulaeman di Minangkabau menegmbangkan Islam ke Kalimantan Timur;             Sunan Prapen (ayahnya Sunan Giri) meyebarkan Islam ke Nusa Tenggara Barat.
b.      Melalui karya-karya tulis yang tersebar dan dibaca diberbagai tempat. Di abad ke-17, Aceh adalah pusat perkembangan karya-karya keagamaan yang ditulis para ulama dan para sufi. Hamzah Fansuri menulis antara lain Asrar al-Arifin fi Bayan ila al-Suluk wa al-Tauhid, yaitu Syair Perahu yang merupakan syair sufi.
c.       Suatu faktor yang turut mendorong proses Islamisasi di Indonesia ialah aliran sufisme atau mistik yang melembaga dalam terekat-terekat serta kesastraan suluk dijawa. Beberapa wali, antara lain sunan Bonang, Sunan Panggung, dan Syeh Siti Jenar, mencampur ajaran Islam dengan mistik, sehingga timbul suatu sinkretisme.
            Mereka bersedia memakai unsur-unsur kultur pra-Islam dalam menyebarkan agama Islam. Ajaran Jawa dipertahankan sedang tokoh-tokoh diberi nama Islam, seperti halnya dengan cerita Bimasuci yang disadur menjadi Hikayat Syeh Maghribi.[3]Lewat kesastraan suluk dengan mudah diadakan penyesuaian tentang konsep dan gambaran mengenai hidup yang telah berakar dalam kebudayaan pra-Islam. Kalau pada tahap awal Islamisasi agama Islam adalah fenomena kota, kemudian lewat sufisme dan tarekatnya penyebaran meliputi daerah perdesaan juga. Tarekat-tarekat Kadiriyah, Naksibandiyah, Syahtariyah tersebar luas di Sumatra dan Jawa.  Dalam banyak silsilah tarekat Syatariyah terdapat nama Abdurrauf dari Singkel, sebagai salah seorang pemukanya, kemudian termaktublah Abdulmuhyi dari Sukapura sebagai mata-rantai pertama di Jawa. Dengan mudah dapat dibayangkan bahwa jalan pemencaran tarekat juga mengikuti jalan perdagangan. Sejak awal abab XVI Aceh mengembangkan perdagangannya dan sejak pendudukan Malaka (1511) oleh Portugis, sebagai perdagangan itu berpusat diaceh. Hal ini diperkuat oleh produksi lada dan ekspandi perdagangannya meliputi kota-kota pelabuhan pantai barat Sumatra. Lewat rute ini pula pelayaran dilakukan untuk menghindari Malaka[4].  Kemudian awal abad XVII, Syamsudin dari pasai muncul sebagai ulama terkemuka dan sangat berpengaruh. Meskipun tidak mempunyai jabatan resmi di istana, umum mengenalnya sebagai mistikus pula.[5] serta banyak mengembara. Ada sementara orang beranggapan bahwa dia adalah murid Hamzah al-Fansuri yang juga terkenal sebagai mistikus dan penggarang.
Karangan Syamsudin tidak ortodoks dan mendapat perlindungan Sultan Iskandar Muda. Penyebaran karangan kedua tokoh sangat luas dan tersebar juga banyak salinannya di Jawa.[6] penyebaran serta pengenalan karya-karya itu antara lain dilakukan oleh ar-Raniri dan Gamaludin.[7]
            Pada tahap pertama, penyebaran Islam masih relatif dikota pelabuhan tidak lama kemudian Islam mulai memasuki wilayah pesisir lainnya dan perdesaan.
Pada tahap ini pedagang, ulama-ulama guru tarekat (wali di Jawa) dengan murid-murid mereka memegang peranan penting. Mereka memperoleh patronase dari penguasa lokal dan dalam banyak kasus penguasa lokal juga ikut berperan dalam penyebaran Islam. Islamisasi tahap ini sangat diwarnai aspek tasawuf, meskipun aspek hukum (syariah) juga tidak diabaikan.
Proses Islamisasi Nusantara berawal dari kota-kota. Diperkotaan itu sendiri Islam adalah fenomena istana. Istana kerajaan menjadi pusat pengembangan intelektual Islam atas perlindungan resmi penguasa yang disusul kemunculan tokoh-tokoh ulama. Tokoh-tokoh ini mempunyai jaringan keilmuan yang luas baik di dalam maupun diluar negeri, sehinggaa menjadikan Islam Indonesia bersifat Internasional.
            Tahap kedua, penyebaran Islam terjadi ketika VOC makin mantap menjadi penguasa di Indonesia. Sebenarnya pada abad ke-17 VOC baru merupakan salah satu kekuatan yang ikut bersaing dalam kompetisi dan politik di kerajaan Islam Nusantara. Akan tetapi pada abad ke-18 VOC berhasil tampil sebagai pemegang hegemoni politi di Jawa dengan terjadinya perjanjian Giyanti tahun 1755 yang memecahkan Mataram menjadi dua: Surakarta dan Yogjakarta. Perjanjian tersebut menjadikan raja-raja Jawa tidak mempunyai wibawa karena kekuasaan politik telah jatuh ketangan penjajah, hingga raja menjadi sangat tergantung pada VOC. Campur tangan VOC terhadap keraton terpinggirkan. Oleh karena itu, ulama ke luar dari keraton da mengadakan perlawanan sambil memobilitas petani membentuk tren dan melawan kolonial seperti kasus Syaikh Yusuf al-Makasari.[8]
            Tahap ketiga, terjadi pada awal abad ke-20, ketika terjadi liberalisasi kebijakan pemerintahan belanda. Ketika pemerintahan Belanda mengalami defisit yang tinggia akibat menanggulangi tiga perang besar (Perang Diponegoro, Perang Paderi, Perang Aceh) Belanda mengangkat Gubernur Jendral Johanes den Bosch dengan tugas meningkatkan produktifitas. Dalam perkembangannya, sistem pendidikan yang semula untuk memenuhi perangkat birokrasi kolonial kemudian melahirkan elit baru, intelektual modern yang bahkan mengancam kolonialisme itu sendiri. Mereka tampil sebagai para nasionalis yang anti kolonial, yang menciptakan terbentuknya bangsa baru­-Indonesia-diatas tumpukan kesatuan etnis lama. Bersamaan dengan usaha politik etis, dilancarkan upaya "menjinakan Islam" agar tidak tampil sebagai pengancam kekuasaan.
Muncul di dunia internasional Islam dinamika Islam berupa kosmopolitanisme (rasa satu dunia) yang mula-mula tumbuh di Timur Tengah, yang kemudian mengilhami munculnya dinamika Islam di Indonesia.
            Penyebaran Islam yag dulu dilaksanakan atas harapan yang berwatak regio-magis telah diganti oleh organisasi-organisasi yang mempunyai ideologi yang merupakan perumusan strategi dan sistematis dari aspirasi keislaman. Dalam konteks ini, Islam merupakan peletak dasar bagi nasionalisme Indonesia.
2.      Perkembangan Islam di Nusantara
      Islam di Indonesia (Asia Teggara) merupakan salah satu dari tujuh cabang peradaban Islam (sesudah hancurnya persatuan peradaban Islam yang berpusat di Baghdad taun 1258 M). Ketujuh cabang peradaban Islam itu secara lengkap adalah peradaban Islam Arab, Islam Turki, Islam Afrika Hitam, Islam anak benua India, Islam Arab Melayu, dan Islam Cina.  Kebudayaan (peradaban0 yang disebut Arab Melayu tersebar di wilayah Asia Tenggara memiliki ciri-ciri Universal menyebabkan peradaban itu tetap mempertahankan bentuk integritasnya, tetapi pada saat yang sama tetap mempunyai unsur-unsur yang khas kawasan itu.
Terjadinya transpormasi kebudayaan(peradaban) dari sistem keagamaan lokal kepada sistem keagamaan Islam bisa disebut revolusi agama. Transformasi masyarakat Melayu kepada Islam terjadi berbarengan dengan "masa perdagangan"  masa ketika Asia Tenggara mengalami peningkatanposisi dalam perdagangan Timur-Barat. Masa ini mengantarkan wilayah Nusantara ke dalam internasional perdagangan dan kosmopolitanisme kebudayaan yang tidak pernah dialami masyarakat di kawasan inni pada masa-masa sebelumnya. Konvensi massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa perdagangan terjadi karena beberapa sebab sebagai berikut.
a.       Portabilitas (siap pakai) sistem keimanan Islam. Sebelum Islam datang, sistem kepercayaan lokal terpusat pada penyembahan arwah nenek moyang yang tidak portable (Siap pakai dimanapun dan berlaku kapanpun). Oleh karena itu, para penganut kepercayaan ini tidak boleh jauh dari lingkungaannya, sebab kalau jauh mereka tidak akan mendapat lindungan dari arwah yang mereka puja.
b.      Asosiasi Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan berinteraksi dengan orang Muslim pendatang di pelabuhan, mereka adalah pedagang kaya raya.
c.       Kejayaan militer. Orang Muslim dipandang perkasa dan tangguh dalam perperangan
d.      Memperkenalkan tulisan. Agama Islam memperkenalkan tulisan ke berbagai kawasan Asia Tenggara yang sebagian belum mengenal tulisan, sedangkan sebagian yang lain sudah mengenal huruf Sanskrit.
e.       Mengajarkan penghapalan. Para penyebar Islam menyandarkan otoritas sakral. Mereka menulis teks-teks yang ditulis untuk menyampaikan kebenaran yang dapat dipahami dan dihapalkan.
f.       Kepandaian dalam penyembuhan. Di Jawa terdapat legenda yang mengaitkan penyebaran Islam dengan epidemi yang melanda penduduk.
g.      Pengajara tentang moral. Islam menawarkan keselamatan dari berbagai kekuatan jahat.
Melalui sebab-sebab itu Islam cepat mendapatkan pengikut yang banyak. Dengan cara perlahan dan bertahap tanpa penolakan dengan keras, terhadp kultural masyarakat sekitar, Islammemperkenalkan toleransidan persamaan derajat.  
3.      Kerajaan-kerajaan Islam sebelum penjajahan Belanda
 A.  Kerajaan-kerajaan Islam Pertama di Sumatera.
1.      Samudra Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai yang merupakan kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di pesisir timur laut Aceh. Kemunculan sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahana abad ke 13 M, sebagai hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7, ke-8 M, dan seterusnya. Bukti berdirinya kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 M itu didukung oleh adanya nisan kubur terbuat dari granit asal Samudera Pasai.
Dari nisan itu dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H, yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M. Malik al-Saleh, raja pertama itu, merupakan pendiri kerajaan tersebut. Hal itu diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Melayu, dan juga hasil penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan sarjana-sarjana barat, khususnya para sarjana Belanda, seperti Snouck Hurgronye, J.P. Molquette, J.L. Moens, J. Hushoff Poll, G.P. Rouffaer, H.K.J. Cowan, dan lain-lain. Kerajaan Samudera Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. pada tahun 1521 M kerajaan ini ditaklukan oleh Portugis yang mendudukinya selama 3 tahun, kemudian tahun 1524 M dianekasasi oleh raja Aceh, Ali Mughayatsyah. Selanjutnya, kerajaan Samudera Pasai berada di bawah pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.  
2.      Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar. Di sini pula terletak ibu kotanya. Kurang begitu diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat, Kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah ( 1465 – 1497 ). Dialah yang membangun kota Aceh Darussalam. Menurutnya, pada masa pemerintahannya Aceh darussalam mulai mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan, karena saudagar-saudagar muslim yang sebelumnya berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah Malaka dikuasai Portugis (1511 M ). Sebagai akibat penaklukan Malaka oleh portugis itu, jalan dagang yang sebelumnya dari laut Jawa ke utara melalui Selat Karimata terus ke Malaka, pindah melalui Selat Sunda dan menyusur pantai Barat Sumatera, terus ke Aceh. Dengan demikian, Aceh menajadi ramai dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri.
B.  Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-kerajaan Islam  di Jawa.
1.      Demak.
Sebagaimana telah disebutkan dalam bab terdahulu, perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi raja Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada penguasa-penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah pimpinan Sunan Ampel Denta, Wali Songo bersepakat mengangkat Raden Patah menjadi raja pertama kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, dengan gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama. kepada Raden Patah. Daerah ini lamabat laun menjadi pusat perkembangan agama Islamyang diselenggarakan oleh para wali.
Pemerintahan Raden Patah berlangsung kira-kira di akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16. dikatakan, ia adalah seorang anak Raja Majapahit dari seorang ibu muslim keturunan Campa. Ia digantikan oleh anaknya, Sambrang Lor, dikenal juga dengan nama Pati Unus.
Pati Unus digantikan oleh Trenggono yang dilantik sebagai sultan oleh Sunan Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul 'Arifin. Ia memerintah pada tahun 1524 – 1546. Pada masa sultan Demak ketiga inilah Islam dikembangkan ke seluruh tanah Jawa,bahkan sampai ke Kalimantan. Pada tahun 1527 Tuban dan majapahit jatuh ke tangan kerajaan Demak. Pada tahun 1529 berhasil menundukan Madiun, Blora ( 1530 ), Surabaya ( 1531 ), Pasuruan ( 1535 ), antara tahun 1541 – 1542 Lamongan, Blitar, Wirasaba, dan Kediri ( 1544 ). Setelah Sultan Trenggono terbunuh, ia digantikan oleh adiknya Prawoto. Kerajaan Demak berakhir setelah terbunuhnya Prawoto, pembunuhnya adalah Aria panangsang dari Jipang pada tahun 1549.
2.      Pajang.
Kesultanan Pajang adalah pelanjut dan dipandang sebagai pewaris kerajaan Islam Demak. Kesultanan yang terletak di daerah Kartasura sekarang itu merupakan kerajaan Islam pertama yang terletak di daerah pedalaman Pulau Jawa. Usia kesultanan ini tidak panjang. Kekuasaan dan kebesarannya kemudian diambil alih oleh kerajaan Mataram.
Raja pertama kesultanan ini adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging, di lereng gunung Merapi. Oleh Raja Demak ketiga, Sultan Trenggono, Jaka Tingkir diangkat menjadi penguasa di Pajang, setelah sebelumnya dikawinkan dengan anak perempuannya. Kediaman penguasa Pajang itu, menurut Babad, dibangun dengan mencontoh kraton Demak.
Pada tahun 1546 Sultan Demak meninggal dunia. Setelah itu muncul kekacauan di ibu kota. Konon Jaka Tingkir yang telah menjadi penguasa Pajang itu dengan segera mengambil alih kekuasaan karena anak sulung Sultan Trenggono yang menjadi pewaris tahta kesultanan, susuhunan Prawoto, dibunuh oleh kemenakannya, Aria Panangsang yang waktu itu menjadi penguasa di Jipang ( Bojonegoro sekarang).
Selama pemerintahan Sultan Adiwijaya, kesusasteraan dan kesenian keraton yang sudah maju di Demak dan Jepara lambat laun dikenal di pedalaman Jawa. Pengaruh agama Islam yang kuat di pesisir menjalar dan tersebar ke daerah pedalaman.
Riwayat kerajaan Pajang berakhir tahun 1618. kerajaan pajang pada waktu itu memberontak terhadap Mataram yang ketika itu di bawah Sultan Agung. Pajang dihancurkan, rajanya melarikan diri ke Giri dan Surabaya.
3.      Cirebon.
Sultan Gunung Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Jati.
Di awal abad ke-16, Cirebon merupakan sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Raja Pajajaran hanya menempatkan seorang juru labuhan di sana, bernama Pangeran Walangsungsang, seorang tokoh yang mempunyai hubungan darah dengan raja Pajajaran. Ketika berhasil memajukan Cirebon, ia sudah menganut agama Islam. Disebutkan oleh Tome Pires, Islam sudah ada di Cirebon sekitar 1470 – 1475 M. akan tetapi, orang yang berhasil meningkatkan status Cirebon menjadi sebuah kerajaan adalah Syarif Hidayat yang terkenal dengan gelar Sunan Gunung Jati, pengganti dan keponakan dari Pangeran Walangsungsang. Dialah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten.
Sebagai keponakan dari Pangeran Walangsungsang, Sunan Gunung Jati juga mempunyai hubungan darah dengan raja Pajajaran. Raja dimaksud adalah Prabu Siliwangi, raja Sunda yang berkedudukan di Pakuan Pajajaran, yang nikah dengan nyai Subang Larang tahun 1422.
Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali ( Galuh ), Sunda Kelapa dan Banten. Dasar bagi pengembangan Islam dan perdagangan kaum Muslimin di Banten diletakkan oleh Sunan Gunung jati tahun 1524 atau 1525 M. Ketika ia kembali ke Cirebon, Banten diserahkan kepada anaknya, Sultan hasanuddin. Sultan inilah yang menurunkan raja-raja Banten. Di tangan raja-raja Banten tersebut, akhirnya, kerajaan Pajajaran dikalahkan. Atas prakarsa Sunan Gunung Jati juga penyerangan ke Sunda Kelapa dilakukan ( 1527 M ). Penyerangan ini dipimpin oleh Falatehan dengan bantuan tentara Demak.
Setelah Sunan Gunung Jatiwafat, ia diganti oleh cicitnya yang terkenal dengan gelar Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Panembahan Ratu wafat tahun 1650, dan digantikan oleh puteranya yang bergelar Panembahan Girilaya.
Keutuhan Cirebon sebagai satu kerajaan hanya sampai pangeran Girilya itu. Sepeninggalnya, sesuai dengan kehendaknya sendiri, Cirebon diperintah oleh dua puteranya, Martawijaya atau Panembahan Sepuh dan Kartawijaya atau Panembahan Anom. Panembahan Sepuh memimpin Kesultanan Kesepuhan sebagai rajanya yang pertama dengan gelar Samsuddin, sementara Panembahan Anom memimpin Kesultanan Kanoman dengan gelar Badruddin.
C. Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan.
Kalimantan terlalu luas untuk berada di bawah satu kekuasan pada waktu datangnya Islam. Daerah barat laut menerima Islam dari malaya, daerah timur dari makasar dan wilayah selatan dari Jawa.
1.      Berdirinya Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan.
Tulisan-tulisan yang membicarakan tentang mesuknya Islam di Kalimantan selatan selalu mengidentifikasikan dengan berdirinya kerajaan Banjarmasin. Kerajaan banjar merupakan kelanjutan dari Kerajaan Daha yang beragama Hindu. Peristiwanya dimulai ketika terjadi pertentangan dalam keluarga istana, antara pangeran Samudera sebagai pewaris sah kerajaan Daha, dengan pamannya Pangeran Tumenggung. Seperti dikisahkan dalam Hikayat Banjar, ketika Raja Sukarama merasa sudah hampir tiba ajalnya, ia berwasiat, agar yang mengantikannya nanti adalah cucunya Raden Samudera. Tentu saja keempat orang puteranya tidak menerima sikap ayahnya itu, lebih-lebih Pangeran Tumanggung yang sangat berambisi. Setelah Sukarama wafat, jabatan raja dipegang oleh anak tertua, Pangeran Mangkubumi. Waktu itu, Pangeran Samudera baru berumur 7 tahun. Pangeran Mangkubumi tidak terlalu lama berkuasa. Ia terbunuh oleh seorang pegawai istana yang berhasil dihasut Pangeran Tumanggung. Dengan meninggalnya Pangeran Mangkubumi, maka Pangeran Tumanggunglah yang tampil menjadi raja Daha.
Dalam pada itu Pangeran Samudera berkelana ke wilayah muara. Ia kemudian diasuh oleh seorang patih, bernama Patih Masih. Atas bantuannya Pangeran Samudera dapat menghimpun kekuatan perlawanan. Dalam serangan pertamanya Pangeran Samudera berhasil menguasai Muara Bahan, sebuah pelabuhan strategis yang sering dikunjungi para pedagang luar, seperti dari pesisir utara Jawa, Gujarat, dan Malaka.
Dalam peperangan itu, Pangeran Samudera memperoleh kemenangan, dan sesuai dengan janjinya, ia beserta seluruh kerabat kraton dan penduduk Banjar menyatakan diri masuk Islam. Pangeran Samudera sendiri, setelah masuk Islam, diberi nama Sultan Suryanullah atau Suriansyah, yang dinobatkan sebagai raja pertama dalam kerajaan Islam Banjar.
Ketika Suryanullah naik tahta, beberapa daerah sekitarnya sudah mengakui kekuasaannya, yakni daerah Sambas, Batanglawai, Sukadana, Kotawaringin, Sampit, Medawi, dan Sambangan.
Sultan Suryanullah diganti oleh putera tertuanya yang bergelar Sultan Rahmatullah. Raja-raja banjar berikutnya adalah Sultan Hidayatullah ( putera Sultan Rahmatullah ) dan Marhum Panembahan yang dikenal dengan Musta'inullah. Pada masa Marhum Panembahan, ibu kota kerajaan dipindahkan beberapa kali. Pertama ke Amuntai, kemudian ke Tambangan dan Batang Banju, dan akhirnya ke Amuntai kembali. Perpindahan ibu kota kerajaan itu terjadi akibat datangnya pihak Belanda ke Banjar dan menimbulkan huru-hara.
2.      Kutai di Kalimantan Timur.
Menurut risalah Kutai, dua orang penyebar Islam tiba di Kutai pada masa pemerintahan Raja Mahkota. Salah seorang di antaranya adalah Tuan di bandang, yang dikenal dengan Dato'Ri Bandang dari makassar; yang lainnya adalah Tuan Tunggang Parangan. Setelah pengislaman itu, Dato'Ri Bandang kembali ke Makassar sementara Tuan Tunggang Parangan tetap di Kutai. Melalui yang terakhir inilah Raja Mahkota tunduk kepada keimanan Islam. Setelah itu, segera dibangun sebuah mesjid dan pengajaran agama dapat dimulai. Yang pertama sekali mengikuti pengajaran itu adalah Raja Mahkota Sendiri, kemudian pangeran, para menteri, panglima dan hulubalang, dan akhirnya rakyat biasa.
Sejak itu, Raja mahkota berusaha keras menyebarkan Islam dengan pedang. Proses Islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi pada tahun 1575. penyebaran lebih jauh ke daerah-daerah pedalaman dilakukan terutama pada waktu puteranya, Aji di Langgar, dan pengganti-penggantinya, meneruskan perang ke daerah Muara Kaman.
Referensi
Kartodirdjo, Sartono. 1987. Pengantar Sejarah Indonesia baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sunanto, Musytifah. 2005. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo.
Yatim, Badri, 2002, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT Raja Grafindo.



[1] Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, Sejarah Wacana dan Kekuasaan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999), hlm. 8.
[2] Uka Tjadrasasmita. (Ed.), Sejarah Nasional III, (Jakarta: Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1976) hlm 86
[3] A.H. Johns, "Sufism as a Category in Indonesian Literature and History", JSEAH, 2 Nr. 2 (Juli 1961), hlm 10-23.
[4]  D.A. Rinkes, op.cit., hlm. 94 dst.
[5] C.A.O. van Nieuwenhujize, op,cit., hlm. 17 dst.
[6] Ibid., hlm 23.
[7] Ibid., hlm 27.
[8] Taufik Abdullah, Op. Cit., hlm. 144.

No comments:

Post a Comment