SEJARAH DAN BUDAYA BATAM

DEA ARIOKTAVIA/PBM/BI

Definisi  Kebudayaan dan Melayu
Budaya Dan Kebudayaan, Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurut Soerjanto Poespowardojo 1993). Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia.

Pendapat lain mengatakan, bahwa "budaya" adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, karena itu mereka membedakan antara budaya dengan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, kakrsa dan rasa, dan kebudayaan, adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.
Menggali, meneliti, mengkaji, serta menulis tentang Melayu rasanya tiada pernah aka nada habis-habisnya karena bangsa Melayu telah memainkan peranan yang sangat penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia bahkan dunia. Seyogianya, kita yang sekarang sebagai bangsa Indonesia adalah bangsa Melayu.
Pengertian Melayu telah berkembang mengikut langgam zaman dan dinamika sejarah sejak dahulu kala sampai sekarang, diantaranya :
1.      Sebutan Melayu berasal dari "Himalaya" lalu kemudian disingkat menjadi "Malaya". "Hima" berarti "salju" atau "sejuk" sedangkan "alaya" bermakna "tempat". Dengan demikian dapat disimpulkan "tempat yang sejuk seperti dipuncak gunung yang tinggi". ( Abdul Rashid & Amat Juhari Moain (2005), Sejarah Bahasa Melayu, hlm. 9))
2.      Frasa melayu dapat pula berasal dari perkataan "malaiyur-pura" yang berarti "kota malaiyur" atau "kota gunung"
3.      Kata "Melayu" dapat pula berasal dari kata "Mala" dan "yu". "Mala" artinya "mula" atau "permulaan" dan "yu" artinya "negeri". Melayu berarti "negeri mula"; negeri asal mula atau negeri asal-usul. Dalam buku ini, Bukit Siguntang di Palembang diyakini sejarah sebagai negeri asal-usul raja-raja Melayu Melaka serta Kemaharajaan Melayu yang kelak berpusat di Johor, Riau dan Lingga.
4.      Melayu adalah nama sebuah kerajaan tua yang pernah ada di muara Sungai Melayu (kini bernama Sungai Batang Hari, Jambi) dalam abad ke-7 M. penamaan sebuah kerajaan berdasarkan nama sungai hal yang biasa dalam tradisi Melayu, karena bangsa Melayu zaman dulu selalu membangun kerajaan dipinggir sungai. Sedangkan penamaan sungai sebagai "Melayu" berasal dari sifat air sungai itu sendiri yang deras atau kencang atau melaju seperti orang berlari.

Sejauh ini tidak ada referensi yang kuat tentang asal-muasal nama Batam. Namun bila ditelusuri melalui hikayat atau legenda dan cerita dari orang tua-tua, dapat juga ditarik kesimpulan. Raja Muhammad yang merupakan cucu kerabat zuriat Raja Isa atau Nong Isa yang bertempat tinggal di Tanjung Bemban (tempat Sang Nila Utama pernah berburu) dan juga merupakan sahabat ayahanda penulis, menuturkan bahwa nama Batam berasal dari kata "Batang", karena hamper seluruh pantai Batam yang menghadap ke Laut China Selatan ditumbuhi batang pohon jenis tertentu yang khas. Pohon tersebut dibutuhkan oleh para pelaut dan sering singgah di Pulau Batam untuk mengambilnya.
Ada juga yang berpendapat kata "Batang" dalam pengertian lain, yaitu karena pada masa dahulu kala Batam merupakan "batang" atau "jembatan" atau "jalur" penghubung antar Pulau Bintang (Bintan), Bulang (Bulan), Lingga, dan pulau-pulau lainnya ke Temasik (Singapura) da Johor. Versi lain berpendapat berasal dari nama salah sebuah perkampungan terawal di Batam, yaitu "Batuampar" yang disingkatkan pengucapannya (akronim) menjadi "Batam". Namun yang jelas, nama Batam banyak disebut dalam catatan perjalanan bangsa asing dan dokumen sejarah, termasuk dalam Traktat London 1824 dan dokumen Kerajaan Riau-Lingga.
Berdasarkan catatan China, Batam dan pulau sekitarnya sudah dihuni manusia sejak 231 M. sebagaimana Temasek (Singapura) yang pada masa itu masih disebut Pulau Ujung (karena berada diujung Tanah Semenanjung), pesisir Kepulauan Batam dihuni oleh Suku Laut atau disebut juga Orang Selat. Sedangkan didaratan (hutan belantara) dihuni suku pedalaman seperti Suku Sakai dan Suku Jakun.
Kawasan Kepulauan Riau dan Tanah Sememnanjung, termasuk kepulauan Batam, pernah menjadi wilayah Kerajaan Melayu Singapura, Kemaharajaan Melayu Malaka, Kemaharajaan Melayu (Johor, Riau, Lingga, Pahang dan Seluruh Daerah Taklukannya) dan Kerajaan Riau-Lingga. Pada awal Kemaharajaan Melayu (pasca-runtuhnya Melaka), kepulauan Batam menjadi wilayah langlang laut (pengawalan) Hang Nadim. Lakasamana Melayu berkhidmat sejak masa Sultan Mahmud Syah I dan Sultan Alauddin Riayat Syah II itu diberikan amanah sebagai Raja Laut atau Langlang Laut yang bertanggung-jawab membendung pengaruh bangsa asing (terutama Portugis) di kepulauan Melayu. Dan Kepulauan Melayu dimaksud termasuk Pulau Batam dan sekitarnya.
Mengacu berbagai sumber, Edi Sutrisno dkk (Bercermin Sejarah Menyongsong Batam Masa Depan (2007) hlm. 3) menyebutkan, Penduduk Melayu yang bermukim di kepulauan Batam berasal dari Tanah Semenanjung Melayu (Malaysia dan Singapura sekarang) serta Jambi. Sebagaimana diketahui,, seputar abad ke-17 M, pernah terjadi perang antara Johor dan Jambi dan tidak tertutup kemungkinan para tentaranya banyak yang kemudian tinggal dan menetap di kepulauan Melayu, termasuk kawasan Batam. Sementara pendapat yang mengatakan berasal dari Tanah Semenanjung Melayu tak terbantahkan lagi, karena kepulauan Batam berdepan-depan langsung dengan kawasan itu.
Masih menurut Edi Sutrisno dkk Bercermin Sejarah Menyongsong Batam Masa Depan (2007) hlm. 4), dalam abad ke-17 M sudah ada penduduk yang mendiami kawasan pesisir Bukit Layang, terdiri dari Suku Sakai yang hidup dengan mencari minyak kayu, damar, dan rotan. Sedangkan pada 1790, penduduk asli bernama A'lama yang beristrikan orang Melayu, mebuka wilayah yang kemudian bernama kampong Setenga. Pada 1813 dibuka pula perkampungan kelak yang bernama Patam yang didiami orang Melayu dari Pahang. Sementara itu, pada 1817 telah ditemui penduduk etnis China dikawasan Sei Panas. Etnis China juga banyak yang bermukim di kawasan lain di kepulauan Batam seperti Duriangkang, Mukakuning, dan Tanjunguncang, Waheng, dan sebagainya. Dan pada 1820 kawasan Teluk Lengong telah dihuni penduduk Melayu yang dipimpin Wak Gendut.
Di masa Kerajaan Lingga-Riau atau Riau-Lingga (1819-1913), telah terjadi perpindahan besar-besaran orang Melayu ke Batam dan diantara mereka mebuka perkampungan yang kelak dikenal sebagai Nongsa, Tanjunguma, Tanjungpantun, Tanjungriau, Tanjungsengkuang, Telagapunggur, Tanjungbemban, Kampung Belian, Kampung Bagan, Labuan Garap, dan sebagainya. Yang berpindah dan membuka perkampungan di Batam tersebut umumnya kaum kerabat kerajaan. Selain sebai nelayan, mereka juga menanam gambur dan lada (hitam). Seiring itu, orang China juga banyak yang dating ke Batam serta bekerja di lading-ladang gambir dan lada.ada juga yang berkebun karet dan durian. Kemudian banyak yang bergdang serta membuka usaha pelayaran.
Banyak tokoh dala korpus sejarah Melayu yang telag diabadikan menjadi nama tempat atau nama jalan di bekas wilayah Kemaharajaan Melayu, baik di Malaysia, Singapura, Brunei Darusslama, dan Indoensia, apalagi di Provinsi Kepulauan Riau dan Riau. Khusus di Kota Batam, pengabadian nama tokoh dalam sejarah Melayu dalam sejarah Melayu di antara yang terpenting dapat disenaraikan sebagai berikut ini;
1.      Bandara Hang Nadim                   4. Stadion Temenggung Abdul Jamal
2.      Gedung Nong Isa                         5. Bumi Perkemahan Raja Ali Kelana
3.      Dataran Engku Putri                     6. RS. Engku Embung Fatimah
Masyarakat Melayu yang bermukim di sejulur Tanah Semenanjung dan Kepulauan Riau mulai memeluk islam dimasa Kemaharajaan Melayu Malaka dan sejak itu Melaka merupakan salah sebuah pusat penyebaran dan pengembangan Agama Islam di kawasan Nusantara, bahkan Asia Tenggara. Islam kemudian menjadi fondasi penting dalam pentadbiran Kemaharajaan Melayu yang meliputi Johor, Riau, Lingga dan Pahang. Begitu pula dengan di Batam. Sebenarnya, kebudayaan di Batam tidak jauh dengan kebudaan yang berada di pekanbaru. Banyak kemiripan yang hampir menyamai. Namun, tentu ada ke ciri khas-an pada suatu tertentu. Berikut hal-hal budaya yang ada di Batam:
1.      Rumah Adat
Limas Potong adalah salah satu bentuk rumah tradisional masyarakat melayu Riau Kepulauan. Rumah Limas Potong di Batu Besar, Nongsa, Kota Batam, Kepulauan Riau, dijadikan situs  budaya dan peninggalan sejarah Melayu. Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Batam Yusfa Hendri di Batam Senin mengatakan, Rumah Limas Potong memiliki nilai sejarah bagi perkembangan budaya Melayu di Batam sehingga ditetapkan sebagai situs sejarah. Rumah Limas Potong di Kampung Teluk, Batu Besar, Nongsa, merupakan rumah adat berbentuk  panggung milik keluarga Haji Muhammad Sain. Dari prasasti yang terdapat di atas pintu masuk rumah, diketahui bangunan tua itu didirikan 1  November 1959.
2.      Adat Istiadat
Kota Batam merupakan kota multi-etnis dimana terdapat berbagai berbagai macam etnis dari seluruh Indonesia dan dunia. Walaupun demikian budaya Melayu yang identik dengan Islam masih begitu kental di daerah ini yang menjadi akar budaya lokal. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat upacara-upacara yang mempunyai unsur keagamaan dan mitos yang dinyatakan dalam tari, musik, dan berbagai bentuk seni. Ada beberapa tarian tradisional yang populer, seperti tari Jogi serta Tari Zapin yang mencerminkan pengaruh kuat budaya Arab. Ada juga Tari Persembahan yang biasanya dilakukan saat menyambut tamu kehormatan. Selain itu ada drama Mak Yong yang merupakan drama pertunjukan tari dan lagu, menceritkan tentang sebuah negara bernama "Riuh", yang diyakini menjadi asal nama propinsi Riau. Negara ini diatur oleh raja yang bijaksana dan populer, hingga suatu hari raja terkejut dan malu karena putrinya tidak melahirkan bayi manusia melainkan seekor "siput gondang". Bingung dengan kabar ini ia memerintahkan agar bayi yang baru lahir untuk dibuang ke hutan. Beberapa tahun kemudian siput diketahui mulai tumbuh, dan raja meminta agar siput dibawa ke istana kerajaan dan kemudian cangkangnya dirusak. Raja menjadi sukacita dan terkejut  melihat seorang puteri yang cantik muncul dari cangkang yang telah rusak. kemudian raja memberinya nama Putri Siput Gondang (Siput Gondang Princess).
3.      Kesenian
Masyarakat Melayu sangat menjunjung tinggi adat dan Budaya. Hal itulah yang tertanam dalam jiwa masyarakat Kota Batam. Di Batam, budaya Melayu sangat dijunjung dan dipelihara. Budaya Melayu beserta keseniannya mendapatkan tempat tersendiri di hati masyarakat Batam. Hal ini terlihat dari masyarakat Batam yang sering mengamalkan nilai-nilai budaya Melayu serta memperlombakan kegiatan kesenian budaya Melayu.
Baju kurung contohnya. Setiap hari jum'at orang-orang di seluruh SD, SMP, dan SMA negeri di Kota Batam beserta beberapa kantor pemerintah akan memakai baju kurung. Baju ini bentuknya bermacam-macam. Ada yang disebut cekak musang, pesak sebelah, gunting jubah, kancing tujuh, teluk belanga, dan banyak lagi. Sedangkan kelengkapan bagi kaum pria adalah tanjak, yaitu tutup kepala yang terbuat dari kain songket. Tanjak ada beberapa macam. Namun, ada dua tanjak yang boleh dipakai siapa saja yaitu tanjak Balong Ayam dan Elang Menyongsong Angin. Juga terdapat yang namanya Destar yaitu pengikat kepala yang terbuat dari belacu atau katun. Perlengkapan lain adalah sandal. Perlengkapan untuk kaum hawa pula baju kurung tulang belur, kebaya pendek, baju kurung pendek, sanggul, jurai, kote-kote, dan sebagaiannya. Biasanya pakaian adat melayu ini menunjukkan kelas sosial dari seseorang yang mengenakannya.
Masyarakat Melayu amat tertarik kepada kesenian. Dalam hal ini, ada banyak sekali kesenian yang masih tetap lestari. Diantaranya adalah; Gurindam 12, Makyong, Joget, Zapin, Gazal, dan Kompang. Gurindam 12 adalah sebuah warisan adata yang begitu menakjubkan. Karya ini berisi petuah dan nasehat yang disusun oleh raja Ali Haji. Makyong adalah tarian drama religius. Makyong diiringi alat-alat musik dan memiliki skenario tersendiri. Joget adalah salah satu tarian masyarakat Melayu. Zapin juga merupakan salah satu tari Melayu yang telah mentradisi. Sedangkan Gazal adalah sejenis sajak yang berasal dari Arab, gazal merupakan alat dakwah penyebaran Islam. Kompang adalah permainan alat musik beserta syair yang sampai saat ini masih giat diajarkan di sekolah-sekolah, perlombaannya pun masih dapat kita lihat setiap beberapa bulan sekali di Kota Batam. Selain itu ada pula permainan rakyat berupa Jong, Gasing, dan layang-layang yang sampai saat ini masih digemari masyarakat Batam.
4.      System Kekerabatan
Orang asli Batam cenderung berbicara dengan sikap yang sopan dan tenang dan berusaha berbicara untuk tidak menyinggung perasaan orang lain sehingga pengunjung yang mengunjungi pulau Batam harus mematuhi adat istiadat yang berlaku. Orang-orang asli Batam tidak suka bekerja dengan terburu-buru dan hubungan antar sesama mereka terjalin dengan erat. Mereka tidak mementingkan diri sendiri tetapi mereka lebih menjunjung tinggi nilai kebersamaan.

DAFTAR PUSTAKA
1.       Drs. Widagdho, dkk. 2001. Ilmu budaya dasar.
2.       Ahmad Dahlan, PhD. 2014. Sejarah Melayu.

No comments:

Post a Comment